An open API service indexing awesome lists of open source software.

https://github.com/dwisiswant0/omnibus


https://github.com/dwisiswant0/omnibus

Last synced: 7 months ago
JSON representation

Awesome Lists containing this project

README

          

```diff
diff --git 2020-02/Draft-RUU-Cipta-Kerja.txt 2020-10/Draft-RUU-Cipta-Kerja.txt
index b1936eb..957d27b 100644
--- 2020-02/Draft-RUU-Cipta-Kerja.txt
+++ 2020-10/Draft-RUU-Cipta-Kerja.txt
@@ -1,18 +1,22 @@
1
-RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
-NOMOR … TAHUN ….
+RANCANGAN
+UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
+NOMOR… TAHUN...
TENTANG
CIPTA KERJA
-DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
+ DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
-Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat
-Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur
-berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
-Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
-1945, Negara perlu melakukan berbagai
-upaya untuk memenuhi hak warga negara
-atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
-melalui cipta kerja;
+Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan tujuan
+pembentukan Pemerintah Negara
+Indonesia dan mewujudkan masyarakat
+Indonesia yang sejahtera, adil, dan
+makmur berdasarkan Pancasila dan
+Undang-Undang Dasar Negara Republik
+Indonesia Tahun 1945, Negara perlu
+melakukan berbagai upaya untuk
+memenuhi hak warga negara atas
+pekerjaan dan penghidupan yang layak
+bagi kemanusiaan melalui cipta kerja;
b. bahwa dengan cipta kerja diharapkan
mampu menyerap tenaga kerja Indonesia
yang seluas-luasnya di tengah persaingan
@@ -21,51 +25,67 @@ globalisasi ekonomi;
c. bahwa untuk mendukung cipta kerja
diperlukan penyesuaian berbagai aspek
pengaturan yang berkaitan dengan
-kemudahan dan perlindungan usaha mikro,
-kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
-investasi, dan percepatan proyek strategis
-nasional, termasuk peningkatan
-perlindungan dan kesehatan pekerja;
-2
+kemudahan, perlindungan, dan
+pemberdayaan koperasi dan usaha mikro,
+kecil, dan menengah, peningkatan
+ekosistem investasi, dan percepatan
+proyek strategis nasional, termasuk
+peningkatan perlindungan dan
+kesejahteraan pekerja;
d. bahwa pengaturan yang berkaitan dengan
-kemudahan dan perlindungan usaha mikro,
-kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
-investasi, dan percepatan proyek strategis
-nasional, termasuk peningkatan
-perlindungan dan kesehatan pekerja yang
-tersebar di berbagai Undang-Undang sektor
-saat ini tidak memenuhi kebutuhan hukum
-untuk percepatan cipta kerja sehingga perlu
-dilakukan perubahan;
+kemudahan, perlindungan, dan
+pemberdayaan koperasi dan usaha mikro,
+kecil, dan menengah, peningkatan
+ekosistem investasi, dan percepatan
+proyek strategis nasional, termasuk
+peningkatan perlindungan dan
+2
+kesejahteraan pekerja yang tersebar di
+berbagai Undang-Undang sektor saat ini
+belum dapat memenuhi kebutuhan
+hukum untuk percepatan cipta kerja
+sehingga perlu dilakukan perubahan;
e. bahwa upaya perubahan pengaturan yang
-berkaitan kemudahan dan perlindungan
-usaha mikro, kecil, dan menengah,
-peningkatan ekosistem investasi, dan
-percepatan proyek strategis nasional,
-termasuk peningkatan perlindungan dan
-kesehatan pekerja dilakukan melalui
+berkaitan kemudahan, perlindungan, dan
+pemberdayaan koperasi dan usaha mikro,
+kecil, dan menengah, peningkatan
+ekosistem investasi, dan percepatan
+proyek strategis nasional, termasuk
+peningkatan perlindungan dan
+kesejahteraan pekerja dilakukan melalui
perubahan Undang-Undang sektoral yang
-dilakukan secara parsial tidak efektif dan
-efisien untuk menjamin percepatan cipta
-kerja, sehingga diperlukan terobosan hukum
-melalui pembentukan Undang-Undang
-dengan menggunakan metode omnibus law
-yang dapat menyelesaikan berbagai
-permasalahan dalam beberapa UndangUndang ke dalam satu Undang-Undang
-secara komprehensif;
+belum mendukung terwujudnya
+sinkronisasi dalam menjamin percepatan
+cipta kerja, sehingga diperlukan terobosan
+hukum yang dapat menyelesaikan
+berbagai permasalahan dalam beberapa
+Undang-Undang ke dalam satu UndangUndang secara komprehensif;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai
mana dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu
-membentuk Undang-Undang tentang Cipta
-Kerja;
-3
-Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20, Pasal 27 ayat (2),
-dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
+membentuk Undang-Undang tentang
+Cipta Kerja;
+Mengingat :1.
+2.
+3.
+Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A,
+Pasal 18B, Pasal 20, 22D ayat (2), Pasal 27
+ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan
+Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
+Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
+Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998
+tentang Politik Ekonomi dalam rangka
+Demokrasi Ekonomi;
+Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
+Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001
+tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
+Sumberdaya Alam;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
+3
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG CIPTA KERJA.
BAB I
@@ -73,25 +93,24 @@ KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha
-kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha
-mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
+kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan
+usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi
Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.
-2. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya
+2. Koperasi adalah koperasi sebagaimana yang dimaksud
+dalam Undang-Undang tentang perkoperasian.
+3. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya
disingkat UMK-M adalah usaha mikro, usaha kecil, dan
usaha menengah sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
-3. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada
+4. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada
Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.
-4. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
+5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
-Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri
-4
+Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-5. Pemerintah adalah menteri, pimpinan lembaga, gubernur,
-atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
6. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
@@ -106,181 +125,153 @@ kewenangan daerah otonom.
8. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha
yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang
tertentu.
-9. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat
+4
+9. Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum
+atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan di
+wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
+melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
+10. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat
RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang
wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan
zonasi kabupaten/kota.
-10. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang
+11. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang
diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
-11. Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh
-Pemerintah.
+12. Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
BAB II
-MAKSUD DAN TUJUAN
-5
+ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
-Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas:
+(1) Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas:
a. pemerataan hak;
b. kepastian hukum;
c. kemudahan berusaha;
d. kebersamaan; dan
e. kemandirian.
+(2) Selain berdasarkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1), penyelenggaraan Cipta Kerja dilaksanakan berdasarkan
+asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur dalam
+undang-undang yang bersangkutan.
Pasal 3
-Undang-Undang ini diselenggarakan dengan tujuan untuk
-menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat
-Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan
-Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas
-penghidupan yang layak melalui kemudahan dan perlindungan
-UMK-M serta perkoperasian, peningkatan ekosistem investasi,
-kemudahan berusaha, peningkatan perlindungan dan
-kesejahteraan pekerja, investasi Pemerintah Pusat dan
-percepatan proyek strategis nasional.
+Undang-Undang ini dibentuk dengan tujuan untuk:
+a. menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan
+memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan
+terhadap koperasi dan UMK-M serta industri dan
+perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap
+tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya, dengan tetap
+memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antar daerah
+dalam kesatuan ekonomi nasional;
+5
+b. menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta
+mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
+hubungan kerja;
+c. penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan
+dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi
+koperasi dan UMK-M serta industri nasional; dan
+d. penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan
+dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan
+percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada
+kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu
+pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman
+pada haluan ideologi Pancasila.
Pasal 4
-(1) Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 3, Undang-Undang ini mengatur mengenai
-kebijakan strategis Cipta Kerja.
-(2) Kebijakan strategis Cipta Kerja sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) memuat kebijakan penciptaan atau perluasan
-lapangan kerja melalui pengaturan yang terkait dengan:
-a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan
-berusaha;
-b. peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja;
-c. kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMK-M
-serta perkoperasian; dan
-d. peningkatan investasi pemerintah dan percepatan
-proyek strategis nasional.
-6
-(3) Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
-pengaturan terkait dengan peningkatan ekosistem investasi
-dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-huruf a, paling sedikit memuat pengaturan mengenai:
-a. penyederhanaan Perizinan Berusaha;
-b. persyaratan investasi;
-c. kemudahan berusaha;
-d. riset dan inovasi;
-e. pengadaan lahan; dan
-f. kawasan ekonomi.
-(4) Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
-pengaturan terkait dengan peningkatan perlindungan dan
-kesejahteraan pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-huruf b paling sedikit memuat pengaturan mengenai:
-a. perlindungan pekerja untuk pekerja dengan perjanjian
-waktu kerja tertentu;
-b. perlindungan hubungan kerja atas pekerjaan yang
-didasarkan alih daya;
-c. perlindungan kebutuhan layak kerja melalui upah
-minimum;
-d. perlindungan pekerja yang mengalami pemutusan
-hubungan kerja; dan
-e. kemudahan perizinan bagi tenaga kerja asing yang
-memiliki keahlian tertentu yang masih diperlukan
-untuk proses produksi barang atau jasa.
-(5) Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
-pengaturan terkait dengan kemudahan, pemberdayaan, dan
-perlindungan UMK-M serta perkoperasian sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) huruf c paling sedikit memuat
-pengaturan mengenai:
-a. kriteria UMK-M;
-b. basis data tunggal UMK-M;
-c. pengelolaan terpadu UMK-M;
-7
-d. kemudahan Perizinan Berusaha UMK-M;
-e. kemitraan, insentif, dan pembiayaan UMK-M; dan
-f. kemudahan pendirian, rapat anggota, dan kegiatan
-usaha koperasi.
-(6) Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
-pengaturan terkait dengan peningkatan investasi
-pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling sedikit
-memuat pengaturan mengenai:
-a. pelaksanaan investasi Pemerintah Pusat melalui
-pembentukan lembaga pengelola investasi; dan
-b. penyedian lahan dan perizinan untuk percepatan
-proyek strategis nasional.
-Pasal 5
-Dalam rangka mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diperlukan
-pengaturan mengenai:
-a. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
-b. pengawasan, pembinaan, dan pengenaan sanksi.
-Pasal 6
-Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi:
+Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 3, Undang-Undang ini mengatur mengenai kebijakan
+strategis Cipta Kerja yang meliputi:
a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
b. ketenagakerjaan;
-c. kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, UMK-M
-serta perkoperasian;
+c. kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan koperasi
+dan UMK-M;
d. kemudahan berusaha;
e. dukungan riset dan inovasi;
-f. pengadaan lahan;
+f. pengadaan tanah;
g. kawasan ekonomi;
h. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis
nasional;
-8
i. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
j. pengenaan sanksi.
+Pasal 5
+(1) Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi:
+a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
+b. ketenagakerjaan;
+c. kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan
+koperasi dan UMK-M;
+d. kemudahan berusaha;
+e. dukungan riset dan inovasi;
+f. pengadaan tanah;
+6
+g. kawasan ekonomi;
+h. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek
+strategis nasional;
+i. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
+j. pengenaan sanksi.
+(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang
+terkait.
BAB III
-PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN
-BERUSAHA
+PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI
+DAN KEGIATAN BERUSAHA
Bagian Kesatu
Umum
-Pasal 7
+Pasal 6
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
-b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha dan
-pengadaan lahan;
+b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha,
+pengadaan tanah dan pemanfaatan lahan;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Bagian Kedua
Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Paragraf 1
Umum
-Pasal 8
+Pasal 7
(1) Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 7 huruf a dilakukan berdasarkan penetapan
-tingkat risiko kegiatan usaha.
-(2) Penetapan tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diperoleh berdasarkan perhitungan nilai tingkat bahaya
-dan nilai potensi terjadinya bahaya.
-9
+dalam Pasal 6 huruf a dilakukan berdasarkan penetapan
+tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.
+7
+(2) Penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh berdasarkan
+penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya.
(3) Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan terhadap aspek:
a. kesehatan;
b. keselamatan;
-c. lingkungan; dan/atau
-d. pemanfaatan sumber daya.
+c. lingkungan;
+d. pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya; dan/atau
+e. risiko volatilitas.
(4) Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup
aspek lainnya sesuai dengan sifat kegiatan usaha.
-(5) Penilaian tingkat bahaya kegiatan usaha sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dengan
-memperhitungkan:
+(5) Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat
+(3) dan ayat (4) dilakukan dengan memperhitungkan:
a. jenis kegiatan usaha;
b. kriteria kegiatan usaha;
c. lokasi kegiatan usaha; dan/atau
d. keterbatasan sumber daya.
-(6) Potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) meliputi:
-a. tidak pernah terjadi;
-b. jarang terjadi;
-c. pernah terjadi; atau
-d. sering terjadi.
+(6) Penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) meliputi:
+a. hampir tidak mungkin terjadi;
+b. kemungkinan kecil terjadi;
+c. kemungkinan terjadi; atau
+d. hampir pasti terjadi.
(7) Berdasarkan penilaian tingkat bahaya sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dan penilaian atas
-potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat
-(6), tingkat risiko kegiatan usaha ditetapkan menjadi:
+dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta
+penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud
+pada ayat (6), tingkat risiko dan peringkat skala usaha
+kegiatan usaha ditetapkan menjadi:
a. kegiatan usaha berisiko rendah;
b. kegiatan usaha berisiko menengah; atau
c. kegiatan usaha berisiko tinggi.
+8
Paragraf 2
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Rendah
-10
-Pasal 9
+Pasal 8
(1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah
-sebagaimana dimaksud dalam 8 ayat (7) huruf a berupa
+sebagaimana dimaksud dalam 7 ayat (7) huruf a berupa
pemberian nomor induk berusaha yang merupakan legalitas
pelaksanaan kegiatan berusaha.
(2) Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
@@ -289,28 +280,42 @@ untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi
Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
Paragraf 3
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Menengah
-Pasal 10
+Pasal 9
(1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko
-menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7)
-huruf b berupa pemberian:
+menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7)
+huruf b meliputi:
+a. kegiatan usaha berisiko menengah rendah; dan
+b. kegiatan usaha berisiko menengah tinggi.
+(2) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko
+menengah rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+huruf a, berupa:
+a. pemberian nomor induk berusaha; dan
+b. pernyataan sertifikasi standar.
+(3) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko
+menengah tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
+b, berupa:
a. nomor induk berusaha; dan
-b. sertifikat standar.
-(2) Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-huruf b merupakan pernyataan pemenuhan standar
-pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh
-Pelaku Usaha sebelum melakukan kegiatan usahanya.
-(3) Dalam hal sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) huruf b diperlukan untuk standardisasi produk,
-Pemerintah Pusat menerbitkan sertifikat standar
-berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan standar yang wajib
+b. pemenuhan sertifikat standar.
+(4) Pernyataan sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) huruf b merupakan pernyataan Pelaku Usaha yang
+telah memenuhi standar sebelum melakukan kegiatan
+usahanya.
+(5) Pemenuhan sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada
+ayat (3) huruf b merupakan kewajiban standar yang telah
dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melakukan kegiatan
-komersialisasi produk.
+usahanya.
+9
+(6) Dalam hal sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b diperlukan untuk
+standardisasi produk, Pemerintah Pusat menerbitkan
+sertifikat standar berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan
+standar yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum
+melakukan kegiatan komersialisasi produk.
Paragraf 4
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Tinggi
-11
-Pasal 11
+Pasal 10
(1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko tinggi
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7) huruf c
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf c
berupa pemberian:
a. nomor induk berusaha; dan
b. izin.
@@ -321,65 +326,67 @@ pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.
(3) Dalam hal kegiatan usaha berisiko tinggi memerlukan
standardisasi produk, Pelaku Usaha dipersyaratkan
memiliki sertifikasi standar yang diterbitkan oleh
-Pemerintah Pusat berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan
+Pemerintah Pusat berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan
standar sebelum melakukan kegiatan komersialisasi
produk.
Paragraf 5
Pengawasan
-Pasal 12
+Pasal 11
Pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan dengan
intensitas pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko kegiatan
-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).
+usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7).
+10
Paragraf 6
Peraturan Pelaksanaan
-Pasal 13
+Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha berbasis
-risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan tata cara
-pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-12
+risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9,
+dan Pasal 10, serta tata cara pengawasan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 11 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
-Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan
-Pengadaan Lahan
+Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha,
+Pengadaan Tanah, dan Pemanfaatan Lahan
Paragraf 1
Umum
-Pasal 14
+Pasal 13
Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha dan
-pengadaan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
-meliputi:
+pengadaan tanah dan pemanfaatan lahan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:
a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
b. persetujuan lingkungan; dan
c. Persetujuan Bangunan Gedung dan sertifikat laik fungsi.
Paragraf 2
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
-Pasal 15
+Pasal 14
(1) Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 14 huruf a merupakan kesesuaian
+dimaksud dalam Pasal 13 huruf a merupakan kesesuaian
rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR.
-(2) Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan
-RDTR dalam bentuk digital yang sesuai dengan standar dan
+(2) Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RDTR
+dalam bentuk digital dan sesuai standar.
+(3) Penyediaan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan standar dan
dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk
-mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana
-lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR.
-(3) Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam
-bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke
-dalam sistem Perizinan Berusaha secara elektronik.
-(4) Dalam hal Pelaku Usaha mendapatkan informasi rencana
-lokasi kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat
-13
+mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi
+kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR.
+11
+(4) Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam
+bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam
+sistem Perizinan Berusaha secara elektronik.
+(5) Dalam hal Pelaku Usaha mendapatkan informasi rencana
+lokasi kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) telah sesuai dengan RDTR, Pelaku Usaha mengajukan
permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk
kegiatan usahanya melalui Perizinan Berusaha secara
-elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk
+elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan
+mengisi koordinat lokasi yang diinginkan untuk
memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang.
-(5) Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan
+(6) Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
-Pelaku Usaha dapat langsung melakukan kegiatan
-usahanya.
-Pasal 16
+Pelaku Usaha mengajukan permohonan Perizinan Berusaha.
+Pasal 15
(1) Dalam hal Pemerintah Daerah belum menyusun dan
-menyediakan RDTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
+menyediakan RDTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2), Pelaku Usaha mengajukan permohonan
persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk
kegiatan usahanya kepada Pemerintah Pusat melalui
@@ -394,19 +401,17 @@ terdiri atas:
a. rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN);
b. rencana tata ruang pulau/kepulauan;
c. rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
-d. rencana tata ruang wilayah provinsi;
-e. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan/atau
-f. rencana tata ruang atau rencana zonasi lainnya yang
-ditetapkan Pemerintah Pusat.
-14
-Pasal 17
+d. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan/atau
+e. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
+Pasal 16
Dalam rangka penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan
Berusaha serta untuk memberikan kepastian dan kemudahan
bagi Pelaku Usaha dalam memperoleh kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang, Undang-Undang ini mengubah, menghapus,
dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan
yang diatur dalam:
-a. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
+12
+a. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
@@ -419,7 +424,7 @@ Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490);
-c. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan
+c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 294,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5603); dan
@@ -427,10 +432,9 @@ d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5214).
-Pasal 18
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun
-2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
-15
+Pasal 17
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun
+2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725) diubah:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 23, angka 24, angka 29, dan angka
@@ -446,7 +450,8 @@ memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
-yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
+yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
+13
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam
@@ -459,37 +464,37 @@ pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang.
-7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
-adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
-kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
-sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
-Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-16
-8. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali
-kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
-pemerintahan daerah.
+7. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
+yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
+Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan
+menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
+Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
+8. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
+penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
+pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
+kewenangan daerah otonom.
9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan
-landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah,
-dan masyarakat dalam penataan ruang.
+landasan hukum bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah
+Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk
meningkatkan kinerja penataan ruang yang
-diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
-dan masyarakat.
+diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
+Daerah, dan masyarakat.
11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian
tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar
penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan
-sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundangundangan.
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
-program beserta pembiayaannya.
+program beserta pembiayaannya.
+14
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata
@@ -497,8 +502,7 @@ ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
-dan/atau aspek fungsional.
-17
+dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang
yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat
wilayah.
@@ -515,8 +519,17 @@ daya buatan.
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
-23. Dihapus.
-24. Dihapus.
+23. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai
+kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber
+daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
+tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
+pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
+24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas
+satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan
+sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
+sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
+adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan
+satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
25. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
@@ -525,26 +538,37 @@ pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang
terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri
sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan
-perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
+perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
+15
fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan
prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah
penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya
1.000.000 (satu juta) jiwa.
27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk
-dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang
-18
+dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang
memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah
sistem.
28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional terhadap
-kedaulatan negara, pertahanan.
-29. Dihapus.
-30. Dihapus.
+kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan negara,
+ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,
+termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan
+dunia.
+29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang
+penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
+pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi
+terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
+30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang
+penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
+pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota
+terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur
-dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
+dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
-tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
+tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam,
+dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis,
+resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika.
32. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah
kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang.
@@ -558,6 +582,7 @@ Pasal 5
wilayah dan sistem internal perkotaan.
(2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan
terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.
+16
(3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif
terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan
ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
@@ -565,9 +590,10 @@ kabupaten/kota.
(4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri
atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan
ruang kawasan perdesaan.
-19
-(5) Penataan ruang dilakukan berdasarkan nilai strategis
-kawasan strategis nasional.
+(5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan
+terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional,
+penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan
+penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
3. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 6
@@ -577,8 +603,8 @@ a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang rentan terhadap bencana;
b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial,
-budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, dan
-lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan
+budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,
+dan lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai satu kesatuan; dan
c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
(2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang
@@ -599,40 +625,39 @@ wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota yang disusun saling melengkapi satu
sama lain dan bersinergi sehingga tidak terjadi
tumpang tindih pengaturan rencana tata ruang.
-20
-(5) Dalam hal terjadi tumpang tindih antara rencana tata
-ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas
-tanah, penyelesaian tumpang tindih tersebut diatur
-dalam Peraturan Presiden.
-(6) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang
+17
+(5) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang
wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional
yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan.
-(7) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota
+(6) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota
meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
-(8) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur
-dengan Undang-Undang tersendiri.
+(7) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaan sumber
+dayanya diatur dengan Undang-Undang tersendiri.
+(8) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara pola ruang
+rencana tata ruang dengan kawasan hutan, izin
+dan/atau hak atas tanah, penyelesaian
+ketidaksesuaian tersebut diatur dalam Peraturan
+Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 8
(1) Wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
-a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
-pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional,
-provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap
-pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
-nasional;
+a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
+terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah
+nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta
+terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan
+strategis nasional;
b. pemberian bantuan teknis bagi penyusunan
rencana tata ruang wilayah provinsi, wilayah
-kabupaten/kota, dan RDTR dalam rangka
-percepatan pelaksanaan program strategis nasional;
+kabupaten/kota, dan RDTR;
c. pembinaan teknis dalam kegiatan penyusunan
rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota, dan RDTR;
d. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
-21
e. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
nasional; dan
f. kerja sama penataan ruang antarnegara dan
@@ -641,8 +666,10 @@ antarprovinsi.
(2) Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
penataan ruang nasional meliputi:
a. perencanaan tata ruang wilayah nasional;
-b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
-c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.
+b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
+18
+c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
+nasional.
(3) Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis nasional meliputi:
a. penetapan kawasan strategis nasional;
@@ -656,27 +683,14 @@ menetapkan pedoman bidang penataan ruang.
(5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pemerintah
Pusat:
-a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan
-dengan:
+a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang
dalam rangka pelaksanaan penataan ruang
-wilayah nasional;
-2) arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional
-yang disusun dalam rangka pengendalian
-pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
-3) pedoman pedoman bidang penataan ruang;
-22
+wilayah nasional; dan
+2) pedoman bidang penataan ruang.
b. menetapkan standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang.
-(6) Pemerintah Pusat dalam melaksanakan kewenangan
-pembinaan kepada provinsi dan kabupaten/kota
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk
-pemberian bantuan teknis bagi program yang bersifat
-strategis nasional dan pembinaan teknis dalam
-kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah
-provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota,
-dan RDTR.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan
penyelenggaraan penataan ruang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -688,8 +702,32 @@ Pemerintah Pusat.
jawab penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 10 dihapus.
-7. Ketentuan Pasal 11 dihapus.
+19
+6. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 10
+Wewenang pemerintah daerah provinsi sesuai dengan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang
+meliputi:
+a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
+pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan
+kabupaten/kota;
+b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi; dan
+c. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan fasilitasi
+kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.
+7. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 11
+Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan
+penataan ruang meliputi:
+a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
+pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
+b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
+dan
+c. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.
8. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
@@ -698,12 +736,12 @@ menghasilkan:
a. rencana umum tata ruang; dan
b. rencana rinci tata ruang.
(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas:
-23
+pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas:
a. rencana tata ruang wilayah nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana
tata ruang wilayah kota.
+20
(3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana
@@ -721,36 +759,32 @@ b. rencana umum tata ruang yang mencakup wilayah
perencanaan yang luas dan skala peta dalam
rencana umum tata ruang tersebut memerlukan
perincian sebelum dioperasionalkan.
-(6) RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
-dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketelitian peta
-rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
-(5) huruf b diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta
+rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
9. Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 14A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14A
(1) Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan
-dengan tetap memperhatikan aspek daya dukung dan
-daya tampung lingkungan hidup yang disusun dalam
-24
-suatu kajian lingkungan hidup strategis serta
-kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang.
-(2) Penyusunan kajian lingkungan strategis sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis daya
-dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam
-proses penyusunan rencana tata ruang.
+dengan memperhatikan:
+a. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
+dan kajian lingkungan hidup strategis;
+b. kedetailan informasi tata ruang yang akan disajikan
+serta kesesuaian ketelitian peta rencana tata
+ruang.
+(2) Penyusunan kajian lingkungan hidup strategis
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
+dalam proses penyusunan rencana tata ruang.
(3) Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata
-ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
-melalui penyusunan peta rencana tata ruang
-berdasarkan peta Rupabumi Indonesia.
-(4) Dalam hal peta Rupabumi Indonesia sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) tidak tersedia, penyusunan
-rencana tata ruang mempergunakan:
-a. peta format digital dengan ketelitian detail informasi
-sesuai dengan skala perencanaan rencana tata
-ruang; dan/atau
-b. peta tematik pertanahan.
+ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
+dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata ruang
+di atas Peta Dasar.
+21
+(4) Dalam hal Peta Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
+(3) belum tersedia, penyusunan rencana tata ruang
+dilakukan dengan menggunakan Peta Dasar lainnya.
10. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
@@ -765,8 +799,7 @@ permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
kawasan budi daya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi
-peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian
-25
+peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian
lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan
keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana
@@ -788,7 +821,8 @@ Pemerintah.
berikut:
Pasal 18
(1) Penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi atau
-kabupaten/kota dan RDTR terlebih dahulu harus
+kabupaten/kota dan RDTR terlebih dahulu harus
+22
mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah
Pusat.
(2) Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada
@@ -800,7 +834,6 @@ publik termasuk dengan DPRD.
peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang
RDTR paling lama 1 (satu) bulan setelah mendapat
persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
-26
(4) Dalam hal bupati/wali kota tidak menetapkan RDTR
setelah jangka waktu sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (3), RDTR ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
@@ -818,23 +851,21 @@ wilayah nasional;
b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang
meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait
dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
-pelayanannya dan sistem jaringan prasarana
-utama;
+pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;
c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi
kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya
yang memiliki nilai strategis nasional;
d. penetapan kawasan strategis nasional;
e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi
-program utama jangka menengah lima tahunan;
-dan
+program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
nasional yang berisi indikasi arahan peraturan
zonasi sistem nasional, arahan Kesesuaian Kegiatan
-Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan
-disinsentif, serta arahan sanksi.
+Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif,
+serta arahan sanksi.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi
pedoman untuk:
-27
+23
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
@@ -842,11 +873,11 @@ menengah nasional;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang di wilayah nasional;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
-keseimbangan perkembangan antarwilayah
-provinsi, serta keserasian antarsektor; penetapan
-lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
-e. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
-f. penataan ruang wilayah provinsi dan
+keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi,
+serta keserasian antarsektor;
+e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
+f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
+g. penataan ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota.
(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
adalah 20 (dua puluh) tahun.
@@ -857,18 +888,16 @@ dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima)
tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis
berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
-Peraturan Perundang undangan;
+peraturan perundang-undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
-dengan undang-undang;
+dengan Undang-Undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan
-dengan undang-undang; dan
-d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat
-strategis.
+dengan Undang-Undang; dan
+d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
(6) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
13. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-28
+berikut:
Pasal 22
(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi
mengacu pada:
@@ -876,6 +905,7 @@ a. RTRWN;
b. pedoman bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan RTRW Provinsi harus memperhatikan:
+24
a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil
pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
@@ -895,27 +925,27 @@ a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang
meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang
-berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam
-wilayah pelayanannya dan sistem jaringan
-prasarana wilayah provinsi;
+berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
+pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah
+provinsi;
c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi
kawasan lindung dan kawasan budi daya yang
memiliki nilai strategis provinsi;
-29
d. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang
-berisi indikasi program utama jangka menengah
-lima tahunan; dan
+berisi indikasi program utama jangka menengah lima
+tahunan; dan
e. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
-provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan
-zonasi sistem provinsi, arahan Kesesuaian Kegiatan
-Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan
-disinsentif, serta arahan sanksi.
+provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi
+sistem provinsi, arahan Kesesuaian Kegiatan
+Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif,
+serta arahan sanksi.
(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman
untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah daerah;
+25
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang dalam wilayah provinsi;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
@@ -931,15 +961,13 @@ setiap periode 5 (lima) tahunan.
(5) Peninjauan kembali RTRW Provinsi dapat dilakukan
lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun
apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:
-a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
-peraturan perundang-undangan;
+a. bencana alam yang ditetapkan dengan peraturan
+perundang-undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
-dengan undang-undang;
-30
+dengan Undang-Undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan
-dengan undang-undang; dan
-d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat
-strategis.
+dengan Undang-Undang; dan
+d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
(6) RTRW Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Provinsi.
(7) Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
@@ -957,6 +985,7 @@ Provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat paling lama
4 (empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah Pusat.
15. Ketentuan Pasal 24 dihapus.
+26
16. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
@@ -969,7 +998,6 @@ penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
harus memperhatikan:
-31
a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil
pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
@@ -986,24 +1014,24 @@ Pasal 26
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
-meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang
-terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem
-jaringan prasarana wilayah kabupaten;
-c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang
-meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan
-budi daya kabupaten;
+meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait
+dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
+prasarana wilayah kabupaten;
+c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi
+kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya
+kabupaten;
d. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang
-berisi indikasi program utama jangka menengah
-lima tahunan; dan
-e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
-wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum
-peraturan zonasi, ketentuan Kesesuaian Kegiatan
-Pemanfaatan Ruang, ketentuan insentif dan
-disinsentif, serta arahan sanksi.
+berisi indikasi program utama jangka menengah lima
+tahunan; dan
+e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
+kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan
+27
+zonasi, ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
+Ruang, ketentuan insentif dan disinsentif, serta
+arahan sanksi.
(2) RTRW kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
daerah;
-32
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
@@ -1021,14 +1049,13 @@ setiap periode 5 (lima) tahunan.
(6) Peninjauan kembali RTRW kabupaten dapat dilakukan
lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun
apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:
-a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
-peraturan perundang-undangan;
+a. bencana alam yang ditetapkan dengan peraturan
+perundang-undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
dengan Undang-Undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan
dengan Undang-Undang; dan
-d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat
-strategis.
+d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
(7) RTRW kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten.
(8) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud
@@ -1037,10 +1064,10 @@ bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari
Pemerintah Pusat.
(9) Dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) belum ditetapkan, Bupati
-33
menetapkan RTRW kabupaten paling lama 3 (tiga)
bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari
Pemerintah Pusat.
+28
(10) Dalam hal RTRW kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (9) belum ditetapkan oleh Bupati, RTRW
kabupaten ditetapkan oleh Pemerintah Pusat paling
@@ -1057,21 +1084,19 @@ bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ruang dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang
tetap dapat dilaksanakan.
(2) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
-dengan atau tanpa rekomendasi pemanfaatan ruang
-dari Pemerintah Pusat.
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan
+setelah mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan
+pemanfaatan ruang dari Pemerintah Pusat.
20. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui:
-a. penetapan peraturan zonasi;
-b. ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
-c. pemberian insentif dan disinsentif; dan
-d. pengenaan sanksi.
+a. ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
+b. pemberian insentif dan disinsentif; dan
+c. pengenaan sanksi.
21. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 37
-34
(1) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diterbitkan oleh
Pemerintah Pusat.
@@ -1080,7 +1105,8 @@ yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dibatalkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak
-melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
+melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
+29
(4) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata
@@ -1093,7 +1119,7 @@ yang layak kepada instansi pemberi persetujuan.
akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah
dapat dibatalkan oleh Pemerintah Pusat dengan
memberikan ganti kerugian yang layak.
-(7) Setiap pejabat Pemerintah yang berwenang dilarang
+(7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang dilarang
menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
@@ -1102,10 +1128,34 @@ persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
dan tata cara pemberian ganti kerugian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-22. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
+22. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 48
+(1) Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk:
+a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;
+b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan
+wilayah yang didukungnya;
+c. konservasi sumber daya alam;
+d. pelestarian warisan budaya lokal;
+e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan
+untuk ketahanan pangan; dan
+f. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaanperkotaan.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan terhadap
+kawasan lahan abadi pertanian pangan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan UndangUndang.
+(3) Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan
+pada:
+30
+a. kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah
+kabupaten; atau
+b. kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan
+yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
+kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang
+kawasan perdesaan diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
23. Ketentuan Pasal 49 dihapus.
24. Ketentuan Pasal 50 dihapus.
-35
25. Ketentuan Pasal 51 dihapus.
26. Ketentuan Pasal 52 dihapus.
27. Ketentuan Pasal 53 dihapus.
@@ -1126,7 +1176,8 @@ rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan persetujuan kegiatan
penataan ruang dan/atau penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
-pejabat berwenang; dan
+pejabat berwenang; dan
+31
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah dan/atau kepada pelaksana
kegiatan pemanfaatan ruang apabila kegiatan
@@ -1139,7 +1190,6 @@ Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang;
-36
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
dan
@@ -1165,164 +1215,93 @@ b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2) terdiri atas orang perseorangan dan pelaku usaha.
+32
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk
peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-33. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 68
-37
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang penataan ruang diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-38
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-34. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
+33. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 69
-(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang
-yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi
-39
-ruang, dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
-kerusakan barang, pelaku selain dikenai sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
-dikenai sanksi penggantian kerugian atas harta benda
-atau kerusakan barang.
-(3) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan/atau ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
-paling lama 8 (delapan) tahun.
-(4) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
+(1) Setiap orang yang dalam melakukan usaha dan/atau
+kegiatannya memanfaatkan ruang yang telah
+ditetapkan tanpa memiliki persetujuan kesesuaian
+pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan
+fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling
+lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
+Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
+(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
+kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling
+banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
+rupiah).
+(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
-tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
-(lima miliar rupiah).
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-35. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
+tahun dan denda paling banyak Rp8.000.000.000,00
+(delapan miliar rupiah).
+34. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 70
(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai
-dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dari
-pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 61 huruf b, dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
-rupiah).
-(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp4.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-40
-(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
-kerusakan barang, pelaku selain dikenai sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
-dikenai sanksi penggantian kerugian atas harta benda
-atau kerusakan barang.
-(4) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), ayat (2) dan/atau ayat (3), dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 5 (lima) tahun.
-(5) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
+dengan Persetujuan Kesesuaian Tata Ruang dari
+pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 61 huruf b yang mengakibatkan
+perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
+banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
+(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda
+atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda
+paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima
+ratus juta rupiah).
+33
+(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
-tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
-(lima miliar rupiah).
-(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-36. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
+tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000.000,00
+(delapan miliar rupiah).
+35. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 71
-(1) Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang
-ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan
-Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 61 huruf c, dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
-rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-41
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-37. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 72
-(1) Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap
-kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
-dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 61 huruf d, dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
+Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang
+ditetapkan dalam persyaratan persetujuan Kesesuaian
+Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 61 huruf c yang mengakibatkan perubahan fungsi
+ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
+tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
-tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 19
+36. Ketentuan Pasal 72 dihapus.
+37. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 74
+(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 69, Pasal 70, dan Pasal 71 dilakukan oleh
+suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda
+terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
+terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
+pemberatan 1/3 (sepertiga) kali dari pidana denda
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70,
+Pasal 71, atau Pasal 72.
+(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
+a. pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau
+b. pencabutan status badan hukum.
+38. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 75
+(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak
+pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal
+70, atau Pasal 71, dapat menuntut ganti kerugian
+secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
+34
+(2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
+ketentuan hukum acara perdata.
+Pasal 18
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 84, Tambahan
@@ -1332,10 +1311,10 @@ tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 14 dan angka 17 diubah, serta
-angka 18 dan angka 18A dihapus sehingga Pasal 1 berbunyi
-sebagai berikut:
-42
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 14 dan angka 17 diubah, angka 18
+dan angka 18A dihapus, serta di antara angka 14 dan angka
+15, disisipkan 1 (satu) angka yaitu angka 14A sehingga
+Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
@@ -1350,7 +1329,7 @@ rakyat.
Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut.
3. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau
-sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi)
+sama dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilo meter persegi)
beserta kesatuan Ekosistemnya.
4. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber
@@ -1360,14 +1339,14 @@ mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati
meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya
buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan
kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan
-berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat
+berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat
+35
instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan
perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di
Wilayah Pesisir.
5. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuhtumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain
serta proses yang menghubungkannya dalam
-membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.
-43
+membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.
6. Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam
satu hamparan kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh
batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai, teluk,
@@ -1400,19 +1379,23 @@ dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung
sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem pesisir.
13. Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah
kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan
-pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan
-44
+pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan
strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan
indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat
nasional.
14. Rencana Zonasi yang selanjutnya disingkat RZ adalah
-rencana yang menentukan arah penggunaan sumber
+rencana yang menentukan arah penggunaan sumber
+36
daya setiap satuan perencanaan disertai dengan
penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan
perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang
hanya dapat dilakukan setelah memperoleh Perizinan
Berusaha terkait Pemanfaatan Laut.
+14A. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu
+yang selanjutnya disingkat RZ KSNT adalah rencana
+yang disusun untuk menentukan arahan pemanfaatan
+ruang di kawasan strategis nasional tertentu.
15. Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat
susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung
jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan
@@ -1429,13 +1412,8 @@ oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
di setiap Kawasan perencanaan.
-17. Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1
-(satu) Zona berdasarkan arahan pengelolaan di dalam
-Rencana Zonasi dengan memperhatikan daya dukung
-lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta
-ketersediaan sarana.
+17. Dihapus.
18. Dihapus.
-45
18A. Dihapus.
19. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
upaya pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
@@ -1451,7 +1429,8 @@ mewujudkan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil secara berkelanjutan
21. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang
-tertinggi ke arah darat.
+tertinggi ke arah darat.
+37
22. Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah proses pemulihan dan perbaikan kondisi
Ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun
@@ -1467,8 +1446,7 @@ Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lain.
25. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik secara struktur atau fisik melalui
-pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
-46
+pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
@@ -1498,11 +1476,11 @@ yang secara konsisten telah memenuhi standar baku
sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif
terhadap program pengelolaan yang dilakukan oleh
-Masyarakat secara sukarela.
+Masyarakat secara sukarela.
+38
30. Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
-mempunyai kepentingan langsung dalam
-47
+mempunyai kepentingan langsung dalam
mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan
modern, pembudi daya ikan, pengusaha pariwisata,
@@ -1535,8 +1513,7 @@ tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan
lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam
perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut
-internasional.
-48
+internasional.
36. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih
berlaku dalam tata kehidupan Masyarakat.
37. Gugatan Perwakilan adalah gugatan yang berupa hak
@@ -1544,7 +1521,8 @@ kelompok kecil Masyarakat untuk bertindak mewakili
Masyarakat dalam jumlah besar dalam upaya
mengajukan tuntutan berdasarkan kesamaan
permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan ganti
-kerugian.
+kerugian.
+39
38. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum.
@@ -1567,8 +1545,7 @@ Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
43. Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di
-bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
-49
+bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dalam penguatan kapasitas sumber daya manusia,
lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan,
pelatihan, penelitian terapan, dan pengembangan
@@ -1584,8 +1561,9 @@ a. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang selanjutnya disebut dengan RZWP-3-K;
b. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional yang
selanjutnya disebut dengan RZ KSN; dan
-c. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional
-Tertentu yang selanjutnya disebut dengan RZ KSNT.
+40
+c. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu
+yang selanjutnya disebut dengan RZ KSNT.
(2) Batas wilayah perencanaan RZWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, RZ KSN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan RZ KSNT
@@ -1600,43 +1578,31 @@ Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali
dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan
lingkungan strategis berupa:
-50
-a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
-Peraturan Perundang undangan;
+a. bencana alam yang ditetapkan dengan Peraturan
+Perundang undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
dengan undang-undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan
dengan undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat
strategis.
-(5) RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
-a ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.
-(6) RZ KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
+(5) RZ KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
-(7) Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+(6) Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
-(8) Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
-pada ayat (5) wajib ditetapkan paling lama 2 (dua)
-bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari
-Pemerintah Pusat.
-(9) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menetapkan
-RZWP-3-K dalam jangka waktu paling lama 3 bulan
-setelah mendapat persetujuan substansi dari
-Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
-(8), RZWP-3-K ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
3. Di antara Pasal 7 dan 8 disisipkan 3 (tiga) pasal yakni:
a. Pasal 7A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7A
(1) RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf a diintegrasikan ke dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi.
-51
(2) RZ KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf b diintegrasikan ke dalam Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional.
(3) RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-huruf c diserasikan, diselaraskan, dan
+huruf c diserasikan, diselaraskan, dan
+41
diseimbangkan dengan rencana tata ruang,
rencana zonasi kawasan antarwilayah, dan
rencana tata ruang laut.
@@ -1662,8 +1628,7 @@ daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas ruang
perairan dan sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil; dan
c. kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses
-Masyarakat dalam pemanfaatan ruang perairan dan
-52
+Masyarakat dalam pemanfaatan ruang perairan dan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang
mempunyai fungsi sosial dan ekonomi.
c. Pasal 7C yang berbunyi sebagai berikut:
@@ -1674,6 +1639,7 @@ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 7A, dan
Pasal 7B diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 8 dihapus.
5. Ketentuan Pasal 9 dihapus.
+42
6. Ketentuan Pasal 10 dihapus.
7. Ketentuan Pasal 11 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 12 dihapus.
@@ -1688,7 +1654,14 @@ dengan rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi.
Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut dari Pemerintah Pusat.
-12. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berunyi sebagai
+12. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan satu pasal yakni
+Pasal 16A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 16A
+Setiap Orang yang memanfaatkan ruang dari perairan yang
+tidak memiliki Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di
+Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2),
+dikenai sanksi administratif.
+13. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
(1) Pemberian Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di
@@ -1696,10 +1669,10 @@ Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 wajib
mempertimbangkan kelestarian Ekosistem perairan
pesisir, Masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan
nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing.
-53
(2) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut tidak
dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi.
-13. Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal
+43
+14. Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17A
(1) Dalam hal terdapat kebijakan nasional yang bersifat
@@ -1726,18 +1699,39 @@ dan ayat (2), lokasi untuk kebijakan nasional yang
bersifat strategis tersebut dalam rencana tata ruang
laut dan/atau rencana zonasi dilaksanakan sesuai
dengan perubahan ketentuan peraturan perundangundangan.
-14. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
+15. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
-54
Dalam hal pemegang Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
-ayat (1) tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka
+ayat (2) tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Perizinan Berusaha
-Pemanfaatan di Laut diterbitkan, dikenai sanksi
-administratif.
-15. Ketentuan Pasal 19 dihapus.
-16. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
+terkait Pemanfaatan di Laut diterbitkan, dikenai sanksi
+administratif berupa pencabutan perizinan berusahanya.
+16. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 19
+44
+(1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan sumber
+daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil
+untuk kegiatan:
+a. produksi garam;
+b. biofarmakologi laut;
+c. bioteknologi laut;
+d. pemanfaatan air laut selain energi;
+e. wisata bahari;
+f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau
+g. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam, wajib
+memiliki Perizinan Berusaha.
+(2) Perizinan Berusaha untuk kegiatan selain sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+(3) Dalam hal terdapat kegiatan pemanfaatan sumber daya
+Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang
+belum diatur berdasarkan ketentuan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+17. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
(1) Pemerintah Pusat wajib memfasilitasi Perizinan
@@ -1748,22 +1742,22 @@ Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional.
Tradisional, yang melakukan pemanfaatan sumber daya
perairan pesisir, untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari.
-17. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22
(1) Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) dikecualikan bagi Masyarakat Hukum
Adat di wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat.
+45
(2) Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan pengakuannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-18. Ketentuan Pasal 22A diubah sehingga berbunyi sebagai
+19. Ketentuan Pasal 22A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22A
(1) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-16 diberikan kepada:
-55
+16 diberikan kepada:
a. orang perseorangan warga negara Indonesia;
b. korporasi yang didirikan berdasarkan hukum
Indonesia;
@@ -1773,7 +1767,7 @@ d. Masyarakat Lokal.
oleh instansi pemerintah dan tidak termasuk dalam
kebijakan nasional yang bersifat strategis diberikan
dalam bentuk konfirmasi kesesuaian ruang laut.
-19. Ketentuan Pasal 22B diubah sehingga berbunyi sebagai
+20. Ketentuan Pasal 22B diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22B
Orang perseorangan warga Negara Indonesia atau korporasi
@@ -1781,26 +1775,35 @@ yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan koperasi
yang dibentuk oleh Masyarakat yang mengajukan
pemanfaatan laut wajib memenuhi Perizinan Berusaha
terkait Pemanfaatan di laut dari Pemerintah Pusat.
-20. Ketentuan Pasal 22C diubah sehingga berbunyi sebagai
+21. Ketentuan Pasal 22C diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di laut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-21. Ketentuan Pasal 26A diubah sehingga berbunyi sebagai
+22. Ketentuan Pasal 26A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 26A
Dalam rangka penanaman modal asing, pemanfaatan pulaupulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya harus
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan
+46
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang penanaman modal.
-22. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
+23. Di antara Pasal 26A dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 26B yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 26B
+Setiap Orang yang tidak memiliki Perizinan Berusaha dalam
+memanfaatkan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan
+disekitarnya dalam rangka penanaman modal asing
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26A ayat (1) dikenai
+sanksi administratif.
+24. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
-56
-Pemerintah Pusat berwenang memberikan dan mencabut
-Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut di wilayah
-Perairan Pesisir.
-23. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya memberikan dan mencabut Perizinan
+Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut di wilayah Perairan
+Pesisir.
+25. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 51
(1) Pemerintah Pusat berwenang menetapkan perubahan
@@ -1808,7 +1811,7 @@ status zona inti pada Kawasan Konservasi Nasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan status zona
inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-24. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
+26. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 60
(1) Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau
@@ -1818,6 +1821,7 @@ yang sudah mendapat Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan di laut;
b. mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara
tradisional ke dalam RZWP-3-K;
+47
c. mengusulkan wilayah kelola Masyarakat Hukum
Adat ke dalam RZWP-3-K;
d. melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya
@@ -1829,10 +1833,9 @@ Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
f. memperoleh informasi berkenaan dengan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
g. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak
-yang berwenang atas kerugian yang menimpa
-57
-dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan
-Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
+yang berwenang atas kerugian yang menimpa dirinya
+yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengelolaan
+Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
h. menyatakan keberatan terhadap rencana
pengelolaan yang sudah diumumkan dalam jangka
waktu tertentu;
@@ -1858,124 +1861,63 @@ c. menyampaikan laporan terjadinya bahaya,
pencemaran, dan/atau kerusakan lingkungan di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
d. memantau pelaksanaan rencana Pengelolaan
-Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan/atau
+Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan/atau
+48
e. melaksanakan program Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang disepakati di tingkat
desa.
-58
-25. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 70
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggung jawabnya dibidang pengelolaan wilayah pesisir
-dan pulau-pulau kecil diberi wewenang khusus sebagai
-Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
-dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
-untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-59
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat penegak
-hukum.
-26. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
+27. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 71
-(1) Pemanfaatan ruang perairan dan sumber daya pesisir
-dan pulau-pulau kecil yang tidak memenuhi Perizinan
-Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut yang diberikan
-60
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi
+Pemanfaatan ruang perairan dan sumber daya pesisir dan
+pulau-pulau kecil yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha
+terkait Pemanfaatan di Laut yang diberikan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dikenai sanksi
administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah
-27. Di antara Pasal 73 dan 74 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
+28. Di antara Pasal 71 dan 72 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
+Pasal 71A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 71A
+(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 16A, Pasal 26B, dan Pasal 71 dapat berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. penghentian sementara kegiatan;
+c. penutupan lokasi;
+d. pencabutan Perizinan Berusaha;
+e. pembatalan Perizinan Berusaha; dan/ atau
+f. denda administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+29. Di antara Pasal 73 dan 74 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
Pasal 73A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 73A
Setiap Orang yang memanfaatkan pulau kecil dalam rangka
penanaman modal asing yang tidak memiliki Perizinan
-Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26A dipidana
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26A ayat (1)
+yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
-28. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai
+49
+30. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 75
-(1) Setiap Orang yang memanfaatkan ruang perairan dan
-Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang tidak
-memenuhi Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di
-Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
-(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
-kerusakan barang, pelaku selain dikenai sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
-dikenai sanksi penggantian kerugian atas harta benda
-atau kerusakan barang.
-(3) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-61
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-29. Ketentuan Pasal 75A dihapus.
-30. Ketentuan Pasal 78A diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap Orang yang memanfaatkan ruang dari perairan yang
+tidak memiliki Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di
+Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) yang
+mengakibatkan perubahan fungsi ruang,, dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
+banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
+31. Ketentuan Pasal 75A dihapus.
+32. Ketentuan Pasal 78A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 78A
Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundangundangan sebelum Undang-Undang tentang Cipta Kerja ini
berlaku adalah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
-Pasal 20
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun
+Pasal 19
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5603) diubah:
@@ -1990,10 +1932,10 @@ dan yang batas dan sistemnya ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional.
2. Kelautan adalah hal yang berhubungan dengan Laut
-dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar
+dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar
+50
Laut dan tanah di bawahnya, kolom air dan permukaan
Laut, termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
-62
3. Pulau adalah wilayah daratan yang terbentuk secara
alamiah yang dikelilingi air dan berada di atas
permukaan air pada waktu air pasang.
@@ -2026,8 +1968,7 @@ pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang laut
yang merupakan bagian integral dari pengelolaan tata
ruang.
10. Pelindungan Lingkungan Laut adalah upaya sistematis
-dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan Sumber
-63
+dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan Sumber
Daya Kelautan dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan di Laut yang meliputi
konservasi Laut, pengendalian pencemaran Laut,
@@ -2036,14 +1977,15 @@ penanggulangan pencemaran, serta kerusakan dan
bencana.
11. Pencemaran Laut adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
-dalam lingkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga
+dalam lingkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga
+51
melampaui baku mutu lingkungan Laut yang telah
ditetapkan.
12. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
-Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
+Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
@@ -2060,8 +2002,7 @@ Indonesia.
(2) Area operasi dari bangunan dan instalasi di Laut tidak
melebihi daerah keselamatan yang telah ditentukan.
(3) Penggunaan area operasional dari bangunan dan
-instalasi di Laut yang melebihi daerah keselamatan
-64
+instalasi di Laut yang melebihi daerah keselamatan
yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dari pihak
yang berwenang.
@@ -2076,8 +2017,9 @@ berikut:
Pasal 42
(1) Pengelolaan ruang laut dilakukan untuk:
a. melindungi sumber daya dan lingkungan dengan
-berdasar pada daya dukung lingkungan dan
-kearifan lokal;
+berdasar pada daya dukung lingkungan dan kearifan
+lokal;
+52
b. memanfaatkan potensi sumber daya dan/atau
kegiatan di wilayah Laut yang berskala nasional dan
internasional; dan
@@ -2095,11 +2037,11 @@ sumberdaya dan lingkungan Kelautan.
4. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
-65
(1) Perencanaan ruang laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) meliputi:
a. perencanaan tata ruang laut nasional;
-b. perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulaupulau kecil; dan
+b. perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
+kecil; dan
c. perencanaan zonasi kawasan laut.
(2) Perencanaan tata ruang laut nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan proses
@@ -2119,6 +2061,7 @@ kawasan antarwilayah.
(5) Rencana zonasi kawasan strategis nasional
diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang kawasan
strategis nasional.
+53
(6) Dalam hal perencanaan tata ruang laut nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sudah
ditetapkan, pengintegrasian dilakukan pada saat
@@ -2128,7 +2071,6 @@ Nasional.
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sudah ditetapkan,
pengintegrasian dilakukan pada saat peninjauan
kembali rencana tata ruang kawasan strategis nasional.
-66
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan ruang
laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
@@ -2156,27 +2098,31 @@ RZ WP-3-K.
(5) Perencanaan ruang laut secara komplementer
sebagaimana dimaksucd pada ayat (1) merupakan
penataan Rencana Tata Ruang Laut, RZ KAW, RZKSN,
-RZKSNT, dan RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
+RZ KSNT, dan RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disusun saling melengkapi satu sama lain dan
bersinergi sehingga tidak terjadi tumpang tindih
pengaturan.
+54
6. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-67
Pasal 47
(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut
secara menetap di wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi wajib memiliki Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut.
-(2) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut
+(2) Ketentuan sebagamana dimaksud pada ayat (1)
+dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan
+pemanfaatan di Laut untuk memenuhi kebutuhan
+sehari-hari.
+(3) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan di Laut
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-(3) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut
+(4) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut
secara menetap di wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha
terkait Pemanfaatan di Laut yang diberikan dikenai
sanksi administratif.
-(4) Ketentuan mengenai Perizinan Berusaha terkait
+(5) Ketentuan mengenai Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut yang berada di wilayah perairan
dan wilayah yurisdiksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan tata cara pengenaan sanksi administratif
@@ -2196,8 +2142,8 @@ c. pemanfaatan air laut selain energi;
d. wisata bahari;
e. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam
f. telekomunikasi;
-68
-g. instalasi ketenagalistrikan;
+g. instalasi ketenagalistrikan;
+55
h. perikanan;
i. perhubungan;
j. kegiatan usaha minyak dan gas bumi;
@@ -2223,27 +2169,34 @@ ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
-(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut
+Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut
secara menetap yang tidak memiliki Perizinan Berusaha
-terkait Pemanfaatan di Laut sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 47 ayat (1) dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua
-puluh miliar rupiah).
-69
-(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
-kerusakan barang, pelaku selain dikenai sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
-dikenai sanksi penggantian kerugian atas harta benda
-atau kerusakan barang.
-(3) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) tahun.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 21
+terkait Pemanfaatan di Laut sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 47 ayat (3) dikenai sanksi administratif.
+10. Di antara Pasal 49 dan Pasal 50 disisipkan dua pasal yakni
+Pasal 49A dan Pasal 49B yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 49A
+(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+49 dapat berupa:
+a. peringatan tertulis;
+56
+b. penghentian sementara kegiatan;
+c. penutupan lokasi;
+d. pembongkaran bangunan; dan/atau
+e. denda administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+Pasal 49B
+Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut
+secara menetap yang tidak memiliki Perizinan Berusaha
+terkait Pemanfaatan Di Laut sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 47 ayat (1) yang mengakibatkan perubahan fungsi
+ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
+(enam) tahun dan pidana denda paling banyak
+Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
+Pasal 20
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -2261,10 +2214,10 @@ atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam
sistem koordinat tertentu.
3. Data Geospasial yang selanjutnya disingkat DG adalah
data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran,
-dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan
-70
+dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan
manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas
permukaan bumi.
+57
4. Informasi Geospasial yang selanjutnya disingkat IG
adalah DG yang sudah diolah sehingga dapat digunakan
sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan,
@@ -2295,25 +2248,26 @@ kerangka referensi.
disingkat JKGN adalah sebaran titik kontrol geodesi
gayaberat yang terhubung satu sama lain dalam satu
kerangka referensi.
-12. Dihapus.
-71
+12. Peta Rupabumi Indonesia adalah peta dasar yang
+memberikan informasi yang mencakup wilayah darat,
+pantai dan laut.
13. Dihapus.
-14. Dihapus.
-15. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
+14. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-16. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali
+15. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali
kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
-17. Badan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
-mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan yang
+16. Badan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
+mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan yang
+58
membidangi urusan tertentu dalam hal ini bidang
penyelenggaraan IGD.
-18. Instansi Pemerintah adalah kementerian dan lembaga
+17. Instansi Pemerintah adalah kementerian dan lembaga
pemerintah nonkementerian.
-19. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok
+18. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok
orang, atau badan usaha.
-20. Badan Usaha adalah badan usaha milik negara, badan
+19. Badan Usaha adalah badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan usaha yang berbadan
hukum.
2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -2329,7 +2283,6 @@ e. batas wilayah;
f. transportasi dan utilitas;
g. bangunan dan fasilitas umum; dan
h. penutup lahan.
-72
(2) Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
Peta Rupabumi Indonesia.
(3) Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada
@@ -2343,6 +2296,7 @@ Pasal 13
huruf a merupakan garis pertemuan antara daratan
dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut.
+59
(2) Garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. garis pantai pasang tertinggi;
@@ -2362,8 +2316,7 @@ dimutakhirkan secara periodik dalam jangka waktu
tertentu atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
(3) Pemuktahiran IGD sewaktu-waktu apabila diperlukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
-hal terjadi bencana alam, perang, pemekaran atau
-73
+hal terjadi bencana alam, perang, pemekaran atau
perubahan wilayah administratif, atau kejadian lainnya
yang berakibat berubahnya unsur IGD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 sehingga mempengaruhi pola
@@ -2377,10 +2330,12 @@ berikut:
Pasal 18
(1) Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) diselenggarakan pada skala
-1:1.000, 1:5.000, 1:25.000, dan 1:250.000.
+1:1.000, 1:5.000, 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000,
+1:1.000.000.
(2) Peta Rupabumi Indonesia skala 1:1.000
diselenggarakan pada wilayah tertentu sesuai dengan
kebutuhan.
+60
(3) Peta Rupabumi Indonesia selain pada skala
sebagaimana tercantum pada ayat (1) dapat
diselenggarakan pada skala lain sesuai dengan
@@ -2389,15 +2344,16 @@ kebutuhan.
yakni Pasal 22A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22A
(1) Penyelenggaraan IGD sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 22 ayat (1) dapat dilakukan melalui kerjasama
-antara Pemerintah dengan Badan Usaha.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama Pemerintah
-dengan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Presiden.
+Pasal 22 ayat (1) dapat dilakukan melalui kerja sama
+antara Pemerintah Pusat dengan badan usaha milik
+negara.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama
+Pemerintah Pusat dengan badan usaha milik negara
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Presiden.
8. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
-74
(1) Pengumpulan Data Geospasial harus memperoleh
persetujuan dari Pemerintah Pusat apabila:
a. dilakukan di daerah terlarang;
@@ -2418,6 +2374,7 @@ yang dilakukan oleh:
a. orang perseorangan wajib memenuhi kualifikasi
sebagai tenaga profesional yang tersertifikasi di
bidang IG;
+61
b. kelompok orang wajib memenuhi klasifikasi dan
kualifikasi sebagai penyedia jasa di bidang IG serta
memiliki tenaga profesional yang tersertifikasi di
@@ -2430,10 +2387,9 @@ orang, dan badan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Ketentuan Pasal 56 dihapus.
Paragraf 3
-75
Persetujuan Lingkungan
-Pasal 22
-Dalam rangka memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam
+Pasal 21
+Dalam rangka memberikan kemudahan bagi setiap orang dalam
memperoleh persetujuan lingkungan, Undang-Undang ini
mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru
beberapa ketentuan terkait Perizinan Berusaha yang diatur
@@ -2441,7 +2397,7 @@ dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).
-Pasal 23
+Pasal 22
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
@@ -2453,15 +2409,15 @@ Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
-manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
+manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
+62
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
-hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
-76
+hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan
@@ -2494,25 +2450,28 @@ dalamnya,
terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang
secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
10. Kajian lingkungan hidup strategis yang selanjutnya
-disingkat KLHS adalah rangkaian analisis yang
-77
+disingkat KLHS adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program.
+63
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang
selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai
dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu
-usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan untuk
-digunakan sebagai pertimbangan pengambilan
-keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
-kegiatan.
+usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk
+digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan
+tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta
+termuat dalam Perizinan Berusaha atau persetujuan
+pemerintah.
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut
-UKL-UPL adalah standar dalam pengelolaan dan
-pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
-tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
+UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan
+pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan dalam
+bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat
+pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan
+Berusaha atau persetujuan pemerintah.
13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau
kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang
ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
@@ -2528,7 +2487,6 @@ ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh
lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya.
-78
16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang
yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
@@ -2544,7 +2502,8 @@ secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai serta keanekaragamannya.
19. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang
-diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas
+diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas
+64
manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi
atmosfir secara global dan selain itu juga berupa
perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada
@@ -2560,8 +2519,7 @@ serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lain.
22. Limbah bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya
disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau
-kegiatan yang mengandung B3.
-79
+kegiatan yang mengandung B3.
23. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau
@@ -2590,12 +2548,12 @@ kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli,
serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan
-hidup.
+hidup.
+65
30. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain
melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara
-lestari.
-80
+lestari.
31. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat
yang secara turun temurun bermukim di wilayah
geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul
@@ -2614,22 +2572,19 @@ terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan
masyarakat.
35. Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan
-Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang
-diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha
-dan/atau kegiatan.
-37. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
+Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan
+persetujuan dari Pemerintah Pusat.
+36. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-38. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali
+37. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali
kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintah daerah.
-39. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
+38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
-81
2. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
@@ -2637,6 +2592,7 @@ Pasal 20
diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
+66
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
@@ -2647,46 +2603,35 @@ pengetahuan dan teknologi.
(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah
ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
-b. mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat.
+b. mendapat persetujuan dari pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 23
-(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
-dengan Amdal merupakan proses dan kegiatan yang
-berdampak penting terhadap lingkungan hidup, sosial,
-ekonomi, dan budaya.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria usaha
-dan/atau kegiatan yang berdampak penting
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-82
-4. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
(1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan
-lingkungan hidup.
-(2) Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
-(3) Pemerintah Pusat dalam melakukan Uji Kelayakan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menunjuk
-lembaga dan/atau ahli bersertifikat.
-(4) Pemerintah Pusat menetapkan Keputusan kelayakan
-lingkungan hidup berdasarkan uji kelayakan
-lingkungan.
+lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau
+kegiatan.
+(2) Uji Kelayakan lingkungan hidup sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim uji
+kelayakan yang dibentuk oleh Lembaga Uji Kelayakan
+Pemerintah Pusat.
+(3) Tim Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+terdiri atas unsur Pemerinta Pusat, Pemerintah Daerah,
+dan ahli bersertifikat.
+(4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan
+Keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan
+hasil kelayakan lingkungan hidup.
(5) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), sebagai persyaratan
-penerbitan Perizinan Berusaha.
-(6) Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh instansi
-Pemerintah, keputusan kelayakan lingkungan hidup
-sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai dasar
-pelaksanaan kegiatan.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji
+penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan
+pemerintah.
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana uji
kelayakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
+4. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+67
Pasal 25
Dokumen Amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau
@@ -2696,7 +2641,6 @@ dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terkena
dampak langsung yang relevan terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan;
-83
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting
dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut dilaksanakan;
@@ -2705,40 +2649,41 @@ untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
-6. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut
Pasal 26
(1) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-22 disusun oleh pemrakarsa.
+22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan
+masyarakat.
(2) Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan
melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
+6. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
Dalam menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat
menunjuk pihak lain.
-8. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
+7. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+68
Pasal 28
(1) Penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki sertifikat
-kompetensi penyusun Amdal.
-84
+kompetensi penyusun Amdal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria
kompetensi penyusun Amdal diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 29 dihapus.
-10. Ketentuan Pasal 30 dihapus.
-11. Ketentuan Pasal 31 dihapus.
-12. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
+8. Ketentuan Pasal 29 dihapus.
+9. Ketentuan Pasal 30 dihapus.
+10. Ketentuan Pasal 31 dihapus.
+11. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 32
-(1) Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah membantu
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membantu
penyusunan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan
Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup.
@@ -2749,7 +2694,7 @@ penyusunan Amdal.
Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kriteria sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-13. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
+12. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 34
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak
@@ -2759,17 +2704,31 @@ UKL-UPL.
pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan
hidup.
(3) Berdasarkan pernyataan kesanggupan pengelolaan
-lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), Pemerintah Pusat menerbitkan Perizinan Berusaha.
-85
+lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
+69
+(2), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
+menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan
+pemerintah.
(4) Pemerintah Pusat menetapkan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang wajib UKL-UPL.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha/dan atau
-kegiatan yang wajib UKL-UPL sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 35 dihapus.
-15. Ketentuan Pasal 36 dihapus.
-16. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+13. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 35
+(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
+UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
+wajib membuat surat pernyataan kesanggupan
+pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang
+diintegrasikan kedalam Nomor Induk Berusaha.
+(2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang
+termasuk dalam kategori beresiko rendah.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan
+kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
+hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+14. Ketentuan Pasal 36 dihapus.
+15. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 37
Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila:
@@ -2785,8 +2744,9 @@ lingkungan hidup; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau
UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.
-17. Ketentuan Pasal 38 dihapus.
-18. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
+70
+16. Ketentuan Pasal 38 dihapus.
+17. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 39
(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup diumumkan
@@ -2794,9 +2754,8 @@ kepada masyarakat.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sistem elektronik dan atau cara lain
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
-19. Ketentuan Pasal 40 dihapus.
-86
-20. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 40 dihapus.
+19. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 55
(1) Pemegang Perizinan Berusaha wajib menyediakan dana
@@ -2809,7 +2768,7 @@ dengan menggunakan dana penjaminan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-21. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
+20. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
@@ -2821,126 +2780,216 @@ ketentuan pengelolaan limbah B3.
ayat (1) tidak mampu melakukan sendiri Pengelolaan
limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak
lain.
+71
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Persetujuan
+pemerintah.
(5) Pemerintah Pusat wajib mencantumkan persyaratan
lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban
yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam
Perizinan Berusaha.
(6) Keputusan pemberian Perizinan Berusaha wajib
diumumkan.
-87
-(7) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
-memfasilitasi pengelolaan berupa pengumpulan,
-pengangkutan, dan pemanfaatan, pengolahan dan/atau
-penimbunan limbah B3.
-(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah
B3 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-22. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai
+21. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 61
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
-hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Pemerintah
+hanya dapat dilakukan dengan Persetujuan Pemerintah
Pusat.
(2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-persyaratan dumping limbah atau bahan diatur dengan
+persyaratan dumping limbah atau bahan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
-23. Di antara Pasal 61 dan 62 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
+22. Di antara Pasal 61 dan 62 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
Pasal 61A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61A
-Dalam hal Pelaku Usaha melakukan kegiatan dan/atau
-usaha:
+Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan:
a. menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
-menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah,
-dan/atau menimbun bahan berbahaya dan beracun;
+menyimpan, memanfaatkan, dan/atau mengolah bahan
+berbahaya dan beracun;
b. menghasilkan, mengangkut, menyimpan,
mengumpulkan, memanfaatkan, mengolah, dan/atau
menimbun limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. pembuangan air limbah ke laut;
-d. pembuangan air limbah ke sumber air; dan/atau
-e. memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke tanah,
-merupakan bagian dari kegiatan usaha, pengelolaan
-tersebut dinyatakan dalam Amdal dan UKL-UPL.
-88
-24. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai
+d. pembuangan air limbah ke sumber air;
+e. membuang emisi ke udara; dan/atau
+f. memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke tanah,
+yang merupakan bagian dari kegiatan usaha,
+pengelolaan tersebut dinyatakan dalam Amdal atau
+UKL-UPL.
+72
+23. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 63
-Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
-Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:
+(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
+hidup, Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional;
-b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
-c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-RPPLH nasional;
-d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-KLHS;
-e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-amdal dan UKL-UPL;
+b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria;
+c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai RPPLH nasional;
+d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai KLHS;
+e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai amdal dan UKL-UPL;
f. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
nasional dan emisi gas rumah kaca;
g. mengembangkan standar kerja sama;
-h. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
-pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
-i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-sumber daya alam hayati dan nonhayati,
+h. mengoordinasikan dan melaksanakan
+pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
+lingkungan hidup;
+i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai sumber daya alam hayati dan nonhayati,
keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan
keamanan hayati produk rekayasa genetik;
-j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-pengendalian dampak perubahan iklim dan
-perlindungan lapisan ozon;
-k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-B3, limbah, serta limbah B3;
-l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-perlindungan lingkungan laut;
-m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
-pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
-lintas batas negara;
-89
+j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai pengendalian dampak perubahan iklim
+dan perlindungan lapisan ozon;
+k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai B3, limbah, serta limbah B3;
+l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai perlindungan lingkungan laut;
+m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai pencemaran dan/atau kerusakan
+lingkungan hidup lintas batas negara;
n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
-pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan
-peraturan kepala daerah;
+pelaksanaan kebijakan tingkat nasional dan
+kebijakan tingkat provinsi;
o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
-penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
-ketentuan persetujuan lingkungan dan peraturan
-perundang-undangan;
+penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
+terhadap ketentuan persetujuan lingkungan dan
+peraturan perundang-undangan;
+73
p. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
-q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
-penyelesaian perselisihan antardaerah serta
+q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama
+dan penyelesaian perselisihan antardaerah serta
penyelesaian sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
pengelolaan pengaduan masyarakat;
s. menetapkan standar pelayanan minimal;
-t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
-keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal,
-dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan
-perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
+t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara
+pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
+kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat
+yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
+lingkungan hidup;
u. mengelola informasi lingkungan hidup nasional;
v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan
menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan hidup;
-w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
-penghargaan;
+w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan,
+dan penghargaan;
x. mengembangkan sarana dan standar laboratorium
lingkungan hidup;
-y. menerbitkan Perizinan Berusaha.
+y. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan
+pemerintah;
z. menetapkan wilayah ekoregion; dan
aa. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.
-25. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
+hidup, pemerintah provinsi sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:
+a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
+b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
+provinsi;
+c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai RPPLH provinsi;
+d. melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
+UKL-UPL;
+e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
+dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi;
+f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama
+dan kemitraan;
+74
+g. mengoordinasikan dan melaksanakan
+pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
+lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;
+h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
+pelaksanaan kebijakan tingkat kabupaten/kota;
+i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
+penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
+sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
+j. mengembangkan dan menerapkan instrumen
+lingkungan hidup;
+k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama
+dan penyelesaian perselisihan
+antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian
+sengketa;
+l. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan
+pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang
+program dan kegiatan;
+m. melaksanakan standar pelayanan minimal;
+n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara
+pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
+kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat
+yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
+lingkungan hidup pada tingkat provinsi;
+o. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
+provinsi;
+p. mengembangkan dan menyosialisasikan
+pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup;
+q. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan,
+dan penghargaan;
+r. menerbitkan Perizinan Berusaha pada tingkat
+provinsi; dan
+s. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup
+pada tingkat provinsi.
+(3) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
+hidup, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:
+a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;
+b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
+kabupaten/kota;
+c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
+mengenai RPPLH tingkat kabupaten/kota;
+75
+d. melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
+UKL-UPL;
+e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
+dan emisi gas rumah kaca pada tingkat
+kabupaten/kota;
+f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama
+dan kemitraan;
+g. mengembangkan dan menerapkan instrumen
+lingkungan hidup;
+h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
+i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
+penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
+sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
+j. melaksanakan standar pelayanan minimal;
+k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara
+pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
+kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat
+yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
+lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota;
+l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
+kabupaten/kota;
+m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
+sistem informasi lingkungan hidup tingkat
+kabupaten/kota;
+n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan,
+dan penghargaan;
+o. menerbitkan Perizinan Berusaha pada tingkat
+kabupaten/kota; dan
+p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup
+pada tingkat kabupaten/kota.
+24. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 69
-90
Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
+76
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media
-lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
-Indonesia;
+lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
@@ -2955,50 +3004,68 @@ penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar.
-26. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
+25. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 71
-(1) Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap
-ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
-atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
-perundang-undangan di bidang perlindungan dan
-pengelolaan lingkungan hidup.
-91
-(2) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan
-kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada
-pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di
+(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah melakukan
+pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
+usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang
+ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
+(2) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat
+mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan
+pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang
+bertanggung jawab di bidang perlindungan dan
+pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan, Pemerintah Pusat
-menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang
-merupakan pejabat fungsional.
+atau Pemerintah Daerah menetapkan pejabat pengawas
+lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat pengawas
lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-27. Ketentuan Pasal 72 dihapus.
-28. Ketentuan Pasal 73 dihapus.
-29. Ketentuan Pasal 74 dihapus.
-30. Ketentuan Pasal 75 dihapus.
-31. Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai
+26. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 72
+77
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat wajib
+melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
+dan/atau kegiatan terhadap Perizinan Berusaha atau
+Persetujuan pemerintah.
+27. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 73
+Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan
+penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang Perizinan
+Berusaha atau Persetujuan pemerintah diterbitkan oleh
+Pemerintah Daerah jika Menteri menganggap terjadi
+pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
+pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
+28. Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 76
-(1) Pemerintah Pusat menerapkan sanksi administratif
-kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
-jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran
-terhadap Persetujuan Lingkungan.
+(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerapkan
+sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha
+dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
+pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha atau
+Persetujuan pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
+29. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 77
-Pemerintah Pusat dapat menerapkan sanksi administratif
-terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
-dalam hal Pemerintah Pusat menganggap Pemerintah
-Daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
-administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang
-perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
-33. Ketentuan Pasal 79 dihapus.
-92
-34. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap
+penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal
+Menteri menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja
+tidak menerapkan sanksi administratif terhadap
+pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
+pengelolaan lingkungan hidup.
+30. Ketentuan Pasal 79 dihapus.
+78
+31. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 82
(1) Pemerintah Pusat berwenang untuk memaksa
@@ -3011,7 +3078,66 @@ pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan
hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
-35. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
+32. Di antara Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan 3 (tiga) pasal
+yakni:
+a. Pasal 82A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 82A
+Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
+tanpa memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (4),
+atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b dikenai sanksi administratif.
+b. Pasal 82B yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 82B
+(1) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
+yang memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3),
+Pasal 36 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), Pasal 59 ayat (4)
+atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b atau Pasal
+61 yang tidak sesuai dengan kewajiban dalam
+Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah
+dan/atau melanggar ketentuan Peraturan Perundangundangan di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan
+Lingkungan Hidup, dikenai sanksi administratif.
+(2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran larangan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu:
+a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
+pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
+hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
+huruf a, dimana perbuatan tersebut dilakukan
+79
+karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya
+kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka
+berat, dan/atau matinya orang dikenai sanksi
+administratif dan mewajibkan kepada Penanggung
+Jawab perbuatan itu untuk melakukan pemulihan
+fungsi lingkungan hidup dan/atau tindakan lain
+yang diperlukan; atau
+b. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat
+kompetensi penyusun Amdal sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dikenai sanksi
+administratif.
+(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan
+perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku
+mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air
+laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
+yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha yang
+dimilikinya dikenai sanksi administratif.
+c. Pasal 82C yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 82C
+(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 82A dan Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
+berupa:
+a. teguran tertulis;
+b. paksaan pemerintah;
+c. denda administratif;
+d. pembekuan perizinan berusaha; dan/atau
+e. pencabutan perizinan berusaha.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+33. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
@@ -3020,153 +3146,25 @@ mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung
jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha
dan/atau kegiatannya.
-36. Ketentuan Pasal 93 dihapus.
-37. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 98
-(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
-yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
-ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
-kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling sedikit
-Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling
-banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-93
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
-paling lama 10 (sepuluh) tahun
-(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan
-manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
-4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
-dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat
-miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
-(dua belas miliar rupiah).
-(4) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana
-dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
-paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
-sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
-paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
-rupiah).
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-38. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 99
-(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan
-dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu
-air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
-lingkungan hidup, dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
-rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
-miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-94
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
-(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan ayat (2) mengakibatkan orang luka dan/atau
-bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana
-penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6
-(enam) tahun dan denda paling sedikit
-Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
-banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
-(4) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan ayat (2) mengakibatkan orang luka berat atau
-mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
-(tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan
-denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
-rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00
-(sembilan miliar rupiah).
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-39. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 102
-(1) Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3
-tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 59 ayat (4) dikenai sanksi administratif
-berupa denda denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
-(satu miliar rupiah) dan paling banyak
-Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
-95
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-40. Ketentuan Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 103
-(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak
-melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 59 dikenai sanksi administratif berupa denda
-denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
-rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
-miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-41. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 104
-(1) Setiap orang yang melakukan dumping limbah
-dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-96
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-42. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
+80
+34. Ketentuan Pasal 93 dihapus.
+35. Ketentuan Pasal 102 dihapus.
+36. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 109
-(1) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
-tanpa memiliki Persetujuan Lingkungan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) dan Pasal 34, dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling sedikit
-Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
-banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-43. Ketentuan Pasal 110 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 110
-(1) Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki
-sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-97
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-44. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
+tanpa memiliki persetujuan lingkungan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal
+59 ayat (4), atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b yang
+mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap
+kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
+dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
+tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
+sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
+banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
+37. Ketentuan Pasal 110 dihapus.
+38. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 111
Pejabat pemberi persetujuan lingkungan yang menerbitkan
@@ -3175,7 +3173,7 @@ atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
-45. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
+39. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak
@@ -3184,17 +3182,17 @@ jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan
perundang-undangan dan persetujuan lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
-lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
+lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
+81
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Paragraf 4
Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi
-Pasal 24
+Pasal 23
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung
-dan sertifikat laik fungsi bangunan, Undang-Undang ini
-98
+dan sertifikat laik fungsi bangunan, Undang-Undang ini
mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru
beberapa ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
@@ -3205,13 +3203,13 @@ b. Undang-Undang 6 Tahun 207 tentang Arsitek (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 179,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6108).
-Pasal 25
+Pasal 24
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4247) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 11 dan angka 14 diubah, angka 15
-dihapus, disisipkan 3 (tiga) angka baru, yakni angka 16,
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 11, angka 14, dan angka 15
+diubah, disisipkan 3 (tiga) angka baru, yakni angka 16,
angka 17, dan angka 18 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
@@ -3223,10 +3221,10 @@ dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk
hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
-kegiatan khusus.
+kegiatan khusus.
+82
2. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan
-pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis
-99
+pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis
dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian, dan pem-bongkaran.
3. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan
@@ -3259,8 +3257,7 @@ kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut
hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
10. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan
gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung
-berdasarkan kesepa-katan dengan pemilik bangunan
-100
+berdasarkan kesepa-katan dengan pemilik bangunan
gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola
bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai
dengan fungsi yang ditetapkan.
@@ -3270,6 +3267,7 @@ berbadan hukum, yang mempunyai sertifikat kompetensi
kerja kualifikasi ahli atau sertifikat badan usaha untuk
melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi
Bangunan Gedung.
+83
12. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan
hukum atau usaha, dan lembaga atau organisasi yang
kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk
@@ -3285,7 +3283,13 @@ yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-15. Dihapus.
+15. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
+pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan
+perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
+tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
+Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
+Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
+Tahun 1945.
16. Penyedia Jasa Konstruksi adalah pemberi layanan Jasa
Konstruksi.
17. Profesi Ahli adalah seseorang yang telah memenuhi
@@ -3294,8 +3298,8 @@ diakreditasi oleh Pemerintah Pusat.
18. Penilik Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut
Penilik adalah orang perseorangan yang memiliki
kompetensi, yang diberi tugas oleh Pemerintah Pusat
-101
-untuk melakukan inspeksi terhadap penyelenggaraan
+atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya untuk
+melakukan inspeksi terhadap penyelenggaraan
Bangunan Gedung.
2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -3305,6 +3309,7 @@ bangunan gedung.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+84
3. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 6
@@ -3326,8 +3331,7 @@ berikut:
Pasal 7
(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi standar
teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan
-klasifikasi bangunan gedung.
-102
+klasifikasi bangunan gedung.
(2) Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah
dan/atau air untuk bangunan gedung harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
@@ -3341,6 +3345,7 @@ Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 8 dihapus.
6. Ketentuan Pasal 9 dihapus.
7. Ketentuan Pasal 10 dihapus.
+85
8. Ketentuan Pasal 11 dihapus.
9. Ketentuan Pasal 12 dihapus.
10. Ketentuan Pasal 13 dihapus.
@@ -3361,9 +3366,9 @@ dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Ketentuan Pasal 20 dihapus.
18. Ketentuan Pasal 21 dihapus.
19. Ketentuan Pasal 22 dihapus.
-103
20. Ketentuan Pasal 23 dihapus.
21. Ketentuan Pasal 24 dihapus.
+86
22. Ketentuan Pasal 25 dihapus.
23. Ketentuan Pasal 26 dihapus.
24. Ketentuan Pasal 27 dihapus.
@@ -3392,10 +3397,10 @@ bangunan gedung, pemilik bangunan gedung yang
belum memenuhi standar teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap harus memenuhi
ketentuan standar teknis secara bertahap.
+87
32. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
-104
(1) Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.
@@ -3422,16 +3427,19 @@ ayat (1), harus dilengkapi hasil pengujian untuk
mendapatkan persetujuan rencana teknis dari
Pemerintah Pusat.
(7) Hasil perencanaan harus dikonsultasikan dengan
-Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pernyataan
-pemenuhan standar teknis bangunan gedung.
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat untuk mendapatkan pernyataan pemenuhan
+standar teknis bangunan gedung.
(8) Dalam hal perencanaan bangunan gedung yang
menggunakan prototipe yang ditetapkan Pemerintah
Pusat, perencanaan bangunan gedung tidak
memerlukan kewajiban konsultasi dan tidak
memerlukan pemeriksaan pemenuhan standar.
-105
33. Ketentuan Pasal 36 dihapus.
34. Di antara pasal 36 dan 37 disisipkan 2 (dua) pasal yakni:
+88
a. Pasal 36A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36A
(1) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud
@@ -3440,9 +3448,15 @@ mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh setelah mendapatkan pernyataan
pemenuhan standar teknis bangunan gedung dari
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dimohonkan kepada Pemerintah Pusat melalui
+dimohonkan kepada Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui
sistem elektronik yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat.
b. Pasal 36B yang berbunyi sebagai berikut:
@@ -3455,7 +3469,10 @@ ketentuan peraturan perundang-undangan.
konstruksi melakukan kegiatan pengawasan dan
bertanggung jawab untuk melaporkan setiap
tahapan pekerjaan.
-(3) Pemerintah Pusat melakukan inspeksi pada setiap
+(3) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat melakukan inspeksi pada setiap
tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagai pengawasan yang dapat menyatakan lanjut
atau tidaknya pekerjaan konstruksi ke tahap
@@ -3463,19 +3480,24 @@ berikutnya.
(4) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. pekerjaan struktur bawah;
-106
b. pekerjaan basemen jika ada;
+89
c. pekerjaan struktur atas; dan
d. pengujian
(5) Dalam melaksanakan inspeksi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) Pemerintah Pusat
-menugaskan Penilik.
+dimaksud pada ayat (3) Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
+menugaskan Penilik berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
(6) Dalam hal proses pelaksanaan diperlukan adanya
perubahan dan/atau penyesuaian terhadap rencana
teknis, penyedia jasa perencana wajib melaporkan
-kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan
+kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
+sesuai kewenanganya untuk mendapatkan
persetujuan sebelum pelaksanaan perubahan dapat
-dilanjutkan.
+dilanjutkan, berdasarkan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
35. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 37
@@ -3484,11 +3506,15 @@ dan/atau pengguna bangunan gedung setelah
bangunan gedung tersebut mendapatkan sertifikat laik
fungsi.
(2) Sertifikat laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diterbitkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan
-surat pernyataan kelaikan fungsi yang diajukan oleh
+(1) diterbitkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
+Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan surat
+pernyataan kelaikan fungsi yang diajukan oleh
Penyedia Jasa Pengawasan atau Manajemen Konstruksi
-kepada Pemerintah Pusat melalui sistem elektronik
-yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
+kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
+sesuai kewenangannya melalui sistem elektronik yang
+diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
(3) Surat pernyataan kelaikan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterbitkan setelah inspeksi
tahapan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
@@ -3497,9 +3523,9 @@ gedung memenuhi standar teknis bangunan gedung.
(4) Penerbitan sertifikat laik fungsi bangunan gedung
dilakukan bersamaan dengan penerbitan surat bukti
kepemilikan bangunan gedung.
-107
(5) Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara
-berkala pada bangunan gedung harus dilakukan untuk
+berkala pada bangunan gedung harus dilakukan untuk
+90
memastikan bangunan gedung tetap memenuhi
persyaratan laik fungsi.
(6) Dalam pemanfaatan bangunan gedung, pemilik
@@ -3526,9 +3552,10 @@ tercantum dalam persetujuan saat dilakukan
inspeksi bangunan gedung.
(2) Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditetapkan
-oleh Pemerintah Pusat berdasarkan hasil pengkajian
-teknis.
-108
+oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan hasil pengkajian
+teknis dan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Pengkajian teknis bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kecuali untuk rumah tinggal,
dilakukan oleh pengkaji teknis.
@@ -3536,7 +3563,11 @@ dilakukan oleh pengkaji teknis.
dampak luas terhadap keselamatan umum dan
lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana
teknis pembongkaran yang telah disetujui oleh
-Pemerintah Pusat.
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+91
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembongkaran bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
@@ -3560,8 +3591,7 @@ perundang-undangan di bidang Cagar Budaya;
e. mengubah fungsi bangunan setelah mendapat
persetujuan dari Pemerintah Pusat; dan
f. mendapatkan ganti rugi sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan dalam hal
-109
+peraturan perundang-undangan dalam hal
bangunan gedung dibongkar oleh Pemerintah Pusat
bukan karena kesalahan pemilik bangunan gedung.
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik
@@ -3576,7 +3606,8 @@ d. mendapat pengesahan dari Pemerintah Pusat atas
perubahan rencana teknis bangunan gedung yang
terjadi pada tahap pelaksanaan bangunan; dan
e. menggunakan penyedia jasa perencana, pelaksana,
-pengawas, dan pengkajian teknis yang memenuhi
+pengawas, dan pengkajian teknis yang memenuhi
+92
syarat sesuai ketentuan peraturan perundangundangan untuk melaksanakan pekerjaan terkait
bangunan gedung.
39. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -3594,7 +3625,6 @@ bangunan gedung; dan/atau
d. mendapatkan keterangan mengenai bangunan
gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi
dan dilestarikan.
-110
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung mempunyai
kewajiban:
@@ -3607,7 +3637,7 @@ pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung;
d. melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas
kelaikan fungsi bangunan gedung;
e. memperbaiki bangunan gedung yang telah
-ditetapkan tidak laik fungsi;
+ditetapkan tidak laik fungsi; dan
f. membongkar bangunan gedung dalam hal:
1. telah ditetapkan tidak laik fungsi dan tidak
dapat diperbaiki;
@@ -3616,8 +3646,9 @@ pemanfaatannya;
3. tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung;
atau
4. ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan
-dengan rencana teknis bangunan gedung yang
-tercantum dalam persetujun saat dilakukan
+dengan rencana teknis bangunan gedung yang
+93
+tercantum dalam persetujuan saat dilakukan
inspeksi bangunan gedung.
(3) Kewajiban membongkar bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f
@@ -3626,11 +3657,13 @@ dan ketertiban umum.
40. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
-(1) Pemerintah Pusat menyelenggarakan pembinaan
-bangunan gedung secara nasional untuk meningkatkan
-111
-pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan
-bangunan gedung.
+(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat, menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung
+secara nasional untuk meningkatkan pemenuhan
+persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan
+gedung.
(2) Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
bersama-sama dengan masyarakat yang terkait dengan
@@ -3646,51 +3679,59 @@ profesi ahli, penilik bangunan, pengkaji teknis, dan/atau
pengguna bangunan gedung pemilik dan/atau pengguna
yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi,
dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan
-bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini dikenai sanksi administratif.
+bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini dikenai sanksi administratif.
42. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
-Ketentuan mengenai jenis dan tata cara pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 44 dapat berupa:
+a. peringatan tertulis,
+94
+b. pembatasan kegiatan pembangunan,
+c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
+pelaksanaan pembangunan,
+d. penghentian sementara atau tetap pada
+pemanfaatan bangunan gedung;
+e. pembekuan persetujuan bangunan gedung;
+f. pencabutan persetujuan bangunan gedung;
+g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
+h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
+atau
+i. perintah pembongkaran bangunan gedung.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
43. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 46
(1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
-yang tidak memenuhi ketentuan dalam UndangUndang ini, dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai
-bangunan.
-112
-(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
-kerusakan barang, pelaku selain dikenai sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
-dikenai sanksi penggantian kerugian atas harta benda
-atau kerusakan barang.
-(3) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-(4) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
-yang tidak memenuhi ketentuan dalam UndangUndang ini, diancam dengan pidana penjara paling
-lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
-15% (lima belas per seratus) dari nilai bangunan
-gedung, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi
-orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup.
-(5) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
-yang tidak memenuhi ketentuan dalam UndangUndang ini, diancam dengan pidana penjara paling
-lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
-20% (dua puluh per seratus) dari nilai bangunan
-gedung, jika karenanya mengakibatkan hilangnya
-nyawa orang lain.
-(6) Dalam proses peradilan atas tindakan sebagaimana
-dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) hakim
-memperhatikan pertimbangan dari tim ahli bangunan
-gedung.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
-dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-113
+yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang
+ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
+tahun atau denda paling banyak 10% (sepuluh per
+seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya
+mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
+(2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
+yang tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang
+ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
+(empat) tahun atau denda paling banyak 15% (lima belas
+per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya
+mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang
+mengakibatkan cacat seumur hidup.
+(3) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
+yang tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang
+ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
+tahun dan denda paling banyak 20% (dua puluh per
+seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya
+mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
+(4) Dalam proses peradilan atas tindakan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) hakim
+memperhatikan pertimbangan dari profesi ahli.
+95
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
+dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
44. Di antara Pasal 47 dan Pasal 48 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 47A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47A
@@ -3702,14 +3743,14 @@ sederhana yang umum digunakan masyarakat.
(3) Prototipe bangunan gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan paling lama 6 bulan sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
-Pasal 26
+Pasal 25
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang 6 Tahun 2017
tentang Arsitek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6108) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 diubah dan angka 12 dihapus
-serta disisipkan 1 (satu) angka baru yakni angka 14
-sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 diubah, serta disisipkan 1 (satu)
+angka yakni angka 14 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
+berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Arsitektur adalah wujud hasil penerapan ilmu
@@ -3721,10 +3762,10 @@ estetika serta mencakup faktor keselamatan, keamanan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
2. Praktik Arsitek adalah penyelenggaraan kegiatan untuk
menghasilkan karya Arsitektur yang meliputi
-perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau
-114
+perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau
pengkajian untuk bangunan gedung dan lingkungannya,
serta yang terkait dengan kawasan dan kota.
+96
3. Arsitek adalah seseorang yang telah memenuhi syarat
dan ditetapkan oleh Dewan untuk melakukan Praktik
Arsitek.
@@ -3750,12 +3791,14 @@ jasa Arsitek berdasarkan perjanjian kerja.
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-12. Dihapus.
+12. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
+penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
+pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
+kewenangan daerah otonom.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
14. Dewan Arsitek Indonesia yang selanjutnya disebut
-Dewan adalah dewan yang dibentuk oleh Organisasi
-115
+Dewan adalah dewan yang dibentuk oleh Organisasi
Profesi dengan tugas dan fungsi membantu Pemerintah
Pusat dalam penyelenggaraan keprofesian Arsitek.
2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -3763,6 +3806,7 @@ berikut:
Pasal 5
(1) Pemberian layanan Praktik Arsitek wajib memenuhi
standar kinerja Arsitek.
+97
(2) Standar kinerja Arsitek sebagaimana dimaksud pada
ayat (l) merupakan tolok ukur yang menjamin efisiensi,
efektivitas, dan syarat mutu yang dipergunakan sebagai
@@ -3788,7 +3832,6 @@ Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan dan
pencabutan Surat Tanda Registrasi Arsitek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 10, dan
Pasal 12 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-116
6. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
@@ -3798,7 +3841,9 @@ gedung wajib memiliki Lisensi.
belum memiliki Lisensi, Arsitek wajib bekerja sama
dengan Arsitek yang memiliki Lisensi.
(3) Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
+diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi sesuai dengan
+NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+98
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan
Lisensi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -3820,8 +3865,7 @@ Arsitektur tanpa dipungut biaya.
keahlian dan alih pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alih keahlian
-dan alih pengetahuan sebagaimana dimaksud pada
-117
+dan alih pengetahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -3838,6 +3882,7 @@ e. memberikan masukan kepada pendidikan tinggi
Arsitektur tentang perkembangan Praktik Arsitek;
f. memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat
mengenai lingkup layanan Praktik Arsitek;
+99
g. mengembangkan Arsitektur dan melestarikan nilai
budaya Indonesia; dan
h. melindungi Pengguna Jasa Arsitek.
@@ -3855,7 +3900,6 @@ b. Pengguna Jasa Arsitek; dan
c. perguruan tinggi.
(3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikukuhkan oleh Pemerintah Pusat.
-118
10. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
@@ -3876,6 +3920,7 @@ Dewan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan Arsitek
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+100
11. Ketentuan Pasal 36 dihapus.
12. Ketentuan Pasal 37 dihapus.
13. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -3883,23 +3928,29 @@ berikut:
Pasal 38
(1) Setiap Arsitek yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 18 ayat
-(2), Pasal 19, dan Pasal 20 dikenai sanksi administratif.
+(2), Pasal 19 atau Pasal 20 dikenai sanksi administratif
+berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. penghentian sementara Praktik Arsitek;
+c. pembekuan Surat Tanda Registrasi Arsitek;
+dan/atau
+d. pencabutan Surat Tanda Registrasi Arsitek.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
oleh Organisasi Profesi Arsitek.
14. Ketentuan Pasal 39 dihapus.
15. Ketentuan Pasal 40 dihapus.
16. Ketentuan Pasal 41 dihapus.
-119
Bagian Keempat
Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan
Dan Persyaratan Investasi
Paragraf 1
Umum
-Pasal 27
+Pasal 26
Perizinan Berusaha terdiri atas sektor:
a. kelautan dan perikanan,
b. pertanian;
c. kehutanan;
+101
d. energi dan sumber daya mineral;
e. ketenaganukliran;
f. perindustrian;
@@ -3915,10 +3966,9 @@ n. pos, telekomunikasi, dan penyiaran; dan
o. pertahanan dan keamanan.
Paragraf 2
Kelautan dan Perikanan
-Pasal 28
+Pasal 27
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
-Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
-120
+Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
kemudahan persyaratan investasi dari sektor kelautan dan
perikanan, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik
@@ -3936,7 +3986,8 @@ Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan
1. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan
-dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
+dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
+102
pengolahan sampai dengan pemasaran yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
2. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan.
@@ -3951,8 +4002,7 @@ ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,
-mengolah, dan/atau mengawetkannya.
-121
+mengolah, dan/atau mengawetkannya.
6. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara,
membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta
memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol,
@@ -3982,10 +4032,10 @@ ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi
perikanan.
10. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan.
+103
11. Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi
-kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan
-122
+kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan
kapal penangkap Ikan maupun yang tidak menggunakan
kapal penangkap Ikan.
12. Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata
@@ -4018,14 +4068,14 @@ dalam ZEEI, laut teritorial Indonesia, perairan
kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman
Indonesia.
23. Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas
-daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
-123
+daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan
sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh,
dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
-perikanan.
+perikanan.
+104
24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perikanan.
25. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
@@ -4052,7 +4102,6 @@ Indonesia;
f. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;
g. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu
penangkapan ikan;
-124
h. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan
ikan;
i. persyaratan atau standar prosedur operasional
@@ -4062,18 +4111,20 @@ k. sistem pemantauan kapal perikanan;
l. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
m. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta
penangkapan ikan berbasis budi daya;
-n. pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber
+n. pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
+o. pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber
daya ikan serta lingkungannya;
-o. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan
+105
+p. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan
serta lingkungannya;
-p. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh
+q. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh
ditangkap;
-q. kawasan konservasi perairan;
-r. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
-s. jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan,
+r. kawasan konservasi perairan;
+s. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
+t. jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan,
dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah
Negara Republik Indonesia; dan
-t. jenis ikan dan genetik ikan yang dilindungi.
+u. jenis ikan dan genetik ikan yang dilindungi.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai:
@@ -4086,7 +4137,6 @@ d. persyaratan atau standar prosedur operasional
penangkapan ikan;
e. sistem pemantauan kapal perikanan;
f. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
-125
g. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta
penangkapan ikan berbasis budi daya;
h. pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber
@@ -4103,36 +4153,53 @@ m. jenis ikan dan genetik ikan yang dilindungi.
pemantauan kapal perikanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e, tidak berlaku bagi nelayan kecil
dan/atau pembudi daya-ikan kecil.
+106
(4) Pemerintah Pusat menetapkan potensi dan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf c.
-3. Ketentuan Pasal 25A diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Di antara Pasal 20 dan Pasal 21 disisipkan 1 (satu) pasal
+baru yakni Pasal 20A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 20A
+(1) Setiap orang yang melakukan penanganan dan
+pengolahan ikan yang tidak memenuhi dan tidak
+menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan,
+sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dikenai
+sanksi administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, dan
+tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+4. Ketentuan Pasal 25A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25A
(1) Pelaku usaha perikanan dalam melaksanakan bisnis
perikanan harus memenuhi standar mutu hasil
perikanan.
-(2) Pemerintah membina dan memfasilitasi pengembangan
-usaha perikanan agar memenuhi standar mutu hasil
-perikanan.
+(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya membina dan memfasilitasi
+pengembangan usaha perikanan agar memenuhi
+standar mutu hasil perikanan berdasarkan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat .
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu hasil
perikanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 26
-126
(1) Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(2) Jenis usaha Perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari usaha:
+107
a. penangkapan Ikan;
b. pembudidayaan Ikan;
c. pengangkutan Ikan;
d. pengolahan Ikan; dan
e. pemasaran Ikan.
-5. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
+6. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
@@ -4153,15 +4220,39 @@ mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera
asing di ZEEI wajib membawa dokumen Perizinan
Berusaha.
(4) Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang
-melakukan penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi
-127
+melakukan penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi
negara lain harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(5) Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau membawa dokumen
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), tidak berlaku bagi nelayan kecil.
-6. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
+7. Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 27A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 27A
+(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
+kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan
+penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
+Negara Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang
+108
+tidak memenuhi persyaratan Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dikenai
+sanksi administratif.
+(2) Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap
+ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan
+perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak
+membawa dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dikenai sanksi
+administratif.
+(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap
+ikan berbendera asing di ZEEI, yang tidak membawa
+dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 27 ayat (3), dikenai sanksi administratif.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, dan tata
+cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+8. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
@@ -4183,18 +4274,18 @@ dimaksud pada ayat (1) dan/atau membawa dokumen
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), tidak berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudi
daya-ikan kecil.
-7. Ketentuan Pasal 28A diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+9. Ketentuan Pasal 28A diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+109
Pasal 28A
Setiap orang dilarang:
a. memalsukan dokumen Perizinan Berusaha;
-128
b. menggunakan Perizinan Berusaha palsu;
c. menggunakan Perizinan Berusaha milik kapal lain atau
orang lain; dan/atau
d. menggandakan Perizinan Berusaha untuk digunakan
oleh kapal lain dan/atau kapal milik sendiri.
-8. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
+10. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
(1) Pemberian Perizinan Berusaha kepada orang dan/atau
@@ -4216,44 +4307,55 @@ badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI, perjanjian
perikanan, pengaturan akses, atau pengaturan lainnya
antara Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah
negara bendera kapal.
-9. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
+11. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 31
(1) Setiap kapal perikanan yang dipergunakan untuk
-menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan
-129
+menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Setiap kapal perikanan yang dipergunakan untuk
-mengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan
+mengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan
+110
Negara Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-10. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
+12. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-11. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
+13. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
(1) Kegiatan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia yang bukan untuk tujuan komersial harus
-mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-(2) Jenis penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan
-ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
-kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam
-rangka pendidikan, penyuluhan, penelitian atau
-kegiatan ilmiah lainnya, kesenangan dan wisata.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penangkapan ikan
+mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat dan
+Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Kegiatan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan
+ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
+oleh setiap Orang yang meliputi kegiatan dalam rangka
+pendidikan, penyuluhan, penelitian atau kegiatan
+ilmiah lainnya, serta kesenangan dan wisata.
+(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dikecualikan bagi seseorang yang menangkap ikan
+dan/atau membudidayakan ikan untuk kebutuhan
+sehari-hari.
+(4) Persetujuan bagi kegiatan penelitian atau kegiatan
+ilmiah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penangkapan ikan
dan/atau pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia yang bukan
untuk tujuan komersial diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-12. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
+14. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
-130
+111
(1) Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau
memodifikasi kapal perikanan wajib terlebih dahulu
mendapat persetujuan Pemerintah Pusat.
@@ -4261,7 +4363,15 @@ mendapat persetujuan Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan,
baik di dalam maupun di luar negeri, setelah mendapat
pertimbangan teknis laik laut dari Pemerintah Pusat.
-13. Ketentuan Pasal 35A diubah sehingga berbunyi sebagai
+(3) Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau
+memodifikasi kapal perikanan yang tidak memiliki
+persetujuan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
+(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+15. Ketentuan Pasal 35A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35A
(1) Kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan
@@ -4269,29 +4379,35 @@ penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia wajib menggunakan
nakhoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan
Indonesia.
-(2) Kapal perikanan berbendera asing yang melakukan
-penangkapan ikan di ZEEI wajib menggunakan anak
-buah kapal berkewarganegaraan Indonesia paling
-sedikit 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah anak
-buah kapal.
-(3) Pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan anak
-buah kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
-ayat (2) dikenai sanksi administratif.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan anak
+buah kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dikenakan sanksi administratif berupa peringatan,
+pembekuan perizinan berusaha, atau pencabutan
+Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan mengenai kriteria, jenis, dan tata cara
+pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+16. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 36
(1) Kapal perikanan milik orang Indonesia yang
dioperasikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia dan laut lepas wajib didaftarkan
terlebih dahulu sebagai kapal perikanan Indonesia.
-131
(2) Kapal perikanan yang telah terdaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diberikan Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
-15. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
+112
+(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal perikanan di
+wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang
+tidak mendaftarkan kapal perikanannya sebagai kapal
+perikanan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dikenai sanksi administratif.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+17. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 38
(1) Setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang
@@ -4311,7 +4427,7 @@ penangkapan ikan wajib menyimpan alat penangkapan
ikan di dalam palka selama berada di luar daerah
penangkapan ikan yang diizinkan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
-16. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan membangun,
@@ -4321,8 +4437,8 @@ perikanan, serta penggunaan 2 (dua) jenis alat penangkapan
ikan secara bergantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-132
-17. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
+113
+19. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41
(1) Pemerintah Pusat menyelenggarakan dan melakukan
@@ -4352,12 +4468,16 @@ yang ditunjuk.
kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan
yang tidak melakukan bongkar muat ikan tangkapan di
pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan
-lainnya yang ditunjuk dikenai sanksi administratif.
-133
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
-diatur dalam Peraturan Pemerintah.
-18. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga Pasal 42 berbunyi
+lainnya yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada
+ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan,
+pembekuan perizinan berusaha, atau pencabutan
+perizinan berusaha.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, dan
+tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
+dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+114
+20. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga Pasal 42 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 42
(1) Dalam rangka keselamatan operasional kapal
@@ -4386,7 +4506,6 @@ k. melaksanakan bantuan pencarian dan
penyelamatan;
l. memimpin penanggulangan pencemaran dan
pemadaman kebakaran di pelabuhan perikanan;
-134
m. mengawasi pelaksanaan perlindungan lingkungan
maritim;
n. memeriksa pemenuhan persyaratan pengawakan
@@ -4396,7 +4515,8 @@ dan Keberangkatan Kapal Perikanan; dan
p. memeriksa sertifikat ikan hasil tangkapan.
(3) Setiap kapal perikanan yang akan berlayar melakukan
penangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan dari
-pelabuhan perikanan wajib memiliki persetujuan
+pelabuhan perikanan wajib memiliki persetujuan
+115
berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar di
pelabuhan perikanan.
(4) Syahbandar di pelabuhan perikanan sebagaimana
@@ -4409,18 +4529,17 @@ setempat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesyahbandaran di
pelabuhan perikanan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-19. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
+21. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
Setiap kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan
wajib memenuhi standar laik operasi kapal perikanan dari
pengawas perikanan tanpa dikenai biaya.
-20. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
+22. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44
(1) Persetujuan Berlayar sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 42 ayat (2) huruf a diterbitkan oleh syahbandar
-135
+Pasal 42 ayat (2) huruf a diterbitkan oleh syahbandar
setelah kapal perikanan memenuhi standar laik
operasi.
(2) Pemenuhan standar laik operasi sebagaimana
@@ -4431,31 +4550,33 @@ dan kelayakan teknis.
administrasi dan kelayakan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-21. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
+23. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
Dalam hal kapal perikanan berada dan/atau berpangkalan
di luar pelabuhan perikanan, Persetujuan berlayar
-diterbitkan oleh syahbandar setempat setelah memenuhi
+diterbitkan oleh syahbandar setempat setelah memenuhi
+116
standar laik operasi dari pengawas perikanan yang
ditugaskan pada pelabuhan setempat.
-22. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
+24. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
Setiap orang asing yang mendapat Perizinan Berusaha
untuk melakukan penangkapan ikan di ZEEI dikenakan
pungutan perikanan.
-23. Ketentuan Pasal 89 diubah sehingga berbunyi sebagai
+25. Ketentuan Pasal 89 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 89
Setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan
ikan yang tidak memenuhi dan tidak menerapkan
persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan
mutu, dan keamanan hasil perikanan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dikenakan sanksi
-administratif.
-136
-24. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) yang menimbulkan
+korban terhadap kesehatan manusia, dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
+banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
+26. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 92
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan
@@ -4465,71 +4586,38 @@ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan
denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
-25. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
+27. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 93
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
-kapal penangkap ikan berbendera Indonesia
-melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
-perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau di laut
-lepas, yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
+kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan
+penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
+Negara Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang
+tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan
+117
+pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
+paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan
-penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memenuhi
-Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 27 ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
-miliar rupiah).
-(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap
-ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan
-perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak
-membawa dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana
-137
-dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dikenai sanksi
-administratif.
-(4) Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap
-ikan berbendera asing di ZEEI, yang tidak membawa
-dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 27 ayat (3), dikenai sanksi administratif.
-(5) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (3)dipidana dengan
-pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
-(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-26. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai
+penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama
+6 (enam) tahun atau denda paling banyak
+Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
+28. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 94
-(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
-kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan
-perikanan Negara Republik Indonesia yang melakukan
-pengangkutan ikan atau kegiatan yang terkait yang
-tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
-tahun.
-(3) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
-kapal pengangkut ikan berbendera asing yang
-digunakan untuk melakukan pengangkutan ikan di
-wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
-Indonesia yang tidak memenuhi perizinan berusaha
-138
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dikenai
-dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
-tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
-(lima belas miliar rupiah).
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-27. Ketentuan Pasal 94A diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal
+pengangkut ikan yang berbendera Indonesia atau
+berbendera asing di wilayah pengelolaan perikanan Republik
+Indonesia yang melakukan pengangkutan ikan atau
+kegiatan yang terkait yang tidak memiliki Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
+dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
+(lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
+(satu miliar lima ratus juta rupiah).
+29. Ketentuan Pasal 94A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 94A
Setiap orang yang memalsukan dokumen Perizinan
@@ -4541,42 +4629,11 @@ sendiri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
-28. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 95
-(1) Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau
-memodifikasi kapal perikanan yang tidak mendapat
-persetujuan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 35 ayat (1) dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
-ratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
-tahun.
-139
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-29. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 96
-(1) Setiap orang yang mengoperasikan kapal perikanan di
-wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang
-tidak mendaftarkan kapal perikanannya sebagai kapal
-perikanan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 36 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus
-juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
-tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-30. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+30. Ketentuan Pasal 95 dihapus.
+31. Ketentuan Pasal 96 dihapus.
+32. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+118
Pasal 97
(1) Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera asing yang tidak memenuhi Perizinan
@@ -4587,8 +4644,7 @@ ikan di dalam palka sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (1), dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan
-berbendera asing yang telah memenuhi Perizinan
-140
+berbendera asing yang telah memenuhi Perizinan
Berusaha dengan 1 (satu) jenis alat penangkapan ikan
tertentu pada bagian tertentu di ZEEI yang membawa
alat penangkapan ikan lainnya sebagaimana dimaksud
@@ -4603,7 +4659,7 @@ pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3),
dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
-31. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
+33. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 98
Nakhoda kapal perikanan yang tidak memiliki persetujuan
@@ -4611,39 +4667,20 @@ berlayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
-32. Ketentuan Pasal 100B diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 100B
-(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 8, Pasal 9, Pasal 12, Pasal 14 ayat (5), Pasal 16
-ayat (1), Pasal 20 ayat (3), Pasal 21, Pasal 23 ayat (1),
-Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 38, Pasal 42
-ayat (3), atau Pasal 55 ayat (1) yang dilakukan oleh
-nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-141
-banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
-rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
-tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-33. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
+34. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 101
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (1), Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88,
-Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93 ayat (1) dan
-ayat (2), dan Pasal 94 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh
+Pasal 90, Pasal 91, Pasal 93 atau Pasal 94 dilakukan oleh
korporasi, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan
-terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3
-(sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.
+terhadap pengurusnya dan terhadap korporasi dipidana
+119
+denda dengan tambahan pemberatan 1/3 (sepertiga) dari
+pidana denda yang dijatuhkan.
Paragraf 3
Pertanian
-Pasal 29
+Pasal 28
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
sektor pertanian, Undang-Undang ini mengubah, menghapus,
@@ -4653,7 +4690,6 @@ a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5613);
-142
b. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran
@@ -4678,7 +4714,8 @@ diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
338, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5619).
-Pasal 30
+120
+Pasal 29
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -4686,14 +4723,52 @@ Indonesia Nomor 5613) diubah:
1. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
-143
(1) Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas maksimum
dan luas minimum penggunaan lahan untuk Usaha
Perkebunan.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan batasan
+(2) Penetapan batasan luas sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) harus mempertimbangkan:
+a. jenis tanaman;
+b. ketersediaan lahan yang sesuai secara agroklimat;
+c. modal;
+d. kapasitas pabrik;
+e. tingkat kepadatan penduduk;
+f. pola pengembangan usaha;
+g. kondisi geografis;
+h. perkembangan teknologi; dan/atau
+i. pemanfaatan lahan berdasarkan fungsi ruang
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang tata ruang.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan batasan
luas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-2. Ketentuan Pasal 15 dihapus.
-3. Ketentuan Pasal 16 dihapus.
+2. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 15
+Perusahaan perkebunan yang melakukan kegiatan
+kemitraan atau inti plasma dilarang memindahkan hak atas
+tanah Usaha Perkebunan yang mengakibatkan terjadinya
+satuan usaha yang kurang dari luas minimum sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 14.
+3. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+121
+Pasal 16
+(1) Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan Lahan
+Perkebunan:
+a. paling lambat 2 (dua) tahun setelah pemberian
+status hak atas tanah, Perusahaan Perkebunan
+wajib mengusahakan Lahan Perkebunan paling
+sedikit 30% (tiga puluh perseratus) dari luas hak
+atas tanah; dan
+b. paling lambat 6 (enam) tahun setelah pemberian
+status hak atas tanah, Perusahaan Perkebunan
+wajib mengusahakan seluruh luas hak atas tanah
+yang secara teknis dapat ditanami Tanaman
+Perkebunan.
+(2) Jika Lahan Perkebunan tidak diusahakan sesuai
+dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+bidang Tanah Perkebunan yang belum diusahakan
+diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
@@ -4712,15 +4787,16 @@ Pasal 18
(1) Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikenai sanksi
administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(2) Ketentuan mengenai jenis, kriteria, besaran dan tata
+cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+122
6. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
(1) Pemerintah Pusat menetapkan jenis Benih Tanaman
-Perkebunan yang pengeluaran dari dan/atau
-144
+Perkebunan yang pengeluaran dari dan/atau
pemasukannya ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia memerlukan persetujuan.
(2) Pengeluaran Benih dari dan/atau pemasukannya ke
@@ -4754,7 +4830,7 @@ Pasal 35
(1) Dalam rangka pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan, setiap Pelaku Usaha Perkebunan
berkewajiban memenuhi persyaratan minimum sarana
-145
+123
dan prasarana pengendalian organisme pengganggu
Tanaman Perkebunan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan minimum sarana dan
@@ -4766,7 +4842,12 @@ Pasal 39
Pelaku Usaha Perkebunan dapat melakukan Usaha
Perkebunan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penanaman modal.
-11. Ketentuan Pasal 40 dihapus.
+11. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 40
+Pengalihan kepemilikan Perusahaan Perkebunan kepada
+penanam modal asing dapat dilakukan setelah memperoleh
+persetujuan Pemerintah Pusat.
12. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
@@ -4786,7 +4867,7 @@ Pasal 43
Kegiatan usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dapat
didirikan pada wilayah Perkebunan swadaya masyarakat
yang belum ada usaha Pengolahan Hasil Perkebunan
-146
+124
setelah memperoleh hak atas tanah dan Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
14. Ketentuan Pasal 45 dihapus.
@@ -4798,84 +4879,125 @@ daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala
tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan
dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-16. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
+(2) Setiap Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha
+budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala
+tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan
+dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dikenai sanksi administratif berupa:
+a. penghentian sementara kegiatan;
+b. pengenaan denda; dan/atau
+c. paksaan Pemerintah Pusat.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+sebagaimana pada ayat (1) dan kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+16. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 48
+(1) Perizinan Berusaha Perkebunan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) diberikan oleh:
+a. gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota;
+dan
+b. bupati/wali kota untuk wilayah dalam suatu
+kabupaten/kota,
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+125
+(2) Dalam hal lahan Usaha Perkebunan berada pada
+wilayah lintas provinsi, izin diberikan oleh Pemerintah
+Pusat.
+(3) Perusahaan Perkebunan yang telah mendapat Perizinan
+Berusaha, Usaha Perkebunan wajib menyampaikan
+laporan perkembangan usahanya secara berkala
+sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali kepada
+pemberi izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
+ayat (2).
+(4) Laporan perkembangan usaha secara berkala
+sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga disampaikan
+kepada Pemerintah Pusat.
17. Ketentuan Pasal 49 dihapus.
18. Ketentuan Pasal 50 dihapus.
19. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 58
-(1) Perusahaan Perkebunan yang melakukan kegiatan
-usaha perkebunan dan kegiatan usaha perkebunan
-budi daya wajib memfasilitasi pembangunan kebun
-masyarakat.
+(1) Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan Perizinan
+Berusaha untuk budi daya yang seluruh atau sebagian
+lahannya berasal dari:
+a. area penggunaan lain yang berada di luar hak guna
+usaha; dan/atau
+b. areal yang berasal dari pelepasan kawasan hutan,
+wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat
+sekitar, seluas 20% (dua puluh persen) dari luas lahan
+tersebut.
(2) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui pola kredit, bagi hasil, bentuk kemitraan
lainnya atau bentuk pendanaan lain yang disepakati
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
-147
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga)
tahun sejak hak guna usaha diberikan.
(4) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan
-kepada Pemerintah Pusat.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi
-pembangunan kebun masyarakat sebagaimana
-dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-20. Ketentuan Pasal 59 dihapus.
-21. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan
+126
+kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
+sesuai dengan kewenangannya.
+20. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 60
(1) Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dikenai sanksi
administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
-dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) berupa:
+a. denda;
+b. pemberhentian sementara dari kegiatan Usaha
+Perkebunan; dan/ atau
+c. pencabutan Perizinan Berusaha Perkebunan.
+(3) Kentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
-22. Ketentuan Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 64
-Pelaku Usaha Perkebunan yang melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dikenai
-sanksi administratif.
-23. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
+21. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 67
(1) Setiap Pelaku Usaha Perkebunan wajib memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban memelihara
-kelestarian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-148
-24. Ketentuan Pasal 68 dihapus.
-25. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
+kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+22. Ketentuan Pasal 68 dihapus.
+23. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 70
(1) Setiap Perusahaan Perkebunan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
-dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
+dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
+127
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
-26. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
+24. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 74
(1) Setiap unit Pengolahan Hasil Perkebunan tertentu yang
berbahan baku impor wajib membangun kebun dalam
jangka waktu tertentu setelah unit pengolahannya
beroperasi.
-(2) Ketentuan mengenai jenis Pengolahan Hasil
+(2) Kebun yang dibangun sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) wajib terintegrasi dengan unit pengolahan hasil
+perkebunan setelah unit pengolahan tersebut
+beroperasi.
+(3) Ketentuan mengenai jenis Pengolahan Hasil
Perkebunan tertentu dan jangka waktu tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-27. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai
+25. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 75
(1) Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang melanggar
@@ -4884,10 +5006,8 @@ ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah
-28. Ketentuan Pasal 86 dihapus.
-149
-29. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pemerintah.
+26. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 93
(1) Pembiayaan Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh
@@ -4898,7 +5018,8 @@ dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
(3) Pembiayaan Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh
-Pelaku Usaha Perkebunan bersumber dari
+Pelaku Usaha Perkebunan bersumber dari
+128
penghimpunan dana Pelaku Usaha Perkebunan, dana
lembaga pembiayaan, dana masyarakat, dan dana lain
yang sah.
@@ -4919,24 +5040,28 @@ menyimpan, dan menyalurkan dana tersebut.
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan badan
pengelola dana perkebunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-150
-30. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
+27. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 95
(1) Pemerintah Pusat mengembangkan Usaha Perkebunan
melalui penanaman modal.
(2) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan di bidang penanaman modal.
-31. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan di bidang penanaman
+modal, dengan memperhatikan kepentingan pekebun.
+28. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 96
(1) Pembinaan Usaha Perkebunan dilakukan oleh
-Pemerintah Pusat.
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perencanaan;
-b. pelaksanaan Usaha Perkebunan;
+b. pelaksanaan Usaha Perkebunan;
+129
c. pengolahan dan pemasaran Hasil Perkebunan;
d. penelitian dan pengembangan;
e. pengembangan sumber daya manusia;
@@ -4945,21 +5070,20 @@ g. pemberian rekomendasi penanaman modal.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
+29. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 97
(1) Pembinaan teknis untuk Perusahaan Perkebunan milik
negara, swasta dan/atau Pekebun dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.
(2) Evaluasi atas kinerja Perusahaan Perkebunan milik
-negara dan/atau swasta dilaksanakan melalui
-151
+negara dan/atau swasta dilaksanakan melalui
penilaian Usaha Perkebunan secara rutin dan/atau
sewaktu-waktu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan teknis dan
penilaian Usaha Perkebunan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-33. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
+30. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 99
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
@@ -4975,74 +5099,14 @@ Perkebunan.
merupakan informasi publik yang diumumkan dan
dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
+130
(4) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengamati dan
memeriksa kesesuaian laporan dengan pelaksanaan di
lapangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-34. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 102
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang perkebunan diberi
-152
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-153
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-35. Ketentuan Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai
+31. Ketentuan Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 103
Setiap pejabat yang menerbitkan Perizinan Berusaha terkait
@@ -5051,27 +5115,9 @@ Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
-154
-36. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 105
-(1) Setiap Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha
-budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala
-tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan
-dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memenuhi
-Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 47 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
-miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
-(lima) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-37. Ketentuan Pasal 109 dihapus.
-Pasal 31
+32. Ketentuan Pasal 105 dihapus.
+33. Ketentuan Pasal 109 dihapus.
+Pasal 30
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan
@@ -5084,13 +5130,13 @@ secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
membayar biaya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
-155
(2) Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:
a. orang atau badan hukum selaku kuasa pemohon
harus disertai surat kuasa khusus dengan
mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa
yang berhak;
b. ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris.
+131
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan
permohonan hak PVT diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
@@ -5114,9 +5160,9 @@ c. wasiat;
d. perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau
e. sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
(2) Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) butir a, b, dan c harus disertai dengan dokumen
-PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.
-156
+(1) huruf a, huruf b, dan huruf c harus disertai dengan
+dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan
+itu.
(3) Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada
Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT
dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan
@@ -5124,6 +5170,7 @@ sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Penerimaan Negara
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
pengalihan hak PVT diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
+132
4. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
@@ -5147,8 +5194,7 @@ hak PVT wajib membayar biaya tahunan.
permintaan pemeriksaan, petikan Daftar Umum PVT,
salinan surat PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan
pengalihan hak PVT, pencatatan surat perjanjian
-lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta lain-lainnya
-157
+lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta lain-lainnya
yang ditentukan berdasarkan undang-undang ini wajib
membayar biaya.
(3) Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan tata
@@ -5156,7 +5202,7 @@ cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
-Pasal 32
+Pasal 31
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 241,
@@ -5164,6 +5210,7 @@ Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043)
diubah:
1. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+133
Pasal 19
(1) Setiap Orang dilarang mengalihfungsikan Lahan yang
sudah ditetapkan sebagai Lahan budi daya Pertanian.
@@ -5172,16 +5219,44 @@ strategis nasional, Lahan budi daya Pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(3) Alih fungsi Lahan budi daya Pertanian untuk
+(3) Pengalihfungsian Lahan budi daya Pertanian untuk
+kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) hanya dapat dilakukan dengan syarat:
+a. dilakukan kajian strategis;
+b. disusun rencana alih fungsi lahan;
+c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik;
+dan/atau
+d. disediakan Lahan pengganti terhadap Lahan budi
+daya Pertanian.
+(4) Alih fungsi Lahan budi daya Pertanian untuk
kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
dilaksanakan pada Lahan Pertanian yang telah
memiliki jaringan pengairan lengkap wajib menjaga
fungsi jaringan pengairan lengkap.
-2. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengalihfungsian
+Lahan budi daya Pertanian diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+2. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+(1) Pelaku Usaha yang menggunakan Lahan hak ulayat
+yang tidak melakukan musyawarah dengan
+masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat untuk
+memperoleh persetujuan, dikenakan sanksi
+administratif berupa:
+a. penghentian sementara kegiatan;
+b. pengenaan denda administratif;
+c. paksaan Pemerintah;
+d. pembekuan perizinan berusaha; dan/atau
+e. pencabutan perizinan berusaha.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+134
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+3. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 32
-158
(1) Pengadaan Benih unggul melalui pemasukan dari luar
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
dilakukan setelah mendapat Perizinan Berusaha dari
@@ -5198,8 +5273,8 @@ pemerintah, harus mendapatkan persetujuan dari
Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-dnaniatur dengan Peraturan Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+4. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
Pengeluaran Tanaman, Benih Tanaman, Benih Hewan, Bibit
@@ -5207,16 +5282,16 @@ Hewan, dan hewan dari wilayah Negara Republik Indonesia
oleh Setiap Orang dapat dilakukan jika keperluan dalam
negeri telah terpenuhi setelah mendapat Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
-4. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44
(1) Pemasukan Tanaman, Benih Tanaman, Benih Hewan,
Bibit Hewan, dan hewan dari luar negeri dapat
dilakukan untuk:
-a. meningkatkan mutu dan keragaman genetik;
-159
+a. meningkatkan mutu dan keragaman genetik;
b. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;
-dan/atau
+dan/atau
+135
c. memenuhi keperluan di dalam negeri.
(2) Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi persyaratan.
@@ -5226,7 +5301,7 @@ Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(4) Dalam hal pemasukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh pemerintah, harus
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-5. Ketentuan Pasal 86 diubah sehingga berbunyi sebagai
+6. Ketentuan Pasal 86 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 86
(1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84
@@ -5240,25 +5315,27 @@ ulayat masyarakat hukum adat.
(3) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dikecualikan dalam hal telah dicapai persetujuan
antara masyarakat hukum adat dan Pelaku Usaha.
-6. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
+7. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 102
(1) Sistem informasi Pertanian mencakup pengumpulan,
pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian,
serta penyebaran data Sistem Budi Daya Pertanian
-Berkelanjutan.
-160
-(2) Pemerintah Pusat berkewajiban membangun,
+Berkelanjutan.
+(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berkewajiban membangun,
menyusun, dan mengembangkan sistem informasi
Pertanian yang terintegrasi.
(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit digunakan untuk keperluan:
a. perencanaan
-b. pemantauan dan evaluasi;
+b. pemantauan dan evaluasi;
+136
c. pengelolaan pasokan dan permintaan produk
Pertanian; dan
d. pertimbangan penanaman modal.
-(4) Kewajiban Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
+(4) Kewajiban Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
+sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan oleh pusat data dan
informasi.
(5) Pusat data dan informasi sebagaimana dimaksud pada
@@ -5270,105 +5347,39 @@ masyarakat.
(5) dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh Pelaku
Usaha dan masyarakat.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 107
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-Lingkungan Instansi Pemerintah yang lingkup tugas
-dan tanggungjawabnya dibidang sistem budi daya
-pertanian berkelanjutan diberi wewenang khusus
-sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
-dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
-Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
-161
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-162
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
+pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 108
(1) Sanksi administratif dikenakan kepada:
a. Setiap Orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3),
-Pasal 28 ayat (3), Pasal 43, Pasal 44 ayat (2) dan
+Pasal 28 ayat (3), Pasal 43, Pasal 44 ayat (2) atau
ayat (3), Pasal 66 ayat (2), Pasal 7l ayat (3), Pasal 76
-ayat (3), dan Pasal 79;
+ayat (3), atau Pasal 79;
b. Pelaku Usaha dan/atau instansi pemerintah yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 15 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 32 ayat
-(1), ayat (2) dan ayat (3); dan
+Pasal 15 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 32 ayat (1),
+ayat (2) atau ayat (3); atau
c. Produsen dan/atau distributor yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (1).
-163
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 111
-(1) Pelaku Usaha yang menggunakan Lahan hak ulayat
-yang tidak melakukan musyawarah dengan masyarakat
-hukum adat pemegang hak ulayat untuk memperoleh
-persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
-dikenakan sanksi administratif berupa denda paling
-banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
-(tujuh) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 33
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dapat berupa:
+a. teguran tertulis;
+b. denda administratif;
+c. penghentian sementara kegiatan usaha;
+d. penarikan produk dari peredaran;
+137
+e. pencabutan izin; dan/atau
+f. penutupan usaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis,
+besaran denda dan tata cara pengenaan sanks
+administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+diatur dalam Peraturan Pemerintah.
+9. Ketentuan Pasal 111 dihapus.
+Pasal 32
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131,
@@ -5377,9 +5388,10 @@ diubah:
1. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
-(1) Pemerintah Pusat melakukan upaya peningkatan
-produksi pertanian dalam negeri.
-164
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya berkewajiban mengutamakan dan
+meningkatkan produksi Pertanian dalam negeri untuk
+memenuhi kebutuhan pangan nasional.
(2) Peningkatan produksi pertanian dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
strategi perlindungan petani sebagaimana dimaksud
@@ -5388,13 +5400,15 @@ dalam Pasal 7 ayat (2).
berikut:
Pasal 30
(1) Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan
-pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri
-dan melalui impor.
-(2) Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan
+pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri .
+(2) Impor komoditas dilakukan sesuai instrumen
+perdagangan berdasarkan peraturan perundangundangan
+(3) Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan
pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+138
3. Ketentuan Pasal 101 dihapus.
-Pasal 34
+Pasal 33
Beberapa ketentuan dalam Undang–Undang Nomor 13 Tahun
2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -5402,33 +5416,73 @@ Indonesia Nomor 5170) diubah:
1. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
-(1) Pelaku Usaha di bidang Hortikultura dapat
-memanfaatkan sumber daya manusia dalam negeri dan
-luar negeri.
+(1) Pelaku usaha wajib mengutamakan pemanfaatan
+sumber daya manusia dalam negeri.
(2) Pemanfaatan Sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
-165
-(1) Sarana hortikultura sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 32 berasal dari dalam negeri dan/atau luar
+(1) Usaha hortikultura dilaksanakan dengan
+mengutamakan penggunaan sarana hortikultura dalam
negeri.
-(2) Sarana hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) yang diedarkan, harus memenuhi Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(3) Dalam hal sarana hortikultura merupakan atau
-mengandung hasil rekayasa genetik, selain memenuhi
-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
-peredarannya wajib mengikuti ketentuan peraturan
-perundang-undangan di bidang keamanan hayati.
+(2) Dalam hal sarana hortikultura dalam negeri tidak
+mencukupi atau tidak tersedia, dapat digunakan
+sarana hortikultura yang berasal dari luar negeri
+dengan memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
+Pusat.
+(3) Sarana hortikultura yang berasal dari luar negeri
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:
+a. lebih efisien;
+b. ramah lingkungan; dan
+c. diutamakan yang mengandung komponen hasil
+produksi dalam negeri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
terkait sarana hortikultura diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 35 dihapus.
-4. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
-5. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+139
+(1) Sarana hortikultura yang diedarkan wajib memenuhi
+standar mutu dan Perizinan Berusaha.
+(2) Dalam hal sarana hortikultura merupakan atau
+mengandung hasil rekayasa genetik, selain memenuhi
+ketentuan ayat (1), peredarannya wajib mengikuti
+ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
+keamanan hayati.
+(3) Apabila standar mutu sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) belum ditetapkan, Pemerintah Pusat
+menetapkan persyaratan teknis minimal.
+(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
+ayat (3) dikecualikan untuk sarana hortikultura
+produksi lokal yang diedarkan secara terbatas dalam
+satu kelompok.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji mutu
+dan Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+4. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) pasal
+baru yakni Pasal 35A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 35A
+(1) Setiap orang yang mengedarkan sarana hortikultura
+yang tidak memenuhi standar mutu, tidak memenuhi
+persyaratan teknis minimal, dan/atau tidak terdaftar
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dikenai sanksi
+administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dapat berupa:
+a. penghentian kegiatan usahanya;
+b. penarikan produk yang dipasarkan;
+c. denda administratif, paksaan pemerintah;
+dan/atau
+d. pencabutan perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administrtatif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+5. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
+140
+6. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
(1) Unit usaha budi daya hortikultura mikro dan kecil
@@ -5436,18 +5490,17 @@ wajib didata oleh Pemerintah.
(2) Unit usaha budi daya hortikultura menengah dan unit
usaha budi daya hortikultura besar harus memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-6. Ketentuan Pasal 51 dihapus.
-7. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
+7. Ketentuan Pasal 51 dihapus.
+8. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 52
(1) Usaha hortikultura sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
-Pemerintah Pusat.
-166
+Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-8. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
+9. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 54
(1) Pelaku usaha dalam melaksanakan usaha hortikultura
@@ -5456,14 +5509,18 @@ teknis minimal.
(2) Pelaku usaha dalam memproduksi produk hortikultura
wajib memenuhi standar mutu dan keamanan pangan
produk hortikultura.
-(3) Pemerintah Pusat membina dan memfasilitasi
-pengembangan usaha hortikultura untuk memenuhi
-standar mutu dan keamanan pangan produk.
+(3) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat, membina dan memfasilitasi pengembangan
+usaha hortikultura untuk memenuhi standar mutu dan
+keamanan pangan produk.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu dan
keamanan pangan produk hortikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
+141
+10. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 56
(1) Usaha hortikultura dapat dilakukan dengan pola
@@ -5476,22 +5533,21 @@ dilaksanakan dengan pola:
a. inti-plasma;
b. subkontrak;
c. waralaba;
-d. perdagangan umum;
-167
+d. perdagangan umum;
e. distribusi dan keagenan; dan
f. bentuk kemitraan lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-10. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
+11. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 57
-(1) Usaha perbenihan meliputi pemuliaan, produksi Benih,
-sertifikasi, peredaran Benih, serta pengeluaran Benih
-dari dan pemasukan Benih ke dalam wilayah Negara
+(1) Usaha perbenihan meliputi pemuliaan, produksi benih,
+sertifikasi, peredaran benih, serta pengeluaran benih
+dari dan pemasukan benih ke dalam wilayah Negara
Republik Indonesia.
(2) Dalam hal pemuliaan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dapat dilakukan introduksi dalam bentuk Benih
+(1) dapat dilakukan introduksi dalam bentuk benih
atau materi induk yang belum ada di wilayah Negara
Republik Indonesia.
(3) Usaha perbenihan hanya dapat dilakukan oleh pelaku
@@ -5502,22 +5558,22 @@ penerapan sertifikasi.
(4) Ketentuan sertifikat kompetensi atau badan usaha yang
bersertifikat dan kewajiban menerapkan jaminan mutu
Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
-dikecualikan bagi pelaku usaha perseorangan atau
+dikecualikan bagi pelaku usaha perseorangan atau
+142
kelompok yang melakukan usaha perbenihan untuk
dipergunakan sendiri dan/atau terbatas dalam 1 (satu)
kelompok.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi Benih,
-sertifikasi, peredaran Benih, serta pengeluaran dan
-pemasukan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi benih,
+sertifikasi, peredaran benih, serta pengeluaran dan
+pemasukan benih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
-sertifikasi kompetensi, sertifikasi badan usaha dan
-168
+sertifikasi kompetensi, sertifikasi badan usaha dan
jaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
serta pengecualian kewajiban penerapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-11. Ketentuan Pasal 63 dihapus.
-12. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
+12. Ketentuan Pasal 63 dihapus.
+13. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 68
Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha budi daya
@@ -5525,7 +5581,7 @@ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, tata cara pendataan
dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, serta
persetujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-13. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
+14. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 73
(1) Usaha perdagangan produk hortikultura mengatur
@@ -5539,13 +5595,13 @@ pengkelasan produk berdasarkan standar mutu dan
standar harga secara transparan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
+15. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 88
-(1) Impor produk hortikultura memperhatikan aspek:
+143
+(1) Impor produk hortikultura wajib memperhatikan aspek:
a. keamanan pangan produk hortikultura;
-b. persyaratan kemasan dan pelabelan;
-169
+b. persyaratan kemasan dan pelabelan;
c. standar mutu; dan
d. ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap
kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan
@@ -5558,12 +5614,13 @@ ditetapkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-15. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
+16. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 90
-Pemerintah Pusat dalam meningkatkan pemasaran
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya dalam meningkatkan pemasaran
hortikultura memberikan informasi pasar.
-16. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
+17. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 92
(1) Penyelenggara pasar dan tempat lain untuk
@@ -5574,118 +5631,47 @@ dan asal impor.
perdagangan produk hortikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib menyediakan fasilitas
pemasaran yang memadai.
-17. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 100
(1) Pemerintah Pusat mendorong penanaman modal dalam
usaha hortikultura.
-170
+144
(2) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penanaman modal.
-18. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
+19. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 101
Pelaku usaha hortikultura menengah dan besar wajib
-memberikan kesempatan pemagangan.
-19. Ketentuan Pasal 122 diubah sehingga berbunyi sebagai
+memberikan kesempatan pemagangan dan alih teknologi.
+20. Ketentuan Pasal 122 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 122
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Pasal 36 ayat (1) dan
-ayat (2), Pasal 37, Pasal 38, Pasal 54 ayat (1) dan ayat
-(2), Pasal 56 ayat (3), Pasal 60 ayat (2), Pasal 71, Pasal
-73 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 81 ayat (4), Pasal 84 ayat
-(1), Pasal 88 ayat (1), Pasal 92 ayat (2), Pasal 101, Pasal
-108 ayat (2), atau Pasal 109 ayat (2) dikenai sanksi
-administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-20. Ketentuan Pasal 123 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 123
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya di bidang hortikultura diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-171
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-172
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-21. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 126
-(1) Setiap orang yang mengedarkan sarana hortikultura
-yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 33 dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
-miliar rupiah).
-(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) mengakibatkan rusaknya fungsi lingkungan atau
-membahayakan nyawa orang, maka pelaku dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
-(3) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dan/atau ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
-paling lama 3 (tiga) tahun
-173
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Pasal 33, Pasal 36
+ayat (1) atau ayat (2), Pasal 37, Pasal 38, Pasal 54 ayat
+(1) atau ayat (2), Pasal 60 ayat (2), Pasal 71, Pasal 73
+ayat (2), Pasal 81 ayat (4), Pasal 84 ayat (1), Pasal 88
+ayat (1), Pasal 92 ayat (2), Pasal 101, Pasal 108 ayat (2),
+atau Pasal 109 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) berupa:
+a. peringatan secara tertulis;
+b. denda administratif;
+c. penghentian sementara kegiatan;
+d. penarikan produk dari peredaran oleh pelaku
+usaha;
+e. pencabutan izin; dan/atau
+f. penutupan usaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+21. Ketentuan Pasal 126 dihapus.
22. Ketentuan Pasal 131 dihapus.
-Pasal 35
+145
+Pasal 34
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan
@@ -5711,8 +5697,7 @@ d. tempat atau objek penelitian dan pengembangan
teknologi peternakan dan kesehatan hewan.
(3) Pemerintah daerah kabupaten/kota yang di daerahnya
mempunyai persediaan lahan yang memungkinkan dan
-memprioritaskan budi daya Ternak skala kecil
-174
+memprioritaskan budi daya Ternak skala kecil
diwajibkan menetapkan lahan sebagai kawasan
penggembalaan umum.
(4) Pemerintah daerah kabupaten/kota membina bentuk
@@ -5727,7 +5712,8 @@ umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemerintah Pusat dapat menetapkan lahan sebagai
kawasan penggembalaan umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan
-pengelolaan kawasan penggembalaan umum
+pengelolaan kawasan penggembalaan umum
+146
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -5736,22 +5722,26 @@ Pasal 13
(1) Penyediaan dan pengembangan Benih dan/atau Bibit
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan
Benih dan/atau Bibit.
-(2) Pemerintah berkewajiban untuk melakukan
-pengembangan usaha pembenihan dan/atau
-pembibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat
-untuk menjamin ketersediaan Benih, Bibit, dan/atau
-bakalan.
+(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berkewajiban untuk
+melakukan pengembangan usaha pembenihan
+dan/atau pembibitan dengan melibatkan peran serta
+masyarakat untuk menjamin ketersediaan Benih, Bibit,
+dan/atau bakalan.
(3) Dalam hal usaha pembenihan dan/atau pembibitan
oleh masyarakat belum berkembang, Pemerintah Pusat
-membentuk unit pembenihan dan/atau pembibitan.
+dan Pemerintah Daerah membentuk unit pembenihan
+dan/atau pembibitan.
(4) Setiap Benih atau Bibit yang beredar wajib memiliki
-sertifikat layak Benih atau Bibit yang memuat
-175
+sertifikat layak Benih atau Bibit yang memuat
keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulan
tertentu.
(5) Sertifikat layak Benih atau Bibit sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikeluarkan oleh lembaga
sertifikasi Benih atau Bibit yang terakreditasi.
+(6) Setiap orang dilarang mengedarkan Benih atau Bibit
+yang tidak memenuhi kewajiban sertifikat benih
+sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
3. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
@@ -5762,8 +5752,8 @@ a. meningkatkan mutu dan keragaman genetik;
b. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;
c. mengatasi kekurangan Benih dan/ atau Bibit di
dalam negeri; dan/atau
-d. memenuhi keperluan penelitian dan
-pengembangan.
+d. memenuhi keperluan penelitian dan pengembangan.
+147
(2) Setiap Orang yang melakukan pemasukan Benih
dan/atau Bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
@@ -5778,7 +5768,6 @@ Pasal 16
Kesatuan Republik Indonesia ke luar negeri dapat
dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah
terpenuhi dan kelestarian Ternak lokal terjamin.
-176
(2) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang dilakukan terhadap Benih dan/atau Bibit yang
terbaik di dalam negeri.
@@ -5804,14 +5793,14 @@ berlabel sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Setiap orang dilarang:
a. mengedarkan pakan yang tidak layak dikonsumsi;
+148
b. menggunakan dan/atau mengedarkan pakan
Ruminansia yang mengandung bahan pakan yang
berupa darah, daging, dan/atau tulang; dan/atau
c. menggunakan pakan yang dicampur hormon
tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada
-ayat (4) huruf c diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-177
+ayat (4) huruf c diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 29
@@ -5820,7 +5809,11 @@ peternak, perusahaan peternakan, serta pihak tertentu
untuk kepentingan khusus.
(2) Peternak yang melakukan budi daya Ternak dengan
jenis dan jumlah Ternak di bawah skala usaha tertentu
-diberikan Perizinan Berusaha oleh Pemerintah Pusat.
+diberikan Perizinan Berusaha oleh Pemerintah Pusat
+dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan
+kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerinath
+Pusat.
(3) Perusahaan peternakan yang melakukan budi daya
ternak dengan jenis dan jumlah Ternak di atas skala
usaha tertentu wajib memenuhi Perizinan Berusaha
@@ -5831,27 +5824,31 @@ tertentu wajib mengikuti tata cara budi daya Ternak
yang baik dengan tidak mengganggu ketertiban umum
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
-(5) Pemerintah Pusat berkewajiban untuk melindungi
-usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak
-sehat di antara pelaku usaha.
+(5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berkewajiban untuk
+melindungi usaha peternakan dalam negeri dari
+persaingan tidak sehat di antara pelaku usaha.
7. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
-(1) Pemerintah Pusat mengembangkan Usaha Budi Daya
-melalui penanaman modal oleh perorangan warga
-negara Indonesia atau korporasi yang berbadan
-hukum.
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat, mengembangkan Usaha Budi Daya melalui
+149
+penanaman modal oleh perorangan warga negara
+Indonesia atau korporasi yang berbadan hukum.
(2) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang penanaman
modal.
-178
8. Ketentuan Pasal 36B diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 36B
(1) Pemasukan Ternak dan Produk Hewan dari luar negeri
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
-dilakukan untuk memenuhi konsumsi masyarakat.
+dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan
+memperhatikan kepentingan peternak.
(2) Setiap Orang yang melakukan pemasukan Ternak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
@@ -5874,10 +5871,11 @@ persyaratan dan tata cara pemasukannya.
Ruminansia indukan dari luar negeri ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ditetapkan
berdasarkan analisis risiko di bidang Kesehatan Hewan
-oleh Otoritas Veteriner.
+oleh Otoritas Veteriner dengan memperhatikan
+kepentingan peternak.
(3) Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan yang berasal
dari zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain
-179
+150
harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) juga harus terlebih dahulu:
a. dinyatakan bebas Penyakit Hewan Menular di
@@ -5899,21 +5897,26 @@ diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 37
-Pemerintah Pusat membina dan memfasilitasi
-berkembangnya industri pengolahan Produk Hewan dengan
-penggunaan bahan baku yang memenuhi standar.
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, membina
+dan memfasilitasi berkembangnya industri pengolahan
+Produk Hewan.
11. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 52
(1) Setiap orang yang berusaha di bidang pembuatan,
penyediaan, dan/atau peredaran obat hewan wajib
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
+atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Setiap orang dilarang membuat, menyediakan,
dan/atau mengedarkan obat hewan yang:
-180
a. berupa sediaan biologik yang penyakitnya tidak ada
di Indonesia;
b. tidak memiliki nomor pendaftaran;
+151
c. tidak diberi label dan tanda; dan
d. tidak memenuhi standar mutu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
@@ -5922,17 +5925,14 @@ Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 54
-(1) Penyediaan obat hewan dilakukan untuk memenuhi
-kebutuhan obat hewan.
-(2) Penyediaan obat hewan sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dapat berasal dari produksi dalam negeri atau
-dari luar negeri.
-(3) Pengeluaran obat hewan produksi dalam negeri ke luar
+(1) Penyediaan obat hewan dapat berasal dari produksi
+dalam negeri atau dari luar negeri.
+(2) Pengeluaran obat hewan produksi dalam negeri ke luar
negeri harus sesuai standar.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan dan
-pengeluaran dari dan ke luar negeri sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan
+pengeluaran obat hewan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
13. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 59
@@ -5943,8 +5943,7 @@ Pusat.
(2) Persyaratan dan tata cara pemasukan Produk Hewan
dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) mengacu pada ketentuan yang berbasis analisis
-181
+(1) mengacu pada ketentuan yang berbasis analisis
risiko di bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
@@ -5955,9 +5954,17 @@ berikut:
Pasal 60
(1) Setiap orang yang mempunyai unit usaha Produk
Hewan wajib memenuhi Perizinan Berusaha berupa
-nomor kontrol veteriner yang diterbitkan oleh
-Pemerintah Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+nomor kontrol veteriner dari Pemerintah Daerah
+152
+Provinsi sesuai dengan kewenanganya berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan
+pembinaan unit usaha yang memproduksi dan/atau
+mengedarkan produk hewan yang dihasilkan oleh unit
+usaha skala rumah tangga yang belum memenuhi
+persyaratan nomor kontrol veteriner.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
15. Ketentuan Pasal 62 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -5978,7 +5985,6 @@ rumah potong sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
16. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-182
Pasal 69
(1) Pelayanan kesehatan hewan meliputi pelayanan jasa
laboratorium veteriner, pelayanan jasa laboratorium
@@ -5989,6 +5995,7 @@ kesehatan hewan atau pos kesehatan hewan.
kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
+153
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
pelayanan kesehatan hewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
@@ -6007,111 +6014,49 @@ peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-18. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 84
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-183
-tanggungjawabnya dibidang peternakan dan kesehatan
-hewan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
-Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
-Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk
-melakukan penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
-kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-184
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di
-bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-19. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 85
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1),
-Pasal 13 ayat (4), Pasal 15 ayat (3), Pasal 18 ayat (2),
+Pasal 13 ayat (4), Pasal 15 ayat (2), Pasal 18 ayat (2),
Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), Pasal
-23, Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 29 ayat
+23, Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal 29 ayat
(3), Pasal 42 ayat (5), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (2)
-atau ayat (3), Pasal 50 ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal
-185
-52 ayat (1), Pasal 54 ayat (3), Pasal 58 ayat (5), Pasal 59
-ayat (2), Pasal 61 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 62 ayat
-(2) atau ayat (3), Pasal 69 ayat (2), dan Pasal 72 ayat (1)
-dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
-dan tata cara pengenaan sanksi administratif
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+atau ayat (3), Pasal 50 ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal
+52 ayat (1), Pasal 53 ayat (2), Pasal 58 ayat (5), Pasal 59
+ayat (1), Pasal 61 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 62 ayat
+(2) atau ayat (3), Pasal 69 ayat (2), Pasal 72 ayat (1),
+atau Pasal 80 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dapat berupa :
+a. peringatan secara tertulis;
+b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi,
+dan/atau peredaran;
+c. pencabutan Perizinan Berusaha dan penarikan
+obat hewan, pakan, alat dan mesin, atau produk
+hewan dari peredaran;
+d. pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau
+154
+e. pengenaan denda.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-20. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
+19. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 88
-(1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau
-mengedarkan alat dan mesin tanpa mengutamakan
-keselamatan dan keamanan bagi pemakai
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
-dan/atau belum diuji berdasarkan ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3)
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
-paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
-rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan
-dan paling lama 11 (sebelas) bulan
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan
+alat dan mesin yang belum diuji sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 24 ayat (3) yang mengakibatkan rusaknya
+fungsi lingkungan atau membahayakan nyawa orang,
+dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga)
+bulan dan paling lama 11 (sebelas) bulan dan denda paling
+sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
+banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Paragraf 4
Kehutanan
-Pasal 36
-186
+Pasal 35
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
pelaku usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
kemudahan persyaratan investasi dari sektor Kehutanan,
@@ -6132,7 +6077,8 @@ b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432).
-Pasal 37
+155
+Pasal 36
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -6142,7 +6088,6 @@ Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4374)diubah:
-187
1. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
@@ -6164,20 +6109,15 @@ pada ayat (1) pada daerah yang strategis.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prioritas percepatan
pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-(6) Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kawasan
-hutan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak
-atas tanah, penyelesaian tumpang tindih dimaksud
-diatur dengan Peraturan Presiden.
-2. Penjelasan Pasal 15 dihapus.
-3. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
+2. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
(1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mempertahankan
kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan
-untuk setiap daerah aliran sungai, dan/atau pulau
-188
+untuk setiap daerah aliran sungai, dan/atau pulau
guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial,
dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
+156
(2) Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus
dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS
dan/atau pulau.
@@ -6185,7 +6125,7 @@ dan/atau pulau.
yang harus dipertahankan termasuk pada wilayah yang
terdapat proyek strategis nasional diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
(1) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan
@@ -6195,27 +6135,71 @@ mempertimbangkan hasil penelitian terpadu.
kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
+4. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 26
-(1) Pemanfaatan hutan dapat dilakukan di hutan lindung
-dan hutan produksi dengan pemberian Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 27 dihapus.
-7. Ketentuan Pasal 28 dihapus.
-8. Ketentuan Pasal 29 dihapus.
+(1) Pemanfaatan Hutan Lindung dapat berupa
+pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,
+dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
+(2) Pemanfaatan hutan lindung sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dilakukan dengan pemberian Perizinan
+Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+5. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 27
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
+ayat (2) dapat diberikan kepada:
+a. perorangan;
+b. koperasi;
+c. badan usaha milik negara, atau
+d. badan usaha milik daerah.
+e. badan usaha milik swasta;
+157
+6. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 28
+(1) Pemanfaatan Hutan Produksi dapat berupa pemanfaatan
+kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan
+hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan
+hasil hutan kayu dan bukan kayu.
+(2) Pemanfaatan Hutan Produksi sebagaimana dimaksud
+ayat (1) dengan pemberian Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat.
+7. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 29
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
+ayat (2) dapat diberikan kepada:
+a. perseorangan;
+b. koperasi;
+c. badan usaha milik negara;
+d. badan usaha milik daerah; atau
+e. badan usaha milik swasta.
+8. Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 disisipkan 2 (dua) pasal
+yakni Pasal 29A dan Pasal 29B yang berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 29A
+(1) Pemanfaatan Hutan Lindung dan Hutan Produksi
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 28
+dapat dilakukan kegiatan Perhutanan sosial.
+(2) Perhutanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dapat diberikan kepada:
+a. perseorangan;
+b. kelompok tani hutan; dan
+c. koperasi.
+Pasal 29B
+Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+Pemanfaatan Hutan dan kegiatan perhutanan sosial diatur
+dalam Peraturan Pemerintah.
+158
9. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
-189
-Dalam rangka memberdayakan ekonomi masyarakat, setiap
+Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan
badan usaha milik swasta yang memperoleh Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat diwajibkan bekerjasama
-dengan koperasi atau badan usaha milik desa yang dikelola
-masyarakat setempat.
+Berusaha pemanfaatan hutan, wajib bekerja sama dengan
+koperasi masyarakat setempat.
10. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 31
@@ -6240,25 +6224,29 @@ dan pemasaran hasil hutan.
(2) Pemanenan dan pengolahan hasil hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi daya
dukung hutan secara lestari.
-(3) Pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
+(3) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengembangan
pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-190
+159
13. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
(1) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait
-pemanfaatan hutan dikenakan Penerimaan Negara
-Bukan Pajak dibidang kehutanan.
-(2) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait
-pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi
-untuk biaya pelestarian hutan
+pemanfaatan hutan dikenakan penerimaan negara
+bukan pajak dibidang kehutanan.
+(2) Penerimaan negara bukan pajak dibidang kehutanan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berasal dari
+dana reboisasi hanya dipergunakan untuk kegiatan
+rehabilitasi hutan dan lahan.
(3) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait
-pemungutan hasil hutan hanya dikenakan Penerimaan
-Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan berupa
-provisi.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
+pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi
+untuk biaya pelestarian hutan.
+(4) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait
+pemungutan hasil hutan hanya dikenakan penerimaan
+negara bukan pajak berupa provisi dibidang
+kehutanan.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
14. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -6276,14 +6264,20 @@ mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu
tertentu serta kelestarian lingkungan.
(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan
penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
-191
+160
15. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
-(1) Pemerintah Pusat mengatur perlindungan hutan, baik
-di dalam maupun di luar kawasan hutan.
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat, mengatur perlindungan hutan, baik di dalam
+maupun di luar kawasan hutan.
(2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan
-oleh Pemerintah Pusat.
+oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
(3) Pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hutan serta pihak-pihak yang menerima wewenang
pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
@@ -6295,12 +6289,15 @@ yang sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam
upaya perlindungan hutan.
(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah
+dengan Peraturan Pemerintah.
16. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
-Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan
-upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di
+(1) Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib
+melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di
+areal kerjanya.
+(2) Pemegang hak atau Perizinan Berusaha
+bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan di
areal kerjanya.
17. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -6308,26 +6305,18 @@ Pasal 50
(1) Setiap orang yang diberikan Perizinan Berusaha di
kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan yang
menimbulkan kerusakan hutan.
-(2) Setiap orang dilarang :
-a. merambah kawasan hutan;
-192
-b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
-hutan dengan radius atau jarak sampai dengan :
-1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau
-danau;
-2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri
-kanan sungai di daerah rawa;
-3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
-4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak
-sungai;
-5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
-6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang
-tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
-c. membakar hutan;
-d. menebang pohon atau memanen atau memungut
-hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak
-atau persetujuan dari pejabat yang berwenang;
-e. menggembalakan Ternak di dalam kawasan hutan
+161
+(2) Setiap orang dilarang:
+a. mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki
+kawasan hutan secara tidak sah;
+b. membakar hutan;
+c. memanen atau memungut hasil hutan di dalam
+hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari
+pejabat yang berwenang;
+d. menyimpan hasil hutan yang diketahui atau patut
+diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil
+atau dipungut secara tidak sah;
+e. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan
yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud
tersebut oleh pejabat yang berwenang;
f. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan
@@ -6336,135 +6325,97 @@ keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke
dalam kawasan hutan; dan
g. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut
tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak
-dilindungi Undang-Undang yang berasal dari
+dilindungi undang-undang yang berasal dari
kawasan hutan tanpa persetujuan pejabat yang
berwenang.
-(3) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau
-mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang
-dilindungi, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan yang berlaku.
-193
-18. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 77
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-194
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-Tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
+(3) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan/atau
+mengangkut tumbuhan dan/atau satwa yang
+dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundangundangan.
+18. Di antara Pasal 50 dan Pasal 51 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 50A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 50A
+(1) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 50 ayat (2) huruf c, huruf d dan/atau huruf e
+dilakukan oleh orang perseorangan atau kelompok
+masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau
+di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun
+secara terus menerus dikenai Sanksi Administratif.
+(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1), dikecualikan terhadap:
+a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat
+yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
+sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima)
+tahun secara terus-menerus terdaftar dalam
+kebijakan penataan Kawasan Hutan; atau
+162
+b. orang perseorangan yang telah mendapatkan
+sanksi sosial atau sanksi adat.
19. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 78
-(1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1),
-diancam dengan pidana penjara paling lama 10
-195
-(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
+(1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
+ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling lama
+10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a
-atau huruf b, diancam dengan pidana penjara paling
-singkat 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
-Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta
-rupiah).
-(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c,
-diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima
-belas) tahun dan denda paling banyak
-Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta
-rupiah).
+(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
+ayat (2) huruf a, diancam dengan pidana penjara
+paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
+banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus
+juta rupiah).
+(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
+ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana penjara
+paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
+banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus
+juta rupiah).
(4) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar
-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat
-(2) huruf c, diancam dengan pidana denda paling
-banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
+ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana penjara
+paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
+Rp. Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta
rupiah).
-(5) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf
-d, dengan pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh)
-tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00
-(tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
-(6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan
+(5) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
+ayat (2) huruf c, diancam dengan pidana penjara
+paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
+Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta
+rupiah).
+(6) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
+ayat (2) huruf d, dengan pidana penjara paling lama 5
+(lima) tahun dan denda paling banyak Rp
+3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
+(7) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4),
diancam dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta
rupiah).
-(7) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e,
-diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-196
-tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00
-(dua miliar rupiah).
+163
(8) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f,
-diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf
+e, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
+bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00
+(sepuluh juta rupiah).
+(9) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf
+f, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00
(dua miliar rupiah).
-(9) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan
+(10) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf
-g, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan denda paling sedikit
-Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
-(10) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
-ayat (2) dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau
-atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan
-dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap
-pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman
-pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga)
-dari pidana yang dijatuhkan.
-(11) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan
+g, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
+tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00
+(seratus juta rupiah).
+(11) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
+ayat (1) dan ayat (2) apabila dilakukan oleh dan/atau
+atas nama korporasi, selain pengenaan sanksi pidana
+terhadap pengurusnya juga dikenakan terhadap
+korporasi dengan pemberatan 1/3 (sepertiga) dari
+denda pidana pokok.
+(12) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan
pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat
angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan
kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana
@@ -6473,11 +6424,10 @@ dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.
berikut:
Pasal 80
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam
-Undang-Undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi
+undang-undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78,
mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu
-untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat
-197
+untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat
kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada
Negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi
hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.
@@ -6486,10 +6436,12 @@ hutan yang diatur dalam Undang-Undang ini, apabila
melanggar ketentuan di luar ketentuan pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi
administratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-Pasal 38
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ganti rugi
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara
+164
+pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Pasal 37
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130,
@@ -6509,8 +6461,7 @@ oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
3. Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan
merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar,
-penggunaan kawasan hutan tanpa Perizinan atau
-198
+penggunaan kawasan hutan tanpa Perizinan atau
penggunaan Perizinan yang bertentangan dengan
maksud dan tujuan pemberian Perizinan di dalam
kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah
@@ -6531,6 +6482,7 @@ masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar
kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional
dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan
sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.
+165
7. Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang
dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya
perusakan hutan.
@@ -6544,7 +6496,6 @@ hutan kayu dan bukan kayu, serta memungut hasil
hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil
untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.
-199
10. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk
memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa
kayu melalui kegiatan penebangan, permudaan,
@@ -6574,10 +6525,10 @@ kuasa Undang-Undang diberikan wewenang kepolisian
khusus di bidang kehutanan dan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya yang berada dalam
satu kesatuan komando.
+166
16. Pejabat adalah orang yang diperintahkan atau orang
yang karena jabatannya memiliki kewenangan dengan
suatu tugas dan tanggung jawab tertentu.
-200
17. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil
tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan
@@ -6610,9 +6561,9 @@ Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
24. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali
kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
-201
25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kehutanan.
+167
2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 7
@@ -6642,8 +6593,7 @@ menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari
Pemerintah;
g. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang
-lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
-202
+lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan Berusaha dari Pemerintah;
h. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal
@@ -6656,6 +6606,7 @@ sungai, darat, laut, atau udara;
k. menerima, membeli, menjual, menerima tukar,
menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang
diketahui berasal dari pembalakan liar;
+168
l. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan
kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil
atau dipungut secara tidak sah; dan/atau
@@ -6663,7 +6614,24 @@ m. menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang
berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut
secara tidak sah.
-4. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
+4. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 12A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 12A
+(1) Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
+dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima)
+tahun secara terus menerus yang melakukan pelanggaran
+terhadap pasal 12 huruf a sampai dengan huruf f,
+dan/atau huruf h dikenai sanksi administratif.
+(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1), dikecualikan terhadap:
+a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat
+yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
+sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima)
+tahun secara terus-menerus dan terdaftar dalam
+kebijakan penataan Kawasan Hutan; atau
+b. orang perseorangan yang telah mendapatkan
+sanksi sosial atau sanksi adat.
+5. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
(1) Setiap orang dilarang:
@@ -6675,10 +6643,10 @@ hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah;
b. melakukan kegiatan penambangan di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah;
c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
-tambang yang berasal dari kegiatan penambangan
-203
+tambang yang berasal dari kegiatan penambangan
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan dari
Pemerintah;
+169
d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau
menyimpan hasil tambang yang berasal dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan
@@ -6706,26 +6674,45 @@ e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil
kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan dari Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
+6. Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 17A
+(1) Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
+dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5
+(lima) tahun secara terus menerus yang melakukan
+pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf
+c, dan/atau huruf d dikenai sanksi administratif.
+(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1), dikecualikan terhadap:
+a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat
+yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
+sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima)
+tahun secara terus-menerus dan terdaftar dalam
+kebijakan penataan Kawasan Hutan; atau
+170
+b. orang perseorangan yang telah mendapatkan
+sanksi sosial atau sanksi adat.
+7. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
-204
(1) Selain dikenai sanksi pidana, pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 17 ayat (1) huruf b,
-huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c,
-dan huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan tanpa
-Perizinan yang dilakukan oleh setiap orang sanksi
-administratif berupa:
-a. denda administrasi;
-b. denda atas keterlambatan pembayaran denda;
-c. paksaan pemerintah;
-d. pembekuan izin; dan/atau
-e. pencabutan Perubahan Perizinan.
-(2) Ketentuan mengenai mekanisme dan tata cara
-penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
+huruf c, huruf e, atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf
+c, atau huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan
+tanpa Perizinan Berusaha yang dilakukan oleh badan
+hukum atau korporasi dikenai sanksi administratif
+berupa:
+a.teguran tertulis:
+b.paksaan pemerintah
+c.denda administratif;
+d.pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau
+e.pencabutan Perubahan Perizinan.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+8. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
Setiap orang dilarang:
@@ -6736,13 +6723,13 @@ hasil hutan palsu dan/atau penggunaan kawasan
hutan; dan/atau
c. memindahtangankan atau menjual Perizinan Berusaha
terkait pemanfaatan hasil hutan dari Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
+9. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
Setiap pejabat dilarang:
+171
a. menerbitkan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
-hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan
-205
+hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan
hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan kewenangannya;
b. menerbitkan Perizinan Berusaha di dalam kawasan
@@ -6762,9 +6749,9 @@ tanpa hak;
g. dengan sengaja melakukan pembiaran dalam
melaksanakan tugas; dan/atau
h. lalai dalam melaksanakan tugas.
-8. Ketentuan Pasal 53 dihapus.
-9. Ketentuan Pasal 54 dihapus.
-10. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
+10. Ketentuan Pasal 53 dihapus.
+11. Ketentuan Pasal 54 dihapus.
+12. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 82
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
@@ -6776,30 +6763,25 @@ b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf b; dan/atau
-206
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf c,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
-paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima
-ratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
-(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang
-bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar
-kawasan hutan, pelaku dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus
+172
+dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
+tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
+paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
+rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
+miliar lima ratus juta rupiah).
+(2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat
+tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan
+kurang dari 5 (lima) tahun dan tidak terus menerus,
+pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat
+3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
+pidana denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
-(4) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
-(tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
-(5) Korporasi yang:
+(3) Korporasi yang:
a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha
terkait pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud
@@ -6809,28 +6791,25 @@ hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b;
dan/atau
-207
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf c,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
-paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
-rupiah).
-(6) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
-(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-ayat (3), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-11. Ketentuan Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Dipidana bagi:
+1. pengurusnya dengan pidana penjara paling
+singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
+belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
+paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
+belas miliar rupiah); dan/atau
+2. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari
+denda pidana yang dijatuhkan.
+13. Ketentuan Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 83
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
-menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
+menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
+173
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d;
b. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan
@@ -6840,16 +6819,12 @@ dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau
c. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga
berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
-208
-paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima
-ratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
-(3) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:
+dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
+tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana
+denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
+rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
+miliar lima ratus juta rupiah).
+(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:
a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
@@ -6861,28 +6836,25 @@ dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau
c. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga
berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
-paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
-(4) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimakusd pada ayat
-(3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
-(delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun.
-(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf c dilakukan oleh
-orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
-dan/atau di sekitar kawasan hutan, pelaku dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling sedikit
-Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling
-banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
-209
-(6) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
-(tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
-(7) Korporasi yang:
+dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
+(delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun serta
+pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh
+juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
+(satu miliar rupiah).
+(3) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) huruf c dan ayat (2) huruf c dilakukan oleh orang
+perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
+dan/atau di sekitar kawasan hutan paling lama 5 (lima)
+tahun dan tidak secara terus menerus, pelaku dipidana
+dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
+paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
+sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan
+paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
+rupiah).
+(4) Korporasi yang:
a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
-menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
+menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
+174
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d;
b. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan
@@ -6892,78 +6864,57 @@ dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau
c. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga
berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
-paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
-rupiah).
-(8) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
+dipidana dengan pidana penjara bagi pengurusnya
+paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
+belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
+banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
+dan/atau korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari
+denda pokoknya.
+(5) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(7), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
+(4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta pidana denda.
-(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-ayat (3), ayat (5), dan ayat (7) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-12. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
+14. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 84
-210
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja membawa
alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,
memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan
hutan tanpa Perizinan Berusaha dari pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
-huruf f dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
-juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
-(lima miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(tahun) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
-(3) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya
+huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat
+1 (tahun) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau
+pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua
+ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
+(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya
membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk
menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam
-kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari pejabat
+kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-12 huruf f dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
-dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
-rupiah).
-(4) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
-(delapan) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
-(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh orang perseorangan
-yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar
-kawasan hutan, dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu
-rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
-ratus juta rupiah).
-211
-(6) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
-(tiga) bulan serta paling lama 2 (dua) tahun.
-(7) Korporasi yang membawa alat-alat yang lazim
+12 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling
+singkat 8 (delapan) bulan dan paling lama 2 (dua)
+tahun serta pidana denda paling sedikit
+Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
+banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
+175
+(3) Korporasi yang membawa alat-alat yang lazim
digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan Berusaha dari pejabat yang berwenang
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f dikenai
-sanksi administratif paling sedikit Rp2.000.000.000,00
-(dua miliar rupiah) dan paling banyak
-Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
-(8) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(7), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
-(dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
-(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-ayat (3), ayat (5), dan ayat (7) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-13. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f
+dipidana bagi:
+a. pengurusnya dengan pidana penjara paling singkat
+2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
+tahun dan pidana denda paling sedikit
+Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
+banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
+rupiah); dan/atau
+b. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari denda
+pidana yang dijatuhkan.
+15. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 85
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja membawa
@@ -6971,31 +6922,27 @@ alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim
atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut
hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
Berusaha dari pejabat yang berwenang sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 12 huruf g dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling sedikit
-Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
-banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-212
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
-(dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
-(3) Korporasi yang membawa alat-alat berat dan/atau alatalat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
+dimaksud dalam Pasal 12 huruf g dipidana dengan
+pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
+lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling
+sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
+paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
+rupiah).
+(2) Korporasi yang membawa alat-alat berat dan/atau alatalat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari pejabat
-yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-12 huruf g dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
-dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
-miliar rupiah).
-(4) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
-(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
-ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
+yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
+huruf g dipidana bagi:
+a. pengurusnya pidana penjara paling singkat 5
+(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
+dan pidana denda paling sedikit
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
+paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
+miliar rupiah); dan/atau
+b. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari denda
+pidana yang dijatuhkan.
+176
+16. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 92
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
@@ -7006,19 +6953,15 @@ huruf b; dan/atau
b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya
yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau
-mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan
-213
+mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan dari Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
-rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
-miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
-(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
-(3) Korporasi yang:
+dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
+tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
+pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu
+miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
+(2) Korporasi yang:
a. melakukan kegiatan perkebunan tanpa Perizinan
di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b; dan/atau
@@ -7029,22 +6972,18 @@ dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) huruf a,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
-dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
-miliar rupiah).
-(4) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
-(delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
-ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-214
-15. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dipidana dengan pidana penjara bagi pengurusnya
+paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20
+(dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit
+Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan
+paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
+rupiah) dan/atau bagi korporasi dikenakan pemberatan
+1/3 dari denda pokoknya.
+17. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 93
-(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
+(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
+177
a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
@@ -7060,21 +6999,17 @@ kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf e,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
-rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
-miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
-(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
-(3) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:
+dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
+tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana
+denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
+lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
+(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:
a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
-huruf c;
-215
+huruf c;
b. menjual, menguasai, memiliki dan/atau
menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
@@ -7084,17 +7019,16 @@ c. membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil
kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
-ayat (2) huruf e
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
-paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
-(4) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
-(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
-(5) Korporasi yang:
+ayat (2) huruf e.
+dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
+tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
+denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
+rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
+miliar rupiah).
+(3) Korporasi yang:
a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
-perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
+perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
+178
di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c;
b. menjual, menguasai, memiliki dan/atau
@@ -7106,21 +7040,15 @@ c. membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil
kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
-ayat (2) huruf e
-216
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
-paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
-rupiah).
-(6) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
-(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-ayat (3), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-16. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
+ayat (2) huruf e,
+dipidana dengan pidana penjara bagi pengurusnya
+paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
+belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
+banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
+dan/atau korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari
+denda pidana yang dijatuhkan.
+18. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 96
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
@@ -7141,9 +7069,9 @@ denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Korporasi yang:
-217
a. memalsukan Perizinan Berusaha terkait
-pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
+pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
+179
penggunaan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf a;
b. menggunakan Perizinan Berusaha terkait
@@ -7153,12 +7081,16 @@ dimaksud dalam Pasal 24 huruf b; dan/atau
c. memindahtangankan atau menjual Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf c,
-dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
-tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta
-pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
-miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00
-(lima belas miliar rupiah).
-17. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dipidana bagi:
+1. pengurusnya dipidana dengan pidana penjara
+paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
+(lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
+banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
+rupiah).
+2. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari denda
+pidana yang dijatuhkan.
+19. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 105
Setiap pejabat yang:
@@ -7173,7 +7105,6 @@ penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf b;
-218
c. melindungi pelaku pembalakan liar dan/atau
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c;
@@ -7181,7 +7112,8 @@ d. ikut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar
dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak
sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d;
e. melakukan permufakatan untuk terjadinya
-pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
+pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
+180
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf e;
f. menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan
@@ -7197,56 +7129,50 @@ tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
-18. Di antara Pasal 110 dan 111 disisipkan 2 (dua) pasal yakni:
-a. Pasal 110A yang berbunyi sebagai berikut:
+20. Di antara Pasal 110 dan Pasal 111 disisipkan 2 (dua) pasal
+yakni Pasal 110A dan Pasal 110B sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
Pasal 110A
-(1) Terhadap kegiatan usaha yang telah terbangun
-didalam kawasan hutan yang belum memenuhi
-persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan wajib menyelesaikan
-persyaratan paling lambat 2 (dua) tahun sejak
-Undang-Undang ini diundangkan.
-219
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata
-cara pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-b. Pasal 110B yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang
+telah terbangun dan memiliki perizinan di dalam
+kawasan hutan sebelum berlakunya Undang-Undang
+ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
+kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling
+lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini
+berlaku.
+(2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya
+undang-undang ini tidak menyelesaikan persyaratan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
+administratif, berupa:
+a. penghentian sementara kegiatan usaha;
+b. pembayaran denda administatif; dan/atau
+c. pencabutan izin.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
+administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 110B
-(1) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
-ayat (1) huruf b, huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat
-(2) huruf b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain
-di kawasan hutan tanpa Perizinan dikenai sanksi
-administratif berupa denda dan denda atas
-keterlambatan pembayaran
-(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-berlaku untuk pelanggaran yang dilakukan sebelum
-berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja.
-(3) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban sanksi
+(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf
+181
+b, huruf c, huruf e, atau Pasal 17 ayat (2) huruf b,
+huruf c, atau huruf e, atau kegiatan lain di kawasan
+hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang
+dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini
+dikenai sanksi administratif, berupa:
+a. penghentian sementara kegiatan usaha;
+b. denda; dan/atau
+c. paksaan pemerintah.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-setelah jangka waktu 6 (enam) bulan, di pidana
-dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
-dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
-denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh)
-milyar rupiah) dan paling banyak
-Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah).
-c. Pasal 110C yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 110C
-Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf c,
-Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e, dan Pasal
-17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan
-lain di kawasan hutan tanpa Perizinan yang dilakukan
-setelah berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja,
-dikenai sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 82, Pasal 83, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92,
-220
-dan Pasal 93 dan dikenai sanksi administrasi
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
-19. Ketentuan Pasal 111 dihapus.
-20. Ketentuan Pasal 112 dihapus.
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+21. Ketentuan Pasal 111 dihapus.
+22. Ketentuan Pasal 112 dihapus.
Paragraf 5
Energi Dan Sumber Daya Mineral
-Pasal 39
+Pasal 38
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, Undang-Undang ini
@@ -7255,621 +7181,70 @@ beberapa ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959)
+sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
+Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
+Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
+147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
+Nomor 6525);
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4152);
c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
+182
217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5585);
d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052).
-Pasal 40
-221
+Pasal 39
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 7, angka 8, angka 9, angka 10,
-angka 11, angka 12, angka 13 dihapus, dan angka 20
-diubah, di antara angka 20 dan angka 21 disisipkan 1 (satu)
-angka baru yakni angka 20A sehingga Pasal 1 berbunyi
-sebagai berikut:
-Pasal 1
-Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
-1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
-kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
-pengusahaan mineral atau batubara yang rneliputi
-penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
-konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
-pengangltutan dan penjualan, serta kegiatan
-pascatambang.
-2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di
-alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia. tertentu serta
-susunan kristal teratur atau gabungailnya yang
-membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
-3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan
-yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuhtumbuhan,
-4. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan
-mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas
-bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.
-5. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan
-karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen
-padat, gambut, dan batuan aspal.
-6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalarn rangka
-pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
-222
-tahapan kegiatarl penyelidikan umum, eksplorasi, studi
-kelayakan, konstrultsi, penambangan, pengolahar: dan
-pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
-pascatambang.
-7. Dihapus.
-8. Dihapus.
-9. Dihapus.
-10. Dihapus.
-11. Dihapus.
-12. Dihapus.
-13. Dihapus.
-14. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan
-pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi
-regions1 dan indikasi adanya mineralisasi.
-15. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha
-pertambangan untuk memperoleh informasi secara
-terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi,
-sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan
-galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
-lingkungan hidup.
-16. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha
-pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci
-seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan
-kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,
-termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta
-perencanaan pascatambang.
-17. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha
-pertambangan yang meliputi konstruksi, penarnbangan,
-pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan
-penjualan, serta sarana pengendalian dampak
-lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
-223
-18. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
-melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi
-produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
-19. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha
-pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau
-batubara dan mineral ikutannya.
-20. Pengolahan mineral adalah upaya meningkatkan mutu
-komoditas tambang mineral untuk menghasilkan produk
-dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari sifat
-komoditas tambang asal untuk dilakukan pemurnian
-atau menjadi bahan baku industri.
-20A. Pemurnian mineral adalah upaya untuk meningkatkan
-mutu komoditas tambang melalui proses ekstraksi serta
-proses peningkatan kemurnian lebih lanjut untuk
-menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang
-berbeda dari komoditas tambang asal sampai dengan
-produk logam sebagai bahan baku industri.
-21. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertamhangan
-untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari
-daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan
-pemurnian sampai tempat penyerahan.
-22. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
-menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.
-23. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak
-di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan
-hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah
-Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-24. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang
-berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan.
-25. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang selanjutnya
-disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak besar
-dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
-direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
-224
-bagi proses pengambilan keputusan tentang
-penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
-26. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang
-tahapan usaha pertambangan untuk menata,
-memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan
-ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai
-peruntukannya.
-27. Kegiatan pascatambang yang selanjutnya disebut
-Pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis,
-dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh
-kegiatan usaha pertambangan untuk memuilihkan fungsi
-lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal
-di seluruh wilayah penambangan.
-28. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk
-meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara
-individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik
-tingkat kehidupannya.
-29. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disingkat WP
-adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau
-batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi
-pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang
-nasional.
-30. Wilayah Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat
-WUP adalah bagian dari WP yang telah memiliki
-ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
-31. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya
-disingkat WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada
-pemegang IUP.
-32. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya
-disingkat WPR adalah bagian dari WP tempat dilakukan
-kegiatan usaha pertambangan rakyat.
-225
-33. Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disingkat
-WPN adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk
-kepentingan strategis nasional.
-34. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya
-disingkat WUPK adalah bagian dari WPN yang dapat
-diusahakan.
-35. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK
-yang selanjutnya disingkat WIUPK adalah wilayah yang
-diberikan kepada pemegang IUPK.
-36. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
-adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
-kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia
-sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
-Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-37. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali
-kota, dan perangkat daerah sebagai unsur
-penyelenggaraan pemerintahan daerah.
-38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
-pemerintahari di bidang pertambangan mineral dan
-batubara.
-2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 4
-(1) Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang
-tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang
-dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan
-rakyat.
-(2) Penguasaan mineral dan batubara oleh negara
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
-oleh Pemerintah Pusat.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
-penguasaan mineral dan batubara diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-226
-3. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 6
-Kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan
-pertambangan mineral dan batubara, meliputi:
-a. penetapan kebijakan nasional;
-b. pembuatan peraturan perundang-undangan;
-c. penetapan norma, standar, pedoman, dan kriteria;
-d. penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan
-batubara nasional;
-e. pemberian Perizinan Berusaha terkait pertambangan
-mineral dan batubara di seluruh wilayah hukum
-pertambangan;
-f. penetapan WP yang dilakukan setelah berkoordinasi
-dengan pemerintah daerah;
-g. pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan
-pengawasan usaha pertambangan;
-h. penetapan kebijakan produksi, pemasaran,
-pemanfaatan, dan konservasi;
-i. penetapan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan
-pemberdayaan masyarakat;
-j. perumusan dan penetapan penerimaan negara bukan
-pajak dari hasil usaha pertambangan mineral dan
-batubara;
-k. penginventarisasian, penyelidikan, dan penelitian serta
-eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan
-informasi mineral dan batubara sebagai bahan
-penyusunan wilayah pertambangan;
-l. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber
-daya mineral dan batubara, serta informasi
-pertambangan pada wilayah hukum pertambangan
-Indonesia;
-227
-m. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi dan
-pascatambang;
-n. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara
-wilayah hukum pertambangan Indonesia;
-o. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan
-usaha pertambangan; dan
-p. peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah Pusat
-dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
-pengelolaan usaha pertambangan.
-4. Ketentuan Pasal 7 dihapus.
-5. Ketentuan Pasal 8 dihapus.
-6. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 35
-(1) Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(2) Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) terdiri atas:
-a. kegiatan usaha Pertambangan;
-b. kegiatan usaha Pertambangan Rakyat; dan
-c. kegiatan usaha Pertambangan Khusus.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-terkait Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 36
-(1) Kegiatan usaha Pertambangan dan kegiatan
-pertambangan khusus terdiri atas dua tahap kegiatan:
-a. Eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan
-umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;
-b. Operasi Produksi yang meliputi kegiatan
-konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau
-228
-pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
-reklamasi dan pasca tambang.
-(2) Pelaku usaha yang memenuhi Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan
-sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan
-mineral dan batubara.
-(3) Pelayanan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
-pada ayat (2) wajib menggunakan sistem perizinan
-terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh
-Pemerintah.
-8. Ketentuan Pasal 37 dihapus.
-9. Ketentuan Pasal 39 dihapus.
-10. Ketentuan Pasal 43 dihapus.
-11. Ketentuan Pasal 44 dihapus.
-12. Ketentuan Pasal 45 dihapus.
-13. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 47
-(1) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan terdiri atas:
-a. mineral logam;
-b. mineral bukan logam;
-c. mineral bukan logam jenis tertentu;
-d. batuan; dan
-e. batubara.
-(2) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral
-logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
-dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20
-(dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali
-masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
-(3) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral
-bukan logam sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
-dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10
-229
-(sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali
-masing-masing 5 (lima) tahun.
-(4) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral
-bukan logam jenis tertentu sebagaimana dimaksud ayat
-(1) huruf c dapat diberikan dalam jangka waktu paling
-lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2
-(dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
-(5) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan batuan
-sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d dapat
-diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
-tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masingmasing 5 (lima) tahun.
-(6) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan batubara
-sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e dapat diberikan
-dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun
-dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10
-(sepuluh) tahun.
-(7) Kegiatan Operasi Produksi yang melakukan kegiatan
-penambangan yang terintegrasi dengan kegiatan
-pengolahan dan pemurnian mineral sebagaimana
-diatur dalam Undang-Undang ini dapat diberikan
-jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat
-diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan
-seumur tambang.
-(8) Kegiatan Operasi Produksi yang melakukan kegiatan
-pengembangan dan pemanfaatan batubara yang
-terintegrasi sebagaimana diatur pada Undang-Undang
-ini dapat diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh)
-tahun dan dapat diperpanjang setiap 10 (sepuluh)
-tahun sampai dengan seumur tambang.
-(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan
-penambangan yang terintegrasi sebagaimana dimaksud
-230
-pada ayat (7) dan ayat (8) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
-15. Ketentuan Pasal 67 dihapus.
-16. Ketentuan Pasal 72 dihapus.
-17. Ketentuan Pasal 73 dihapus.
-18. Ketentuan Pasal 74 dihapus.
-19. Ketentuan Pasal 76 dihapus.
-20. Ketentuan Pasal 78 dihapus.
-21. Ketentuan Pasal 79 dihapus.
-22. Ketentuan Pasal 81 dihapus.
-23. Ketentuan Pasal 82 dihapus.
-24. Ketentuan Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 83
-Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengan
-kelompok usaha pertambangan yang berlaku bagi pelaku
-usaha pertambangan khusus meliputi:
-a. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi
-pertambangan mineral logam diberikan dengan luas
-paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare;
-b. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi
-pertambangan batubara diberikan dengan luas paling
-banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare;
-c. Luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi
-Produksi pertambangan mineral logam dan batubara
-diberikan berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Pusat
-terhadap rencana kerja seluruh wilayah yang diusulkan
-oleh pelaku usaha pertambangan khusus;
-d. jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus
-untuk kegiatan Eksplorasi pertambangan mineral
-logam dapat diberikan paling lama 8 (delapan) tahun;
-231
-e. jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus
-untuk kegiatan Eksplorasi pertambangan batubara
-dapat diberikan paling lama 7 (tujuh) tahun;
-f. jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus
-untuk kegiatan Operasi Produksi mineral logam atau
-batubara dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh)
-tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masingmasing 10 (sepuluh) tahun;
-g. Jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus
-mineral logam untuk tahap kegiatan operasi produksi
-yang melaksanakan pengolahan dan pemurnian
-mineral logam yang terintegrasi sebagaimana diatur
-dalam Undang-Undang ini dapat diberikan jangka
-waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat
-diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan
-seumur tambang; dan
-h. Jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus
-batubara untuk tahap kegiatan operasi produksi yang
-melaksanakan pengembangan dan pemanfatan
-batubara yang terintegrasi sebagaimana diatur dalam
-Undang-Undang ini dapat diberikan jangka waktu
-selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang
-setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan seumur
-tambang.
-25. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 102
-(1) Pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha
-pertambangan mineral dan batubara wajib
-meningkatkan nilai tambah sumber daya Mineral
-dan/atau Batubara melalui:
-a. pengolahan dan Pemurnian Mineral logam;
-b. pengolahan Mineral bukan logam;
-232
-c. pengolahan batuan; dan/atau
-d. pengembangan dan pemanfatan batubara.
-(2) Pelaku usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan
-dan pengembangan batubara sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) huruf d dapat dikecualikan dari kewajiban
-pemenuhan kebutuhan batubara di dalam negeri.
-26. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 104
-(1) Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk
-kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha
-pertambangan khusus sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 103 dapat melakukan kerjasama pengolahan
-dan/atau pemurnian dengan Pelaku Usaha Kegiatan
-Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan
-dan kegiatan usaha pertambangan khusus atau dengan
-pihak lain yang melakukan kegiatan usaha pengolahan
-dan/atau pemurnian.
-(2) Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk
-kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha
-pertambangan khusus sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 103 dapat melakukan kerjasama pengembangan
-pemanfaatan batubara dengan Pelaku Usaha Kegiatan
-Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan
-dan kegiatan usaha pertambangan khusus atau dengan
-pihak lain yang melakukan kegiatan usaha
-pengembangan dan pemanfaatan batubara.
-27. Di antara Pasal 128 dan 129 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) sebagaimana
+telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020
+tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
+Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik
+Indonesia Tahun 2020 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
+Republik Indonesia Nomor 6525) diubah:
+1. Di antara Pasal 128 dan 129 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
Pasal 128A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 128A
(1) Pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai
-tambah mineral dan batubara sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 103, dapat diberikan perlakuan tertentu
-233
-terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 128.
+tambah batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+103, dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap
+kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 128.
(2) Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban
penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara
-dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0%.
+dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol
+persen).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-28. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 134
-(1) Hak atas WIUP, WPR, atau WIUPK tidak meliputi hak
-atas tanah permukaan bumi.
-(2) Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat
-dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk
-melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai
-dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(3) Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat
-dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk
-melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai
-dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(4) Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kegiatan
-usaha pertambangan dengan kawasan hutan, rencana
-tata ruang, Perizinan Berusaha/persetujuan, dan/atau
-hak atas tanah, penyelesaian tumpang tindih dimaksud
-diatur dengan Peraturan Presiden.
-29. Di antara Pasal 138 dan 139 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
-Pasal 138A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 138A
-(1) Pemerintah Pusat melakukan penyelesaian
-permasalahan hak atas tanah untuk kegiatan usaha
-234
-pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-134, Pasal 135, Pasal 136, dan Pasal 137.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian hak atas
-tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-30. Ketentuan Pasal 149 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 149
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang pos diberi wewenang
-khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-235
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yangdiduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat penegak
-hukum.
-236
-31. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai
+2. Ketentuan Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 151
-(1) Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya
-memberikan sanksi administratif kepada pemegang
-Perizinan Berusaha atas pelanggaran ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), Pasal
-40 ayat (5), Pasal 41, Pasal 70, Pasal 71 ayat (1), Pasal
-93 ayat (3), Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal
-99, Pasal 100, Pasal 102, Pasal 103, Pasal 105 ayat (3),
-Pasal 105 ayat (4), Pasal 107, Pasal 108 ayat (1), Pasal
-110, Pasal 111 ayat (1), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114
-ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 125 ayat (3), Pasal
-126 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), Pasal 129 ayat (1), atau
-Pasal 130 ayat (2).
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
-tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 152 dihapus.
-33. Ketentuan Pasal 162 dihapus.
-34. Ketentuan Pasal 165 dihapus.
-35. Di antara Pasal 169 dan Pasal 170 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 169A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 169A
-(1) Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan
-pertambangan batubara:
-a. yang belum memperoleh perpanjangan dapat
-diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait
-Pertambangan Khusus perpanjangan pertama
-sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang
-setelah berakhirnya kontrak karya atau perjanjian
-karya pengusahaan pertambangan batubara dengan
-237
-mempertimbangkan peningkatan penerimaan
-negara; dan
-b. yang telah memperoleh perpanjangan pertama
-dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha
-terkait Pertambangan Khusus perpanjangan kedua
-sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang
-setelah berakhirnya perpanjangan pertama kontrak
-karya atau perjanjian karya pengusahaan
-pertambangan batubara dengan
-mempertimbangkan peningkatan penerimaan
-negara.
-(2) Peningkatan penerimaan negara sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) untuk Perizinan Berusaha
-terkait Pertambangan Khusus perpanjangan sebagai
-kelanjutan operasi setelah berakhirnya kontrak karya
-dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan
-batubara dilakukan dengan:
-a. pengaturan kembali pengenaan pajak dan
-penerimaan negara bukan pajak;
-b. pemberian luas wilayah sesuai dengan rencana
-kegiatan pada seluruh wilayah perjanjian yang telah
-disetujui oleh Pemerintah Pusat sebelum UndangUndang ini berlaku; dan
-c. kewajiban peningkatan nilai tambah mineral dan
-batubara.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
-perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-36. Di antara Pasal 170 dan 171 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
-Pasal 170A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 170A
-Bagi pemegang Perizinan Berusaha pertambangan hasil
-penyesuaian dari Kuasa Pertambangan yang diberikan
-238
-kepada Badan Usaha Milik Negara dapat diberikan luas
-wilayah sesuai dengan luas wilayah kegiatan usaha
-pertambangan yang telah diberikan sebelumnya.
-37. Di antara Pasal 172 dan 173 disisipkan 2 (dua) pasal yakni:
-a. Pasal 172A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 172A
-(1) IUP, IPR, dan IUPK yang telah diterbitkan oleh
-Menteri atau Pemerintah Daerah sebelum
-berlakunya Undang-Undang ini tetap berlaku
-sampai dengan jangka waktunya berakhir dan
-kewenangan pengelolaannya berada pada
-Pemerintah Pusat.
-(2) Jangka waktu dan luas wilayah IUP atau IUPK
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
-melakukan peningkatan nilai tambah mineral dan
-batubara secara terintegrasi disesuaikan dengan
-ketentuan dalam Undang-Undang ini.
-b. Pasal 172B yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 172B
-(1) Semua frasa wilayah izin usaha pertambangan, dan
-wilayah pertambangan rakyat dalam UndangUndang yang mengatur tentang Pertambangan
-Mineral dan Batubara diubah menjadi wilayah
-kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan
-ketentuan dalam Undang-Undang ini.
-(2) Semua frasa izin usaha pertambangan, dan izin
-usaha pertambangan rakyat dalam Undang-Undang
-yang mengatur tentang Pertambangan Mineral dan
-Batubara diubah menjadi Perizinan Berusaha
-sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
-ini.
-Pasal 41
-239
+Pasal 162
+Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan
+usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau
+SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 86F huruf b dan Pasal 136 ayat (2)
+dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
+183
+tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
+juta rupiah).
+Pasal 40
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 21 diubah sehingga Pasal 1
-berbunyi sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 21 dan angka 22 diubah sehingga
+Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa
@@ -7896,7 +7271,6 @@ pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang
berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk
memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak
dan Gas Bumi di luar Wilayah Kerja.
-240
7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang
berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha
Eksplorasi dan Eksploitasi.
@@ -7904,6 +7278,7 @@ Eksplorasi dan Eksploitasi.
informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan
dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas
Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.
+184
9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan
untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah
Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan
@@ -7930,7 +7305,6 @@ Bumi dan/atau Gas Bumi.
14. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor,
impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk
Niaga Gas Bumi melalui pipa.
-241
15. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh
wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen
Indonesia.
@@ -7949,6 +7323,7 @@ Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Republik Indonesia.
+185
19. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau
bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan
Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan
@@ -7958,14 +7333,15 @@ kemakmuran rakyat.
Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan,
Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan/atau laba;
-21. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
-adalah Presiden sebagai pemegang kekuasaan
-pemerintahan negara sesuai Undang-Undang Dasar
-Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-242
-22. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta
-perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan
-Eksekutif Daerah.
+21. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
+yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
+Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan
+menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
+Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
+22. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
+penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
+pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
+kewenangan daerah otonom.
23. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk
untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di
bidang Minyak dan Gas Bumi.
@@ -7990,58 +7366,8 @@ kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kegiatan usaha
hulu minyak dan gas bumi dan kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi.
-3. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
-Pasal 4A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 4A
-(1) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
-diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai
-Pemegang Kuasa Pertambangan.
-243
-(2) Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa
-Pertambangan dapat membentuk atau menugaskan
-Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagai pelaksana
-kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
-(3) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada
-Pemerintah Pusat.
-(4) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan usaha
-hulu minyak dan gas bumi melalui kerja sama dengan
-Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.
-(5) Pemerintah Pusat menetapkan Badan Usaha atau
-Bentuk Usaha Tetap yang akan bekerjasama dengan
-Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana
-dimaksud pada ayat (4).
-(6) Kerja sama antara Badan Usaha Milik Negara Khusus
-dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
-sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
-berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
-(7) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat
-(6) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan
-pokok yaitu:
-a. penerimaan negara;
-b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya;
-c. kewajiban pengeluaran dana;
-d. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak
-dan Gas Bumi;
-e. jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;
-f. penyelesaian perselisihan;
-g. kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas
-Bumi untuk kebutuhan dalam negeri;
-h. berakhirnya kontrak;
-244
-i. kewajiban pascaoperasi pertambangan;
-j. keselamatan dan kesehatan kerja;
-k. pengelolaan lingkungan hidup;
-l. pengalihan hak dan kewajiban;
-m. pelaporan yang diperlukan;
-n. rencana pengembangan lapangan;
-o. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam
-negeri;
-p. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan
-hak-hak masyarakat adat; dan
-q. pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.
-4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
+186
+3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
(1) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan
@@ -8061,28 +7387,7 @@ a. pengolahan;
b. pengangkutan;
c. penyimpanan; dan
d. niaga.
-5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-245
-Pasal 11
-(1) Pemerintah Pusat selaku pemegang Kuasa
-Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
-ayat (2) memberikan Perizinan Berusaha pada setiap
-Wilayah Kerja kepada Badan Usaha Milik Negara
-Khusus untuk melaksanakan kegiatan usaha hulu
-minyak dan gas bumi.
-(2) Perizinan Berusaha kepada Badan Usaha Milik Negara
-Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
-untuk melaksanakan kegiatan usaha hulu yang
-operasinya dilakukan secara sendiri.
-6. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 12
-(1) Wilayah Kerja yang akan ditawarkan Badan Usaha
-Milik Negara Khusus ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
-Wilayah Kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
+4. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 23
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam
@@ -8096,15 +7401,26 @@ a. usaha pengolahan;
b. usaha pengangkuatan;
c. usaha penyimpanan; dan/atau
d. usaha niaga.
-246
(3) Perizinan Berusaha yang telah diberikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai
dengan peruntukan kegiatan usahanya.
+187
(4) Permohonan Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan menggunakan
sistem perizinan terintegrasi secara elektronik yang
dikelola oleh Pemerintah Pusat.
-8. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 23A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 23A
+(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan Usaha Hilir
+tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 23, dikenai sanksi administratif berupa
+penghentian usaha dan/atau kegiatan, denda,
+dan/atau paksaan pemerintah.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+6. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan sanksi
@@ -8116,133 +7432,66 @@ berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
+7. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 50
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan
-Gas Bumi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
-Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
-Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk
-melakukan penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-247
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-248
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-10. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 46
+(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan
+pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan
+Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh
+Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
+ayat (4).
+(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
+ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan
+distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang
+ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh
+188
+wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
+meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.
+(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
+ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:
+a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;
+b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;
+c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan
+Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;
+d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;
+e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan
+pelanggan kecil;
+f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.
+(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
+ayat (1) mencakup juga tugas pengawasan dalam
+bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
+(5) Badan Pengatur dalam pengaturan dan penetapan tarif
+pengangkutan gas bumi melalui pipa sebagaimana
+dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib mendapatkan
+persetujuan Menteri.
+8. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 52
+Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau
+Eksploitasi tanpa memiliki Perizinan Berusaha atau Kontrak
+Kerja Sama dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
+(enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00
+(enam puluh miliar rupiah).
+9. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 53
-(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan Usaha Hilir
-tanpa Perizinan Berusaha dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam
-puluh miliar rupiah);
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
-(lima) tahun;
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-11. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Jika tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23A
+mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap
+kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
+pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
+(lima) tahun atau denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00
+(lima puluh miliar rupiah).
+189
+10. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 55
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan
dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas,
dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah
-dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
-249
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh
miliar rupiah).
-12. Di antara Pasal 64 dan 65 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
-Pasal 64A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 64A
-(1) Sebelum terbentuknya Badan Usaha Milik Negara
-Khusus:
-a. kegiatan usaha hulu migas tetap dilaksanakan
-berdasarkan kontrak kerja sama antara Satuan Kerja
-Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
-Gas Bumi dengan Badan Usaha dan Bentuk Usaha
-Tetap;
-b. kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak
-kerja sama antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana
-Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan
-Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap tetap berlaku;
-dan
-c. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha
-Hulu Minyak dan Gas Bumi tetap melaksanakan
-tugas dan fungsi penyelenggaraan pengelolaan
-kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.
-(2) Dengan terbentuknya Badan Usaha Milik Negara
-Khusus:
-a. semua hak dan kewajiban serta akibat yang timbul
-terhadap Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan
-Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dari Kontrak
-Kerja Sama, beralih kepada Badan Usaha Milik
-Negara Khusus; dan
-b. kontrak lain yang berkaitan dengan Kontrak Kerja
-Sama sebagaimana dimaksud pada huruf a antara
-Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha
-Hulu Minyak dan Gas Bumi dan pihak lain beralih
-kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus.
-250
-(3) Semua kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
-kontrak.
-(4) Hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak,
-perjanjian, atau perikatan selain sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) tetap dilaksanakan oleh Satuan
-Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
-dan Gas Bumi sampai dengan terbentuknya Badan
-Usaha Milik Negara Khusus.
-Pasal 42
+Pasal 41
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -8254,17 +7503,50 @@ Pasal 4
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
(2) Penguasaan Panas Bumi oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
-Pemerintah Pusat.
+Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan
+pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
+kewenangannya dan berdasarkan prinsip pemanfaatan.
2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
-(1) Pemerintah Pusat menyelenggarakan kegiatan panas
-bumi di seluruh wilayah hukum panas bumi.
-(2) Wilayah hukum panas bumi sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan
-Republik Indonesia, termasuk kawasan hutan dan
-wilayah perairan Indonesia.
-251
+(1) Penyelenggaraan Panas Bumi oleh Pemerintah Pusat
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan
+terhadap:
+a. Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang
+berada pada:
+1. lintas wilayah provinsi termasuk Kawasan
+Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung;
+2. Kawasan Hutan konservasi;
+3. kawasan konservasi di perairan; dan
+190
+4. wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil diukur
+dari garis pantai ke arah laut lepas di seluruh
+Indonesia.
+b. Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung
+yang berada di seluruh wilayah Indonesia, termasuk
+Kawasan Hutan produksi, Kawasan Hutan lindung,
+Kawasan Hutan konservasi, dan wilayah laut.
+(2) Penyelenggaraan Panas Bumi oleh pemerintah provinsi
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, dilakukan untuk
+Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
+a. lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi
+termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan
+Hutan lindung; dan
+b. wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur
+dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau
+kearah perairan kepulauan.
+(3) Penyelenggaraan Panas Bumi oleh pemerintah
+kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
+ayat (2) sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat,
+dilakukan untuk Pemanfaatan Langsung yang berada
+pada:
+a. wilayah kabupaten/kota termasuk Kawasan Hutan
+produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan
+b. wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari
+wilayah laut kewenangan provinsi.
3. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 6
@@ -8278,6 +7560,7 @@ d. pembuatan norma, standar, pedoman, dan kriteria
untuk kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk
pemanfaatan langsung;
e. pembinaan dan pengawasan;
+191
f. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi
Panas Bumi;
g. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan
@@ -8286,26 +7569,101 @@ h. pelaksanaan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau
pemanfaatan Panas Bumi; dan
i. pendorongan kegiatan penelitian, pengembangan, dan
kemampuan perekayasaan.
-4. Ketentuan Pasal 7 dihapus.
-5. Ketentuan Pasal 8 dihapus.
+4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 7
+Kewenangan pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan
+Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, meliputi:
+a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah
+provinsi di bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan
+Langsung;
+b. pemberian Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
+langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya;
+c. pembinaan dan pengawasan;
+d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi
+Panas Bumi pada wilayah provinsi; dan
+e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan
+cadangan Panas Bumi pada wilayah provinsi.
+5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 8
+Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam
+penyelenggaraan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 5 ayat (3) sesuai dengan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat,
+meliputi:
+a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah
+kabupaten/kota di bidang Panas Bumi untuk
+Pemanfaatan Langsung;
+b. pemberian Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
+langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya;
+c. pembinaan dan pengawasan;
+192
+d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi
+Panas Bumi pada wilayah kabupaten/kota; dan
+e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan
+cadangan Panas Bumi pada wilayah kabupaten/kota.
6. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 11
-Setiap Orang yang melakukan pengusahaan Panas Bumi
-untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a wajib memenuhi norma,
-standar, prosedur dan kriteria.
+(1) Setiap Orang yang melakukan pengusahaan Panas
+Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a wajib terlebih
+dahulu memiliki Perizinan Berusaha terkait
+pemanfaatan langsung.
+(2) Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
+Pemerintah Pusat untuk pemanfaatan langsung yang
+berada pada:
+a. lintas wilayah provinsi termasuk Kawasan Hutan
+produksi dan Kawasan Hutan lindung;
+b. Kawasan Hutan konservasi;
+c. kawasan konservasi di perairan; dan
+d. wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil diukur dari
+garis pantai ke arah laut lepas di seluruh Indonesia.
+(3) Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
+gubernur sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, untuk
+Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
+a. lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi
+termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan
+Hutan lindung; dan
+b. wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur
+dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke
+arah perairan kepulauan.
+(4) Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
+bupati/wali kota sesuai norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, untuk
+Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
+a. wilayah kabupaten/kota termasuk Kawasan Hutan
+produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan
+193
+b. wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari
+wilayah laut kewenangan provinsi.
+(5) Izin Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diberikan
+berdasarkan permohonan dari Setiap Orang.
+(6) Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung
+diberikan setelah Setiap Orang sebagaimana dimaksud
+pada ayat (5) mendapat persetujuan lingkungan sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
+bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
+hidup.
7. Ketentuan Pasal 12 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 13 dihapus.
9. Ketentuan Pasal 14 dihapus.
-252
10. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai norma, standar, prosedur
dan kriteria pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan
-Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 termasuk
+harga energi Panas Bumi diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
11. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 23
@@ -8318,10 +7676,18 @@ Bumi.
dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah
Pusat kepada Badan Usaha berdasarkan hasil
penawaran Wilayah Kerja.
+194
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Perizinan
Berusaha di bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan
-Tidak Langsung diatur dengan Peraturan Pemerintah
-12. Ketentuan Pasal 24 dihapus.
+Tidak Langsung diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+12. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 24
+Dalam hal kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk
+Pemanfaatan Tidak Langsung berada di Kawasan Hutan,
+pemegang Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi wajib
+memenuhi Perizinan Berusaha dibidang kehutanan sesuai
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
13. Ketentuan Pasal 25 dihapus.
14. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -8331,8 +7697,7 @@ Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
huruf c jika pelaku usaha Panas Bumi:
a. melakukan pelanggaran terhadap salah satu
ketentuan yang tercantum dalam Perizinan
-Berusaha terkait Panas Bumi; dan/atau
-253
+Berusaha terkait Panas Bumi; dan/atau
b. tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Perizinan
Berusaha Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada
@@ -8345,12 +7710,13 @@ Undang-Undang ini.
berikut:
Pasal 37
Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perizinan Berusaha
-di bidang Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-33 huruf d jika:
+terkait Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
+huruf d jika:
+195
a. Pelaku usaha Panas Bumi memberikan data, informasi,
atau keterangan yang tidak benar dalam permohonan;
atau
-b. Perizinan berusaha terkait Panas Bumi dinyatakan
+b. Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi dinyatakan
batal berdasarkan putusan pengadilan.
16. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -8364,7 +7730,6 @@ ketentuan peraturan perundang- undangan.
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan telah terpenuhi
setelah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
Pusat.
-254
(3) Pemerintah Pusat menetapkan persetujuan
pengakhiran Perizinan Berusaha Panas Bumi setelah
pelaku usaha Panas Bumi melaksanakan pemulihan
@@ -8375,38 +7740,102 @@ berikut:
Pasal 40
(1) Badan Usaha pemegang Perizinan Berusaha terkait
Panas Bumi yang melanggar atau tidak memenuhi
-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
-(2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 31 ayat (3),
-dan/atau Pasal 32 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
+Pasal 20 ayat (2), Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1)
+atau ayat (2), Pasal 27 ayat (1) atau ayat (3), Pasal 31
+ayat (3), atau Pasal 32 ayat (2) dikenai sanksi
+administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. penghentian sementara seluruh kegiatan;
+c. denda administrasi; dan/atau
+d. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+196
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
+Peraturan Pemerintah.
18. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
-Dalam hal pelaku usaha pemanfaatan langsung atau pelaku
-usaha Panas Bumi akan menggunakan bidang tanah
-negara, hak atas tanah, tanah ulayat, dan/atau Kawasan
-Hutan di dalam Wilayah Kerja, harus terlebih dahulu
-melakukan penyelesaian penggunaan lahan dengan pemakai
-tanah di atas tanah negara atau pemegang hak atau izin di
-bidang kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-19. Ketentuan Pasal 43 dihapus.
+(1) Dalam hal akan menggunakan bidang-bidang tanah
+negara, hak atas tanah, tanah ulayat, dan/atau
+Kawasan Hutan di dalam Wilayah Kerja, pemegang
+Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung atau
+pemegang Perizinan Berusaha terkait panas bumi
+harus terlebih dahulu melakukan penyelesaian
+penggunaan lahan dengan pemakai tanah di atas
+tanah negara atau pemegang hak atau Perizinan
+Berusaha di bidang kehutanan sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+(2) Dalam hal Pemerintah Pusat melakukan Eksplorasi
+untuk menetapkan Wilayah Kerja sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), sebelum melakukan
+Eksplorasi, Menteri melakukan penyelesaian
+penggunaan lahan dengan pemakai tanah di atas
+tanah negara atau pemegang hak atau Perizinan
+Berusaha di bidang kehutanan sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+(3) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
+ayat (2) dilakukan secara musyawarah dan mufakat
+dengan cara jual beli, tukar-menukar, ganti rugi yang
+layak, pengakuan atau bentuk penggantian lain kepada
+pemakai tanah di atau tanah negara atau pemegang
+hak.
+(4) Dalam hal kegiatan pengusahaan Panas Bumi
+dilakukan oleh badan usaha milik negara yang
+mendapat penugasan khusus dari Pemerintah,
+penyediaan tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+19. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+(1) Pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
+langsung atau Pemegang Perizinan Berusaha terkait
+Panas Bumi sebelum melakukan pengusahaan Panas
+Bumi di atas tanah negara, hak atas tanah, tanah
+ulayat, dan/atau Kawasan Hutan harus:
+a. memperlihatkan:
+197
+1. Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
+langsung atau salinan yang sah; atau
+2. Perizinan Berusaha terkait panas bumi atau
+salinan yang sah;
+b. memberitahukan maksud dan tempat kegiatan yang
+akan dilakukan; dan
+c. melakukan penyelesaian atau jaminan penyelesaian
+yang disetujui oleh pemakai tanah di atas tanah
+negara dan/atau pemegang hak sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 42.
+(2) Jika pemegang Perizinan Berusaha terkait
+pemanfaatan langsung atau pemegang Perizinan
+Berusaha terkait panas bumi telah memenuhi
+ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+pemakai tanah di atas tanah negara dan/atau
+pemegang hak wajib mengizinkan pemegang Perizinan
+Berusaha terkait pemanfaatan langsung atau
+pemegang Perizinan Berusaha terkait panas bumi
+untuk melaksanakan pengusahaan Panas Bumi di atas
+tanah yang bersangkutan.
20. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 46
Setiap Orang dilarang menghalangi atau merintangi
-pengusahaan Panas Bumi yang telah memegang Perizinan
-255
+pengusahaan Panas Bumi yang telah memegang Perizinan
Berusaha terkait Panas Bumi dan telah menyelesaikan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
-21. Ketentuan Pasal 47 dihapus.
+21. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 47
+Pelaku Usaha Pemanfaatan Langsung berhak melakukan
+pengusahaan Panas Bumi sesuai dengan Perizinan
+Berusaha yang diberikan.
22. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
Pelaku usaha Pemanfaatan Langsung wajib:
-a. memahami dan menaati peraturan perundangundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
+a. memahami dan menaati peraturan perundangundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
+198
serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dan memenuhi standar yang berlaku;
b. melakukan pengendalian pencemaran dan/atau
@@ -8426,24 +7855,39 @@ Pasal 50
(1) Setiap orang Pemegang Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan Langsung yang tidak memenuhi atau
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 48 huruf b, huruf c, dan huruf d dan/atau Pasal
-49 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
+Pasal 48 huruf a atau huruf b atau Pasal 49 dikenai
+sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. penghentian sementara seluruh kegiatan
+pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan
+Langsung; dan/atau
+c. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-256
+(1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
25. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 56
(1) Badan Usaha pemegang Perizinan Berusaha terkait
Panas Bumi yang melanggar atau tidak memenuhi
-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
+199
(1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf g, huruf h, huruf i,
-dan huruf j, Pasal 53 ayat (1), dan/atau Pasal 54 ayat
-(1) dan ayat (4) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+atau huruf j, Pasal 53 ayat (1), atau Pasal 54 ayat (1)
+atau ayat (4) dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. penghentian sementara seluruh kegiatan
+Eksplorasi,
+c. Eksploitasi, dan pemanfaatan; dan/atau
+d. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
+Peraturan Pemerintah.
26. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 59
@@ -8455,162 +7899,71 @@ pengawasan penyelenggaraan Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Langsung diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
27. Ketentuan Pasal 60 dihapus.
-28. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 66
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang pengusahaan Panas Bumi
-diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-257
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga
-melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media elektronik
-terhadap orang, barang, pesawat udara, atau hal yang
-dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-258
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan, dan
-memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat
-meminta bantuan kepada aparat penegak hukum.
-29. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
+28. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 67
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan
Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung tanpa Perizinan
-Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana
-dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
-pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam
-miliar rupiah).
-30. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
+yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
+kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
+atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00
+(enam miliar rupiah).
+200
+29. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 68
-(1) Setiap Orang yang memegang Perizinan Berusaha yang
-dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi
-untuk Pemanfaatan Langsung tidak pada lokasi yang
-ditetapkan dalam Perizinan Berusaha sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 11 dikenai sanksi administratif
-259
-berupa denda paling banyak Rp7.000.000.000,00
-(tujuh miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
-tahun 6 (enam) bulan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-31. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap Orang yang memiliki Perizinan Berusaha yang
+dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk
+Pemanfaatan Langsung tidak pada lokasi yang ditetapkan
+dalam Perizinan Berusaha yang mengakibatkan timbulnya
+korban/kerusakan kesehatan, keselamatan, keamanan, dan
+lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
+(dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
+banyak Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).
+30. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 69
-(1) Setiap Orang yang memegang Perizinan Berusaha terkait
+Setiap Orang yang memiliki Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan Langsung yang dengan sengaja melakukan
pengusahaan Panas Bumi yang tidak sesuai dengan
-peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
+peruntukannya, yang mengakibatkan timbulnya
+korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
+keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling
+banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
+31. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 70
-(1) Badan Usaha pemilik Perizinan Berusaha terkait Panas
+Badan Usaha pemilik Perizinan Berusaha terkait Panas
Bumi yang dengan sengaja melakukan Eksplorasi,
-Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan bukan pada
-Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
-ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa denda
-260
-paling banyak Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh
-miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
-(tujuh) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-33. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan bukan pada Wilayah
+Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)
+dipidana dengan denda paling banyak
+Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah).
+32. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 71
-(1) Badan Usaha yang dengan sengaja melakukan
-pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak
-Langsung tanpa Perizinan Berusaha di bidang Panas
-Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
-rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-34. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Badan Usaha yang dengan sengaja melakukan pengusahaan
+Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung tanpa
+Perizinan Berusaha di bidang Panas Bumi sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) yang mengakibatkan
+timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan,
+201
+keselamatan, keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan
+pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima
+puluh miliar rupiah).
+33. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 72
-(1) Badan Usaha pemilik Perizinan Berusaha terkait Panas
+Badan Usaha pemilik Perizinan Berusaha terkait Panas
Bumi yang dengan sengaja menggunakan Perizinan
Berusaha terkait Panas Bumi tidak sesuai dengan
-peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
-261
-ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
-rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
-(sepuluh) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-35. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
+peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
+ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak
+Rp100.000.000.000,00 (seratus dua puluh miliar rupiah).
+34. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 73
Setiap Orang yang dengan sengaja menghalangi atau
@@ -8619,8 +7972,8 @@ Perizinan Berusaha terkait Panas Bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah).
-36. Ketentuan Pasal 74 dihapus.
-Pasal 43
+35. Ketentuan Pasal 74 dihapus.
+Pasal 42
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
@@ -8631,11 +7984,11 @@ Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang
menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik
-serta usaha penunjang tenaga listrik.
-262
+serta usaha penunjang tenaga listrik.
2. Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang
dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk
-segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik
+segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik
+202
yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau
isyarat.
3. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan
@@ -8666,7 +8019,6 @@ tenaga listrik untuk kepentingan umum, usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri,
dan/atau usaha jasa penunjang tenaga listrik.
11. Dihapus.
-263
12. Wilayah usaha adalah wilayah yang ditetapkan
Pemerintah sebagai tempat badan usaha melakukan
usaha distribusi dan/atau penjualan tenaga listrik.
@@ -8679,7 +8031,8 @@ pemegang hak atas tanah berikut bangunan, tanaman,
dan/atau benda lain yang terdapat di atas tanah tersebut
karena tanah tersebut digunakan secara tidak langsung
untuk pembangunan ketenagalistrikan tanpa dilakukan
-pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
+pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
+203
15. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia
@@ -8697,23 +8050,31 @@ hukum.
berikut:
Pasal 3
(1) Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang
-penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah.
-264
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
-penyediaan tenaga listrik diatur dengan Peraturan
-Pemerintah
+penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat
+dan Pemerintah Daerah berlandaskan prinsip otonomi
+daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Untuk penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat
+dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
+menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan
+melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik.
3. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 4
(1) Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh
-Pemerintah dilakukan oleh badan usaha milik negara.
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria, dilakukan oleh badan usaha
+milik negara dan badan usaha milik daerah
(2) Badan usaha milik daerah, Badan usaha swasta,
koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi
dalam usaha penyediaan tenaga listrik.
(3) Untuk penyediaan tenaga listrik sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemerintah dan
-pemerintah daerah menyediakan dana untuk:
+dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemerintah Pusat dan
+Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk:
a. kelompok masyarakat tidak mampu;
+204
b. pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di
daerah yang belum berkembang;
c. pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil
@@ -8725,49 +8086,93 @@ Peraturan Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
-Kewenangan Pemerintah Pusat di bidang ketenagalistrikan
+(1) Kewenangan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan
meliputi:
a. penetapan kebijakan ketenagalistrikan nasional;
-b. penetapan peraturan perundang-undangan di bidang
-ketenagalistrikan;
-c. penetapan standar, pedoman, dan kriteria di bidang
-ketenagalistrikan;
-265
+b. penetapan peraturan perundang-undangan di
+bidang ketenagalistrikan;
+c. penetapan standar, pedoman, dan kriteria di
+bidang ketenagalistrikan;
d. penetapan pedoman penetapan tarif tenaga listrik
untuk konsumen;
-e. penetapan rencana umum ketenagalistrikan nasional;
-f. pengesahan rencana usaha penyediaan tenaga listrik;
-g. penetapan wilayah usaha;
+e. penetapan rencana umum ketenagalistrikan
+nasional;
+f. penetapan wilayah usaha;
+g. penetapan Perizinan Berusaha terkait jual beli
+tenaga listrik lintas negara
h. Perizinan Berusaha penyediaan tenaga listrik;
-i. penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari
-pemegang Perizinan Berusaha penyediaan tenaga listrik
+i. penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen
+dari pemegang Perizinan Berusaha penyediaan
+tenaga listrik untuk kepentingan umum;
+j. penetapan persetujuan harga jual tenaga listrik
+dan sewa jaringan tenaga listrik dari pemegang
+Perizinan Berusaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum;
-j. penetapan persetujuan harga jual tenaga listrik dan
-sewa jaringan tenaga listrik dari pemegang Perizinan
-Berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
-umum;
-k. penetapan persetujuan penjualan kelebihan tenaga
-listrik dari pemegang Perizinan Berusaha penyediaan
-tenaga listrik untuk kepentingan sendiri;
+k. penetapan persetujuan penjualan kelebihan
+tenaga listrik dari pemegang Perizinan Berusaha
+penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
+sendiri;
l. penetapan Perizinan Berusaha untuk kegiatan jasa
penunjang tenaga listrik;
-m. pembinaan dan pengawasan kepada badan usaha di
+205
+m. penetapan Perizinan Berusaha terkait usaha jasa
+penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh
+badan usaha milik negara atau penanam modal
+asing/mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam
+modal asing;
+n. penetapan Perizinan Berusaha terkait
+pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk
+kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan
+informatika pada jaringan milik pemegang
+Perizinan Berusaha terkait penyediaan tenaga
+listrik atau Perizinan Berusaha terkait operasi
+yang ditetapkan oleh Pemerintah;
+o. pembinaan dan pengawasan kepada badan usaha
+di bidang ketenagalistrikan;
+p. pengangkatan inspektur ketenagalistrikan;
+q. pembinaan jabatan fungsional inspektur
+ketenagalistrikan untuk seluruh tingkat
+pemerintahan; dan
+r. penetapan sanksi administratif kepada badan
+usaha yang izinnya ditetapkan oleh Pemerintah.
+(2) Kewenangan pemerintah provinsi di bidang
+ketenagalistrikan meliputi:
+a. penetapan peraturan daerah provinsi di bidang
+ketenagalistrikan;
+b. penetapan rencana umum ketenagalistrikan
+daerah provinsi;
+c. pembinaan dan pengawasan kepada badan usaha
+di bidang ketenagalistrikan yang Perizinan
+Berusahanya ditetapkan oleh pemerintah provinsi;
+d. pengangkatan inspektur ketenagalistrikan untuk
+provinsi; dan
+e. penetapan sanksi administratif kepada badan
+usaha yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah
+provinsi.
+(3) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota di bidang
+ketenagalistrikan meliputi:
+a. penetapan peraturan daerah kabupaten/kota di
bidang ketenagalistrikan;
-n. pengangkatan inspektur ketenagalistrikan;
-o. pembinaan jabatan fungsional inspektur
-ketenagalistrikan untuk seluruh tingkat pemerintahan;
-dan
-p. penetapan sanksi administratif.
+b. penetapan rencana umum ketenagalistrikan
+daerah kabupaten/kota;
+c. pembinaan dan pengawasan kepada badan usaha
+di bidang ketenagalistrikan yang izinnya
+ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota;
+206
+d. pengangkatan inspektur ketenagalistrikan untuk
+kabupaten/kota; dan
+e. penetapan sanksi administratif kepada badan
+usaha yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah
+kabupaten/kota.
5. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 7
(1) Rencana umum ketenagalistrikan nasional disusun
berdasarkan kebijakan energi nasional dan ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
-266
(2) Rencana umum ketenagalistrikan nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
-mengikutsertakan pemerintah daerah.
+mengikutsertakan Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan mengenai pedoman penyusunan rencana
umum ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
@@ -8792,11 +8197,11 @@ ayat (2) dilakukan oleh 1 (satu) badan usaha dalam 1
dan penjualan dilakukan secara terintegrasi, usaha
pembangkitan dan/atau transmisi dapat dilakukan di
luar wilayah usahanya.
+207
(5) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum dengan jenis usaha distribusi tenaga listrik
dan/atau penjualan tenaga listrik dilakukan oleh 1
(satu) badan usaha dalam 1 (satu) Wilayah Usaha.
-267
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Wilayah Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
@@ -8829,19 +8234,18 @@ wajib menugasi badan usaha milik negara untuk
menyediakan tenaga listrik.
8. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-268
Pasal 13
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 12
-dilaksanakan hanya untuk pemakaian sendiri beserta
-afiliasinya.
+dilaksanakan hanya untuk pemakaian sendiri.
+208
(2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri dapat dilaksanakan oleh instansi Pemerintah
-Pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara,
+Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, badan usaha swasta,
koperasi, perseorangan, dan lembaga/badan usaha
lainnya.
-(3) Instansi Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, badan
+(3) Instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan
usaha swasta, koperasi, perseorangan, dan
lembaga/badan usaha lainnya dalam melaksanakan
@@ -8863,12 +8267,11 @@ f. penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan pelatihan;
h. laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat
tenaga listrik;
-269
i. sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
j. sertifikasi kompetensi tenaga teknik
ketenagalistrikan;
-k. sertifikasi badan usaha jasa penunjang tenaga
-listrik; dan
+k. sertifikasi badan usaha jasa penunjang tenaga listrik;
+dan
l. usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan
dengan penyediaan tenaga listrik.
(2) Usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana
@@ -8876,6 +8279,7 @@ dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha
swasta, badan layanan umum, dan koperasi yang
memiliki sertifikasi, klasifikasi, dan kualifikasi.
+209
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi, klasifikasi,
dan kualifikasi usaha jasa penunjang tenaga listrik
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
@@ -8896,7 +8300,6 @@ umum;
b. usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri; dan
c. usaha jasa penunjang tenaga listrik.
-270
(2) Perizinan Berusaha untuk kegiatan penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk untuk
@@ -8911,9 +8314,14 @@ pada ayat (1).
13. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 21
-(1) Pemerintah menetapkan Perizinan Berusaha.
-(2) Pemerintah menetapkan norma, standar, prosedur, dan
-kriteria berkaitan dengan Perizinan Berusaha.
+(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya menetapkan Perizinan
+210
+Berusaha berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Pemerintah Pusat menetapkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria berkaitan dengan Perizinan
+Berusaha.
14. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22
@@ -8929,8 +8337,9 @@ Pasal 23
untuk kepentingan sendiri dapat menjual kelebihan
tenaga listrik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
umum setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah
-Pusat.
-271
+Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
(2) Penjualan kelebihan tenaga listrik untuk kepentingan
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam hal wilayah tersebut belum terjangkau
@@ -8943,6 +8352,7 @@ Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha untuk
kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum dan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+211
17. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
@@ -8963,8 +8373,7 @@ b. melintasi laut, baik di atas maupun di bawah
permukaan;
c. melintasi jalan umum dan jalan kereta api;
d. masuk ke tempat umum atau perorangan dan
-menggunakannya untuk sementara waktu;
-272
+menggunakannya untuk sementara waktu;
e. menggunakan tanah dan melintas di atas atau di
bawah tanah;
f. melintas di atas atau di bawah bangunan yang
@@ -8981,7 +8390,8 @@ Pasal 28
Pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum wajib:
a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar
-mutu dan keandalan yang berlaku;
+mutu dan keandalan yang berlaku;
+212
b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
konsumen dan masyarakat;
c. memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan;
@@ -8998,7 +8408,6 @@ c. memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya
dengan harga yang wajar;
d. mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada
gangguan tenaga listrik; dan
-273
e. mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman
yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian
pengoperasian oleh pelaku usaha untuk penyediaan
@@ -9021,6 +8430,7 @@ untuk kegiatan penyediaan tenaga listrik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab
konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
+213
21. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
@@ -9031,7 +8441,6 @@ dengan memberikan ganti rugi hak atas tanah atau
kompensasi kepada pemegang hak atas tanah,
bangunan, dan tanaman sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-274
(2) Ganti rugi hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan untuk tanah yang dipergunakan
secara langsung oleh pemegang Perizinan Berusaha
@@ -9065,7 +8474,7 @@ berikut:
Pasal 32
(1) Penetapan dan tata cara pembayaran ganti rugi hak
atas tanah atau kompensasi sebagaimana dimaksud
-275
+214
dalam Pasal 30 dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi
@@ -9078,15 +8487,19 @@ Pasal 33
(1) Harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga
listrik ditetapkan berdasarkan prinsip usaha yang
sehat.
-(2) Pemerintah memberikan persetujuan atas harga jual
-tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik.
+(2) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas
+harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga
+listrik berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
24. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 34
-(1) Pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik untuk
-konsumen.
+(1) Pemerintah Pusat menetapkan tarif tenaga listrik
+untuk konsumen dengan persetujuan Dewan
+Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
+dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional,
daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan
tenaga listrik.
@@ -9097,10 +8510,10 @@ berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha.
berikut:
Pasal 35
Pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan tenaga listrik
-dilarang menerapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen
-276
+dilarang menerapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen
yang tidak sesuai dengan penetapan Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
+215
26. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 37
@@ -9116,8 +8529,8 @@ memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan.
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan
kondisi:
a. andal dan aman bagi instalasi;
-b. aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk
-hidup lainnya; dan
+b. aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup
+lainnya; dan
c. ramah lingkungan.
(3) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
@@ -9131,12 +8544,12 @@ memiliki sertifikat laik operasi.
memenuhi ketentuan standar nasional Indonesia.
(6) Setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan
wajib memiliki sertifikat kompetensi.
-277
(7) Ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan,
sertifikat laik operasi, standar nasional Indonesia, dan
sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
+216
28. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
@@ -9156,28 +8569,32 @@ Pemerintah.
29. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 46
-(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan
-terhadap usaha penyediaan tenaga listrik dalam hal:
+(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melakukan
+pembinaan dan pengawasan terhadap usaha
+penyediaan tenaga listrik dalam hal:
a. penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk
pembangkit tenaga listrik;
b. pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk
kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan
informatika;
c. pemenuhan kecukupan pasokan tenaga listrik;
-d. pemenuhan persyaratan keteknikan;
-278
+d. pemenuhan persyaratan keteknikan;
e. pemenuhan aspek perlindungan lingkungan hidup;
f. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam
negeri;
g. penggunaan tenaga kerja asing;
-h. pemenuhan tingkat mutu dan keandalan
-penyediaan tenaga listrik;
+h. pemenuhan tingkat mutu dan keandalan penyediaan
+tenaga listrik;
i. pemenuhan persyaratan perizinan;
-j. penerapan tarif tenaga listrik; dan
+j. penerapan tarif tenaga listrik; dan
+217
k. pemenuhan mutu jasa yang diberikan oleh usaha
penunjang tenaga listrik.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat:
+pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
+Daerah dapat:
a. melakukan inspeksi pengawasan di lapangan;
b. meminta laporan pelaksanaan usaha di bidang
ketenagalistrikan;
@@ -9187,175 +8604,126 @@ d. memberikan sanksi administratif terhadap
pelanggaran ketentuan Perizinan Berusaha.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan keteknikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
-Pusat dibantu oleh inspektur ketenagalistrikan
-dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
+dan/atau Pemerintah Daerah dibantu oleh inspektur
+ketenagalistrikan dan/atau Penyidik Pegawai Negeri
+Sipil.
(4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan
pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) kepada pemerintah daerah.
+pada ayat (1) kepada Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-30. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 47
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-279
-tanggungjawabnya dibidang ketenagalistrikan diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-280
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat penegak
-hukum.
-31. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
+30. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 17 ayat (3),
-Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, Pasal 30 ayat (1), Pasal 33
-ayat (3), Pasal 35, Pasal 37, Pasal 42, atau Pasal 45
-ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
+dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Pasal 19 ayat (3),
+Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28,
+Pasal 30 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 35, Pasal 37,
+Pasal 42, Pasal 44 ayat (4) atau ayat (5), atau Pasal 45
+ayat (3) dikenai sanksi administratif.:
a. teguran tertulis;
-a. pembekuan kegiatan sementara; dan/atau
-281
-b. pencabutan izin usaha.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
+b. pembekuan kegiatan sementara;
+c. denda; dan/atau
+d. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(2) Setiap orang yang mendirikan bangunan atau
+membiarkan bangunan dan/atau menanam kembali
+tanaman, yang:
+218
+a. telah diberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 30 ayat (2) dan/atau kompensasi
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3);
+b. berpotensi masuk ke ruang bebas atau jarak bebas
+minimum jaringan tenaga listrik; atau
+c. berpotensi membahayakan keselamatan dan/atau
+mengganggu keandalan penyediaan tenaga listrik,
+dikenai sanksi administratif.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+31. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
(1) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum tanpa Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
-(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
-(dua miliar rupiah).
+(2) yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
+kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
+tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
+(tiga miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga
-listrik untuk kepentingan sendiri yang terhubung
-dengan jaringan tenaga listrik (on grid) tanpa Perizinan
-Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
-dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
-tahun dan denda paling banyak Rp4.000.000.000,00
-(empat miliar rupiah).
+listrik untuk kepentingan sendiri tanpa Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang
+mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
+Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan
+(K3L), dipidana dengan pidana denda paling banyak
+Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang menjual kelebihan tenaga listrik
untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum tanpa
-persetujuan dari Pemerintah Pusat atau pemerintah
-daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3)
+persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah
+Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
+yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
+kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
-33. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
+219
+32. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan
ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-44 ayat (1) yang mengakibatkan matinya seseorang
-282
-karena tenaga listrik dipidana dengan pidana penjara
+44 ayat (1) yang mengakibatkan matinya seseorang
+karena tenaga listrik, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
-banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
+banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh pemegang Perizinan Berusaha
-penyediaan tenaga listrik atau pemegang Perizinan
-Berusaha dipidana dengan pidana penjara paling lama
-10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
-Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
+penyediaan tenaga listrik dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
+paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
+ratus juta rupiah).
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
-pemegang Perizinan Berusah penyediaan tenaga listrik
-atau pemegang izin operasi juga diwajibkan untuk
-memberi ganti rugi kepada korban.
+pemegang Perizinan Berusaha penyediaan tenaga listrik
+diwajibkan untuk memberi ganti rugi kepada korban.
(4) Penetapan dan tata cara pembayaran ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
-sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundangundangan.
-34. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 52
-(1) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga
-listrik yang tidak memenuhi kewajiban terhadap yang
-berhak atas tanah, bangunan, dan tanaman
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
-(lima) tahun.
-(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dapat dikenai sanksi tambahan berupa pencabutan
-Perizinan Berusaha.
-283
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+33. Di antara Pasal 50 dan Pasal 51 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 51A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 51A
+Setiap orang yang mendirikan bangunan atau membiarkan
+bangunan dan/atau menanam kembali tanaman, yang
+telah:
+a. diberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 30 ayat (2) dan/atau kompensasi sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3);
+b. masuk ke ruang bebas atau jarak bebas minimum
+jaringan tenaga listrik; dan/atau
+c. membahayakan keselamatan dan/atau mengganggu
+keandalan penyediaan tenaga listrik,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
+dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
+rupiah).
+34. Ketentuan Pasal 52 dihapus.
+220
35. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 54
(1) Setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga
listrik tanpa sertifikat laik operasi sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) dikenai pidana
-penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
-banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
-(2) Ketentuan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) tidak berlaku untuk instalasi listrik rumah
-tangga masyarakat.
-(3) Setiap orang yang mengedarkan atau
-memperjualbelikan peralatan dan pemanfaat tenaga
-listrik yang tidak sesuai dengan standar nasional
-Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
-(5) dikenai sanksi administratif.
+dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) yang mengakibatkan
+timbulnya korban, dipidana dengan pidana penjara
+paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
+Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
+(2) Dalam hal instalasi listrik rumah tangga masyarakat
+dioperasikan tanpa sertifikat laik operasi, dampak yang
+timbul akibat ketiadaan sertifikat laik operasi menjadi
+tanggung jawab penyedia tenaga listrik.
Paragraf 6
Ketenaganukliran
-Pasal 44
+Pasal 43
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
pelaku usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
sektor Ketenaganukliran, beberapa ketentuan dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
@@ -9364,7 +8732,6 @@ Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676)
diubah:
1. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
Pasal 2A yang berbunyi sebagai berikut:
-284
Pasal 2A
Pemerintah Pusat berwenang memberikan Perizinan
Berusaha terkait ketenaganukliran.
@@ -9376,10 +8743,10 @@ berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Presiden, yang bertugas melaksanakan
pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir.
+221
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Badan Pengawas menyelenggarakan
-peraturan dan kewenangan lain yang ditugaskan oleh
-Presiden.
+peraturan, perizinan, dan inspeksi.
3. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 9
@@ -9388,34 +8755,41 @@ Pasal 9
pertambangan Bahan Galian Nuklir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bahan galian nuklir
-diatur dengan Peraturan Pemerintah
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4. Di antara Pasal 9 dan 10 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
Pasal 9A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9A
(1) Pemerintah Pusat dapat menetapkan badan usaha yang
melakukan kegiatan pertambangan Bahan Galian
Nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
-(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+(2) Kegiatan pertambangan, sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1), dapat dilakukan oleh badan usaha milik
+negara yang bekerja sama dengan sesama badan usaha
+milik swasta.
+(3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
-285
-(3) Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-termasuk pertambangan yang menghasilkan mineral
-ikutan radioaktif.
-(4) Badan usaha pemegang Perizinan Berusaha terkait
-pertambangan mineral dan batubara yang
-menghasilkan Mineral Ikutan Radioaktif sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) wajib mengolah dan/atau
-menyimpan sementara Mineral Ikutan Radioaktif sesuai
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(4) Pertambangan Bahan Galian Nuklir sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) termasuk pertambangan yang
+menghasilkan mineral ikutan radioaktif.
+(5) Badan usaha terkait pertambangan mineral dan
+batubara yang menghasilkan Mineral Ikutan Radioaktif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memiliki
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+(6) Dalam hal orang perseorangan ataupun badan usaha
+menemukan Mineral Ikutan Radioaktif wajib
+mengalihkan kepada Negara atau Badan Usaha Milik
+Negara sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertambangan Bahan
+Galian Nuklir dan Mineral Ikutan Radioaktif diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+222
5. Ketentuan Pasal 10 dihapus.
6. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir
-dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
+dilaksanakan oleh Badan Pengawas.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui peraturan, perizinan, dan
inspeksi.
@@ -9430,18 +8804,9 @@ Peraturan Pemerintah.
instalasi nuklir lainnya serta dekomisioning reaktor
nuklir wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
-(3) Dalam hal kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembangunan,
-286
-pengoperasian reaktor nuklir, dan instalasi nuklir
-lainnya serta dekomisioning reaktor nuklir
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
-instansi Pemerintah Pusat harus memperoleh
-persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan
-Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 18 dihapus.
9. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -9452,6 +8817,7 @@ Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai inspeksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
+223
10. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
@@ -9459,30 +8825,30 @@ Pasal 25
lestari limbah radioaktif tingkat tinggi.
(2) Penentuan tempat penyimpanan lestari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah
-Pusat.
+setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
+Rakyat Republik Indonesia.
11. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41
(1) Barang siapa membangun, mengoperasikan,
memanfaatkan dan/atau melakukan dekomisioning
-reaktor nuklir tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana
-287
+reaktor nuklir tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan
-pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
-denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
-rupiah)
+pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
+denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh
+miliar rupiah)
(2) Barang siapa melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) yang menimbulkan
kerugian nuklir dipidana dengan pidana penjara
-seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua
-puluh) tahun atau denda paling banyak
-Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-(3) Dalam hal tidak mampu membayar denda sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terpidana dipidana
-dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun.
+seumur hidup atau pidana penjara paling lama 15 (lima
+belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
+20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
+(3) Dalam hal terpidana tidak mampu membayar denda
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2),
+dipidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun.
Paragraf 7
Perindustrian
-Pasal 45
+Pasal 44
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
pelaku usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
kemudahan persyaratan investasi dari sektor Perindustrian,
@@ -9490,7 +8856,35 @@ beberapa ketentuan dalam Undang-Undang 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5492) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
+224
+1. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 15
+Pembangunan sumber daya Industri meliputi:
+a. pembangunan sumber daya manusia;
+b. pemanfaatan sumber daya alam;
+c. pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Industri;
+d. pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan
+inovasi;
+e. penyediaan sumber pembiayaan; dan
+f. penyediaan bahan baku dan/atau bahan penolong bagi
+industri.
+2. Diantara Pasal 48 dan Pasal 49 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 48A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 48A
+(1) Untuk menjaga kelangsungan proses produksi
+dan/atau pengembangan industri, Pemerintah
+memberikan kemudahan untuk mendapatkan bahan
+baku dan/atau bahan penolong sesuai rencana
+kebutuhan industri
+(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+termasuk kemudahan dalam mengimpor bahan baku
+dan/atau penolong untuk industri sesuai dengan
+rencana kebutuhan industri.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan untuk
+mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+3. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
(1) Pemerintah Pusat melakukan perencanaan,
@@ -9498,11 +8892,11 @@ pembinaan, pengembangan, dan pengawasan
Standardisasi Industri.
(2) Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud
SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara.
-288
(3) SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
-2. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
+225
+4. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 53
(1) Setiap Orang dilarang:
@@ -9518,7 +8912,7 @@ pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.
SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b untuk impor barang tertentu.
-3. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 57
(1) Penerapan SNI secara sukarela sebagaimana dimaksud
@@ -9531,15 +8925,15 @@ sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang
telah terakreditasi.
(3) Penilaian kesesuaian SNI, spesifikasi teknis, dan/atau
-pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib
-289
+pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi
-dan terdaftar oleh Pemerintah Pusat.
+dan ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
+226
+6. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 59
(1) Pemerintah Pusat mengawasi pelaksanaan seluruh
@@ -9549,8 +8943,8 @@ SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2) Dalam melaksanakan kewenangan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
-Pusat dapat bekerjasama dengan lembaga terakreditasi.
-5. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pusat dapat menunjuk lembaga terakreditasi.
+7. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 84
(1) Industri Strategis dikuasai oleh negara.
@@ -9566,7 +8960,6 @@ serta keamanan negara.
(3) Penguasaan Industri Strategis oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pengaturan kepemilikan;
-290
b. penetapan kebijakan;
c. pengaturan Perizinan Berusaha;
d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan
@@ -9579,6 +8972,7 @@ b. pembentukan usaha patungan antara Pemerintah
Pusat dan swasta; atau
c. pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
+227
(5) Penetapan kebijakan Industri Strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit meliputi:
a. penetapan jenis Industri Strategis;
@@ -9597,10 +8991,9 @@ objek vital nasional dan pengawasan distribusi.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri Strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
+8. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 101
-291
(1) Setiap kegiatan Industri wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Kegiatan usaha Industri sebagaimana dimaksud pada
@@ -9614,15 +9007,16 @@ a. melaksanakan kegiatan usaha Industri sesuai
dengan Perizinan Berusaha yang dimiliki; dan
b. menjamin keamanan dan keselamatan alat, proses,
hasil produksi, penyimpanan, serta pengangkutan.
-7. Ketentuan Pasal 102 dihapus.
-8. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
+9. Ketentuan Pasal 102 dihapus.
+228
+10. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 104
Setiap Perusahaan Industri yang memenuhi Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3)
dapat melakukan perluasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-9. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
+11. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 105
(1) Setiap kegiatan usaha Kawasan Industri wajib
@@ -9630,18 +9024,18 @@ memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Perusahaan Kawasan Industri wajib memenuhi standar
Kawasan Industri yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
-(3) Perusahaan Kawasan Industri dapat melakukan
-perluasan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-292
-10. Di antara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni, Pasal 105A yang berbunyi sebagai berikut:
+(3) Setiap Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan
+perluasan wajib memiliki Perizinan Berusaha dari
+pemerintah pusat.
+12. Di antara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) pasal
+baru yakni, Pasal 105A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105A
Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha kawasan industri
yang berada di kawasan ekonomi khusus dilakukan sesuai
-dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang
-kawasan ekonomi khusus.
-11. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
+kawasan ekonomi khusus yang ditetapkan dengan
+pemerintah pusat.
+13. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 106
(1) Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri
@@ -9651,10 +9045,12 @@ dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Perusahaan
Industri yang akan menjalankan Industri dan berlokasi
di daerah kabupaten/kota yang:
a. belum memiliki Kawasan Industri;
+229
b. telah memiliki Kawasan Industri tetapi seluruh
kaveling Industri dalam Kawasan Industrinya telah
-habis;
-c. zona industri dalam kawasan ekonomi khusus.
+habis; atau
+c. terdapat Kawasan Ekonomi Khusus yang memiliki
+zona industri.
(3) Pengecualian terhadap kewajiban berlokasi di Kawasan
Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
berlaku bagi:
@@ -9665,13 +9061,12 @@ b. Industri yang menggunakan Bahan Baku khusus
dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi
khusus.
(4) Perusahaan Industri yang dikecualikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) dan Perusahaan Industri
-293
+dimaksud pada ayat (2) dan Perusahaan Industri
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a wajib berlokasi di kawasan peruntukan Industri.
(5) Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
-12. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai
+14. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 108
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Perizinan
@@ -9681,7 +9076,7 @@ berlokasi di Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 serta tata cara pengenaan sanksi administratif
dan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 107 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-13. Ketentuan Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai
+15. Ketentuan Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 115
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam perencanaan,
@@ -9690,17 +9085,17 @@ pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan Industri.
ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
a. pemberian saran, pendapat, dan usul; dan/atau
b. penyampaian informasi dan/atau laporan.
+230
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta
masyarakat dalam pembangunan Industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 117 diubah sehingga berbunyi sebagai
+16. Ketentuan Pasal 117 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 117
(1) Pemerintah Pusat melaksanakan pengawasan dan
pengendalian terhadap kegiatan usaha Industri dan
kegiatan usaha Kawasan Industri.
-294
(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui pemenuhan
dan kepatuhan terhadap peraturan di bidang
@@ -9715,8 +9110,7 @@ a. sumber daya manusia Industri;
b. pemanfaatan sumber daya alam;
c. manajemen energi;
d. manajemen air;
-e. SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata
-cara;
+e. SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara;
f. Data Industri dan Data Kawasan Industri;
g. standar Industri Hijau;
h. standar Kawasan Industri;
@@ -9726,76 +9120,15 @@ j. keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil
produksi, penyimpanan, dan pengangkutan.
(4) Dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat
-dapat bekerja sama dengan lembaga terakreditasi.
+dapat menunjuk lembaga terakreditasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan
dan pengendalian usaha Industri dan usaha Kawasan
Industri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-15. Ketentuan Pasal 119 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 119
-295
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang perindustrian diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-296
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
+231
Paragraf 8
Perdagangan, Metrologi Legal, Jaminan Produk Halal, dan
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
-Pasal 46
-297
+Pasal 45
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
sektor perdagangan, metrologi legal, jaminan produk halal, dan
@@ -9814,11 +9147,7 @@ c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 295, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5604); dan
-d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
-Standardisasi dan Penilaian Kesesuian (Lembaran Negara
-Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584).
-Pasal 47
+Pasal 46
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -9826,7 +9155,6 @@ Indonesia Nomor 5512) diubah:
1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 6
-298
(1) Setiap Pelaku Usaha wajib menggunakan atau
melengkapi label berbahasa Indonesia pada Barang
yang diperdagangkan di dalam negeri.
@@ -9836,6 +9164,7 @@ administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan atau
kelengkapan label berbahasa Indonesia diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
+232
2. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 11
@@ -9851,7 +9180,7 @@ perbelanjaan, toko swalayan, dan perkulakan untuk
menciptakan kepastian berusaha dan hubungan kerja
sama yang seimbang antara pemasok dan pengecer
dengan tetap memperhatikan keberpihakan kepada
-koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah.
+koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
(2) Pengembangan, penataan, dan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
pengaturan Perizinan Berusaha, tata ruang, zonasi
@@ -9860,7 +9189,6 @@ kemitraan, dan kerja sama usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha,
tata ruang, dan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-299
4. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
@@ -9870,13 +9198,13 @@ untuk mendorong kelancaran Distribusi Barang yang
diperdagangkan di dalam negeri dan ke luar negeri.
(2) Setiap pemilik gudang wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(3) Setiap pemilik gudang yang tidak memenuhi Perizinan
+(3) Setiap pemilik gudang yang tidak memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai
sanksi administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+233
5. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
@@ -9892,10 +9220,7 @@ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan
administratif Barang sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan tata cara pengenaan sanksi administratif
-300
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
+(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
@@ -9917,6 +9242,7 @@ Pasal 30
(1) Pemerintah Pusat dapat meminta data dan/atau
informasi kepada Pelaku Usaha mengenai persediaan
Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting.
+234
(2) Pelaku Usaha dilarang melakukan manipulasi data
dan/atau informasi mengenai persediaan Barang
kebutuhan pokok dan/atau Barang penting.
@@ -9926,8 +9252,7 @@ Pasal 33
(1) Produsen atau Importir yang tidak memenuhi
ketentuan pendaftaran Barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) wajib menghentikan kegiatan
-Perdagangan Barang dan menarik Barang dari:
-301
+Perdagangan Barang dan menarik Barang dari:
1. distributor;
2. agen;
3. grosir;
@@ -9951,6 +9276,7 @@ Perdagangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(2) Setiap Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan
penetapan Barang dan/atau Jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
+235
10. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 38
@@ -9960,13 +9286,12 @@ Ekspor dan Impor.
(2) Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. peningkatan daya saing produk Ekspor Indonesia;
-302
b. peningkatan dan perluasan akses Pasar di luar
negeri;
c. peningkatan kemampuan Eksportir dan Importir
sehingga menjadi Pelaku Usaha yang andal; dan
d. peningkatan dan pengembangan produk invensi
-dan inovasi nasional yang diekspor ke luar negeri
+dan inovasi nasional yang diekspor ke luar negeri.
(3) Kebijakan Perdagangan Luar Negeri paling sedikit
meliputi:
a. peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah
@@ -9982,28 +9307,25 @@ nasional dari dampak negatif Perdagangan Luar
Negeri.
(4) Pengendalian Perdagangan Luar Negeri meliputi:
a. Perizinan Berusaha/persetujuan;
-b. Standar; dan
+b. standar; dan
c. pelarangan dan pembatasan.
11. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
(1) Ekspor Barang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang telah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+236
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-303
Pasal 43
(1) Eksportir bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
Barang yang diekspor.
(2) Eksportir yang tidak bertanggung jawab terhadap
Barang yang diekspor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
13. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
@@ -10022,15 +9344,12 @@ Barang yang diimpor.
(2) Importir yang tidak bertanggung jawab atas Barang
yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi administratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
15. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 47
-304
(1) Setiap Importir wajib mengimpor Barang dalam
keadaan baru.
+237
(2) Dalam hal tertentu Pemerintah Pusat dapat
menetapkan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak
baru.
@@ -10057,19 +9376,22 @@ sesuai dengan ketentuan pembatasan Barang untuk
diekspor.
(2) Importir dilarang mengimpor Barang yang tidak sesuai
dengan ketentuan pembatasan Barang untuk diimpor.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria barang yang
-dibatasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
-(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(3) Setiap Eksportir dan/atau Importir yang melakukan
+pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
+ayat (2) dikenai sanksi administratif.
+(4) Ketentuan mengenai kriteria barang yang dibatasi
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+238
19. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-305
Pasal 53
(1) Eksportir yang dikenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4)
terhadap Barang ekspornya dikuasai oleh negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Importir yang dikenai sanksi administratif sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 52 ayat (5) terhadap Barang
+dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) terhadap Barang
impornya wajib diekspor kembali, dimusnahkan oleh
Importir, atau ditentukan lain oleh Pemerintah Pusat.
20. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -10096,12 +9418,12 @@ b. daya saing produsen nasional dan persaingan
usaha yang sehat;
c. kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional;
dan/atau
-306
d. kesiapan infrastruktur lembaga penilaian
kesesuaian.
(5) Barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan
teknis secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) wajib dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian
+(1) wajib dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian
+239
atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh
Pemerintah Pusat.
(6) Barang yang diperdagangkan dan belum diberlakukan
@@ -10128,15 +9450,14 @@ ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Pemberlakuan SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi
secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek:
-1. keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
-lingkungan hidup;
-307
-2. daya saing produsen nasional dan persaingan
+a. keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
+lingkungan hidup;
+b. daya saing produsen nasional dan persaingan
usaha yang sehat;
-3. kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional;
-4. kesiapan infrastruktur lembaga penilaian
+c. kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional;
+d. kesiapan infrastruktur lembaga penilaian
kesesuaian; dan/atau
-5. budaya, adat istiadat, atau tradisi berdasarkan
+e. budaya, adat istiadat, atau tradisi berdasarkan
kearifan lokal.
(4) Jasa yang telah diberlakukan SNI, persyaratan teknis,
atau kualifikasi secara wajib sebagaimana dimaksud
@@ -10144,7 +9465,8 @@ pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan sertifikat
kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah Pusat.
(5) Jasa yang diperdagangkan dan memenuhi SNI,
persyaratan teknis, atau kualifikasi yang belum
-diberlakukan secara wajib dapat menggunakan
+diberlakukan secara wajib dapat menggunakan
+240
sertifikat kesesuaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa yang telah
@@ -10162,8 +9484,7 @@ yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum ada yang terakreditasi,
-Pemerintah Pusat dapat menunjuk lembaga penilaian
-308
+Pemerintah Pusat dapat menunjuk lembaga penilaian
kesesuaian dengan persyaratan dan dalam jangka
waktu tertentu.
(3) Lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud
@@ -10184,7 +9505,8 @@ dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik
wajib menyediakan data dan/atau informasi secara
lengkap dan benar.
(2) Setiap Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan
-Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem
+Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem
+241
elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penggunaan sistem elektronik sebagaimana dimaksud
@@ -10195,8 +9517,7 @@ Elektronik.
ayat (1) paling sedikit memuat:
a. identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai
produsen atau Pelaku Usaha Distribusi;
-b. persyaratan teknis Barang yang ditawarkan;
-309
+b. persyaratan teknis Barang yang ditawarkan;
c. persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang
ditawarkan;
d. harga dan cara pembayaran Barang dan/atau Jasa;
@@ -10228,7 +9549,7 @@ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa insentif
fiskal dan/atau nonfiskal dalam upaya meningkatkan
daya saing Ekspor Barang dan/atau Jasa produksi
dalam negeri.
-310
+242
(4) Pemerintah Pusat dalam melakukan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja
sama dengan pihak lain.
@@ -10247,39 +9568,54 @@ produk yang dipromosikan berasal dari luar negeri
wajib memperoleh persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(3) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran
dagang dan peserta pameran dagang yang tidak
-memenuhi Standar penyelenggaraan dan keikutsertaan
-dalam pameran dagang sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dikenai sanksi administratif.
+memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-27. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+27. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal
+baru yakni Pasal 77A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 77A
+(1) Pengenaan Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 17 ayat
+(2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (3),
+Pasal 37 ayat (2), Pasal 43 ayat (2), Pasal 46 ayat (2),
+Pasal 52 ayat (4), Pasal 57 ayat (7), Pasal 60 ayat (6),
+Pasal 63, Pasal 65 ayat (6), atau Pasal 77 ayat (3), dapat
+berupa:
+a. teguran tertulis;
+b. penarikan barang dari distribusi;
+c. penghentian sementara kegiatan usaha;
+d. penutupan Gudang;
+e. denda; dan/atau
+f. pencabutan perizinan berusaha.
+243
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+28. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan,
kemudahan dan keikutsertaan dalam Promosi Dagang
dalam rangka kegiatan pencitraan Indonesia diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-311
-28. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
+29. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 98
-(1) Pemerintah Pusat mempunyai wewenang melakukan
-pengawasan terhadap kegiatan Perdagangan.
-(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat menetapkan
-kebijakan pengawasan di bidang Perdagangan.
-(3) Kebijakan pengawasan di bidang Perdagangan diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-29. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai
+wewenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan
+Perdagangan.
+(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+30. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 99
-(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
-dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Pemerintah Pusat dalam melakukan pengawasan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
-wewenang melakukan:
+(1) Pemerintah Pusat dalam melakukan pengawasan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1)
+mempunyai wewenang melakukan:
a. pelarangan mengedarkan untuk sementara waktu
dan/atau perintah untuk menarik Barang dari
Distribusi atau menghentikan kegiatan Jasa yang
@@ -10287,17 +9623,17 @@ diperdagangkan tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
Perdagangan; dan/atau;
b. pencabutan Perizinan Berusaha.
-30. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
+31. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+244
Pasal 100
(1) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), Pemerintah Pusat
-menunjuk petugas pengawas di bidang Perdagangan.
-312
+dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), Pemerintah Pusat
+menunjuk petugas pengawas di bidang Perdagangan.
(2) Petugas pengawas di bidang Perdagangan dalam
melaksanakan pengawasan harus membawa surat
tugas yang sah dan resmi.
-(3) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+(3) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam melaksanakan kewenangannya paling sedikit
melakukan pengawasan terhadap:
a. Perizinan Berusaha di bidang Perdagangan;
@@ -10312,7 +9648,7 @@ kualifikasi secara wajib;
f. Perizinan Berusaha terkait gudang; dan
g. penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau
Barang penting.
-(4) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+(4) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam hal menemukan dugaan pelanggaran kegiatan di
bidang Perdagangan dapat:
a. merekomendasikan penarikan Barang dari
@@ -10325,98 +9661,90 @@ di bidang Perdagangan.
dimaksud pada ayat (3) ditemukan bukti awal dugaan
terjadi tindak pidana di bidang Perdagangan, petugas
pengawas melaporkannya kepada penyidik untuk
-ditindaklanjuti.
-313
-(6) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+ditindaklanjuti.
+(4) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam melaksanakan kewenangannya dapat
berkoordinasi dengan instansi terkait.
-31. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
+245
+32. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan
kegiatan Perdagangan dan pengawasan terhadap Barang
yang ditetapkan sebagai Barang dalam pengawasan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 103 dihapus.
33. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 104
(1) Setiap Pelaku Usaha yang tidak menggunakan atau
tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada
Barang yang diperdagangkan di dalam negeri
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
-(lima) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
+pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
+(sepuluh miliar rupiah).
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha
+dan/atau kegiatan berisiko rendah/sedang dikenai
+sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77A ayat
+(1).
+(3) Bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 77A ayat (1).
34. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 106
-Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha sebelum
-melakukan pemenuhan Perizinan Berusaha sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana
-314
-penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda
-paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
+(1) Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha
+Perdagangan tidak memiliki Perizinan Berusaha di
+bidang Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
+lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
+Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha
+dan/atau kegiatan berisiko rendah/sedang.
+246
+(3) Bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 77A ayat (1).
35. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 109
-(1) Produsen atau Importir yang memperdagangkan
-Barang terkait dengan keamanan, keselamatan,
-kesehatan, dan lingkungan hidup yang belum
-melakukan pendaftaran kepada Menteri sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
-(satu) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Produsen atau Importir yang memperdagangkan Barang
+terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
+lingkungan hidup yang tidak didaftarkan kepada
+Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
+ayat (1) yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
+terhadap K3L, dipidana dengan pidana penjara paling lama
+1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
+Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah).
36. Ketentuan Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 115
-(1) Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang
-dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik
-yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dikenai
-sanksi administratif denda paling banyak
-Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
-(dua belas) tahun.
-315
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang
+dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang
+tidak sesuai dengan data dan/atau informasi sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana
+denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
+rupiah).
37. Ketentuan Pasal 116 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 116
-(1) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran
-dagang dengan mengikutsertakan peserta dan/atau
-produk yang dipromosikan berasal dari luar negeri yang
-tidak mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 48
+Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran
+dagang dengan mengikutsertakan peserta dan/atau produk
+yang dipromosikan berasal dari luar negeri yang tidak
+mendapatkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
+pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
+miliar rupiah).
+Pasal 47
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
-1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik
+1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik
+247
Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3193) diubah:
1. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -10425,7 +9753,6 @@ Pasal 13
Pemerintah Pusat mengatur tentang:
a. pengujian dan pemeriksaan alat ukur, takar, timbang
dan perlengkapannya;
-316
b. pelaksanaan serta jangka waktu dilakukan tera dan
tera ulang; dan
c. tempat dan daerah dimana dilaksanakan tera dan tera
@@ -10437,11 +9764,11 @@ Pasal 17
(1) Setiap Pelaku Usaha yang membuat dan/atau
memperbaiki alat ukur, takar, timbang dan
perlengkapannya wajib memenuhi Perizinan Berusaha
-dari Pemerintah Pusat
+dari Pemerintah Pusat.
(2) Setiap Pelaku Usaha yang melakukan impor alat ukur,
takar, timbang dan perlengkapannya ke dalam wilayah
-Republik Indonesia harus memenuhi Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat
+Republik Indonesia harus memenuhi Perizinan Berusaha
+dari Pemerintah Pusat.
3. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
@@ -10452,12 +9779,12 @@ Peraturan Pemerintah.
berikut:
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai barang dalam keadaan
-terbungkus sebagai mana dimaksud dalam Pasal 22 dan
+terbungkus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan
Pasal 23 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 49
+248
+Pasal 48
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
-2014 tentang Jaminan Produk Halal (Lembaran Negara Republik
-317
+2014 tentang Jaminan Produk Halal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 295, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5604) diubah:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 10 diubah sehingga Pasal 1
@@ -10469,13 +9796,13 @@ dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk
kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta
barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau
dimanfaatkan oleh masyarakat.
-2. Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal
-sesuai dengan syariat Islam.
+2. Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan
+halal sesuai dengan syariat Islam.
3. Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH
adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan
Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan,
-penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan,
-dan penyajian Produk.
+penyimpanan, pengemasan, pendistribusian,
+penjualan, dan penyajian Produk.
4. Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat
atau menghasilkan Produk.
5. Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat JPH
@@ -10483,21 +9810,22 @@ adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu
Produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.
6. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang
selanjutnya disingkat BPJPH adalah badan yang
-dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.
+dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan
+JPH.
7. Majelis Ulama Indonesia yang selanjutnya disingkat
-MUI adalah wadah musyawarah para ulama, zuama, dan
-cendekiawan muslim.
+MUI adalah wadah musyawarah para ulama, zuama,
+dan cendekiawan muslim.
8. Lembaga Pemeriksa Halal yang selanjutnya disingkat
LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatan
pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan
-Produk.
-318
+Produk.
9. Auditor Halal adalah orang yang memiliki kemampuan
melakukan pemeriksaan kehalalan Produk.
10. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu
-Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa
-halal.
+Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan
+fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
11. Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.
+249
12. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan
usaha berbentuk badan hukum atau bukan badan
hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di
@@ -10508,44 +9836,36 @@ terhadap PPH.
hukum.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama.
-2. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
+2. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni
Pasal 4A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4A
(1) Untuk Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, kewajiban
bersertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-4 didasarkan pernyataan pelaku usaha Mikro dan
+4 didasarkan atas pernyataan pelaku usaha Mikro dan
Kecil.
(2) Pernyataan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) berdasarkan standar halal yang
-ditetapkan oleh BPJPH.
+dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar
+halal yang ditetapkan oleh BPJPH.
3. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 7
-(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud
+Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, BPJPH bekerja sama dengan:
a. kementerian dan/atau lembaga terkait;
b. LPH; dan
-319
c. MUI.
-(2) Selain bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), BPJPH dapat bekerja sama dengan Ormas Islam yang
-berbadan Hukum.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+4. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi
+sebagai berikut:
Pasal 10
-(1) Kerja sama BPJPH dengan MUI dan Ormas Islam yang
-berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-7 ayat (1) huruf c dan ayat (2) dilakukan dalam hal
-penetapan kehalalan Produk.
+(1) Kerja sama BPJPH dengan MUI sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 7 huruf c dilakukan dalam hal penetapan
+kehalalan Produk.
(2) Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diterbitkan MUI dan Ormas Islam yang
-berbadan hukum dalam bentuk Keputusan Penetapan
-Halal Produk.
-5. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+pada ayat (1) diterbitkan MUI dalam bentuk Keputusan
+Penetapan Halal Produk.
+250
+5. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi
+sebagai berikut:
Pasal 13
(1) Untuk mendirikan LPH sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, harus dipenuhi persyaratan:
@@ -10557,15 +9877,31 @@ dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium.
(2) Dalam hal LPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didirikan oleh masyarakat, LPH harus diajukan oleh
lembaga keagamaan Islam berbadan hukum
-320
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian LPH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 14 dihapus.
+6. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi
+sebagai berikut:
+Pasal 14
+(1) Auditor Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
+huruf c diangkat dan diberhentikan oleh LPH.
+(2) Pengangkatan Auditor Halal oleh LPH sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
+a. warga negara Indonesia;
+b. beragama Islam;
+c. berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu)
+di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri,
+biologi, farmasi, kedokteran, tata boga, atau
+pertanian;
+d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai
+kehalalan produk menurut syariat Islam; dan
+e. mendahulukan kepentingan umat di atas
+kepentingan pribadi dan/atau golongan.
7. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
-(1) Auditor Halal bertugas:
+Auditor Halal bertugas:
+251
a. memeriksa dan mengkaji Bahan yang digunakan;
b. memeriksa dan mengkaji proses pengolahan
Produk;
@@ -10574,12 +9910,9 @@ d. meneliti lokasi Produk;
e. meneliti peralatan, ruang produksi, dan
penyimpanan;
f. memeriksa pendistribusian dan penyajian Produk;
-g. memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha;
-dan
-h. melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau
-pengujian kepada LPH.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Auditor Halal diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+g. memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha; dan
+h. melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian
+kepada LPH.
8. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
@@ -10590,20 +9923,20 @@ berikut:
Pasal 22
(1) Pelaku Usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat,
dan alat PPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
-ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif.
-321
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
+ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai, kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
+administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
(1) Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 atau Pasal 26
ayat (2) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai, kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
+administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+252
11. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
@@ -10614,18 +9947,24 @@ b. menentukan tindakan perbaikan dan pencegahan;
c. mengoordinasikan PPH; dan
d. mendampingi Auditor Halal LPH pada saat
pemeriksaan.
-(2) Penyelia Halal ditetapkan oleh pimpinan perusahaan
+(2) Penyelia Halal harus memenuhi persyaratan:
+a. beragama Islam; dan
+b. memiliki wawasan luas dan memahami syariat
+tentang kehalalan.
+(3) Penyelia Halal ditetapkan oleh pimpinan perusahaan
dan dilaporkan kepada BPJPH.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelia Halal diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+(4) Dalam hal kegiatan usaha dilakukan oleh Pelaku Usaha
+mikro dan kecil, Penyelia Halal dapat berasal dari
+Organisasi Kemasyarakatan.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelia Halal diatur
+dalam Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 29
(1) Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku
Usaha kepada BPJPH.
(2) Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan
-dokumen:
-322
+dokumen:
a. data Pelaku Usaha
b. nama dan jenis Produk;
c. daftar Produk dan Bahan yang digunakan; dan
@@ -10635,6 +9974,7 @@ dilaksanakan paling lama 1 (satu) hari kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan
permohonan Sertifikat Halal diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
+253
13. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
@@ -10658,82 +9998,74 @@ usaha pada saat proses produksi.
(3) Dalam hal pemeriksaan Produk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdapat Bahan yang diragukan
kehalalannya, dapat dilakukan pengujian di
-laboratorium.
-323
-(4) Dalam pelaksanaan pemeriksaan di lokasi usaha
+laboratorium.
+(4) Dalam hal pemeriksaan produk sebagaimana dimaksud
+pada ayat (3) memerlukan tambahan waktu
+pemeriksaan, LPH dapat mengajukan perpanjangan
+waktu kepada BPJPH.
+(5) Dalam pelaksanaan pemeriksaan di lokasi usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha
wajib memberikan informasi kepada Auditor Halal.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pemeriksaan
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan
dan/atau pengujian kehalalan produk diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
15. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 32
(1) LPH menyerahkan hasil pemeriksaan dan/atau
-pengujian kehalalan Produk kepada MUI atau Ormas
-Islam yang berbadan hukum dengan tembusan yang
-dikirimkan kepada BPJPH.
+pengujian kehalalan Produk kepada MUI dengan
+tembusan yang dikirimkan kepada BPJPH.
+254
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan dan/atau pengujian
kehalalan Produk tidak sesuai standar yang dimiliki
oleh BPJPH, BPJPH menyampaikan pertimbangan
-kepada MUI atau Ormas Islam yang berbadan hukum
-yang ditunjuk untuk mengeluarkan fatwa.
+kepada MUI untuk mengeluarkan fatwa.
16. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
-(1) Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI dan
-dapat dilakukan oleh Ormas Islam yang berbadan
-hukum.
+(1) Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI.
(2) Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal.
-(3) Sidang Fatwa Halal memutuskan kehalalan produk
-paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak MUI atau Ormas
-Islam yang berbadan hukum menerima hasil
-pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari BPJPH.
+(3) Sidang Fatwa Halal sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) memutuskan kehalalan produk paling lama 3 (tiga)
+hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan
+dan/atau pengujian produk dari LPH.
(4) Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud
-pada ayat (2) disampaikan kepada BPJPH sebagai dasar
-penerbitan Sertifikat Halal.
-324
-17. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 34A
-Dalam hal produk yang dibuat berasal dari bahan yang
-sudah bersertifikat halal dan memenuhi standar proses
-produk halal berdasarkan pemeriksaan oleh LPH, BPJPH
-langsung menerbitkan sertifikat halal.
-18. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pada ayat (2) disampaikan oleh MUI kepada BPJPH
+sebagai dasar penerbitan Sertifikat Halal.
+17. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) dan Pasal 34A diterbitkan oleh BPJPH paling lama 1
-(satu) hari kerja terhitung sejak penetapan kehalalan
-produk.
-19. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) pasal
-baru yakni Pasal 35A yang berbunyi sebagai berikut:
+(satu) hari kerja terhitung sejak fatwa kehalalan Produk.
+18. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) Pasal
+yakni Pasal 35A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35A
-(1) Dalam hal LPH dan/atau MUI atau Ormas Islam yang
-berbadan hukum tidak dapat memenuhi batas waktu
-yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal,
-BPJPH mempunyai wewenang mengambil alih proses
-sertifikasi halal.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan BPJPH
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-20. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(1) Apabila LPH tidak dapat memenuhi batas waktu yang
+telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal maka
+LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi
+administrasi.
+(2) Apabila MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang
+telah ditetapkan dalam proses memberikan/
+menetapkan fatwa maka BPJPH dapat langsung
+menerbitkan sertifikat halal.
+255
+19. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai Label Halal diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-21. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
+20. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41
-325
(1) Pelaku Usaha yang mencantumkan Label Halal tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 38 dan Pasal 39 dikenai sanksi administratif .
-(2) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
-administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-22. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 38 atau Pasal 39 dikenai sanksi administratif .
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
+sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+21. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak
@@ -10751,73 +10083,60 @@ menerbitkan perpanjangan sertifikat halal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
perpanjangan Sertifikat Halal diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-23. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
+22. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44
(1) Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku
-Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.
+Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.
+256
(2) Dalam hal permohonan Sertifikasi Halal sebagaimana
-dimaksud ayat (1) diajukan oleh Pelaku Usaha Mikro
-dan Kecil, tidak dikenai biaya.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya Sertifikasi Halal
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-326
-24. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pelaku Usaha
+Mikro dan Kecil, tidak dikenai biaya.
+23. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
(1) Pelaku Usaha yang tidak melakukan registrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) dikenai
sanksi administratif.
-(2) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
-administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
+sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+24. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 53
+(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan
+JPH.
+(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dapat berupa :
+a. melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai JPH;
+b. pendampingan dalam proses produk halal;
+c. publikasi bahwa produk berada dalam proses
+pendampingan;
+d. pemasaran dalam jejaring ormas Islam berbadan
+hukum; dan
+e. pengawasan Produk Halal yang beredar.
+(3) Peran serta masyarakat berupa pengawasan Produk
+Halal yang beredar sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) huruf e berbentuk pengaduan atau pelaporan ke
+BPJPH.
25. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta
masyarakat dan pemberian penghargaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
+257
26. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 56
-(1) Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk
-yang telah memperoleh Sertifikat Halal sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
-(2) Dalam hal Pelaku Usaha tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 5 (lima) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 50
-Ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014
-tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuian (Lembaran
-327
-Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) diubah
-sehingga berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 64
-(1) Setiap orang yang dengan sengaja:
-a. membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian
-pada Barang dan/atau kemasan atau label di luar
-ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat; atau
-b. membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor
-SNI pada sertifikatnya,
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat)
-bulan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang
+telah memperoleh Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 25 huruf b dipidana dengan pidana penjara
+paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
+Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Paragraf 9
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
-Pasal 51
+Pasal 49
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
kemudahan persyaratan investasi dari sektor pekerjaan umum
@@ -10825,8 +10144,7 @@ dan perumahan rakyat, Undang-Undang ini mengubah,
menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa
ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
-dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik
-328
+dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5158);
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
@@ -10841,11 +10159,12 @@ d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6405).
-Pasal 52
+Pasal 50
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5158) diubah:
+258
1. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 26
@@ -10859,17 +10178,16 @@ Pasal 29
(1) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus
memenuhi standar.
-329
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
-(1) Pemerintah Pusat wajib memberikan kemudahan
-Perizinan Berusaha bagi badan hukum yang
-mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk
-MBR.
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
+memberikan kemudahan Perizinan Berusaha bagi
+badan hukum yang mengajukan rencana
+pembangunan perumahan untuk MBR.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
@@ -10882,28 +10200,50 @@ dan rumah mewah.
5. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 36
+259
(1) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian
-berimbang tidak dalam satu hamparan sebagaimana
-dimaksud pada Pasal 34 ayat (2), pembangunan rumah
-umum:
-a. dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota
-yang sama;
-b. dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota
-yang berbatasan.
+berimbang tidak dalam 1 (satu) hamparan,
+pembangunan rumah umum harus dilaksanakan
+dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota.
(2) Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun
dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat
-dikonversi dalam bentuk rumah susun umum.
-330
-(3) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud
+dikonversi dalam:
+a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam
+satu hamparan yang sama; atau
+b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.
+(3) Pengelolaan dana dari konversi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan oleh badan
+percepatan penyelenggaraan perumahan.
+(4) Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun
+dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat
+dikonversi dalam bentuk rumah susun umum.
+(5) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mempunyai akses menuju pusat
pelayanan atau tempat kerja.
-(4) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang
+(6) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
badan hukum yang sama.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan
perumahan dengan hunian berimbang diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
+6. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 40
+(1) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), Pemerintah dan/atau
+Pemerintah Daerah menugasi dan/atau membentuk
+lembaga atau badan yang menangani pembangunan
+perumahan dan permukiman sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+(2) Lembaga atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) bertanggung jawab:
+a. menyediakan rumah umum, rumah khusus, dan
+rumah negara;
+b. menyediakan tanah bagi perumahan; dan
+c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan
+pemastian kelayakan hunian.
+260
+7. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
(1) Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun
@@ -10918,54 +10258,86 @@ b. hal yang diperjanjikan;
c. Persetujuan Bangunan Gedung;
d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
dan
-e. keterbangunan perumahan.
+e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua
+puluh persen).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem perjanjian
pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan keterbangunan perumahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
+8. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-331
Pasal 53
(1) Pengendalian perumahan dilakukan mulai dari tahap:
a. perencanaan;
b. pembangunan; dan
c. pemanfaatan.
(2) Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dalam
-bentuk:
-a. perizinan;
+ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau
+pemerintah daerah sesuai norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
+dalam bentuk:
+a. Perizinan Berusaha atau Persetujuan;
b. penertiban; dan/atau
c. penataan.
+261
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-8. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
+9. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 55
+(1) Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan
+kemudahan yang diberikan Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah hanya dapat menyewakan dan/atau
+mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak
+lain, dalam hal:
+a. pewarisan; atau
+b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5
+(lima) tahun.
+(2) Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
+pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang
+ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah dalam bidang perumahan dan
+pemukiman.
+(3) Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus
+dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa
+memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian,
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berwenang
+mengambil alih kepemilikan rumah tersebut.
+(4) Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah Pusat
+atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) wajib didistribusikan kembali kepada MBR.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penujukkan dan
+pembentukan lembaga, kemudahan dan/atau bantuan
+pembangunan dan perolehan rumah MBR diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+10. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 107
(1) Tanah yang langsung dikuasai oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a yang
digunakan untuk pembangunan rumah, perumahan,
dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui
-pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang
+pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang
+262
melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan
kawasan permukiman.
(2) Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada penetapan lokasi atau
-kesesuian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
+persetujuan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
(3) Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat garapan
masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku
pembangunan perumahan dan permukiman selaku
pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi atas
seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan.
-332
(4) Dalam hal tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyelesaiannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-9. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
+11. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 109
(1) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
@@ -10973,49 +10345,113 @@ Pasal 109
rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.
(2) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh
bupati/wali kota.
-(3) Khusus untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi
-konsolidasi tanah ditetapkan oleh gubernur.
+(3) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
+Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi tanah ditetapkan
+oleh gubernur.
(4) Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
-memerlukan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
-10. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai
+memerlukan persetujuan Kesesuaian Kegiatan
+Pemanfaatan Ruang.
+12. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 114
(1) Peralihan atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf c dilakukan setelah
-badan hukum memperoleh Kesesuaian Kegiatan
-Pemanfaatan Ruang
+badan hukum memperoleh persetujuan Kesesuaian
+Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(2) Peralihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah
setelah tercapai kesepakatan bersama.
+263
(3) Pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.
(4) Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib
-didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota
-333
+didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
-11. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai
+13. Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu) BAB yakni
+BAB IXA sehingga berbunyi sebagai berikut:
+BAB IXA
+BADAN PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN
+Pasal 117A
+(1) Untuk mewujudkan penyediaan rumah umum yang
+layak dan terjangkau bagi MBR, Pemerintah Pusat
+membentuk badan percepatan penyelenggaraan
+perumahan.
+(2) Pembentukan badan percepatan penyelenggaraan
+perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+bertujuan untuk:
+a. mempercepat penyediaan rumah umum;
+b. menjamin bahwa rumah umum hanya dimiliki dan
+dihuni oleh MBR;
+c. menjamin tercapainya asas manfaat rumah umum;
+dan
+d. melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah
+umum dan rumah khusus.
+(3) Badan percepatan penyelenggaraan perumahan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi
+mempercepat penyelenggaraan perumahan dan kawasan
+permukiman.
+(4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (3), badan percepatan penyelenggaraan
+perumahan bertugas:
+a. melakukan upaya percepatan pembangunan
+perumahan.
+b. melaksanakan pengelolaan dana konversi dan
+pembangunan rumah sederhana serta rumah susun
+umum.
+264
+c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan
+pemastian kelayakan hunian.
+d. melaksanakan penyediaan tanah bagi perumahan.
+e. melaksanakan pengelolaan rumah susun umum dan
+rumah susun khusus serta memfasilitasi
+penghunian, pengalihan, dan pemanfaatan;
+f. melaksanakan pengalihan kepemilikan rumah umum
+dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah.
+g. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas
+sektor, termasuk dalam penyediaan prasarana,
+sarana, dan utilitas umum;
+h. melakukan pengembangan hubungan kerja sama di
+bidang rumah susun dengan berbagai instansi di
+dalam dan di luar negeri.
+Pasal 117B
+(1) Badan percepatan penyelenggaraan perumahan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117A terdiri atas:
+a. unsur pembina;
+b. unsur pelaksana; dan
+c. unsur pengawas.
+(2) Unsur pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+huruf c berjumlah 5 (lima) orang yang proses seleksi dan
+pemilihannya dilakukan oleh DPR.
+(3) Pembentukan badan percepatan penyelenggaraan
+perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
+(4) Unsur Pembina, unsur pelaksana, dan unsur pengawas
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
+Keputusan Presiden.
+14. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 134
Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan
perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi,
persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang
diperjanjikan, dan standar.
-12. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga berbunyi sebagai
+265
+15. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 150
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan perumahan dan
kawasan permukiman yang tidak memenuhi ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), 29
-ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2),
-Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (4), Pasal
-45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 49 ayat
-(2), Pasal 63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat (2), Pasal
-134, Pasal 135, Pasal 136, Pasal 137, Pasal 138, Pasal
-139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142, Pasal 143, Pasal
-144, Pasal 145, atau Pasal 146 ayat (1) dikenai sanksi
-administratif.
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal
+29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) atau ayat
+(2), Pasal 36 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 38 ayat (4),
+Pasal 45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), Pasal
+49 ayat (2), Pasal 63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat
+(2), Pasal 134, Pasal 135, Pasal 136, Pasal 137, Pasal
+138, Pasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142, Pasal
+143, Pasal 144, Pasal 145, atau Pasal 146 ayat (1)
+dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
@@ -11024,62 +10460,55 @@ c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan;
d. penghentian sementara atau penghentian tetap
pada pengelolaan perumahan;
-e. penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);
-334
+e. penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);
f. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam
jangka waktu tertentu;
-g. pembatasan kegiatan usaha;
-h. pembekuan Persetujuan Bangunan Gedung;
-i. pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung;
-j. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan
+g. membangun kembali perumahan sesuai dengan
+kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana,
+utilitas umum yang diperjanjikan, dan standar;
+h. pembatasan kegiatan usaha;
+i. pembekuan Persetujuan Bangunan Gedung;
+j. pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung;
+k. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan
rumah;
-k. perintah pembongkaran bangunan rumah;
-l. pembekuan Perizinan Berusaha;
-m. pencabutan Perizinan Berusaha;
-n. pengawasan;
-o. pembatalan Perizinan Berusaha;
-p. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka
+l. perintah pembongkaran bangunan rumah;
+m. pembekuan Perizinan Berusaha;
+n. pencabutan Perizinan Berusaha;
+o. pengawasan;
+p. pembatalan Perizinan Berusaha;
+q. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka
waktu tertentu;
-q. pencabutan insentif;
-r. pengenaan denda administratif; dan/atau
-s. penutupan lokasi.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
-tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-13. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai
+266
+r. pencabutan insentif;
+s. pengenaan denda administratif; dan/atau
+t. penutupan lokasi.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+16. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 151
-(1) Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan
-perumahan, yang tidak sesuai dengan kriteria,
-spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas
-umum yang diperjanjikan dan standar sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 134 dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
-miliar rupiah).
-(2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) pelaku dapat dijatuhi sanksi tambahan
-335
-berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan
-kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana,
-utilitas umum yang diperjanjikan, dan standar.
-14. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan
+perumahan, yang membangun perumahan tidak sesuai
+dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana,
+dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 134 yang mengakibatkan timbulnya
+korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
+keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana denda
+paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
+17. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 153
(1) Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian
atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan
hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan
perumahan atau Lisiba sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 136, dikenai sanksi administratif berupa denda
-denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
-rupiah).
-(2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan
-berupa pencabutan Perizinan Berusaha.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 53
+Pasal 136, dikenai sanksi administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
+sanksi administratif diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+Pasal 51
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
@@ -11087,26 +10516,32 @@ Republik Indonesia Nomor 5252) diubah:
1. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
+267
(1) Pembangunan rumah susun komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilaksanakan
oleh setiap orang.
(2) Pelaku pembangunan rumah susun komersial
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
-336
-menyediakan rumah susun umum sekurangkurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas
-lantai rumah susun komersial yang dibangun.
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
+menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20%
+(dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun
+komersial yang dibangun.
(3) Dalam hal pembangunan rumah susun umum
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dalam satu
-lokasi kawasan rumah susun komersial, pembangunan
-rumah susun umum:
-a. dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota
-yang sama;
-b. dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota
-yang berbatasan.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dalam 1
+(satu) lokasi kawasan rumah susun komersial
+pembangunan rumah susun umum dapat
+dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota
+yang sama.
+(4) Kewajiban menyediakan rumah susun umum paling
+sedikit 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) dapat dikonversi dalam bentuk dana
+untuk pembangunan rumah susun umum.
+(5) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
+dilaksanakan oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan
+Perumahan.
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban
menyediakan rumah susun umum sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam
-Peraturan Pemerintah.
+dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
+dalam Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
@@ -11117,19 +10552,26 @@ c. persyaratan ekologis.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pembangunan
rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+268
3. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 26
(1) Pemisahan rumah susun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) wajib dituangkan dalam bentuk
-gambar dan uraian.
-337
+gambar dan uraian.
(2) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan rumah
susun.
(3) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan dalam bentuk akta pemisahan yang
-disahkan oleh Pemerintah Pusat.
+disahkan oleh bupati/walikota sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(4) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
+akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
+disahkan oleh Gubernur sesuai dengan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
4. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
@@ -11144,23 +10586,36 @@ Pasal 29
(1) Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun
dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi dan
pemanfaatannya.
-(2) Dalam hal pembangunan dilakukan oleh Pemerintah,
-rencana fungsi dan pemantaatan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan
-dari Pemerintah Pusat.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana fungsi dan
-pemanfaatan pembangunan Rumah Susun diatur
-dalam Peraturan Pemerintah.
+(2) Rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan Perizinan
+Berusaha dari bupati/walikota sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah.
+(3) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
+rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud
+269
+pada ayat (2) harus mendapatkan Perizinan Berusaha
+dari Gubernur sesuai dengan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana fungsi dan
+pemanfaatan pembangunan Rumah Susun diatur dalam
+Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 30 dihapus.
7. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 31
(1) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah
-susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
-338
-harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
-Pusat.
-(2) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah
+susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
+harus memenuhi Perizinan Berusaha dari
+bupati/walikota sesuai norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
+pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah
+susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Gubernur sesuai
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
+(3) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mengurangi fungsi bagian bersama, benda bersama,
dan fungsi hunian.
@@ -11174,12 +10629,20 @@ diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 39
+270
(1) Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan
-sertifikat laik fungsi kepada Pemerintah Pusat setelah
+sertifikat laik fungsi kepada bupati/walikota setelah
menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan
rumah susun sepanjang tidak bertentangan dengan
-Persetujuan Bangunan Gedung.
-(2) Pemerintah Pusat menerbitkan sertifikat laik fungsi
+Persetujuan Bangunan Gedung sesuai norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
+(2) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
+Jakarta, permohonan sertifikat laik fungsi sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Gubernur
+sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(3) Pemerintah Daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi
setelah melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi
bangunan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
@@ -11190,8 +10653,7 @@ Pasal 40
rumah susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(2) Prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan:
-339
+dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan:
a. kemudahan dan keserasian hubungan dalam
kegiatan sehari-hari;
b. pengamanan jika terjadi hal yang membahayakan;
@@ -11204,6 +10666,7 @@ pelayanan minimal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
+271
12. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
@@ -11215,108 +10678,163 @@ setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status kepemilikan tanah;
b. Persetujuan Bangunan Gedung;
c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
-d. keterbangunan rumah susun;
+d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh
+persen); dan
e. hal yang diperjanjikan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keterbangunan rumah
-susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-13. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
+13. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 54
+(1) Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari
+pemerintah hanya dapat dimiliki atau disewa oleh MBR.
+(2) Setiap orang yang memiliki sarusun umum sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengalihkan
+kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal:
+a. pewarisan; atau
+b. perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka
+waktu 20 (dua puluh) tahun.
+(3) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
+hanya dapat dilakukan oleh badan pelaksana.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dan
+kriteria dan tata cara pemberian kemudahan
+kepemilikan sarusun umum sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
+14. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 56
-340
(1) Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan
operasional, pemeliharaan, dan perawatan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
+272
(2) Pengelolaan rumah susun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan oleh pengelola yang
berbadan hukum, kecuali rumah susun umum sewa,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
+harus mendaftar dan mendapatkan Perizinan Berusaha
+dari bupati/walikota sesuai dengan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(4) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
+Jakarta, badan hukum sebagaimana dimaksud pada
+ayat (3) harus mendaftar dan mendapatkan Perizinan
+Berusaha dari Gubernur sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+15. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 108
-(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 107 tidak menghilangkan tanggung jawab
-pemulihan.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-15. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 67
+(1) Dalam pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a,
+PPPSRS dapat bekerja sama dengan pelaku
+pembangunan rumah susun.
+(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis yang dibuat di
+hadapan pejabat yang berwenang berdasarkan prinsip
+kesetaraan.
+(3) Pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun umum
+dan rumah susun khusus dilaksanakan oleh Badan
+Pelaksana.
+16. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 109
-(1) Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial
-yang mengingkari kewajibannya untuk menyediakan
-rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua
-puluh persen) dari total luas lantai rumah susun
-komersial yang dibangun sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 97 dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
-miliar rupiah).
-341
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
-tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-16. Ketentuan Pasal 110 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 72
+(1) Untuk mewujudkan rumah susun yang layak dan
+terjangkau bagi MBR, Pemerintah Pusat membentuk
+Badan Pelaksana.
+(2) Penugasan atau membentuk Badan Pelaksana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
+:
+273
+a. mempercepat penyediaan rumah susun umum dan
+rumah susun khusus terutama di perkotaan;
+b. menjamin bahwa rumah susun umum hanya
+dimiliki dan dihuni oleh MBR;
+c. menjamin tercapainya asas manfaat rumah susun
+umum;
+d. melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah
+susun umum dan rumah susun khusus.
+(3) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mempunyai fungsi pelaksanaan pembangunan,
+pengalihan kepemilikan, dan distribusi rumah susun
+umum dan rumah susun khusus secara terkoordinasi
+dan terintegrasi.
+(4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (3), Badan Pelaksana bertugas:
+a. melaksanakan pembangunan rumah susun umum
+dan rumah susun khusus;
+b. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas
+sektor termasuk dalam penyediaan prasarana,
+sarana, dan utilitas umum;
+c. melaksanakan peningkatan rumah susun umum
+dan rumah susun khusus;
+d. melaksanakan penyediaan tanah untuk
+pembangunan rumah susun umum dan rumah
+susun khusus;
+e. memfasilitasi penghunian, pengalihan,
+pemanfaatan, serta pengelolaan rumah susun
+umum dan rumah susun khusus;
+f. melaksanakan verifikasi pemenuhan persyaratan
+terhadap calon pemilik dan/atau penghuni rumah
+susun umum dan rumah susun khusus; dan
+g. melakukan pengembangan dan kerjasama di
+bidang rumah susun dengan berbagai instansi di
+dalam atau di luar negeri.
+17. Ketentuan Pasal 73 dihapus.
+18. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 110
-(1) Pelaku pembangunan yang melanggar ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
-(empat) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-17. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 107
+Setiap orang yang menyelenggarakan rumah susun tidak
+memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+16 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat
+274
+(1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 51 ayat (3),
+Pasal 52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 66, Pasal
+74 ayat (1), Pasal 98, Pasal 100, atau Pasal 101 dikenai
+sanksi administratif.
+19. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 112
-(1) Setiap orang yang membangun rumah susun di luar
-lokasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 100 dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
-tahun.
-342
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-18. Ketentuan Pasal 113 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 108
+(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+107 dapat berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau
+kegiatan usaha;
+c. penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan
+pembangunan;
+d. penghentian sementara atau penghentian tetap pada
+pengelolaan rumah susun;
+e. pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung;
+f. pencabutan sertifikat laik fungsi;
+g. pencabutan SHM sarusun atau SKBG sarusun;
+h. perintah pembongkaran bangunan rumah susun;
+i. denda administratif; dan/atau
+j. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+(3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab
+pemulihan.
+20. Ketentuan Pasal 110 dihapus.
+21. Ketentuan Pasal 112 dihapus.
+22. Ketentuan Pasal 113 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 113
-(1) Setiap orang yang:
-a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang
-sudah ditetapkan; atau
-b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
-tahun.
-(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) mengakibatkan bahaya bagi nyawa orang atau
-barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
-Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-19. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang:
+a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah
+ditetapkan; atau
+275
+b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun,
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 menimbulkan
+korban terhadap manusia atau kerusakan barang, pelaku
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
+atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus
+lima puluh juta rupiah).
+23. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 114
Setiap pejabat yang:
@@ -11324,30 +10842,30 @@ a. menetapkan lokasi yang berpotensi menimbulkan
bahaya untuk pembangunan rumah susun; atau
b. mengeluarkan Persetujuan Bangunan Gedung rumah
susun yang tidak sesuai dengan lokasi peruntukan,
-343
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-20. Ketentuan Pasal 117 diubah sehingga berbunyi sebagai
+24. Ketentuan Pasal 117 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 117
(1) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 109 sampai dengan Pasal 116 dilakukan oleh
-badan hukum, maka selain pidana penjara dan denda
-terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan
-terhadap badan hukum berupa pidana denda dengan
-pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda terhadap
-orang.
+Pasal 109, Pasal 111, Pasal 115 atau Pasal 116
+dilakukan oleh badan hukum, maka selain pidana
+penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana
+dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa
+pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
+pidana denda terhadap orang.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa:
a. pencabutan Perizinan Berusaha; atau
b. pencabutan status badan hukum.
-Pasal 54
+Pasal 52
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6018) diubah:
+276
1. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
@@ -11357,7 +10875,6 @@ kewenangan:
a. mengembangkan struktur usaha Jasa Konstruksi;
b. mengembangkan sistem persyaratan usaha Jasa
Konstruksi;
-344
c. menyelenggarakan Perizinan Berusaha dalam
rangka registrasi badan usaha Jasa Konstruksi;
d. menyelenggarakan Perizinan Berusaha terkait Jasa
@@ -11390,11 +10907,11 @@ o. menjamin terciptanya persaingan yang sehat dalam
pasar Jasa Konstruksi;
p. mengembangkan segmentasi pasar Jasa Konstruksi
nasional;
-345
+277
q. memberikan pelindungan hukum bagi pelaku usaha
Jasa Konstruksi nasional yang mengakses pasar
Jasa Konstruksi internasional; dan
-r. Menyelenggarakan registrasi pengalaman badan
+r. menyelenggarakan registrasi pengalaman badan
usaha.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pemerintah Pusat memiliki
@@ -11423,7 +10940,6 @@ Jasa Konstruksi;
c. menyelenggarakan registrasi penilai ahli; dan
d. menetapkan penilai ahli yang teregistrasi dalam hal
terjadi Kegagalan Bangunan.
-346
(4) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan:
@@ -11433,6 +10949,7 @@ b. memberdayakan lembaga pendidikan dan pelatihan
kerja konstruksi nasional;
c. menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja
konstruksi strategis dan percontohan;
+278
d. mengembangkan sistem sertifikasi kompetensi
tenaga kerja konstruksi;
e. menetapkan standar remunerasi minimal bagi
@@ -11440,11 +10957,11 @@ tenaga kerja konstruksi;
f. menyelenggarakan pengawasan sistem sertifikasi,
pelatihan, dan standar remunerasi minimal bagi
tenaga kerja konstruksi;
-g. Menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi profesi
+g. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi profesi
dan lisensi bagi lembaga sertifikasi profesi;
-h. Menyelenggarakan registrasi tenaga kerja
+h. menyelenggarakan registrasi tenaga kerja
konstruksi;
-i. Menyelenggarakan registrasi pengalaman
+i. menyelenggarakan registrasi pengalaman
profesional tenaga kerja konstruksi serta lembaga
pendidikan dan pelatihan kerja di bidang
konstruksi;
@@ -11455,7 +10972,6 @@ melaksanakan tugas sertifikasi kompetensi kerja
yang belum dapat dilakukan lembaga sertifikasi
profesi yang dibentuk oleh asosiasi profesi atau
lembaga pendidikan dan pelatihan.
-347
(5) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf e, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan:
@@ -11476,6 +10992,7 @@ f. melindungi kekayaan intelektual atas material dan
peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi
hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri;
dan
+279
g. membangun sistem rantai pasok material,
peralatan, dan teknologi konstruksi.
(6) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
@@ -11489,7 +11006,6 @@ Jasa Konstruksi;
c. memfasilitasi penyelenggaraan forum Jasa
Konstruksi sebagai media aspirasi masyarakat Jasa
Konstruksi;
-348
d. memberikan dukungan pembiayaan terhadap
penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi Kerja; dan
e. meningkatkan partisipasi masyarakat yang
@@ -11505,25 +11021,136 @@ a. mengembangkan sistem informasi Jasa Konstruksi
nasional; dan
b. mengumpulkan data dan informasi Jasa Konstruksi
nasional dan internasional.
-2. Ketentuan Pasal 6 dihapus.
-3. Ketentuan Pasal 7 dihapus.
-4. Ketentuan Pasal 8 dihapus.
+2. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 6
+(1) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf a, gubernur sebagai wakil
+pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
+a. memberdayakan badan usaha Jasa Konstruksi;
+b. menyelenggarakan pengawasan proses pemberian
+Perizinan Berusaha;
+c. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa
+Konstruksi di provinsi;
+280
+d. menyelenggarakan pengawasan sistem rantai pasok
+konstruksi di provinsi; dan
+e. memfasilitasi kemitraan antara badan usaha Jasa
+Konstruksi di provinsi dengan badan usaha dari
+luar provinsi.
+(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf b, gubernur sebagai wakil
+Pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
+a. menyelenggarakan pengawasan pemilihan penyedia
+Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
+b. menyelenggarakan pengawasan Konstruksi; dan
+c. menyelenggarakan pengawasan tertib
+penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan Jasa
+Konstruksi di provinsi.
+(3) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf c, gubernur sebagai wakil
+Pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat memiliki kewenangan
+menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar
+Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
+Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan
+pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa
+Konstruksi kualifikasi kecil dan menengah.
+(4) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf d, gubernur sebagai wakil
+Pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat memiliki kewenangan
+menyelenggarakan pengawasan:
+a. Sistem Sertifikasi Kompetensi Kerja;
+b. pelatihan tenaga kerja konstruksi; dan
+c. upah tenaga kerja konstruksi.
+(5) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf e, gubernur sebagai wakil
+Pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
+a. menyelenggarakan pengawasan penggunaan
+material, peralatan, dan teknologi konstruksi;
+281
+b. memfasilitasi kerja sama antara institusi penelitian
+dan pengembangan Jasa Konstruksi dengan
+seluruh pemangku kepentingan Jasa Konstruksi;
+c. memfasilitasi pengembangan teknologi prioritas;
+d. menyelenggarakan pengawasan pengelolaan dan
+pemanfaatan sumber material konstruksi; dan
+e. meningkatkan penggunaan standar mutu material
+dan peralatan sesuai dengan Standar Nasional
+Indonesia.
+(6) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf f, gubernur sebagai wakil
+Pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
+a. memperkuat kapasitas kelembagaan masyarakat
+Jasa Konstruksi provinsi;
+b. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa
+Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab
+dalam pengawasan penyelenggaraan usaha Jasa
+Konstruksi; dan
+c. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa
+Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab
+dalam usaha penyediaan bangunan.
+(7) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf g, gubernur sebagai wakil
+Pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat memiliki kewenangan
+mengumpulkan data dan informasi Jasa Konstruksi di
+provinsi.
+3. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 7
+Kewenangan Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat pada sub-urusan Jasa Konstruksi
+meliputi:
+a. penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi; dan
+b. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi
+cakupan daerah provinsi.
+4. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 8
+282
+Kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat pada suburusan Jasa
+Konstruksi meliputi:
+a. penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi;
+b. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi
+cakupan daerah kabupaten/kota;
+c. penerbitan Perizinan Berusaha kualifikasi kecil,
+menengah, dan besar; dan
+d. pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan
+tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi.
5. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 9
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 5, Pemerintah Pusat dapat melibatkan
-masyarakat Jasa Konstruksi.
+dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pemerintah Pusat
+dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat dapat melibatkan masyarakat Jasa
+Konstruksi.
6. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan
kewenangan serta Perizinan Berusaha sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 9 diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
+dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 diatur
+dengan Peraturan Pemerintah
7. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-349
+berikut:
Pasal 20
(1) Kualifikasi usaha bagi badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 terdiri atas:
@@ -11535,6 +11162,7 @@ pada ayat (1) dilaksanakan melalui penilaian terhadap:
a. penjualan tahunan;
b. kemampuan keuangan;
c. ketersediaan tenaga kerja konstruksi; dan
+283
d. kemampuan dalam penyediaan peralatan
konstruksi.
(3) Kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
@@ -11549,14 +11177,40 @@ Pasal 26
(1) Setiap usaha orang perseorangan dan badan usaha
jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+memenuhi Perizinan Berusaha.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 27 dihapus.
-10. Ketentuan Pasal 28 dihapus.
-11. Ketentuan Pasal 29 dihapus.
-350
+9. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 27
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
+ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat kepada usaha orang
+perseorangan yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+10. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 28
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimasud dalam Pasal 26
+ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat kepada badan usaha yang
+berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+11. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 29
+(1) Perizinan Berusaha berlaku untuk melaksanakan
+kegiatan usaha Jasa Konstruksi di seluruh wilayah
+Republik Indonesia.
+284
+(2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 27 dan Pasal 28 membentuk peraturan di daerah
+mengenai Perizinan Berusaha.
12. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
@@ -11567,20 +11221,74 @@ ayat (1) diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan
registrasi oleh Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan
registrasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
13. Ketentuan Pasal 31 dihapus.
-14. Ketentuan Pasal 33 dihapus.
-15. Ketentuan Pasal 34 dihapus.
-16. Ketentuan Pasal 35 dihapus.
-17. Ketentuan Pasal 36 dihapus.
-18. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
+14. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 38
-(1) Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilakukan melalui
+Pasal 33
+(1) Kantor perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+32 huruf a wajib:
+a. berbentuk badan usaha dengan kualifikasi yang
+setara dengan kualifikasi besar;
+b. memenuhi Perizinan Berusaha;
+c. membentuk kerja sama operasi dengan badan
+usaha Jasa Konstruksi nasional berkualifikasi besar
+yang memenuhi Perizinan Berusaha;
+d. mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja
+Indonesia daripada tenaga kerja asing;
+e. menempatkan warga negara Indonesia sebagai
+pimpinan tertinggi kantor perwakilan;
+f. mengutamakan penggunaan material dan teknologi
+konstruksi dalam negeri;
+g. memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien,
+berwawasan lingkungan, serta memperhatikan
+kearifan lokal;
+h. melaksanakan proses alih teknologi; dan
+i. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+285
+(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) huruf b diberikan oleh Pemerintah Pusat sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
+(3) Kerja sama operasi sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) huruf c dilakukan dengan prinsip kesetaraan
+kualifikasi, kesamaan layanan, dan tanggung renteng.
+15. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 34
+(1) Ketentuan mengenai kerja sama modal sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 32 huruf b dilaksanakan sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
+(2) Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam
+rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 32 huruf b harus memenuhi persyaratan
+kualifikasi besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+20 ayat (1) huruf c.
+(3) Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam
+rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) wajib memenuhi Perizinan Berusaha.
+(4) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(3) diberikan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+16. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 35
+Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Perizinan
+Berusaha, tata cara kerja sama operasi, dan penggunaan
+lebih banyak tenaga kerja Indonesia, sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
+dan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 34 ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
+17. Ketentuan Pasal 36 dihapus.
+18. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 38
+(1) Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilakukan melalui
penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi.
(2) Penyelenggaraan Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau
melalui pengikatan Jasa Kontruksi.
+286
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
usaha Jasa Konstruksi yang dikerjakan sendiri atau
melalui pengikatan Jasa Konstruksi sebagaimana
@@ -11590,7 +11298,6 @@ Pemerintah.
20. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44
-351
Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat
(2) dilarang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi
pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa
@@ -11624,19 +11331,13 @@ perundang-undangan.
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-352
+287
(5) Lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sebagaimana
-dimaksud pada ayat (4) diregistrasi oleh Pemerintah
-Pusat.
-(6) Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
-melakukan registrasi terhadap lembaga pendidikan dan
-pelatihan kerja yang telah memenuhi Perizinan
-Berusaha dan/atau terakreditasi sesuai dengan
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi
-lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sebagaimana
-dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
+dimaksud pada ayat (4) memenuhi Perizinan Berusaha
+dari Pemerintah Pusat.
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
25. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 72
@@ -11648,15 +11349,14 @@ dibuktikan dengan tanda daftar pengalaman
profesional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah
+Peraturan Pemerintah.
26. Ketentuan Pasal 74 dihapus.
27. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 84
(1) Penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
-mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi.
-353
+mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi.
(2) Keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
satu lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat.
@@ -11670,17 +11370,22 @@ d. perguruan tinggi atau pakar yang memenuhi
kriteria; dan
e. asosiasi terkait rantai pasok konstruksi yang
terakreditasi.
-(4) Penyelenggaraan sebagian kewenangan yang dilakukan
+(4) Pengurus lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat
+(3) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat setelah
+288
+mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan
+Rakyat.
+(5) Penyelenggaraan sebagian kewenangan yang dilakukan
oleh lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(5) Biaya yang diperoleh dari masyarakat atas layanan
+(6) Biaya yang diperoleh dari masyarakat atas layanan
dalam penyelenggaraan sebagian kewenangan yang
dilakukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) merupakan penerimaan negara bukan pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
sebagian kewenangan Pemerintah Pusat yang
mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dan
pembentukan lembaga diatur dengan Peraturan
@@ -11688,50 +11393,15 @@ Pemerintah.
28. Ketentuan Pasal 89 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 89
-Setiap usaha orang perseorangan dan Badan Usaha Jasa
-Konstruksi yang tidak memiliki Perizinan Berusaha
-354
+Setiap orang yang tidak memiliki Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dikenai
-sanksi administratif.
-29. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 90
-(1) Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa
-Konstruksi tidak memiliki Sertifikat Badan Usaha
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
-dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
-Pemerintah.
-30. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 91
-Setiap badan usaha Jasa Konstruksi asing atau usaha orang
-perseorangan Jasa Konstruksi asing yang akan melakukan
-usaha Jasa Konstruksi tidak memenuhi ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dikenai sanksi
-administratif.
-31. Ketentuan Pasal 92 dihapus.
-32. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 94
-Setiap Pengguna Jasa yang menggunakan Penyedia Jasa
-yang terafiliasi untuk pembangunan kepentingan umum
-tanpa melalui tender, seleksi, atau katalog elektronik
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dikenai sanksi
-administratif.
-33. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 95
-355
-(1) Setiap Penyedia Jasa yang melanggar ketentuan
-pemberian pekerjaan utama sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 53 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-34. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sanksi administratif berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. denda administratif; dan/atau
+c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa
+Konstruksi.
+29. Ketentuan Pasal 92 dihapus.
+30. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 96
(1) Setiap Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa yang
@@ -11743,8 +11413,9 @@ a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan Konstruksi;
d. layanan Jasa pencantuman dalam daftar hitam;
-e. pembekuan izin; dan/ atau
-f. pencabutan izin.
+289
+e. pembekuan Perizinan Berusaha; dan/ atau
+f. pencabutan Perizinan Berusaha.
(2) Setiap Pengguna Jasa dan/ atau Penyedia Jasa yang
dalam memberikan pengesahan atau persetujuan
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
@@ -11754,31 +11425,18 @@ b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa
Konstruksi;
d. pencantuman dalam daftar hitam;
-e. pembekuan izin;
-f. pencabutan izin; dan/ atau
-g. pencabutan Sertifikat Badan Usaha untuk
-Penyedia Jasa Konstruksi.
-356
-35. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 97
-Setiap penilai ahli yang dalam melaksanakan tugasnya tidak
-menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-62 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
-36. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 98
-Penyedia Jasa yang tidak memenuhi kewajiban untuk
-mengganti atau memperbaiki Kegagalan Bangunan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dikenai sanksi
-administratif.
-37. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
+e. pembekuan Perizinan Berusaha;
+f. pencabutan Perizinan Berusaha; dan/ atau
+g. pencabutan Sertifikat Badan Usaha untuk Penyedia
+Jasa Konstruksi.
+31. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 99
(1) Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang
Jasa Konstruksi tidak memiliki Sertifikat Kompetensi
-Kerja dikenai sanksi administratif berupa
-pemberhentian dari tempat kerja.
+Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)
+tentang Jasa Konstruksi dikenai sanksi administratif
+berupa pemberhentian dari tempat kerja.
(2) Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang
mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak
memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana
@@ -11791,13 +11449,13 @@ Konstruksi.
Jasa Konstruksi yang memiliki Sertifikat Kompetensi
Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)
yang tidak berpraktek sesuai dengan standar
-kompetensi kerja nasional Indonesia, standar
-357
+kompetensi kerja nasional Indonesia, standar
internasional, dan atau standar khusus dikenakan
sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan sertifikat kompetensi kerja; dan/atau
+290
d. pencabutan sertifikat kompetensi kerja
(4) Setiap lembaga sertifikasi profesi yang tidak mengikuti
ketentuan pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana
@@ -11807,164 +11465,35 @@ a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan lisensi; dan/atau
d. pencabutan lisensi.
-38. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 100
-Setiap asosiasi profesi yang tidak melakukan kewajiban
-sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (6) dikenai
-sanksi administratif.
-39. Ketentuan Pasal 101 dihapus.
-40. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
+32. Ketentuan Pasal 101 dihapus.
+33. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 102
-Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 sampai
-dengan Pasal 101 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
-Pasal 55
+Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91,
+Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98,
+Pasal 99, dan Pasal 100 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
+Pasal 53
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
-2019 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
-358
+2019 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6405) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 21 diubah sehingga Pasal 1
-berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 1
-Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
-1. Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air
-yang terkandung di dalamnya.
-2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas,
-ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam
-pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan
-air laut yang berada di darat.
-3. Air Permukaan adalah semua Air yang terdapat pada
-permukaan tanah.
-4. Air Tanah adalah Air yang terdapat dalam lapisan tanah
-atau batuan di bawah permukaan tanah.
-5. Air Minum adalah air yang melalui pengolahan atau
-tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
-dapat langsung diminum.
-6. Sumber Air adalah tempat atau wadah Air alami dan/
-atau buatan yang terdapat pada, di atas, atau di bawah
-permukaan tanah.
-7. Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam Air
-dan/atau pada Sumber Air yang dapat memberikan
-manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
-penghidupan manusia serta lingkungannya.
-8. Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya
-merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
-mengevaluasi penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya
-Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian
-Daya Rusak Air.
-9. PoIa Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka
-dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau,
-359
-dan mengevaluasi kegiatan Konservasi Sumber Daya Air,
-Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian
-Daya Rusak Air.
-10. Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air adalah hasil
-Perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang
-diperlukan untuk menyelenggarakan Pengelolaan
-Sumber Daya Air.
-11. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah Pengelolaan
-Sumber Daya Air dalam satu atau lebih Daerah Aliran
-Sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang
-dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer
-persegi.
-12. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan
-yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
-anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
-menyimpan, dan mengalirkan Air yang berasal dari
-curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah, yang
-batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
-di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
-terpengaruh aktivitas daratan.
-13. Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi
-oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
-hidrogeologis, seperti pengimbuhan, pengaliran, dan
-pelepasan Air Tanah berlangsung.
-14. Konservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara
-keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan
-fungsi Sumber Daya Air agar senantiasa tersedia dalam
-kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
-kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya, baik
-pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
-15. Pendayagunaan Sumber Daya Air adalah upaya
-penatagunaan, penyediaan, penggunaan, dan
-360
-pengembangan Sumber Daya Air secara optimal agar
-berhasil guna dan berdaya guna.
-16. Daya Rusak Air adalah Daya Air yang merugikan
-kehidupan.
-17. Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk
-mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan
-kualitas lingkungan yang disebabkan oleh Daya Rusak
-Air.
-18. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk
-menentukan tindakan yang akan dilakukan secara
-terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai
-tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air.
-19. Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air adalah
-kegiatan yang meliputi pengaturan, pelaksanaan,
-perawatan, pemantauan, dan evaluasi untuk menjamin
-keberadaan dan kelestarian fungsi serta manfaat
-Sumber Daya Air dan prasarananya.
-20. Prasarana Sumber Daya Air adalah bangunan Air
-beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan
-Pengelolaan Sumber Daya Air, baik langsung maupun
-tidak langsung.
-21. Pengelola Sumber Daya Air adalah institusi yang diberi
-tugas dan tanggung jawab oleh Pemerintah Pusat dalam
-Pengelolaan Sumber Daya Air berdasarkan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
-22. Masyarakat Adat adalah masyarakat hukum adat
-dan/atau masyarakat tradisional yang hidup secara
-turun-temurun di wilayah geogralis tertentu dan diikat
-oleh identitas budaya, hubungan yang kuat dengan
-tanah, serta wilayah dan sumber daya alam di wilayah
-adatnya.
-23. Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dimiliki oleh
-Masyarakat Adat tertentu atas suatu wilayah tertentu
-361
-yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang
-meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan
-Air beserta isinya sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-24. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi,
-baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
-25. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
-yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
-Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
-dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-26. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
-penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
-pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
-kewenangan daerah otonom.
-27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
-pemerintahan di bidang Sumber Daya Air.
-28. Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air yang
-selanjutnya disingkat BJPSDA adalah biaya yang
-dikenakan, baik sebagian maupun secara keseluruhan,
-kepada pengguna Sumber Daya Air yang dipergunakan .
-untuk Pengelolaan Sumber Daya Air secara
-berkelanjutan.
-29. Sistem Penyediaan Air Minum adalah satu kesatuan
-sarana dan prasarana penyediaan air minum.
-2. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
+1. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 8
(1) Hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya oleh
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
merupakan kebutuhan pokok minimal sehari-hari.
(2) Selain hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya
-oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-362
+oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
negara memprioritaskan hak rakyat atas Air sebagai
berikut:
a. kebutuhan pokok sehari hari;
b. pertanian rakyat; dan
c. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha guna memenuhi kebutuhan pokok seharihari melalui Sistem Penyediaan Air Minum.
+291
(3) Dalam hal ketersediaan Air tidak mencukupi untuk
prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) pemenuhan Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari
@@ -11977,21 +11506,26 @@ kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik;
dan
b. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha lainnya yang telah ditetapkan Perizinan
-Berusaha yang menggunakan Sumber Daya Air.
-(5) Pemerintah Pusat menetapkan urutan prioritas
-pemenuhan Air pada Wilayah Sungai sesuai dengan
-kewenangannya berdasarkan ketentuan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
+Berusaha.
+(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat menetapkan urutan
+prioritas pemenuhan Air pada Wilayah Sungai sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat
+(4).
(6) Dalam menetapkan prioritas pemenuhan Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Pusat
-terlebih dahulu memperhitungkan keperluan Air untuk
-pemeliharaan Sumber Air dan lingkungan hidup.
+atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat terlebih dahulu memperhitungkan
+keperluan Air untuk pemeliharaan Sumber Air dan
+lingkungan hidup.
(7) Hak rakyat atas Air bukan merupakan hak kepemilikan
atas Air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk
memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota Air
sesuai dengan alokasi yang penetapannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-363
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Sumber
Daya Air untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari, pertanian rakyat, dan kebutuhan usaha guna
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem
@@ -12000,104 +11534,66 @@ ayat (2), serta untuk memenuhi kegiatan bukan usaha
untuk kepentingan publik dan kebutuhan usaha
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
+2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 9
+292
(1) Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya
Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Pemerintah
-Pusat diberi tugas dan wewenang untuk mengatur dan
-mengelola Sumber Daya Air.
+Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat diberi tugas dan wewenang
+untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air.
(2) Penguasaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
-pada ayat (l) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat
-dengan tetap mengakui Hak Ulayat Masyarakat Adat
-setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang
-tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
-4. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat
+dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat dengan tetap mengakui Hak Ulayat
+Masyarakat Adat setempat dan hak yang serupa
+dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan
+kepentingan nasional dan ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
+(3) Hak Ulayat dari Masyarakat Adat atas Sumber Daya Air
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui
+sepanjang kenyataannya masih ada dan telah diatur
+dengan Peraturan Daerah.
+3. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 10
-Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air,
-Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
-ayat (1) bertugas:
-a. menyusun kebijakan nasional Sumber Daya Air;
-b. menyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air,
-termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai
-tersebut;
-364
-c. menyusun Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air,
-termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai
-tersebut;
-d. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air, termasuk
-Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut.
-e. mengelola kawasan lindung Sumber Air;
-f. menyelenggarakan proses perizinan penggunaan
-Sumber Daya Air;
-g. mengembangkan dan mengelola Sistem Penyediaan Air
-Minum;
-h. menjamin penyediaan Air baku yang memenuhi
-kualitas untuk pemenuhan kebutuhan pokok minimal
-sehari-hari masyarakat;
-i. mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai
-satu kesatuan sistem;
-j. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban
-pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air;
-k. memberikan bantuan teknis dan bimbingan teknis
-dalam Pengelolaan Sumber Daya Air kepada
-Pemerintah Daerah;
-l. mengembangkan teknologi. di bidang Sumber Daya Air;
-m. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
-dan wewenang Pengelolaan Sumber Daya Air oleh
-Pemerintah Daerah;
-n. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
-dan wewenang pengembangan dan pengelolaan Sistem
-Penyediaan Air Minum;
-o. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
-dan wewenang pengembangan dan pengelolaan sistem
-irigasi; dan
-p. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar daerah
-dalam Pengelolaan Sumber Daya Air.
-365
-5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 12
+Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi tugas dan
+wewenang Pemerintah Daerah provinsi dan/atau
+Pemerintah Daerah kabupaten/ kota sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+4. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 11
-Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air,
-Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
-ayat (l) berwenang:
-a. menetapkan kebijakan nasional Sumber Daya Air;
-b. menetapkan status wilayah sungai;
-c. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air;
-d. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;
-e. menetapkan kawasan lindung Sumber Air;
-f. menetapkan zona konservasi Air Tanah pada Cekungan
-Air Tanah;
-g. menetapkan status daerah irigasi;
-h. mengatur, menetapkan, dan memberi persetujuan
-penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan
-usaha dan Perizinan Berusaha yang menggunakan
-Sumber Daya Air;
-i. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber
-Daya Air;
-j. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
-Pengelolaan Sumber Daya Air;
-k. membentuk Pengelola Sumber Daya Air;
-l. menetapkan nilai satuan BJPSDA dengan melibatkan
-para pemangku kepentingan terkait;
-m. menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam
-penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum; dan
-n. memungut, menerima, dan menggunakan BJPSDA.
-6. Ketentuan Pasal 12 dihapus.
-7. Ketentuan Pasal 13 dihapus.
-8. Ketentuan Pasal 14 dihapus.
-9. Ketentuan Pasal 15 dihapus.
-10. Ketentuan Pasal 16 dihapus.
-366
-11. Ketentuan Pasal 17 dihapus.
-12. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 17
+Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat memiliki tugas meliputi:
+a. membantu Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah
+Daerah dalam mengelola Sumber Daya Air di wilayah
+desa berdasarkan asas kemanfaatan umum dan dengan
+memperhatikan kepentingan desa lain;
+b. mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat desa
+dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya;
+c. ikut serta dalam menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas,
+293
+dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya
+Air; dan
+d. membantu Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam
+memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas
+Air bagi warga desa.
+5. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
(1) Sebagian tugas dan wewenang Pemerintah Pusat
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dan Pasal 11,
-dapat ditugaskan kepada Pengelola Sumber Daya Air.
+dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15,
+dan Pasal 16 dalam mengelola Sumber Daya Air yang
+meliputi satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada
+Pengelola Sumber Daya Air.
(2) Pengelola Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa unit pelaksana teknis
kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau badan
@@ -12109,108 +11605,19 @@ a. menetapkan kebijakan;
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air;
-e. menetapkan izin;
+e. menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan;
f. membentuk wadah kooordinasi;
g. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
h. membentuk Pengelola Sumber Daya Air; dan
i. menetapkan.nilai satuan BJPSDA.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan usaha milik
-negara/ badan usaha milik daerah di bidang
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Milik
+Negara/Badan Usaha Milik Daerah di bidang
Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-13. Ketentuan Pasal 20 dihapus.
-14. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 24
-367
-(1) Konservasi Sumber Daya Air ditujukan untuk menjaga
-kelangsungan keberadaan, daya dukung, daya
-tampung, dan fungsi Sumber Daya Air.
-(2) Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dilakukan Pemerintah Pusat berdasarkan
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(3) Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada Rencana
-Pengelolaan Sumber Daya Air melalui kegiatan:
-a. pelindungan dan pelestarian Sumber Air;
-b. pengawetan Air;
-c. pengelolaan kualitas Air; dan
-d. pengendalian pencemaran Air.
-(4) Pelindungan dan pelestarian Sumber Air sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) huruf a ditujukan untuk
-melindungi dan melestarikan Sumber Air beserta
-lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau
-gangguan yang disebabkan oleh daya alam dan yang
-disebabkan oleh tindakan manusia.
-(5) Pengawetan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
-huruf b ditujukan untuk memelihara keberadaan dan
-ketersediaan Air atau kuantitas Air sesuai dengan
-fungsi dan manfaatnya.
-(6) Pengelolaan kualitas Air sebagaimana dimaksud pada
-ayat (3) huruf c dilakukan dengan cara memperbaiki
-kualitas Air pada Sumber Air dan Prasarana Sumber
-Daya Air.
-(7) Pengendalian pencemaran Air sebagaimana dimaksud
-pada ayat (3) huruf d dilakukan dengan cara mencegah
-masuknya pencemaran Air pada Sumber Air dan
-Prasarana Sumber Daya Air.
-368
-(8) Kegiatan Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) menjadi salah satu acuan
-dalam Perencanaan tata ruang.
-15. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 31
-Dalam keadaan memaksa, Pemerintah Pusat mengatur dan
-menetapkan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c untuk
-kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi,
-dan pemenuhan prioritas penggunaan Sumber Daya Air.
-16. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 39
-(1) Pemerintah Pusat menyusun Pola Pengelolaan Sumber
-Daya Air untuk terselenggaranya Pengelolaan Sumber
-Daya Air yang dapat memberikan manfaat yang
-sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat.
-(2) Pola Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan Wilayah
-Sungai dengan prinsip keterpaduan antarsektor dan
-antarwilayah serta keterkaitan penggunaan antara Air
-Permukaan dan Air Tanah.
-(3) Pola Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) diuraikan lebih lanjut dalam
-Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air sebagai acuan
-pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air jangka
-panjang.
-(4) Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) merupakan acuan penyusunan
-program Pengelolaan Sumber Daya Air dan program
-kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian
-yang terkait.
-369
-(5) Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air merupakan
-dasar dan salah satu unsur dalam penyusunan,
-peninjauan kembali, dan/atau penyempurnaan
-rencana tata ruang wilayah.
-(6) Program Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana
-dimaksud pada ayat (4) merupakan acuan dalam
-penyusunan rencana kegiatan Pengelolaan Sumber
-Daya Air dan rencana kegiatan kementerian atau
-lembaga pemerintah nonkementerian yang terkait.
-(7) Pelaksanaan rencana kegiatan Pengelolaan Sumber
-Daya Air meliputi kegiatan konstruksi Prasarana
-Sumber Daya Air, kegiatan nonkonstruksi, serta
-kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air.
-(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Pola
-Pengelolaan Sumber Daya Air, Rencana Pengelolaan
-Sumber Daya Air, program Pengelolaan Sumber Daya
-Air, dan rencana kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan
-ayat (6), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-17. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
+6. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
+294
(1) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah sesuai
@@ -12220,57 +11627,30 @@ rencana kegiatan.
dan pelaksanaan nonkonstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan
melibatkan peran serta masyarakat.
-(3) Setiap Pelaku Usaha atas prakarsa sendiri dapat
-melaksanakan kegiatan konstruksi Prasarana Sumber
-370
-Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi setelah
-memenuhi Perizinan Berusaha untuk menggunakan
-sumber daya air dari Pemerintah Pusat.
-(4) Dalam hal kegiatan konstruksi prasarana Sumber Daya
-Air dan pelaksanaan nonkonstruksi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Instansi
-Pemerintah, Orang atau Kelompok Masyarakat yang
-bersifat nonkomersial harus memenuhi persetujuan
-dari Pemerintah Pusat
-(5) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
-dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan dengan: a.
-mengikuti norma, standar, prosedur, dan kriteria; b.
-memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal; dan c.
-mengutamakan keselamatan, kgamanan kerja, dan
-keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
-(6) Kewajiban memperoleh Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan persetujuan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan bagi
-kegiatan nonkonstruksi yang tidak mengakibatkan
-perubahan fisik pada Sumber Air.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan persetujuan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-18. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 41
-(1) Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya
-Air terdiri atas pemeliharaan Sumber Air serta operasi
-dan pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air.
-(2) Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya
-Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
-371
-pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
-untuk menjamin kelestarian fungsi serta manfaat
-Sumber Daya Air dan prasarananya.
-(3) Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya
-Air dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan dapat
-melibatkan peran serta masyarakat.
-(4) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan Prasarana
-Sumber Daya Air yang dibangun oleh Setiap Orang
-atau kelompok masyarakat menjadi tugas dan
-tanggung jawab pihak yang membangun.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Operasi
-dan Pemeliharaan Sumber Daya Air diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-19. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(3) Setiap Orang atau kelompok masyarakat atas prakarsa
+sendiri dapat melaksanakan kegiatan konstruksi
+Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan
+nonkonstruksi untuk kepentingan sendiri berdasarkan
+Persetujuan atau Perizinan Berusaha dari Pemerintah
+Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
+(4) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
+dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan dengan:
+a. mengikuti norma, standar, prosedur, dan kriteria;
+b. memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal; dan
+c. mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan
+keberlanjutan fungsi ekologis,
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+(5) Kewajiban memperoleh Persetujuan atau Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+dikecualikan bagi kegiatan nonkonstruksi yang tidak
+mengakibatkan perubahan fisik pada Sumber Air.
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persetujuan atau
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+7. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
(1) Pemantauan Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan
@@ -12278,6 +11658,7 @@ terhadap:
a. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air;
b. pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya
Air dan pelaksanaan nonkonstruksi; dan
+295
c. pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber
Daya Air.
(2) Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan
@@ -12288,28 +11669,39 @@ Pengelolaan Sumber Daya Air.
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
perbaikan penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya
Air.
-372
(4) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi Pengelolaan
Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
+dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau
+Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan dan
evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-20. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
+8. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44
(1) Penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c untuk kebutuhan
usaha dan kebutuhan bukan usaha dilakukan setelah
-memenuhi Perizinan Berusaha untuk menggunakan
-sumber daya air atau persetujuan penggunaan sumber
-daya air dari Pemerintah Pusat.
-(2) Perizinan Berusaha untuk menggunakan sumber daya
-air atau persetujuan penggunaan sumber daya air
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
-disewakan atau dipindahtangankan, baik sebagian
-maupun seluruhnya.
-21. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
+memenuhi Perizinan Berusaha atau persetujuan
+penggunaan sumber daya air
+(2) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan
+Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diberikan dengan memperhatikan fungsi kawasan dan
+kelestarian lingkungan hidup.
+(3) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan
+Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diberikan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
+Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
+(4) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan
+Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, baik
+sebagian maupun seluruhnya.
+296
+9. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
(1) Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
@@ -12322,7 +11714,6 @@ mengubah kondisi alami Sumber Air; dan/atau
2. penggunaannya diajukan untuk keperluan
kelompok yang memerlukan Air dalam jumlah
yang besar.
-373
b. Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
pemenuhan kebutuhan pertanian rakyat diperlukan
jika:
@@ -12330,16 +11721,27 @@ jika:
mengubah kondisi alami Sumber Air; dan/atau
2. penggunaannya untuk pertanian rakyat di luar
sistem irigasi yang sudah ada.
-c. Izin penggunaan Sumber Daya Air untuk
+c. Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
pemenuhan kebutuhan bagi kegiatan selain untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan
pertanian rakyat yang bukan merupakan kegiatan
usaha.
-22. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
+10. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
-(1) Pemberian Persetujuan atau Perizinan Berusaha untuk
-menggunakan Sumber Daya Air dilakukan secara ketat
+(1) Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat berupa
+penggunaan:
+a. Sumber Daya Air sebagai media;
+b. Air dan Daya Air sebagai materi;
+c. Sumber Air sebagai media; dan/atau
+d. Air, Sumber Air, dan/atau Daya Air sebagai media
+dan materi.
+(2) Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
+Perizinan Berusaha.
+297
+(3) Pemberian Perizinan Berusaha dilakukan secara ketat
dengan urutan prioritas:
a. pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari bagi
kelompok yang memerlukan Air dalam jumlah yang
@@ -12354,40 +11756,63 @@ e. kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik;
f. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha oleh badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan usaha milik desa; dan
-374
g. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha oleh badan usaha swasta atau perseorangan.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persetujuan atau
-Perizinan Berusaha untuk menggunakan Sumber Daya
-Air diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-23. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(4) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air
+untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) dapat diberikan untuk:
+a. titik atau tempat tertentu pada Sumber Air;
+b. ruas tertentu pada Sumber Air; atau
+c. bagian tertentu dari Sumber Air.
+(5) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air
+untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud pada
+ayat (4) dapat diberikan kepada:
+a. badan usaha milik negara;
+b. badan usaha milik daerah;
+c. badan usaha milik desa;
+d. koperasi;
+e. badan usaha swasta; atau
+f. perseorangan.
+11. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
-Perizinan Berusaha untuk menggunakan Sumber Daya Air
-yang menghasilkan produk berupa Air minum untuk
-kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada badan usaha
-milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha
-milik desa penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum.
-24. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air untuk
+kebutuhan usaha dengan menggunakan Air dan Daya Air
+sebagai materi sebagaimana, dimaksud dalam Pasal 49 ayat
+298
+(1) huruf b yang menghasilkan produk berupa Air minum
+untuk kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada badan
+usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan
+usaha milik desa penyelenggara Sistem Penyediaan Air
+Minum.
+12. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 51
-(1) Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha
-dapat diberikan kepada pihak swasta setelah
-memenuhi syarat tertentu dan ketat dalam Perizinan
-Berusaha untuk menggunakan Sumber Daya Air dari
-Pemerintah Pusat.
+(1) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air
+untuk kebutuhan usaha dapat diberikan kepada pihak
+swasta setelah memenuhi syarat tertentu dan ketat
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat ( 1) huruf f
+paling sedikit:
+a. sesuai dengan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
+dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;
+b. memenuhi persyaratan teknis administratif;
+c. mendapat persetujuan dari para pemangku
+kepentingan di kawasan Sumber Daya Air; dan
+d. memenuhi kewajiban biaya Konservasi Sumber
+Daya Air yang merupakan komponen dalam
+BJPSDA dan kewajiban keuangan lainnya sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
untuk menggunakan Sumber Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-25. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
+13. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 52
(1) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain
dilarang, kecuali untuk tujuan kemanusiaan.
(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-harus memenuhi persyaratan telah dapat terpenuhinya
-375
+harus memenuhi persyaratan telah dapat terpenuhinya
kebutuhan penggunaan Sumber Daya Air di Wilayah
Sungai yang bersangkutan serta daerah sekitarnya.
(3) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain
@@ -12396,135 +11821,58 @@ pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai
yang bersangkutan dan memperhatikan kepentingan
daerah di sekitarnya.
+299
(4) Rencana penggunaan Sumber Daya Air untuk negara
lain dilakukan melalui proses konsultasi publik oleh
-Pemerintah Pusat.
+Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
(5) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib
-mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-26. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
+mendapat Persetujuan dari Pemerintah Pusat
+berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Daerah dan
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+14. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 56
(1) Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan
-oleh Pemerintah Pusat.
+oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
+sesuai dengan kewenangannya terhadap Pengelolaan
+Sumber Daya Air berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
(2) Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan
Pengelolaan Sumber Daya Air diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-27. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 58
-(1) Pengguna Sumber Daya Air tidak dibebani BJPSDA jika
-menggunakan Sumber Daya Air untuk:
-a. pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari;
-b. pertanian rakyat;
-376
-c. kegiatan selain untuk memenuhi kebutuhan pokok
-sehari-hari dan pertanian rakyat yang bukan
-merupakan kegiatan usaha; dan
-d. kegiatan konstruksi pada Sumber Air yang tidak
-menggunakan Air.
-(2) Pengguna Sumber Daya Air selain sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) menanggung BJPSDA.
-(3) Pemerintah Pusat berhak atas hasil
-penerimaan BJPSDA yang dipungut dari para pengguna
-Sumber Daya Air.
-(4) BJPSDA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-dipergunakan untuk keberlanjutan Pengelolaan
-Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yang
-bersangkutan.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai BJPSDA sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-28. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 67
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang sumber daya air diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-377
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-378
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-29. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
+15. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 70
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja:
a. melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi
-pada Sumber Air tanpa memperoleh izin dari
-Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3);
+pada Sumber Air tanpa memperoleh Perizinan
+Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah
+Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
+(3);
b. menyewakan atau memindahtangankan, baik
sebagian maupun keseluruhan Perizinan Berusaha
-atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air
-untuk kebutuhan bukan usaha atau izin
-penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
-(4); atau
-c. melakukan penggunaan Sumber Daya Air untuk
-kebutuhan usaha tanpa Perizinan Berusaha atau
+atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air
+300
+untuk kebutuhan bukan usaha sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 44; atau
+c. melakukan penggunaan Sumber Daya Air tanpa
+Perizinan Berusaha untuk kebutuhan usaha atau
persetujuan penggunaan Sumber Daya Air
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2),
-379
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-30. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
+16. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 73
Setiap Orang yang karena kelalaiannya:
@@ -12541,7 +11889,7 @@ Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Paragraf 10
Transportasi
-Pasal 56
+Pasal 54
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
pelaku usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
kemudahan persyaratan investasi di sektor Transportasi,
@@ -12551,9 +11899,9 @@ a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025);
-380
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
-Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
+Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
+301
2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4722);
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
@@ -12564,7 +11912,7 @@ d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956).
-Pasal 57
+Pasal 55
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
@@ -12580,11 +11928,10 @@ Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu
terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan jalan
-menurut kelas jalan diatur dengan Pengaturan
+menurut kelas jalan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
2. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-381
Pasal 36
Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib
singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali
@@ -12593,6 +11940,7 @@ Perizinan Berusaha.
3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 38
+302
(1) Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan
fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan
keselamatan dan keamanan.
@@ -12600,11 +11948,16 @@ keselamatan dan keamanan.
meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.
(3) Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib
-melakukan pemeliharaan.
-(4) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas utama dan
-fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan ayat (3) dapat dikerjasamakan dengan pihak
-ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+melakukan pemeliharaan yang bekerjasama dengan
+usaha mikro dan kecil.
+(4) Fasilitas Terminal harus menyediakan tempat untuk
+kegiatan usaha mikro dan kecil paling sedikit 30% (tiga
+puluh persen).
+(5) Ketentuan mengenai kerjasama dengan usaha mikro
+dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
+penyediaan tempat untuk kegiatan usaha mikro dan
+kecil sebagaimana dimaksud ayat (4) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 39
@@ -12615,10 +11968,10 @@ pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan
digunakan untuk pelaksanaan pembangunan,
pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.
(3) Dalam hal Pemerintah Pusat sebagai penyelenggara
-terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
-pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan pihak
-382
-lain.
+Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
+pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan badan
+usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan
+usaha milik desa, dan swasta.
5. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
@@ -12626,31 +11979,37 @@ Pasal 40
a. rancang bangun;
b. buku kerja rancang bangun;
c. rencana induk Terminal; dan
+303
d. dokumen Amdal atau UKL-UPL yang telah
mencakup analisis mengenai dampak lalu lintas
(2) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga
-sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+ayat (1) dapat dikerjasamakan dengan badan usaha
+milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha
+milik desa, dan swasta sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
(3) Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan operasional Terminal.
-(4) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud pada
+(4) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) serta perencanaan dan pelaksanaan dalam
-pengoperasian terminal sebagaimana dimaksud pada
+pengoperasian Terminal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a dan huruf b dapat dikerjasamakan
-dengan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
+dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik
+daerah, badan usaha milik desa dan swasta sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
(1) Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat
diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan setelah
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
+atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
(2) Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik
Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
-dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia
-383
+dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia berupa:
a. usaha khusus perparkiran; atau
b. penunjang usaha pokok.
@@ -12663,6 +12022,7 @@ Jalan.
fasilitas Parkir, Perizinan Berusaha, persyaratan, dan
tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk
umum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+304
7. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
@@ -12674,8 +12034,9 @@ serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang
menyebabkan perubahan tipe.
(2) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat yang
-pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan pihak
-lain.
+pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan badan
+usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan
+usaha milik desa, dan swasta.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan pelaksanaan uji tipe
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
@@ -12683,8 +12044,7 @@ Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 53
-(1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
-384
+(1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum,
mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta
tempelan yang dioperasikan di Jalan.
@@ -12695,13 +12055,21 @@ Bermotor; dan
b. pengesahan hasil uji.
(3) Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
-dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan dapat
-dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga.
+dilaksanakan oleh:
+a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten /
+kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
+b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang
+mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah;
+atau
+305
+c. unit pelaksana pengujian swasta yang
+mendapatkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah.
9. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 60
(1) Bengkel umum Kendaraan Bermotor yang berfungsi
-untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor
+untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor,
wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
(2) Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan
kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala
@@ -12714,16 +12082,19 @@ dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(5) Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
+dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-385
10. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 78
(1) Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan
oleh lembaga yang mendapat Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan norma, standar, prosedur yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
@@ -12731,16 +12102,22 @@ Peraturan Pemerintah.
11. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 99
+306
(1) Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan,
Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan wajib dilakukan analisis mengenai dampak Lalu
-Lintas yang terintegrasi dengan Amdal atau UKL-UPL.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen amdal yang
-telah mencakup analisis mengenai dampak lalu lintas
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
+Lintas yang terintegrasi dengan analisis mengenai
+dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan
+lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan
+hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai lingkungan hidup.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen analisis
+mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya
+pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
+lingkungan hidup yang telah mencakup analisis
+mengenai dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 100 dihapus.
13. Ketentuan Pasal 101 dihapus.
14. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -12751,7 +12128,6 @@ dilarang:
a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah
ditentukan;
b. mengetem selain di tempat yang telah ditentukan;
-386
c. menurunkan Penumpang selain di tempat
pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa
alasan yang patut dan mendesak; dan/atau
@@ -12762,6 +12138,7 @@ berikut:
Pasal 162
(1) Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus
wajib:
+307
a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
sifat dan bentuk barang yang diangkut;
b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang
@@ -12784,7 +12161,6 @@ dan bentuk barang khusus yang diangkut.
16. Ketentuan Pasal 165 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 165
-387
(1) Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian
angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum
angkutan multimoda.
@@ -12796,13 +12172,14 @@ moda lain.
(3) Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara
sistem dan memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda,
-persyaratan, dan tata cara memperoleh Perizinan
-Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+(4) Ketentuan mengenai angkutan multimoda, persyaratan,
+dan tata cara memperoleh Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
17. Ketentuan Pasal 170 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 170
+308
(1) Alat penimbangan yang dipasang secara tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf
a dipasang pada lokasi tertentu.
@@ -12813,33 +12190,70 @@ Pemerintah Pusat.
(3) Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang
dipasang secara tetap serta sistem informasi
manajemen dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan
-dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga sesuai
+dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik
+negara, badan usaha milik daerah dan swasta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap
wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat
angkutan, dan asal tujuan.
-388
-18. Ketentuan Pasal 173 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 173 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 173
(1) Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan
angkutan orang dan/atau barang wajib memenuhi
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah sesuai norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan
ambulans; atau
b. pengangkutan jenazah.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
19. Ketentuan Pasal 174 dihapus.
20. Ketentuan Pasal 175 dihapus.
21. Ketentuan Pasal 176 dihapus.
22. Ketentuan Pasal 177 dihapus.
+309
23. Ketentuan Pasal 178 dihapus.
-24. Ketentuan Pasal 179 dihapus.
+24. Ketentuan Pasal 179 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 179
+(1) Perizinan Berusaha terkait penyelenggaraan angkutan
+orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 173 ayat (1) diberikan oleh:
+a. Pemerintah Pusat yang bertanggung jawab di
+bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
+Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang
+melayani:
+1. angkutan taksi yang wilayah operasinya
+melampaui 1 (satu) daerah provinsi;
+2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau
+3. angkutan pariwisata.
+b. gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah
+operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah
+kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
+c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk
+angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu
+yang wilayah operasinya berada dalam wilayah
+Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; dan
+d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan
+tertentu yang wilayah operasinya berada dalam
+wilayah kabupaten/kota sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
+persyaratan pemberian Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
25. Ketentuan Pasal 180 dihapus.
+310
26. Ketentuan Pasal 185 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 185
@@ -12849,10 +12263,24 @@ tertentu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi
angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-27. Ketentuan Pasal 220 diubah sehingga berbunyi sebagai
+27. Ketentuan Pasal 199 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 199
+(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal
+186, Pasal 187, Pasal 189, Pasal 192, atau Pasal 193
+dikenai sanksi administratif berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. denda administratif;
+c. pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau
+d. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+28. Ketentuan Pasal 220 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 220
-389
(1) Rancang bangun Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) huruf a dan
pengembangan riset dan rancang bangun Kendaraan
@@ -12861,12 +12289,13 @@ dilakukan oleh:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah;
c. badan hukum;
+311
d. lembaga penelitian; dan/atau
e. perguruan tinggi.
(2) Rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapatkan pengesahan dari Pemerintah
Pusat.
-28. Ketentuan Pasal 222 diubah sehingga berbunyi sebagai
+29. Ketentuan Pasal 222 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 222
(1) Pemerintah Pusat wajib mengembangkan industri dan
@@ -12875,202 +12304,320 @@ Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
(2) Pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan secara terpadu
-dengan dukungan semua sektor terkait.
+dengan dukungan semua sektor terkait
(3) Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan
pengesahan dari Pemerintah Pusat.
-29. Ketentuan Pasal 308 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 308
-Setiap orang yang menyelenggarakan angkutan orang
-dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173
-ayat (1) tanpa memiliki Perizinan Berusaha, dipidana
-390
-dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau
-denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
-Pasal 58
+30. Ketentuan Pasal 308 dihapus.
+Pasal 56
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722) diubah:
1. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+Pasal 24
(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
-terkait prasarana perkeretapian umum dari Pemerintah
-Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Perizinan Berusaha
+terkait prasarana perkeretapian umum.
+(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diberikan berdasarkan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
+meliputi:
+a. Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan
+prasarana perkeretaapian umum yang jaringan
+jalurnya melintasi batas wilayah provinsi;
+312
+b. pemerintah provinsi untuk penyelenggaraan
+prasarana perkeretaapian umum yang jaringan
+jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota
+dalam satu provinsi setelah mendapat persetujuan
+dari Pemerintah Pusat; dan
+c. pemerintah kabupaten/ kota untuk
+penyelenggaraan perkeretaapian umum yang
+jaringan jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota
+setelah mendapat rekomendasi pemerintah provinsi
+dan persetujuan Pemerintah Pusat.
+(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Perizinan Berusaha
terkait prasarana perkeretaapian umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-2. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
+2. Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 24A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 24A
+Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
+perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1),
+dikenai sanksi administratif.
+3. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan
operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27, dikenai sanksi administratif.
-3. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
+4. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 32
(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana
perkeretaapian umum wajib memenuhi Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-391
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+Berusaha.
+(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diterbitkan berdasarkan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
+meliputi:
+a. Pemerintah Pusat untuk pengoperasian sarana
+perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya
+313
+melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah
+negara;
+b. pemerintah provinsi untuk pengoperasian sarana
+perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya
+melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
+provinsi; dan
+c. pemerintah kabupaten/kota untuk pengoperasian
+sarana perkeretaapian umum yang jaringan
+jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
terkait penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Di antara Pasal 32 dam Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 32A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 32A
+Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana
+perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
+dikenai sanksi administratif.
+6. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
(1) Penyelenggaraan perkeretaapian khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan oleh
badan usaha untuk menunjang kegiatan pokoknya.
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
-Pusat.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+wajib memenuhi Perizinan Berusaha.
+(3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) diberikan berdasarkan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
+meliputi:
+a. Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan
+perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
+melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah
+negara;
+b. pemerintah provinsi untuk penyelenggaraan
+perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
+melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
+provinsi setelah mendapat persetujuan dari
+Pemerintah Pusat; dan
+314
+c. pemerintah kabupaten/kota untuk penyelenggaraan
+perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
+dalam wilayah kabupaten/kota setelah mendapat
+rekomendasi pemerintah provinsi dan persetujuan
+Pemerintah Pusat.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
terkait perkeretaapian khusus diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
+7. Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 33A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 33A
+Penyelenggara perkeretaapian khusus yang tidak memenuhi
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
+ayat (2), dikenai sanksi administratif.
+8. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 77
Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenai
sanksi administratif.
-6. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
+9. Di antara Pasal 80 dam Pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 80A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 80A
+Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan
+Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat
+kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1),
+dikenai sanksi administratif.
+10. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 82
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dikenai
sanksi administratif.
-7. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
+315
+11. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 107
Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 dikenai
sanksi administratif.
-392
-8. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
+12. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 112
Apabila penyelenggara sarana perkeretaapian dalam
-melaksanakan pemeriksaan tidak menggunakan tenaga
-yang memiliki kualifikasi keahlian dan tidak sesuai dengan
-tata cara yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 111 dikenai sanksi administratif.
-9. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai
+melaksanakan pemeriksaan tidak menggunakan tenaga yang
+memiliki kualifikasi keahlian dan tidak sesuai dengan tata
+cara yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+111 dikenai sanksi administratif.
+13. Di antara Pasal 116 dam Pasal 117 disisipkan 2 (dua) pasal
+yakni Pasal 116A dan Pasal 116B sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 116A
+Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana
+Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1), dikenai
+sanksi administratif.
+Pasal 116B
+Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
+Sarana Perkeretaapian dengan Awak Sarana Perkeretaapian
+yang tidak memiliki sertifikat tanda kecakapan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) dikenai sanksi
+administratif.
+14. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 135
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak
menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda
-transportasi lain sampai stasiun tujuan atau tidak memberi
+transportasi lain sampai stasiun tujuan atau tidak memberi
+316
ganti kerugian senilai harga karcis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 134 ayat (4) dikenai sanksi administratif.
-10. Ketentuan Pasal 168 diubah sehingga berbunyi sebagai
+15. Ketentuan Pasal 168 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 168
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak
mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
-11. Ketentuan Pasal 186 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 186
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang perkeretapiaan diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-393
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, kereta api, atau
-hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-394
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat penegak
-hukum.
-12. Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai
+16. Di antara Pasal 185 dan Pasal 186 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 185A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 185A
+(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 24A, Pasal 28, Pasal 32A, Pasal 33A, Pasal
+77, Pasal 80A, Pasal 82, Pasal 107, Pasal 112, Pasal
+116A, Pasal 116B, Pasal 135, atau Pasal 168 dikenai
+sanksi administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+17. Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 188
-(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
+Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian umum yang tidak memiliki Perizinan
-Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
-(1) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-13. Ketentuan Pasal 190 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
+yang mengakibatkan timbulnya korban terhadap manusia
+dan/atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
+keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda
+paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
+18. Ketentuan Pasal 190 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 190
-(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana
-perkeretaapian umum yang tidak memiliki Perizinan
-Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
-(1) dikenai sanksi administratif.
-395
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 191 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana
+perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
+yang mengakibatkan timbulnya korban terhadap manusia
+317
+dan/atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
+keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda
+paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
+19. Ketentuan Pasal 191 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 191
-(1) Penyelenggara perkeretaapian khusus yang tidak
-memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda
-paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
+Jika tindakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 33A mengakibatkan timbulnya kecelakaan kereta api
+dan kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan
+pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
-(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) mengakibatkan kecelakaan kereta api dan
-kerugian bagi harta benda dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
-pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
-ratus juta rupiah).
-Pasal 59
+20. Ketentuan Pasal 195 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 195
+Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan
+Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat
+kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1)
+yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan
+menimbulkan korban, dipidana dengan pidana penjara
+paling lama 1 (satu) tahun.
+21. Ketentuan Pasal 196 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 196
+(1) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang
+mengoperasikan prasarana perkeretaapian dengan
+petugas yang tidak memiliki sertifikat kecakapan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) yang
+mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan
+menimbulkan korban, dipidana dengan pidana penjara
+paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling
+banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
+(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
+(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 5 (lima) tahun.
+318
+22. Ketentuan Pasal 203 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 203
+(1) Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
+sarana perkeretaapian tidak memiliki sertifikat
+kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116
+ayat (1) dan mengakibatkan kecelakaan kereta api serta
+kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 2 (dua) tahun.
+(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
+(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 5 (lima) tahun.
+23. Ketentuan Pasal 204 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 204
+(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang
+mengoperasikan Sarana Perkeretaapian dengan Awak
+Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat
+tanda kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+116 ayat (1) yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan
+dan menimbulkan korban, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
+paling banyak Rp250.000.000,00. (dua ratus lima
+puluh juta rupiah).
+(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
+(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 5 (lima) tahun.
+24. Ketentuan Pasal 210 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 210
+(1) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193 mengakibatkan
+luka berat bagi orang, Pelaku dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda
+319
+paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
+rupiah).
+(2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 193 mengakibatkan matinya orang, dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
+pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
+milyar rupiah).
+(3) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193, dilakukan oleh
+Badan Usaha Penyelenggara yang mengakibatkan luka
+berat bagi orang, dipidana dengan pidana denda paling
+banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
+(4) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193, dilakukan oleh
+Badan Usaha Penyelenggara yang mengakibatkan
+matinya orang, dipidana dengan pidana denda paling
+banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
+Pasal 57
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -13080,27 +12627,16 @@ berikut:
Pasal 5
(1) Pelayaran dikuasai oleh negara dan pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Pembinaan pelayaran sebagaimana dimaksud pada
+(2) Pembinaan Pelayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pengaturan;
b. pengendalian; dan
-396
c. pengawasan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pelayaran
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan Pelayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b,
dan huruf c diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-2. Di antara Pasal 8 dan 9 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal
-8A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 8A
-(1) Kapal Asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak
-termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau
-barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di
-wilayah peraian Indonesia sepanjang kapal berbendera
-Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan kapal
-asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
+320
+2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 9
(1) Kegiatan angkutan laut dalam negeri disusun dan
@@ -13117,54 +12653,152 @@ trayek.
(4) Jaringan trayek tetap dan teratur sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
-397
(5) Pengoperasian kapal pada trayek tidak tetap dan tidak
teratur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
oleh perusahaan angkutan laut nasional dan wajib
dilaporkan kepada Pemerintah Pusat.
-4. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 13
-(1) Kegiatan angkutan laut khusus dilakukan oleh badan
-usaha untuk menunjang usaha pokok untuk
+(1) Kegiatan angkutan laut khusus dilakukan oleh Badan
+Usaha untuk menunjang usaha pokok untuk
kepentingan sendiri dengan menggunakan kapal
berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan
kelaiklautan kapal dan diawaki oleh Awak Kapal
berkewarganegaraan Indonesia.
(2) Kegiatan angkutan laut khusus sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat.
+4. Diantara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 14A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 14A
+(1) Sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia,
+Kapal Asing dapat melakukan kegiatan khusus di
+wilayah perairan Indonesia yang tidak termasuk
+kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang.
+321
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan khusus yang
+dilakukan oleh kapal asing sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
Untuk melakukan kegiatan angkutan di perairan, orang
-perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha
+perseorangan warga negara Indonesia atau Badan Usaha
wajib memenuhi Perizinan Berusaha.
6. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
-(1) Perizinan Berusaha terkait angkutan di perairan
-diberikan oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Selain memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) untuk angkutan sungai dan
-danau kapal yang dioperasikan wajib memiliki
-persetujuan trayek.
-(3) Selain memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) untuk angkutan penyeberangan,
-398
-kapal yang dioperasikan wajib memiliki persetujuan
-pengoperasian kapal.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
+(1) Berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Perizinan
+Berusaha untuk angkutan laut diberikan oleh:
+a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi Badan
+Usaha yang berdomisili dalam wilayah
+kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas
+pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota;
+b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi Badan
+Usaha yang berdomisili dalam wilayah provinsi dan
+beroperasi pada lintas pelabuhan
+antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi; atau
+c. Pemerintah Pusat bagi Badan Usaha yang
+melakukan kegiatan pada lintas pelabuhan
+antarprovinsi dan internasional.
+(2) Berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Perizinan
+Berusaha untuk angkutan laut pelayaran-rakyat
+diberikan oleh:
+a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi orang
+perseorangan warga negara Indonesia atau Badan
+Usaha yang berdomisili dalam wilayah
+kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas
+pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota; atau
+b. gubernur yang bersangkutan bagi orang
+perseorangan warga negara Indonesia atau Badan
+Usaha yang berdomisili dan beroperasi pada lintas
+pelabuhan antarkabupaten/kota dalam wilayah
+provinsi, pelabuhan antarprovinsi, dan pelabuhan
+internasional.
+322
+(3) Berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Perizinan
+Usaha untuk angkutan sungai dan danau diberikan
+oleh:
+a. bupati/walikota sesuai dengan domisili orang
+perseorangan warga negara Indonesia atau Badan
+Usaha; atau
+b. Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
+untuk orang perseorangan warga negara Indonesia
+atau Badan Usaha yang berdomisili di Daerah
+Khusus Ibukota Jakarta.
+(4) Selain memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud pada ayat (3) untuk angkutan sungai dan
+danau kapal yang dioperasikan wajib memenuhi
+Perizinan Berusaha untuk trayek yang diberikan oleh:
+a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi kapal yang
+melayani trayek dalam wilayah kabupaten/kota;
+b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi kapal
+yang melayani trayek antarkabupaten/kota dalam
+wilayah provinsi; atau
+c. Pemerintah Pusat bagi kapal yang melayani trayek
+antarprovinsi dan/atau antarnegara,
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(5) Berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Perizinan
+Berusaha untuk angkutan penyeberangan diberikan
+oleh:
+a. bupati/walikota sesuai dengan domisili Badan
+Usaha; atau
+b. Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
+untuk Badan Usaha yang berdomisili di Daerah
+Khusus Ibukota Jakarta.
+(6) Selain memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud pada ayat (5) untuk angkutan
+penyeberangan, kapal yang dioperasikan wajib
+memenuhi Perizinan Berusaha untuk persetujuan
+pengoperasian kapal yang diberikan oleh:
+a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi kapal yang
+melayani lintas pelabuhan dalam wilayah
+kabupaten/kota;
+323
+b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi kapal
+yang melayani lintas pelabuhan
+antarkabupaten/kota dalam provinsi; dan
+c. Pemerintah Pusat bagi kapal yang melayani lintas
+pelabuhan antarprovinsi dan/atau antarnegara,
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
+ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam Peraturan
+Pemerintah.
7. Ketentuan Pasal 30 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 31
-Untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan
+(1) Untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat
diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di
perairan.
+(2) Usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
+a. bongkar muat barang;
+b. jasa pengurusan transportasi;
+c. angkutan perairan pelabuhan;
+d. penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan
+jasa terkait dengan angkutan laut;
+e. tally mandiri;
+f. depo peti kemas;
+g. pengelolaan kapal (ship management);
+h. perantara jual beli dan/atau sewa kapal;
+i. keagenan Awak Kapal (ship manning agency);
+j. keagenan kapal; dan
+k. perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and
+maintenance).
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha jasa terkait
+dengan angkutan di perairan diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+324
9. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 32
@@ -13172,7 +12806,11 @@ Pasal 32
31 dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan khusus
untuk penyelenggaraan usaha jasa terkait dengan
angkutan di perairan.
-(2) Selain Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu
+(2) Ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha jasa
+terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
+dengan peraturan perundang-undangan di bidang
+penanaman modal.
+(3) Selain Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kegiatan
angkutan perairan pelabuhan dapat dilakukan oleh
perusahaan angkutan laut nasional.
@@ -13180,49 +12818,91 @@ perusahaan angkutan laut nasional.
berikut:
Pasal 33
Badan Usaha yang didirikan khusus untuk usaha jasa
-terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1),
-wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+terkait dengan angkutan di perairan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), wajib memenuhi
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah
+Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
11. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 34
-399
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
Perizinan Berusaha jasa terkait dengan angkutan di
perairan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 51
-(1) Angkutan multimoda dilakukan oleh badan usaha yang
-telah memenuhi Perizinan Berusaha untuk melakukan
-angkutan multimoda dari Pemerintah Pusat.
-(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+(1) Angkutan multimoda dilakukan oleh Badan Usaha
+yang telah memenuhi Perizinan Berusaha untuk
+melakukan angkutan multimoda dari Pemerintah
+Pusat.
+325
+(2) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab terhadap barang sejak diterimanya
barang sampai diserahkan kepada penerima barang.
-13. Ketentuan Pasal 52 dihapus.
-14. Ketentuan Pasal 53 dihapus.
-15. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
+13. Ketentuan Pasal 52 diubah sehinga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 52
+(1) Pelaksanaan angkutan multimoda dilakukan
+berdasarkan dokumen yang diterbitkan oleh penyedia
+jasa angkutan multimoda.
+(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
+berupa dokumen elektronik.
+14. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 59
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal
-11 ayat (4), Pasal 27, atau Pasal 33 dikenai sanksi
-administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-16. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
+11 ayat (4), Pasal 13 ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Pasal
+27, Pasal 28 ayat (4) atau ayat (6), Pasal 33, Pasal 38
+ayat (1), Pasal 41 ayat (3), Pasal 42 ayat (1), Pasal 46,
+Pasal 47, atau Pasal 54 dikenai sanksi administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+15. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 90
(1) Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas
penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan
dan jasa terkait dengan kepelabuhanan.
(2) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
-400
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal,
penumpang, dan barang.
-17. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(3) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal,
+penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) terdiri atas:
+a. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga
+untuk bertambat;
+326
+b. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan
+bakar dan pelayanan air bersih;
+c. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik
+turun penumpang dan/atau kendaraan;
+d. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga
+untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang
+dan peti kemas;
+e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan
+tempat penimbunan barang, alat bongkar muat,
+serta peralatan pelabuhan;
+f. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti
+kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro;
+g. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat
+barang;
+h. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi
+dan konsolidasi barang; dan/atau
+i. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan
+kapal.
+(4) Kegiatan jasa terkait dengan kepelabuhanan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
+yang menunjang kelancaran operasional dan
+memberikan nilai tambah bagi pelabuhan.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengusahaan
+di pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+16. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 91
(1) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa
@@ -13230,13 +12910,16 @@ kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
ayat (1) pada pelabuhan yang diusahakan secara
komersial dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
-Pusat.
+Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Kegiatan pengusahaan yang dilakukan oleh Badan
Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan untuk lebih dari satu terminal.
(3) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
-ayat (1) pada pelabuhan yang belum diusahakan secara
+ayat (1) pada pelabuhan yang belum diusahakan secara
+327
komersial dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara
Pelabuhan.
(4) Dalam keadaan tertentu, terminal dan fasilitas
@@ -13247,35 +12930,59 @@ Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan perjanjian.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) dapat
dilakukan oleh orang perseorangan warga negara
Indonesia dan/atau Badan Usaha.
-18. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
+17. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 96
-(1) Pelabuhan laut dapat dioperasikan setelah selesai
-dibangun dan memenuhi persyaratan teknis dari
-Pemerintah Pusat.
-401
+(1) Pembangunan pelabuhan laut wajib memenuhi
+Perizinan Berusaha dari:
+a. Pemerintah Pusat untuk pelabuhan utama dan
+pelabuhan pengumpul; dan
+b. gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan
+pengumpan,
+berdasarkan norma, standar, prosedur dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah, harus
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-19. Ketentuan Pasal 97 dihapus.
-20. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 97
+(1) Pelabuhan laut hanya dapat dioperasikan setelah
+selesai dibangun dan memenuhi persyaratan
+operasional serta wajib memenuhi Perizinan Berusaha.
+(2) Perizinan Berusaha terkait pengoperasian pelabuhan
+laut diberikan oleh:
+a. Pemerintah Pusat untuk pelabuhan utama dan
+pelabuhan pengumpul; dan
+b. gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan
+pengumpan;
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+328
+19. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 98
-(1) Pelabuhan sungai dan danau dapat dioperasikan setelah
-selesai dibangun dan memenuhi persyaratan teknis dari
-Pemerintah Pusat.
-(2) Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan sungai dan
-danau yang dilakukan oleh instansi pemerintah, harus
-mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-21. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(1) Pembangunan pelabuhan sungai dan danau wajib
+memenuhi Perizinan Berusaha dari bupati/walikota
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan sungai
+dan danau yang dilakukan oleh instansi pemerintah,
+harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
+Pusat.
+(3) Perizinan Berusaha untuk mengoperasikan pelabuhan
+sungai dan danau diberikan oleh bupati/walikota
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+20. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 99
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kegiatan
-pengusahaan di pelabuhan, Perizinan Berusaha terkait
+pengusahaan di pelabuhan, serta Perizinan Berusaha terkait
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-22. Ketentuan Pasal 103 dihapus.
-23. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
+21. Ketentuan Pasal 103 dihapus.
+22. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 104
(1) Terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
@@ -13285,14 +12992,14 @@ a. pelabuhan terdekat tidak dapat menampung
kegiatan pokok tersebut; atau
b. berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis
operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih
-menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran
-402
+menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran
apabila membangun dan mengoperasikan terminal
khusus.
(2) Untuk membangun dan mengoperasikan terminal
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-24. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
+329
+23. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 106
Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai
@@ -13301,8 +13008,8 @@ diserahkan kepada Pemerintah Pusat atau dikembalikan
seperti keadaan semula atau diusulkan untuk perubahan
status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha
pokok yang lain atau menjadi pelabuhan.
-25. Ketentuan Pasal 107 dihapus.
-26. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai
+24. Ketentuan Pasal 107 dihapus.
+25. Ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 111
(1) Kegiatan pelabuhan untuk menunjang kelancaran
@@ -13319,8 +13026,7 @@ d. posisi geografis yang terletak pada lintasan
pelayaran internasional;
e. Tatanan Kepelabuhanan Nasional;
f. fasilitas pelabuhan;
-g. keamanan dan kedaulatan negara; dan
-403
+g. keamanan dan kedaulatan negara; dan
h. kepentingan nasional lainnya.
(3) Terminal khusus tertentu dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan perdagangan luar negeri.
@@ -13329,7 +13035,8 @@ ayat (2) wajib memenuhi persyaratan:
a. aspek administrasi;
b. aspek ekonomi;
c. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;
-d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
+d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
+330
e. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi
instansi pemegang fungsi keselamatan dan
keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi,
@@ -13338,14 +13045,15 @@ f. jenis komoditas khusus.
(5) Pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi
perdagangan luar negeri ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
-27. Ketentuan Pasal 124 diubah sehingga berbunyi sebagai
+26. Ketentuan Pasal 124 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 124
Setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal
termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal di
perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan
-keselamatan kapal.
-28. Ketentuan Pasal 125 diubah sehingga berbunyi sebagai
+keselamatan kapal yang sesuai dengan ketentuan standar
+internasional.
+27. Ketentuan Pasal 125 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 125
(1) Sebelum pembangunan dan pengerjaan kapal termasuk
@@ -13353,13 +13061,12 @@ perlengkapannya, pemilik atau galangan kapal wajib
membuat perhitungan dan gambar rancang bangun
serta data kelengkapannya.
(2) Pembangunan atau pengerjaan kapal yang merupakan
-perombakan harus sesuai dengan gambar rancang
-404
+perombakan harus sesuai dengan gambar rancang
bangun dan data yang telah memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Pengawasan terhadap pembangunan dan pengerjaan
perombakan kapal dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
-29. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai
+28. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 126
(1) Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
@@ -13368,16 +13075,48 @@ Pemerintah Pusat.
(2) Sertifikat keselamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. sertifikat keselamatan kapal penumpang;
+331
b. sertifikat keselamatan kapal barang; dan
c. sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal
penangkap ikan.
-30. Ketentuan Pasal 127 dihapus.
-31. Ketentuan Pasal 129 diubah sehingga berbunyi sebagai
+29. Ketentuan Pasal 127 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 127
+(1) Sertifikat kapal tidak berlaku apabila:
+a. masa berlaku sudah berakhir;
+b. tidak melaksanakan pengukuhan sertifikat
+(endorsement);
+c. kapal rusak dan dinyatakan tidak memenuhi
+persyaratan keselamatan kapal;
+d. kapal berubah nama;
+e. kapal berganti bendera;
+f. kapal tidak sesuai lagi dengan data-data teknis
+dalam sertifikat keselamatan kapal;
+g. kapal mengalami perombakan yang mengakibatkan
+perubahan konstruksi kapal, perubahan ukuran
+utama kapal, perubahan fungsi atau jenis kapal;
+h. kapal tenggelam atau hilang; atau
+i. kapal ditutuh (scrapping).
+(2) Sertifikat kapal dibatalkan apabila:
+a. keterangan dalam dokumen kapal yang digunakan
+untuk penerbitan sertifikat ternyata
+b. tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya;
+c. kapal sudah tidak memenuhi persyaratan
+keselamatan kapal; atau
+d. sertifikat diperoleh secara tidak sah.
+(3) Persyaratan sertifikat kapal sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dan ayat (2) dapat disesuaikan
+berdasarkan ketentuan standar internasional.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembatalan
+sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+332
+30. Ketentuan Pasal 129 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 129
(1) Kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib
-diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk keperluan
-persyaratan keselamatan kapal.
+diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk
+keperluan persyaratan keselamatan kapal.
(2) Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing
yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan
dan pengujian terhadap kapal untuk memenuhi
@@ -13385,46 +13124,79 @@ persyaratan keselamatan kapal.
(3) Pengakuan dan penunjukan badan klasifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.
-405
(4) Badan klasifikasi yang ditunjuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib melaporkan kegiatannya kepada
-Pemerintah Pusat
-32. Ketentuan Pasal 130 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pemerintah Pusat.
+31. Ketentuan Pasal 130 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 130
-Setiap kapal yang memperoleh sertifikat sebagaimana
+(1) Setiap kapal yang memperoleh sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) wajib dipelihara
-sehingga tetap memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
-33. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sehingga tetap memenuhi persyaratan keselamatan
+kapal.
+(2) Dalam keadaan tertentu Pemerintah Pusat dapat
+memberikan pembebasan sebagian persyaratan yang
+ditetapkan dengan tetap memperhatikan keselamatan
+kapal
+(3) Pemeliharaan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu.
+32. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 133
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan
gambar dan pembangunan kapal serta pemeriksaan dan
sertifikasi keselamatan kapal diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
+33. Penjelasan Pasal 154 diubah sehingga berbunyi
+sebagaimana dalam Penjelasan.
+333
34. Ketentuan Pasal 155 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 155
(1) Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan
pengukuran oleh pejabat pemerintah yang diberi
wewenang oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Berdasarkan pengukuran sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) diterbitkan Surat Ukur untuk kapal.
-35. Ketentuan Pasal 156 dihapus.
-36. Ketentuan Pasal 157 dihapus.
-37. Ketentuan Pasal 158 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Pengukuran kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode, yaitu:
+a. pengukuran dalam negeri untuk kapal yang
+berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh
+empat) meter;
+b. pengukuran internasional untuk kapal yang
+berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter
+atau lebih; dan
+c. pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui
+terusan tertentu.
+(3) Berdasarkan pengukuran sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan
+ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh
+Gross Tonnage).
+(4) Surat Ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan dapat
+dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk.
+35. Ketentuan Pasal 157 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 157
+(1) Pemilik, operator kapal, atau Nakhoda melaporkan
+kepada Pemerintah Pusat dalam hal terjadi
+perombakan kapal yang menyebabkan perubahan data
+yang ada dalam Surat Ukur.
+(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
+dilakukan secara elektronik.
+36. Ketentuan Pasal 158 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 158
(1) Kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur
dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada
Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
-406
+334
(2) Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu:
-a. kapal dengan ukuran tonase kotor tertentu; dan
+a. kapal dengan ukuran tonase kotor
+sekurangkurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage);
+dan
b. kapal milik warga negara Indonesia atau badan
hukum yang didirikan berdasarkan hukum
-Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
+Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan
c. kapal milik badan hukum Indonesia yang
merupakan usaha patungan yang mayoritas
sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
@@ -13436,27 +13208,42 @@ pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah
didaftar.
(5) Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda
Pendaftaran.
-38. Ketentuan Pasal 159 dihapus.
-39. Ketentuan Pasal 161 dihapus.
-40. Ketentuan Pasal 162 dihapus.
-41. Ketentuan Pasal 163 diubah sehingga berbunyi sebagai
+37. Ketentuan Pasal 159 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 159
+(1) Pendaftaran kapal dilakukan di tempat yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Pemilik kapal bebas memilih salah satu tempat
+pendaftaran kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+untuk mendaftarkan kapalnya.
+38. Ketentuan asal 163 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 163
(1) Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut
diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia
oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Kapal yang hanya berlayar di perairan sungai dan
+(2) Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
+a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus
+tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau lebih;
+b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh
+Gross Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari
+335
+GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage);
+atau
+c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7
+(tujuh Gross Tonnage).
+(3) Kapal yang hanya berlayar di perairan sungai dan
danau diberikan pas sungai dan danau.
-42. Ketentuan Pasal 168 diubah sehingga berbunyi sebagai
+39. Ketentuan Pasal 168 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 168
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengukuran dan
penerbitan surat ukur, tata cara, persyaratan, dan
-dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan
-407
+dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan
persyaratan penerbitan Surat Tanda Kebangsaan Kapal
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-43. Ketentuan Pasal 169 diubah sehingga berbunyi sebagai
+40. Ketentuan Pasal 169 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 169
(1) Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal
@@ -13481,13 +13268,13 @@ Pusat.
Pencemaran diterbitkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh
Pemerintah Pusat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara audit dan
-penerbitan sertifikat manajemen keselamatan dan
+penerbitan sertifikat manajemen keselamatan dan
+336
pencegahan pencemaran diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-44. Ketentuan Pasal 170 diubah sehingga berbunyi sebagai
+41. Ketentuan Pasal 170 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 170
-408
(1) Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal
untuk ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan
manajemen keamanan kapal.
@@ -13508,27 +13295,37 @@ pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Pemerintah
Pusat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara audit dan
penerbitan sertifikat manajemen keamanan kapal
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-45. Ketentuan Pasal 171 diubah sehingga berbunyi sebagai
+diatur dengan Peraturan Pemerintah
+42. Ketentuan Pasal 171 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 171
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 125 ayat (1), Pasal 130, Pasal
-132 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 137 ayat (1) atau ayat
-(2), Pasal 138 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 141 ayat (1)
-atau ayat (2), Pasal 152 ayat (1), Pasal 160 ayat (1),
-atau Pasal 165 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana
-409
-dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-46. Ketentuan Pasal 197 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1), Pasal 97 ayat (1),
+Pasal 98 ayat (1), Pasal 100 ayat (3), Pasal 104 ayat (2),
+Pasal 106, Pasal 125 ayat (1), Pasal 130 ayat (1), 131
+ayat (2), Pasal 132 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 135,
+Pasal 137 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 138 ayat (1) atau
+ayat (2), Pasal 141 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 149 ayat
+(1), Pasal 152 ayat (1), Pasal 156 ayat (1), Pasal 158
+ayat (5), Pasal 160 ayat (1), Pasal 162 ayat (1), atau
+Pasal 165 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
+(2) Pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dikenai sanksi
+337
+administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan di bidang kepegawaian.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+43. Ketentuan Pasal 197 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 197
(1) Untuk kepentingan keselamatan dan keamanan
pelayaran, desain dan pekerjaan pengerukan alurpelayaran dan kolam pelabuhan, serta reklamasi wajib
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
+atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur, kriteria.
(2) Pekerjaan pengerukan alur-pelayaran dan kolam
pelabuhan serta reklamasi dilakukan oleh perusahaan
yang mempunyai kemampuan dan kompetensi dan
@@ -13539,394 +13336,306 @@ peraturan perundang-undangan.
pengerukan alur-pelayaran, kolam pelabuhan, dan
reklamasi serta sertifikasi pelaksana pekerjaan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-47. Ketentuan Pasal 204 diubah sehingga berbunyi sebagai
+44. Ketentuan Pasal 204 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 204
(1) Kegiatan salvage dilakukan terhadap kerangka kapal
dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan atau
tenggelam.
-(2) Setiap kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air harus
+(2) Setiap kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-48. Ketentuan Pasal 213 diubah sehingga berbunyi sebagai
+45. Ketentuan Pasal 213 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 213
(1) Pemilik, Operator Kapal, atau Nakhoda wajib
memberitahukan kedatangan kapalnya di pelabuhan
-kepada Syahbandar.
-410
+kepada Syahbandar.
+338
(2) Setiap kapal yang memasuki pelabuhan wajib
menyerahkan surat, dokumen, dan warta Kapal kepada
Syahbandar seketika pada saat kapal tiba di pelabuhan
dan/atau menyampaikan secara elektronik sebelum
kapal tiba untuk dilakukan pemeriksaan.
(3) Setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (2) surat, dokumen, dan warta kapal disimpan
-oleh Syahbandar untuk diserahkan kembali bersamaan
-dengan diterbitkannya Surat Persetujuan Berlayar.
+pada ayat (2) surat, dokumen, dan warta kapal
+disimpan oleh Syahbandar untuk diserahkan kembali
+bersamaan dengan diterbitkannya Surat Persetujuan
+Berlayar.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberitahuan kedatangan kapal, pemeriksaan,
penyerahan, serta penyimpanan surat, dokumen, dan
warta kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-49. Ketentuan Pasal 225 diubah sehingga berbunyi sebagai
+46. Ketentuan Pasal 225 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 225
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) atau ayat (2), Pasal
-214, atau Pasal 215 dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-50. Ketentuan Pasal 243 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dimaksud dalam Pasal 203 ayat (1), Pasal 204 ayat (2),
+Pasal 213 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 214, Pasal 215,
+atau Pasal 216 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+47. Ketentuan Pasal 243 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 243
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 230 ayat (2), Pasal 233 ayat (3),
Pasal 234, Pasal 235, atau Pasal 239 ayat (2) dikenai
-sanksi administratif.
-411
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-51. Ketentuan Pasal 273 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sanksi administratif.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+339
+48. Ketentuan Pasal 273 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 273
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 272 ayat (1) dapat dikenai
+dimaksud dalam Pasal 272 ayat (1) dapat dikenakan
sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-prosedur pengenaan sanksi administratif serta
-besarnya denda administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
-52. Ketentuan Pasal 282 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 282
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas
-dan tanggungjawabnya dibidang penataan ruang diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-412
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-413
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-53. Ketentuan Pasal 288 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+49. Ketentuan Pasal 288 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 288
-(1) Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada
-angkutan sungai dan danau tanpa persetujuan trayek
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2),
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
-(satu) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-54. Ketentuan Pasal 289 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada angkutan
+sungai dan danau tanpa memenuhi Perizinan Berusaha
+untuk trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
+(4) yang menimbulkan kecelakaan kapal, korban manusia,
+atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara
+paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
+Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
+50. Ketentuan Pasal 289 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 289
-(1) Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada
-angkutan penyeberangan tanpa memiliki persetujuan
-pengoperasian kapal sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 28 ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
+Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada angkutan
+penyeberangan tanpa memenuhi Perizinan Berusaha terkait
+persetujuan pengoperasian kapal sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 28 ayat (6) yang menimbulkan kecelakaan
+kapal, korban manusia, atau kerugian harta benda,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
+atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
-414
-(2) Dalam hal pelaku tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
-(satu) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-55. Ketentuan Pasal 290 diubah sehingga berbunyi sebagai
+51. Ketentuan Pasal 290 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 290
Setiap orang yang menyelenggarakan usaha jasa terkait
-tanpa memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama
-1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00
-(dua ratus juta rupiah). penghentian kegiatan/usaha dan
-denda administratif paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
-ratus juta rupiah).
-56. Ketentuan Pasal 291 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dengan angkutan di perairan tanpa memenuhi Perizinan
+Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 yang
+menimbulkan korban manusia atau kerugian harta benda,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
+340
+atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
+rupiah).
+52. Ketentuan Pasal 291 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 291
-(1) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajibannya
-untuk mengangkut penumpang dan/atau barang
-terutama angkutan pos sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 38 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
-rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-415
-57. Ketentuan Pasal 292 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk
+mengangkut penumpang dan/atau barang terutama
+angkutan pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
+(1) yang mengakibatkan timbulnya kerugian pihak lain,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
+dan denda paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima
+puluh juta rupiah).
+53. Ketentuan Pasal 292 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 292
-(1) Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung
-jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
-(3), dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) bulan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-58. Ketentuan Pasal 293 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung
+jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3)
+yang mengakibatkan timbulnya kerugian pihak lain,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
+dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
+rupiah).
+54. Ketentuan Pasal 293 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 293
-(1) Setiap orang yang tidak memberikan fasilitas khusus
-dan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-42 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) bulan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-59. Ketentuan Pasal 294 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang tidak memberikan fasilitas khusus dan
+kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
+yang menimbulkan kecelakaan dan/atau korban manusia,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
+dan denda paling banyak paling banyak Rp200.000.000,00
+(dua ratus juta rupiah).
+55. Ketentuan Pasal 294 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 294
(1) Setiap orang yang mengangkut barang khusus dan
-barang berbahaya tidak sesuai dengan persyaratan
-416
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
-tahun.
-(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+barang berbahaya tidak sesuai dengan persyaratan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang
+mengakibatkan timbulnya korban manusia atau
+kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
+341
+keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
+banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
+(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
-(4) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta
benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah).
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-60. Ketentuan Pasal 295 diubah sehingga berbunyi sebagai
+56. Ketentuan Pasal 295 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 295
-(1) Setiap orang yang mengangkut barang berbahaya dan
-barang khusus yang tidak menyampaikan
-pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
+Setiap orang yang mengangkut barang berbahaya dan
+barang khusus yang tidak menyampaikan pemberitahuan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 yang
+mengakibatkan timbulnya korban, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) bulan.
-417
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana
-61. Ketentuan Pasal 296 diubah sehingga berbunyi sebagai
+57. Ketentuan Pasal 296 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 296
-(1) Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung
-jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54,
-dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal setiap orang tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) bulan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-62. Ketentuan Pasal 297 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung
+jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 yang
+mengakibatkan timbulnya kerugian pihak lain, dipidana
+dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
+pidana denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus
+lima puluh juta rupiah).
+58. Ketentuan Pasal 297 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 297
(1) Setiap orang yang membangun dan mengoperasikan
-pelabuhan sungai dan danau tidak memenuhi
-persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-98 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa denda
-paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
-rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
-tahun.
-(3) Setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk
+pelabuhan sungai dan danau yang tidak memenuhi
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 98 ayat (1) yang mengakibatkan timbulnya
+korban/kerusakan kesehatan, keselamatan, keamanan,
+342
+dan lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling
+lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
+Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
+(2) Setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk
melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat
barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang
-untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di
-418
+untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di
pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk
-kepentingan sendiri tanpa Perizinan Berusaha atau
-Persetujuan dari Pemerintah Pusat dipidana dengan
-pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
-paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
+kepentingan sendiri tanpa memenuhi Perizinan
+Berusaha atau Persetujuan dari Pemerintah Pusat
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
+denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-63. Ketentuan Pasal 298 diubah sehingga berbunyi sebagai
+59. Ketentuan Pasal 298 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 298
-(1) Setiap orang yang tidak memberikan jaminan atas
+Setiap orang yang tidak memberikan jaminan atas
pelaksanaan tanggung jawab ganti rugi dalam
melaksanakan kegiatan di pelabuhan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3), dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
+dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) yang mengakibatkan
+timbulnya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
+lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
-pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
-(enam) bulan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-64. Ketentuan Pasal 299 diubah sehingga berbunyi sebagai
+60. Ketentuan Pasal 299 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 299
Setiap orang yang membangun dan mengoperasikan
-terminal khusus tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah
-Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2)
-dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
-419
+terminal khusus tanpa memenuhi Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104
+ayat (2) yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
+kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
-65. Ketentuan Pasal 307 diubah sehingga berbunyi sebagai
+61. Ketentuan Pasal 307 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 307
Setiap orang yang mengoperasikan kapal tanpa dilengkapi
-dengan perangkat komunikasi radio dan kelengkapannya
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) dikenai
-sanksi administratif.
-66. Ketentuan Pasal 308 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dengan perangkat komunikasi radio dan kelengkapannya
+343
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) yang
+mengakibatkan timbulnya kecelakaan kapal, korban
+manusia, atau kerugian barang dan harta benda, dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
+paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
+62. Ketentuan Pasal 308 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 308
Setiap orang yang mengoperasikan kapal tidak dilengkapi
dengan peralatan meteorologi sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 132 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-67. Ketentuan Pasal 310 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 132 ayat (1) yang mengakibatkan timbulnya
+kecelakaan kapal, korban manusia, atau kerugian barang
+dan harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling
+lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
+Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
+63. Ketentuan Pasal 310 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 310
Setiap orang yang mempekerjakan Awak Kapal tanpa
memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 dikenai sanksi
-administratif.
-68. Ketentuan Pasal 313 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sebagaimana dimaksud dalam pasal 135 yang
+mengakibatkan timbulnya korban atau kerugian harta
+benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
+tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
+ratus juta rupiah).
+64. Ketentuan Pasal 313 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 313
Setiap orang yang menggunakan peti kemas sebagai bagian
dari alat angkut tanpa memenuhi persyaratan kelaikan peti
kemas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1)
-dikenai sanksi administratif.
-69. Ketentuan Pasal 314 diubah sehingga berbunyi sebagai
+yang mengakibatkan timbulnya korban atau kerugian harta
+benda, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2
+(dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00
+(tiga ratus juta rupiah).
+65. Ketentuan Pasal 314 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 314
-420
Setiap orang yang tidak memasang tanda pendaftaran pada
-kapal yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 158 ayat (5) dikenai sanksi administratif.
-70. Ketentuan Pasal 321 diubah sehingga berbunyi sebagai
+kapal yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud dalam
+344
+Pasal 158 ayat (5) yang mengakibatkan timbulnya korban
+atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara
+paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
+Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
+66. Ketentuan Pasal 321 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 321
Pemilik kapal yang tidak menyingkirkan kerangka kapal
dan/atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan
keamanan pelayaran dalam batas waktu yang ditetapkan
-Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203
-ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
-tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
-(sepuluh miliar rupiah).
-71. Ketentuan Pasal 322 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (1)
+yang mengakibatkan timbulnya korban/kecelakaan kapal,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
+dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
+miliar rupiah).
+67. Ketentuan Pasal 322 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 322
Nakhoda yang melakukan kegiatan perbaikan, percobaan
berlayar, kegiatan alih muat di kolam pelabuhan, menunda,
dan bongkar muat barang berbahaya tanpa persetujuan dari
Syahbandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 ayat
-(1) dikenai sanksi administratif.
-72. Ketentuan Pasal 336 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(1) yang mengakibatkan timbulnya korban atau terjadinya
+kecelakaan kapal, dipidana dengan pidana penjara paling
+lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
+Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
+68. Ketentuan Pasal 336 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 336
(1) Setiap pejabat yang melanggar suatu kewajiban khusus
dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak
-pidana melakukan kekuasaan, kesempatan atau sarana
-yang diberikan kepadanya karena jabatan, dipidana
-dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
-denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
-rupiah).
-421
+pidana melakukan kekuasaan, kesempatan atau
+sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
+tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00
+(seratus juta rupiah)
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa
pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya.
+345
(3) Setiap pejabat yang karena melaksanakan tugas sesuai
jabatan dan kewenangannya menyebabkan kerugian
-harta benda dan/atau hilangnya nyawa seseorang diluar
-kekuasaannya, tidak dapat dikenai sanksi.
-Pasal 60
+harta benda dan/atau hilangnya nyawa seseorang
+diluar kekuasaannya, tidak dapat dikenai sanksi.
+Pasal 58
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -13940,7 +13649,7 @@ secara sah (eligible) harus memiliki rancang bangun.
(2) Rancang bangun pesawat udara, mesin pesawat udara,
dan baling-baling pesawat terbang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan
-dari Pemerintah Pusat
+dari Pemerintah Pusat.
2. Ketentuan Pasal 14 dihapus.
3. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -13951,15 +13660,15 @@ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 untuk diproduksi
harus memiliki sertifikat tipe.
4. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-422
Pasal 16
(1) Setiap pesawat udara, mesin pesawat udara, dan
baling-baling pesawat terbang yang dirancang dan
diproduksi di luar negeri dan diimpor ke Indonesia
harus mendapat sertifikat validasi tipe.
-(2) Sertifikasi validasi tipe sebagaimana dimaksud pada
+(2) Sertifikat validasi tipe sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian
antarnegara di bidang kelaikudaraan.
+346
5. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
@@ -13974,7 +13683,7 @@ Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
mendapatkan persetujuan rancang bangun, kegiatan
rancang bangun, dan perubahan rancang bangun pesawat
-udara, sertifikat tipe, serta sertifikat validasi tipe diatur
+udara, sertifikat validasi tipe serta sertifikat tipe diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
7. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -13983,41 +13692,31 @@ Pasal 19
kegiatan produksi dan/atau perakitan pesawat udara,
mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling pesawat
terbang wajib memiliki sertifikat produksi.
-423
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi produksi
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 20 dihapus.
9. Ketentuan Pasal 21 dihapus.
10. Ketentuan Pasal 22 dihapus.
+347
11. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 26
Pesawat udara yang telah didaftarkan dan memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
diterbitkan sertifikat pendaftaran.
-12. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 28
-(1) Setiap orang dilarang memberikan tanda atau
-mengubah identitas pendaftaran sedemikian rupa
-sehingga mengaburkan tanda pendaftaran,
-kebangsaan, dan bendera pada pesawat udara.
-(2) Setiap orang yang mengaburkan identitas tanda
-pendaftaran dan kebangsaan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-13. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
+12. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
pendaftaran dan penghapusan tanda pendaftaran dan tanda
-kebangsaan Indonesia serta pemberian sanksi administratif
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 31 dihapus.
-15. Ketentuan Pasal 32 dihapus.
-16. Ketentuan Pasal 33 dihapus.
-424
-17. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
+kebangsaan Indonesia serta kriteria, jenis, besaran denda,
+dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+13. Ketentuan Pasal 31 dihapus.
+14. Ketentuan Pasal 32 dihapus.
+15. Ketentuan Pasal 33 dihapus
+16. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 37
Sertifikat kelaikudaraan standar sebagaimana dimaksud
@@ -14029,13 +13728,15 @@ b. sertifikat kelaikudaraan standar lanjutan (continous
airworthiness certificate) yang diberikan untuk pesawat
udara setelah sertifikat kelaikudaraan standar pertama
dan akan dioperasikan secara terus menerus.
-18. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
+17. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
-untuk memperoleh sertifikat kelaikudaraan dan pemberian
-sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-19. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
+untuk memperoleh sertifikat kelaikudaraan dan kriteria,
+jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
+administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+348
+18. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41
(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara
@@ -14048,20 +13749,20 @@ certificate), yang diberikan kepada badan hukum
Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil
untuk angkutan udara niaga; atau
b. sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating
-certificate), yang diberikan kepada orang atau badan
-425
+certificate), yang diberikan kepada orang atau badan
hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat
udara sipil untuk angkutan udara bukan niaga.
-20. Ketentuan Pasal 42 dihapus.
-21. Ketentuan Pasal 43 dihapus.
-22. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
+19. Ketentuan Pasal 42 dihapus
+20. Ketentuan Pasal 43 dihapus.
+21. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
memperoleh sertifikat operator pesawat udara atau sertifikat
-pengoperasian pesawat udara dan pengenaan sanksi
-administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-23. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pengoperasian pesawat udara dan kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+22. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 46
(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib
@@ -14073,7 +13774,8 @@ baling-baling pesawat terbang, dan komponennya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang
harus membuat program perawatan pesawat udara
yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
-24. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
+349
+23. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 47
Perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, serta
@@ -14082,7 +13784,6 @@ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 hanya dapat
dilakukan oleh:
a. perusahaan angkutan udara yang telah memiliki
sertifikat operator pesawat udara;
-426
b. badan hukum organisasi perawatan pesawat udara
yang telah memiliki sertifikat organisasi perawatan
pesawat udara (approved maintenance organization);
@@ -14090,8 +13791,8 @@ atau
c. personel ahli perawatan pesawat udara yang telah
memiliki lisensi ahli perawatan pesawat udara (aircraft
maintenance engineer license).
-25. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
-26. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
+24. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
+25. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
Sertifikat organisasi perawatan pesawat udara sebagaimana
@@ -14100,42 +13801,43 @@ organisasi perawatan pesawat udara di luar negeri yang
memenuhi persyaratan setelah memiliki sertifikat organisasi
perawatan pesawat udara yang diterbitkan oleh otoritas
penerbangan negara yang bersangkutan.
-27. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
+26. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
Setiap orang yang melanggar ketentuan perawatan pesawat
udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dikenai
sanksi administratif.
-28. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
+27. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, prosedur, dan
pemberian sertifikat organisasi perawatan pesawat udara
-dan lisensi ahli perawatan pesawat udara dan pengenaan
-sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-29. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dan lisensi ahli perawatan pesawat udara dan kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
+administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+350
+28. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 58
-427
(1) Setiap personel pesawat udara wajib memiliki lisensi
atau sertifikat kompetensi.
(2) Personel pesawat udara yang terkait langsung dengan
pelaksanaan pengoperasian pesawat udara wajib
memiliki lisensi yang sah dan masih berlaku.
-30. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
+29. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 60
Lisensi personel pesawat udara yang diberikan oleh negara
lain dapat diakui melalui proses pengesahan oleh
Pemerintah Pusat.
-31. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai
+30. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara dan
prosedur memperoleh lisensi, atau sertifikat kompetensi dan
lembaga pendidikan dan/atau pelatihan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai
+31. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 63
(1) Pesawat udara yang dapat dioperasikan di wilayah
@@ -14149,24 +13851,25 @@ perusahaan angkutan udara nasional untuk
penerbangan ke dan dari luar negeri setelah adanya
perjanjian antarnegara.
(4) Pesawat udara sipil asing yang akan dioperasikan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
-428
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
memenuhi persyaratan kelaikudaraan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
(5) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
dikenai sanksi administratif.
+351
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengoperasian
-pesawat udara sipil dan pengenaan sanksi administratif
+pesawat udara sipil serta kriteria, jenis, besaran denda,
+dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-33. Ketentuan Pasal 64 dihapus.
-34. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai
+32. Ketentuan Pasal 64 dihapus.
+33. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai proses dan biaya sertifikasi
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-35. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
+34. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 67
(1) Setiap pesawat udara negara yang dibuat dan
@@ -14175,16 +13878,15 @@ bangun, produksi, dan kelaikudaraan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pesawat udara negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memiliki tanda identitas.
-36. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
+35. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 84
Angkutan udara niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan
oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-37. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai
+36. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 85
-429
(1) Angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri hanya
dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara
nasional yang telah memenuhi Perizinan Berusaha
@@ -14196,7 +13898,8 @@ kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal setelah
mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(3) Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal yang
bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) dapat dilakukan atas inisiatif instansi Pemerintah
+(2) dapat dilakukan atas inisiatif instansi Pemerintah
+352
dan/atau atas permintaan badan usaha angkutan
udara niaga nasional.
(4) Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal yang
@@ -14206,7 +13909,7 @@ menyebabkan terganggunya pelayanan pada rute yang
menjadi tanggung jawabnya dan pada rute yang masih
dilayani oleh badan usaha angkutan udara niaga
berjadwal lainnya.
-38. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai
+37. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 91
(1) Angkutan udara niaga tidak berjadwal dalam negeri
@@ -14217,8 +13920,7 @@ Berusaha dari Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan persetujuan terbang (flight approval).
(3) Badan usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal
-dalam negeri dalam keadaan tertentu dan bersifat
-430
+dalam negeri dalam keadaan tertentu dan bersifat
sementara dapat melakukan kegiatan angkutan udara
niaga berjadwal setelah mendapat persetujuan dari
Pemerintah Pusat.
@@ -14232,7 +13934,7 @@ dimaksud pada ayat (3) tidak menyebabkan
terganggunya pelayanan angkutan udara pada rute
yang masih dilayani oleh badan usaha angkutan udara
niaga berjadwal lainnya.
-39. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
+38. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 93
(1) Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar
@@ -14240,22 +13942,26 @@ negeri yang dilakukan oleh badan usaha angkutan
udara niaga nasional wajib mendapatkan persetujuan
terbang dari Pemerintah Pusat.
(2) Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar
-negeri yang dilakukan oleh perusahaan angkutan
+negeri yang dilakukan oleh perusahaan angkutan
+353
udara niaga asing wajib mendapatkan persetujuan
terbang dari Pemerintah Pusat.
-40. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai
+39. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 94
(1) Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal oleh
perusahaan angkutan udara asing yang melayani rute
ke Indonesia dilarang mengangkut penumpang dari
wilayah Indonesia, kecuali penumpangnya sendiri yang
-diturunkan pada penerbangan sebelumnya.
-431
-(2) Perusahaan angkutan udara asing yang melanggar
-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
-sanksi administratif.
-41. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
+diturunkan pada penerbangan sebelumnya.
+(2) Perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal
+asing yang melanggar ketentuan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+40. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 95
(1) Perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal
@@ -14267,16 +13973,21 @@ Pusat.
asing khusus pengangkut kargo yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
-42. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+41. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 96
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan udara niaga,
kerjasama angkutan udara dan sanksi administratif
termasuk prosedur dan tata cara pengenaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-43. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
+42. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 97
+354
(1) Pelayanan yang diberikan badan usaha angkutan udara
niaga berjadwal dalam menjalankan kegiatannya dapat
dikelompokkan paling sedikit dalam:
@@ -14284,28 +13995,27 @@ a. pelayanan dengan standar maksimum;
b. pelayanan dengan standar menengah; atau
c. pelayanan dengan standar minimum.
(2) Badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam
-menyediakan pelayanan sebagaimana dimaksud pada
-432
+menyediakan pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memberitahukan kepada pengguna jasa
tentang kondisi dan spesifikasi pelayanan yang
disediakan.
-44. Ketentuan Pasal 99 dihapus.
-45. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
+43. Ketentuan Pasal 99 dihapus.
+44. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 100
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan badan usaha
angkutan udara niaga berjadwal diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-46. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
+45. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 109
Kegiatan angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 dilakukan oleh badan usaha di bidang
angkutan udara niaga nasional setelah memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-47. Ketentuan Pasal 110 dihapus.
-48. Ketentuan Pasal 111 dihapus.
-49. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
+46. Ketentuan Pasal 110 dihapus.
+47. Ketentuan Pasal 111 dihapus.
+48. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 112
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109
@@ -14313,35 +14023,37 @@ berlaku selama pemegang Perizinan Berusaha masih
menjalankan kegiatan angkutan udara secara nyata dengan
terus menerus mengoperasikan pesawat udara sesuai
dengan Perizinan Berusaha yang diberikan.
-50. Ketentuan Pasal 113 diubah sehingga berbunyi sebagai
+355
+49. Ketentuan Pasal 113 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 113
(1) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109 dilarang dipindahtangankan kepada pihak
-lain sebelum melakukan kegiatan usaha angkutan
-433
+lain sebelum melakukan kegiatan usaha angkutan
udara secara nyata dengan mengoperasikan pesawat
udara sesuai dengan Perizinan Berusaha yang
diberikan.
(2) Pemegang Perizinan Berusaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
-sanksi administratif.
-51. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sanksi administratif berupa pencabutan Perizinan
+Berusaha.
+50. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 114
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara, dan
prosedur memperoleh Perizinan Berusaha terkait angkutan
udara niaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-52. Ketentuan Pasal 118 diubah sehingga berbunyi sebagai
+51. Ketentuan Pasal 118 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 118
(1) Pemegang Perizinan Berusaha angkutan udara niaga
wajib:
a. melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata
-paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin
-diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah
-pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai
-dengan lingkup usaha atau kegiatannya;
+paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Perizinan
+Berusaha diterbitkan dengan mengoperasikan
+minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan
+dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau
+kegiatannya;
b. memiliki dan menguasai pesawat udara dengan
jumlah tertentu;
c. mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan
@@ -14351,10 +14063,10 @@ d. menutup asuransi tanggung jawab pengangkut
dengan nilai pertanggungan sebesar santunan
penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan
dengan perjanjian penutupan asuransi;
-434
e. melayani calon penumpang secara adil tanpa
diskriminasi atas dasar suku, agama, ras,
antargolongan, serta strata ekonomi dan sosial;
+356
f. menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara,
termasuk keterlambatan dan pembatalan
penerbangan, setiap jangka waktu tertentu kepada
@@ -14372,8 +14084,8 @@ dan pemilikan pesawat udara kepada Pemerintah
Pusat; dan
i. memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.
(2) Pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga
-yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
-badan usaha, dan lembaga tertentu diwajibkan:
+yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah
+daerah, badan usaha, dan lembaga tertentu diwajibkan:
a. mengoperasikan pesawat udara paling lambat 12
(dua belas) bulan setelah izin kegiatan diterbitkan;
b. mematuhi peraturan perundang-undangan di
@@ -14382,24 +14094,23 @@ c. menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara
setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya kepada Pemerintah Pusat; dan
d. melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung
-jawab, kepemilikan pesawat udara, dan/atau
-435
+jawab, kepemilikan pesawat udara, dan/atau
domisili kantor pusat kegiatan kepada Pemerintah
Pusat.
(3) Pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga
yang dilakukan oleh orang perseorangan diwajibkan:
a. mengoperasikan pesawat udara paling lambat 12
-(dua belas) bulan setelah izin kegiatan diterbitkan;
+(dua belas) bulan setelah izin diterbitkan;
b. mematuhi peraturan perundang-undangan di
bidang penerbangan sipil dan peraturan perundangundangan lain;
c. menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara
setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya kepada Pemerintah Pusat; dan
+357
d. melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung
jawab, kepemilikan pesawat udara, dan/atau
-domisili pemegang izin kegiatan kepada Pemerintah
-Pusat.
-53. Ketentuan Pasal 119 diubah sehingga berbunyi sebagai
+domisili pemegang izin kepada Pemerintah Pusat.
+52. Ketentuan Pasal 119 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 119
(1) Pemegang Perizinan Berusaha angkutan udara niaga
@@ -14414,22 +14125,25 @@ angkutan udara bukan niaga yang diterbitkan tidak
berlaku dengan sendirinya.
(2) Pemegang Perizinan Berusaha angkutan udara niaga
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 118 ayat (1) huruf c dikenakan sanksi
-administratif.
-436
+dalam Pasal 118 ayat (1) huruf c dikenai sanksi
+administratif.
(3) Pemegang Perizinan Berusaha angkutan udara niaga
dan pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan
niaga yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf d dikenakan
-sanksi administratif.
-54. Ketentuan Pasal 120 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dimaksud dalam Pasal 118 dikenakan sanksi
+administratif.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+53. Ketentuan Pasal 120 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 120
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pemegang
Perizinan Berusaha, persyaratan, dan sanksi administratif
termasuk prosedur dan tata cara pengenaan sanksi diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-55. Ketentuan Pasal 130 diubah sehingga berbunyi sebagai
+54. Ketentuan Pasal 130 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 130
Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif angkutan udara niaga
@@ -14437,20 +14151,20 @@ berjadwal dalam negeri kelas ekonomi dan angkutan udara
perintis serta sanksi administratif termasuk prosedur dan
tata cara pengenaan sanksi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-56. Ketentuan Pasal 131 dihapus.
-57. Ketentuan Pasal 132 dihapus.
-58. Ketentuan Pasal 133 dihapus.
-59. Ketentuan Pasal 137 diubah sehingga berbunyi sebagai
+358
+55. Ketentuan Pasal 131 dihapus.
+56. Ketentuan Pasal 132 dihapus.
+57. Ketentuan Pasal 133 dihapus.
+58. Ketentuan Pasal 137 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 137
-Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (5) termasuk
-prosedur dan tata cara pengenaan diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-60. Ketentuan Pasal 138 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (5) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+59. Ketentuan Pasal 138 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 138
-437
(1) Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, atau
pengirim yang menyerahkan barang khusus dan/atau
berbahaya wajib menyampaikan pemberitahuan kepada
@@ -14472,18 +14186,22 @@ penyelenggara bandar udara, badan usaha
pergudangan, atau badan usaha angkutan udara niaga
yang melanggar ketentuan pengangkutan barang
berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
-ayat (2) dikenai sanksi administratif.
-61. Ketentuan Pasal 139 diubah sehingga berbunyi sebagai
+ayat (2) dikenakan sanksi administratif.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+359
+60. Ketentuan Pasal 139 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 139
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan barang
-khusus dan barang berbahaya serta sanksi administratif
-termasuk prosedur dan tata cara pengenaan diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-62. Ketentuan Pasal 205 diubah sehingga berbunyi sebagai
+khusus dan barang berbahaya serta kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+61. Ketentuan Pasal 205 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 205
-438
(1) Daerah lingkungan kepentingan bandar udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 huruf g
merupakan daerah di luar lingkungan kerja bandar
@@ -14493,16 +14211,17 @@ aksesibilitas penumpang dan kargo.
(2) Pemanfaatan daerah lingkungan kepentingan bandar
udara harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
Pusat.
-63. Ketentuan Pasal 215 dihapus.
-64. Ketentuan Pasal 218 diubah sehingga berbunyi sebagai
+62. Ketentuan Pasal 215 dihapus.
+63. Ketentuan Pasal 218 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 218
Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan
keamanan penerbangan, pelayanan jasa bandar udara, serta
tata cara dan prosedur untuk memperoleh sertifikat bandar
-udara atau register bandar udara dan pengenaan sanksi
+udara atau register bandar udara dan kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-65. Ketentuan Pasal 219 diubah sehingga berbunyi sebagai
+64. Ketentuan Pasal 219 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 219
(1) Setiap badan usaha bandar udara atau unit
@@ -14511,17 +14230,23 @@ fasilitas bandar udara yang memenuhi persyaratan
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta
pelayanan jasa bandar udara sesuai dengan standar
pelayanan yang ditetapkan.
-(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-66. Ketentuan Pasal 221 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Setiap badan usaha bandar udara atau unit
+penyelenggara bandar udara yang melanggar ketentuan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
+administratif.
+360
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+65. Ketentuan Pasal 221 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 221
-439
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengoperasian fasilitas
-bandar udara serta sanksi administratif termasuk prosedur
-dan tata cara pengenaan diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-67. Ketentuan Pasal 222 diubah sehingga berbunyi sebagai
+bandar udara serta kriteria, jenis, besaran denda, dan tata
+cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+66. Ketentuan Pasal 222 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 222
(1) Setiap personel bandar udara wajib memiliki lisensi
@@ -14530,143 +14255,153 @@ atau sertifikat kompetensi.
(1) diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan
yang diselenggarakan lembaga yang telah diakreditasi
oleh Pemerintah Pusat.
-68. Ketentuan Pasal 224 diubah sehingga berbunyi sebagai
+67. Ketentuan Pasal 224 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 224
Lisensi personel bandar udara yang diberikan oleh negara
lain dinyatakan sah melalui proses pengesahan atau validasi
oleh Pemerintah Pusat.
-69. Ketentuan Pasal 225 diubah sehingga berbunyi sebagai
+68. Ketentuan Pasal 225 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 225
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara dan
prosedur memperoleh lisensi, lembaga pendidikan dan/atau
-pelatihan, serta pengenaan sanksi administratif diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-70. Ketentuan Pasal 233 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pelatihan, serta kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara
+pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+69. Ketentuan Pasal 233 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 233
(1) Pelayanan jasa kebandarudaraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 232 ayat (2) dapat
diselenggarakan oleh:
-440
a. badan usaha bandar udara untuk bandar udara
-yang diusahakan secara komersial setelah
+yang diusahakan secara komersial setelah
+361
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat; atau
b. unit penyelenggara bandar udara untuk bandar
udara yang belum diusahakan secara komersial
yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada
-Pemerintah Pusat.
-(2) Badan usaha bandar udara yang memindahtangankan
+Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
+sesuai kewenangan.
+(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) tidak dapat dipindah tangankan.
+(3) Pelayanan jasa terkait bandar udara sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 232 ayat (3) dapat
+diselenggarakan oleh orang perseorangan warga negara
+Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
+(4) Badan usaha bandar udara yang memindahtangankan
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dikenai sanksi administratif.
-71. Ketentuan Pasal 237 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan
+Perizinan Berusahanya.
+70. Ketentuan Pasal 237 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 237
Pemerintah Pusat mengembangkan usaha kebandarudaraan
melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang penanaman
modal.
-72. Ketentuan Pasal 238 diubah sehingga berbunyi sebagai
+71. Ketentuan Pasal 238 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 238
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengusahaan di
-bandar udara, serta sanksi administratif termasuk prosedur
-dan tata cara pengenaan diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-73. Ketentuan Pasal 242 diubah sehingga berbunyi sebagai
+bandar udara, serta kriteria, jenis, besaran denda, dan tata
+cara pengenaan sanksi administratif sanksi administratif
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+72. Ketentuan Pasal 242 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 242
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab atas
-kerugian serta sanksi administratif termasuk prosedur dan
-tata cara pengenaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-74. Ketentuan Pasal 247 diubah sehingga berbunyi sebagai
+kerugian serta kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara
+pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+362
+73. Ketentuan Pasal 247 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-441
Pasal 247
(1) Dalam rangka menunjang kegiatan tertentu, instansi
-Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan/atau badan
+Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan
hukum Indonesia dapat membangun bandar udara
khusus setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah
Pusat.
(2) Ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan
pada bandar udara khusus berlaku sebagaimana
ketentuan pada bandar udara.
-75. Ketentuan Pasal 249 diubah sehingga berbunyi sebagai
+74. Ketentuan Pasal 249 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 249
Bandar udara khusus dilarang melayani penerbangan
langsung dari dan/atau ke luar negeri kecuali dalam
keadaan tertentu dan bersifat sementara, setelah
memperoleh persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-76. Ketentuan Pasal 250 diubah sehingga berbunyi sebagai
+75. Ketentuan Pasal 250 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 250
Bandar udara khusus dilarang digunakan untuk
kepentingan umum kecuali dalam keadaan tertentu dengan
persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-77. Ketentuan Pasal 252 diubah sehingga berbunyi sebagai
+76. Ketentuan Pasal 252 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 252
Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan pembangunan
dan pengoperasian bandar udara khusus, serta perubahan
status menjadi bandar udara yang dapat melayani
kepentingan umum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-78. Ketentuan Pasal 253 diubah sehingga berbunyi sebagai
+77. Ketentuan Pasal 253 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 253
-442
Tempat pendaratan dan lepas landas helikopter (heliport)
terdiri atas:
a. tempat pendaratan dan lepas landas helikopter di
-daratan;
+daratan (surface level heliport);
b. tempat pendaratan dan lepas landas helikopter di atas
-gedung; dan
+gedung (elevated heliport); dan
+363
c. tempat pendaratan dan lepas landas helikopter di
-perairan.
-79. Ketentuan Pasal 254 diubah sehingga berbunyi sebagai
+perairan (helideck).
+78. Ketentuan Pasal 254 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 254
(1) Setiap tempat pendaratan dan lepas landas helikopter
-yang dioperasikan wajib memenuhi ketentuan
+(heliport) yang dioperasikan wajib memenuhi ketentuan
keselamatan dan keamanan penerbangan.
-(2) Tempat pendaratan dan lepas landas helikopter yang
-telah memenuhi ketentuan keselamatan penerbangan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tanda
-pendaftaran oleh Pemerintah Pusat.
-80. Ketentuan Pasal 255 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Tempat pendaratan dan lepas landas helikopter (heliport)
+yang telah memenuhi ketentuan keselamatan
+penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diberikan tanda pendaftaran (register) oleh Pemerintah
+Pusat.
+79. Ketentuan Pasal 255 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 255
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
pemberian persetujuan pembangunan dan pengoperasian
-tempat pendaratan dan lepas landas helikopter diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-81. Ketentuan Pasal 275 diubah sehingga berbunyi sebagai
+tempat pendaratan dan lepas landas helikopter (heliport)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+80. Ketentuan Pasal 275 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 275
-(1) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi
-penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 271
-ayat (2) wajib memiliki sertifikat pelayanan navigasi
-penerbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
-443
-(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diberikan kepada masing-masing unit pelayanan
-penyelenggara navigasi penerbangan.
+(1) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 271 ayat (2) wajib
+memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
+kepada masing-masing unit pelayanan penyelenggara
+navigasi penerbangan.
(3) Unit pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
-a. unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar
-udara;
+a. unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar udara;
b. unit pelayanan navigasi pendekatan; dan
-c. unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah.
-82. Ketentuan Pasal 277 diubah sehingga berbunyi sebagai
+c. unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah.’
+81. Ketentuan Pasal 277 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 277
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
-pembentukan dan sertifikasi lembaga penyelenggara
+pembentukan dan sertifikasi lembaga penyelenggara
+364
pelayanan navigasi penerbangan, serta biaya pelayanan jasa
navigasi penerbangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-83. Ketentuan Pasal 292 diubah sehingga berbunyi sebagai
+82. Ketentuan Pasal 292 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 292
(1) Setiap personel navigasi penerbangan wajib memiliki
@@ -14675,181 +14410,116 @@ lisensi atau sertifikat kompetensi.
dengan pelaksanaan pengoperasian dan/atau
pemeliharaan fasilitas navigasi penerbangan wajib
memiliki lisensi yang sah dan masih berlaku.
-84. Ketentuan Pasal 294 diubah sehingga berbunyi sebagai
+83. Ketentuan Pasal 294 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 294
Lisensi personel navigasi penerbangan yang diberikan oleh
negara lain dinyatakan sah melalui proses pengesahan atau
validasi oleh Pemerintah Pusat.
-85. Ketentuan Pasal 295 diubah sehingga berbunyi sebagai
+84. Ketentuan Pasal 295 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-444
Pasal 295
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara dan
-prosedur memperoleh lisensi, dan pengenaan sanksi
-administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-86. Ketentuan Pasal 317 diubah sehingga berbunyi sebagai
+prosedur memperoleh lisensi, dan kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+85. Ketentuan Pasal 317 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 317
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem manajemen
-keselamatan penyedia jasa penerbangan, dan sanksi
-administratif termasuk prosedur dan tata cara pengenaan
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-87. Ketentuan Pasal 389 diubah sehingga berbunyi sebagai
+keselamatan penyedia jasa penerbangan, dan kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+diatur diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+86. Ketentuan Pasal 389 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 389
Setiap personel di bidang penerbangan yang telah memiliki
sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
388 dapat diberi lisensi oleh Pemerintah Pusat setelah
memenuhi persyaratan.
-88. Ketentuan Pasal 392 diubah sehingga berbunyi sebagai
+365
+87. Ketentuan Pasal 392 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 392
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat kompetensi dan
lisensi serta penyusunan program pelatihan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-89. Ketentuan Pasal 399 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 399
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang penerbangan diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
-445
-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-446
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-90. Ketentuan Pasal 400 dihapus.
-91. Ketentuan Pasal 403 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 403
-Setiap Orang yang melakukan kegiatan produksi dan/atau
-perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan/atau
-baling-baling pesawat terbang yang tidak memiliki sertifikat
-produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
-dikenai sanksi administratif.
-92. Ketentuan Pasal 418 diubah sehingga berbunyi sebagai
+88. Ketentuan Pasal 418 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 418
-Setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara
-niaga tidak berjadwal luar negeri tanpa persetujuan terbang
-447
-dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-93 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
-(satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00
-(dua ratus juta rupiah).
-93. Ketentuan Pasal 423 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga
+tidak berjadwal luar negeri tanpa persetujuan terbang dari
+Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93
+ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
+tahun atau denda paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga
+ratus lima puluh juta rupiah).
+89. Ketentuan Pasal 423 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 423
(1) Personel bandar udara yang mengoperasikan dan/atau
-memelihara fasilitas bandar udara tanpa memiliki
-lisensi atau sertifikat kompetensi sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 222 dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
-banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
-(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan
-pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
-denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
-rupiah).
-94. Ketentuan Pasal 428 diubah sehingga berbunyi sebagai
+memelihara fasilitas bandar udara tanpa memiliki lisensi
+atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 222 yang mengakibatkan timbulnya korban,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
+dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
+juta rupiah).
+(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
+paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
+90. Ketentuan Pasal 428 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 428
-(1) Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara
-khusus yang digunakan untuk kepentingan umum
-tanpa Persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 250 dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
-banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
-(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) mengakibatkan matinya orang dipidana dengan
-pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
-denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
-miliar rupiah).
-448
+(1) Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus
+yang digunakan untuk kepentingan umum tanpa
+Persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 250 yang mengakibatkan timbulnya korban,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
+atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
+rupiah).
+(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
+banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
+366
Paragraf 11
Kesehatan, Obat, dan Makanan
-Pasal 61
+Pasal 59
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
-sektor Kesehatan, Obat, dan Makanan, Undang-Undang ini
+sektor Kesehatan, Obat, dan Makanan, undang-undang ini
mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru
beberapa ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 144,
-Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-5063);
-b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
-Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 153,
-Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-5072);
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 144, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) yang
+selanjutnya didalam Undang-Undang ini disebut dengan
+Undang-Undang Kesehatan;
+b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 153, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072) yang
+selanjutnya didalam Undang-Undang ini disebut dengan
+Undang-Undang Rumah Sakit;
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang
+selanjutnya didalam Undang-Undang ini disebut dengan
+Undang-Undang Psikotropika;
d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 143,
-Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-5062); dan
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 143, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062) yang
+selanjutnya didalam Undang-Undang ini disebut dengan
+Undang-Undang Narkotika; dan
e. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
-227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
-Nomor 5360).
-Pasal 62
+227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
+5360) yang selanjutnya didalam Undang-Undang ini disebut
+dengan Undang-Undang Pangan.
+Pasal 60
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) diubah:
-449
+367
1. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
@@ -14866,7 +14536,10 @@ c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak Pemerintah
Pusat, pemerintah daerah, dan swasta.
(4) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib memenuhi
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
+pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
2. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
@@ -14878,33 +14551,42 @@ berikut:
Pasal 60
(1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan alat dan teknologi wajib
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-450
+368
4. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 106
-(1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau
-mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan
-harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
-Pusat.
-(2) Sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya hanya
-dapat diedarkan setelah memenuhi Perizinan Berusaha
-dari Pemerintah Pusat.
-(3) Pemerintah Pusat berwenang mencabut Perizinan
-Berusaha dan memerintahkan penarikan dari
-peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
-telah memperoleh Perizinan Berusaha, yang terbukti
-tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
-keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan
-dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
+(1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan
+sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan
+setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
+Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
+berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(3) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
+berwenang mencabut Perizinan Berusaha dan
+memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi
+dan alat kesehatan yang telah memperoleh Perizinan
+Berusaha, yang terbukti tidak memenuhi persyaratan
+mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat
+disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-terkait sediaan farmasi dan alat kesehatan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+terkait sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 111
@@ -14912,15 +14594,18 @@ Pasal 111
masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau
persyaratan kesehatan.
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi
-ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau
-membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud
-451
-pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari
-peredaran, dicabut Perizinan Berusaha dan disita
-untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
+Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
+(3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan
+standar, persyaratan kesehatan, dan/atau
+membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran,
+369
+dicabut Perizinan Berusaha dan diamankan/disita untuk
+dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
terkait makanan dan minuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
@@ -14928,108 +14613,57 @@ Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 182 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 182
-(1) Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap
+(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya melakukan pengawasan terhadap
masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan yang
berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan
-dan upaya kesehatan.
-(2) Pemerintah Pusat dalam melakukan pengawasan dapat
+dan upaya kesehatan berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
+(2) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya dalam melakukan pengawasan dapat
memberikan Perizinan Berusaha terhadap setiap
-penyelenggaraan upaya kesehatan.
-(3) Pemerintah Pusat dalam melaksanakan pengawasan
-mengikut sertakan masyarakat.
+penyelenggaraan upaya kesehatan berdasarkan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(3) Pemerintah Pusat dalam melaksanakan pengawasan dapat
+mendelegasikan kepada pemerintah daerah dan
+mengikutsertakan masyarakat.
7. Ketentuan Pasal 183 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 183
-Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182
+Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah sesuai
+kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182
dalam melaksanakan tugasnya dapat mengangkat tenaga
-pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan
-pengawasan terhadap segala sesuatu yang berhubungan
-dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya
-kesehatan.
+pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan
+terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan sumber
+daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
8. Ketentuan Pasal 187 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 187
-452
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dalam
-penyelenggaraan kegiatan usaha di bidang kesehatan diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+penyelenggaraan upaya di bidang kesehatan diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+370
9. Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 188
-Pemerintah Pusat dapat mengambil tindakan administratif
-terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan
-kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur
-dalam Undang-Undang ini.
-10. Ketentuan Pasal 189 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 189
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang kesehatan diberi wewenang
-khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga
-melakukan tindak pidana;
-453
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan, dan
-memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-454
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat
-meminta bantuan kepada aparat penegak hukum.
-11. Ketentuan Pasal 197 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dapat
+mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan
+dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan
+sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
+10. Ketentuan Pasal 197 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
+dalam Pasal 106 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
-Pasal 63
+Pasal 61
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
@@ -15037,30 +14671,62 @@ Nomor 5072) diubah:
1. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
-Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan
+(1) Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15,
-dan Pasal 16 dikenakan sanksi administratif.
+atau Pasal 16 dikenakan sanksi administratif berupa:
+a. peringatan tertulis;
+b. penghentian sementara kegiatan;
+c. denda aministratif;
+d. pembekuan perizinan berusaha; dan atau
+e. pencabutan perizinan berusaha.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+371
2. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
(1) Pemerintah menetapkan klasifikasi rumah sakit
-berdasarkan kemampuan pelayanan.
+berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan,
+sarana penunjang, dan sumber daya manusia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi rumah sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-455
3. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
-Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memenuhi
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-4. Ketentuan Pasal 26 dihapus.
+(1) Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memenuhi
+Perizinan Berusaha.
+(2) Setiap penyelenggara Rumah Sakit yang tidak memenuhi
+kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
+sanksi administratif.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
+sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah
+4. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 26
+(1) Perizinan Berusaha terkait Rumah Sakit kelas A dan
+Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman
+modal dalam negeri diberikan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Perizinan Berusaha terkait Rumah Sakit kelas B diberikan
+oleh Pemerintah Daerah Provinsi sesuai dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(3) Perizinan Berusaha terkait Rumah Sakit kelas C dan kelas
+D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
+sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme perubahan
+kelas Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
Perizinan Berusaha terkait Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud dengan Pasal 25, dapat dicabut jika:
+372
a. habis masa berlakunya;
b. tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c. terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
@@ -15076,38 +14742,37 @@ rumah sakit diatur dengan Peraturan Pemerintah.
berikut:
Pasal 29
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
-a. memberikan informasi yang benar tentang
-pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
-b. memberi pelayanan kesehatan yang aman,
-bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
-mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
-standar pelayanan Rumah Sakit;
-456
-c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada
-pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
-d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan
-kesehatan pada bencana, sesuai dengan
-kemampuan pelayanannya;
-e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi
-masyarakat tidak mampu atau miskin;
+a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan
+Rumah Sakit kepada masyarakat;
+b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
+antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
+kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
+Rumah Sakit;
+c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien
+sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
+d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan
+pada bencana, sesuai dengan kemampuan
+pelayanannya;
+e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat
+tidak mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan
memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
-mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
-uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban
-bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial
-bagi misi kemanusiaan;
-g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar
-mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai
-acuan dalam melayani pasien;
+mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
+muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan
+kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
+kemanusiaan;
+g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu
+pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan
+dalam melayani pasien;
h. menyelenggarakan rekam medis;
-i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang
-layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang
-tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
-menyusui, anak-anak, dan lanjut usia;
+i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak
+antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu,
+373
+sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anakanak, dan lanjut usia;
j. melaksanakan sistem rujukan;
-k. menolak keinginan pasien yang bertentangan
-dengan standar profesi dan etika serta ketentuan
-peraturan perundang-undangan;
+k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
+standar profesi dan etika serta ketentuan peraturan
+perundang-undangan;
l. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai hak dan kewajiban pasien;
m. menghormati dan melindungi hak pasien;
@@ -15115,11 +14780,10 @@ n. melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang
-kesehatan, baik secara regional maupun nasional;
-457
-q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan
-praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga
-kesehatan lainnya;
+kesehatan, baik secara regional maupun nasional;
+q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik
+kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan
+lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal
Rumah Sakit;
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi
@@ -15127,97 +14791,109 @@ semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan
tugas; dan
t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit
sebagai kawasan tanpa rokok.
-(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah
-Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana pada ayat
-(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa:
+a. teguran;
+b. teguran tertulis;
+c. denda; dan/atau
+d. pencabutan Perizinan Rumah Sakit.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengenaan
+sanksi administratif sebagaimana pada ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
-(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
-Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala.
-(2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen, baik
-dari dalam maupun dari luar negeri, berdasarkan
-standar akreditasi yang berlaku.
-(3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah
-Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
+wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga)
+tahun sekali.
+374
+(2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dilakukan oleh suatu lembaga independen, baik dari
+dalam maupun dari luar negeri, berdasarkan standar
+akreditasi yang berlaku.
+(3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
9. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 54
-458
-(1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan
-pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan
-organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan
-organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas
-dan fungsi masing-masing.
-(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diarahkan untuk :
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan norma,
+standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan
+terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi
+profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi
+kemasyarakatan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi
+masing-masing.
+(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) diarahkan untuk :
a. pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh masyarakat;
b. peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
c. keselamatan pasien ;
d. pengembangan jangkauan pelayanan; dan
-e. peningkatan kemampuan kemandirian Rumah
-Sakit.
+e. peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
(3) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah
-Pusat mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi
-dan keahliannya.
+Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya mengangkat tenaga pengawas sesuai
+kompetensi dan keahliannya.
(4) Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
-melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis medis
-dan teknis perumahsakitan.
+melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis medis dan
+teknis perumahsakitan.
(5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-dapat mengenakan sanksi administratif.
+dapat mengenakan sanksi administratif berupa:
+a. teguran;
+b. teguran tertulis;
+c. denda; dan/atau
+d. pencabutan Perizinan Rumah Sakit.
+375
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
-(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
+(2), ayat (3), ayat (4), serta kriteria, jenis, dan tata cara
+pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
+pada.ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Ketentuan Pasal 62 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 62
-Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan
-Rumah Sakit tidak memiliki Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana
-459
-dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
-paling banyak Rp5.000.000.000,00- (lima miliar rupiah).
-Pasal 64
+Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah
+Sakit tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) yang mengakibatkan
+timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan,
+keselamatan, keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
+banyak Rp7.000.000.000,00- (tujuh miliar rupiah).
+Pasal 62
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 10 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3671) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+1. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
-Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang
-telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh industri farmasi
+yang telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
+Pusat.
+2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari
-Pemerintah Pusat.
+Pemerintah Pusat
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
-(1) Ekspor Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh
-industri farmasi atau pedagang besar farmasi yang
-telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
-Pusat.
+(1) Ekspor Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh industri
+farmasi atau pedagang besar farmasi yang telah
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
(2) Impor Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh:
+376
a. Industri farmasi atau pedagang besar farmasi yang
-telah memenuhi Perizinan Berusaha dari
-Pemerintah Pusat;
-460
+telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
+Pusat;
b. Lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.
(3) Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilarang
@@ -15227,18 +14903,18 @@ diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
-(1) Untuk dapat memperoleh surat persetujuan ekspor
-atau surat persetujuan impor, eksportir atau importir
+(1) Untuk dapat memperoleh surat persetujuan ekspor atau
+surat persetujuan impor, eksportir atau importir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Pusat.
-(2) Permohonan untuk memperoleh surat persetujuan
-ekspor psikotropika dilampiri dengan surat persetujuan
-Impor psikotropika yang telah mendapat persetujuan
-dari dan/atau dikeluarkan oleh pemerintah negara
-pengimpor psikotropika.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat persetujuan
-ekspor dan surat persetujuan impor diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
+(2) Permohonan untuk memperoleh surat persetujuan ekspor
+psikotropika dilampiri dengan surat persetujuan Impor
+psikotropika yang telah mendapat persetujuan dari
+dan/atau dikeluarkan oleh pemerintah negara pengimpor
+psikotropika.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat persetujuan ekspor
+dan surat persetujuan impor diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
@@ -15248,19 +14924,18 @@ pengekspor psikotropika.
6. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
-Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan ekspor atau
-impor psikotropika diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-461
+Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan ekspor atau impor
+psikotropika diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 21
-(1) Setiap pengangkutan ekspor psikotropika wajib
-dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor
-psikotropika yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Setiap pengangkutan impor psikotropika wajib
-dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor
-Psikotropika yang dikeluarkan oleh pemerintah negara
-pengekspor.
+(1) Setiap pengangkutan ekspor psikotropika wajib dilengkapi
+dengan surat persetujuan ekspor psikotropika yang
+dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
+377
+(2) Setiap pengangkutan impor psikotropika wajib dilengkapi
+dengan Surat Persetujuan Ekspor Psikotropika yang
+dikeluarkan oleh pemerintah negara pengekspor.
8. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22
@@ -15274,23 +14949,22 @@ perusahaan pengangkutan ekspor.
pengangkutan ekspor wajib memberikan surat
persetujuan ekspor psikotropika yang diterbitkan oleh
Pemerintah Pusat dan surat persetujuan impor
-psikotropika yang diterbitkan oleh Pemerintah negara
+psikotropika yang diterbitkan oleh pemerintah negara
pengimpor kepada penanggung jawab pengangkut.
-(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor psikotropika
-wajib membawa dan bertanggung jawab atas
-kelengkapan surat persetujuan ekspor psikotropika
-yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan surat
-persetujuan impor psikotropika yang diterbitkan oleh
-pemerintah negara pengimpor.
+(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor psikotropika wajib
+membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan surat
+persetujuan ekspor psikotropika yang diterbitkan oleh
+Pemerintah Pusat dan surat persetujuan impor
+psikotropika yang diterbitkan oleh pemerintah negara
+pengimpor.
(4) Penanggung jawab pengangkut impor psikotropika yang
-memasuki wilayah Republik Indonesia wajib membawa
-462
+memasuki wilayah Republik Indonesia wajib membawa
dan bertanggung jawab atas kelengkapan surat
persetujuan impor psikotropika yang diterbitkan oleh
Pemerintah Pusat dan surat persetujuan ekspor
psikotropika yang diterbitkan oleh pemerintah negara
pengekspor.
-Pasal 65
+Pasal 63
Beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
@@ -15301,6 +14975,7 @@ Pasal 11
(1) Industri farmasi tertentu dapat memproduksi narkotika
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
+378
(2) Pemerintah Pusat melakukan pengendalian terhadap
produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan
tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal
@@ -15317,8 +14992,7 @@ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
2. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
-463
-(1) Industri farmasi dan/atau Perusahaan pedagang besar
+(1) Industri farmasi atau Perusahaan pedagang besar
farmasi milik negara dapat melaksanakan impor
narkotika setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
@@ -15327,8 +15001,8 @@ memberi Perizinan Berusaha kepada perusahaan selain
perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang memenuhi Perizinan Berusaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
@@ -15336,21 +15010,20 @@ Pasal 16
Impor yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat untuk
setiap kali melakukan impor Narkotika.
(2) Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil
-audit Pemerintah Pusat terhadap rencana kebutuhan
-dan realisasi produksi dan/atau penggunaan
-Narkotika.
+dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil audit
+Pemerintah Pusat terhadap rencana kebutuhan dan
+realisasi produksi dan/atau penggunaan Narkotika.
(3) Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam
jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan
-untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
-dan teknologi.
+untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
+teknologi.
+379
(4) Surat Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada pemerintah negara
pengekspor.
4. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
-464
(1) Industri farmasi atau Perusahaan pedagang besar
farmasi dapat melaksanakan ekspor narkotika setelah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
@@ -15367,9 +15040,6 @@ setiap kali melakukan ekspor Narkotika.
Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemohon harus melampirkan surat persetujuan yang
diterbitkan oleh negara pengimpor.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat Persetujuan
-Ekspor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22
@@ -15382,8 +15052,7 @@ Pasal 24
(1) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi
dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor
Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan di negara pengekspor dan Surat
-465
+perundang-undangan di negara pengekspor dan Surat
Persetujuan Impor Narkotika yang diterbitkan oleh
Pemerintah Pusat.
(2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapi
@@ -15391,6 +15060,7 @@ dengan surat persetujuan ekspor Narkotika yang
diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan dokumen atau
Perizinan Berusaha terkait impor Narkotika yang sah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di negara pengimpor.
+380
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen atau surat
persetujuan ekspor dan impor narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
@@ -15407,16 +15077,15 @@ pengimpor kepada orang yang bertanggung jawab atas
perusahaan pengangkutan ekspor.
(2) Orang yang bertanggung jawab atas perusahaan
pengangkutan ekspor wajib memberikan Surat
-Persetujuan Ekspor Narkotika yang diterbitkan
-oleh Pemerintah Pusat dan dokumen atau Surat
+Persetujuan Ekspor Narkotika yang diterbitkan oleh
+Pemerintah Pusat dan dokumen atau Surat
Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di negara
pengimpor kepada penanggung jawab pengangkut.
(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor Narkotika wajib
membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan
Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang diterbitkan
-oleh Pemerintah Pusat dan dokumen atau Surat
-466
+oleh Pemerintah Pusat dan dokumen atau Surat
Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di negara
pengimpor.
@@ -15427,15 +15096,16 @@ Pasal 36
diedarkan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
-Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 39
-(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri
-Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
-penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai
-dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
+(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi,
+pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
+sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan
+dalam Undang-Undang ini.
+381
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan
@@ -15443,86 +15113,24 @@ Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-11. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 82
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang narkotika diberi wewenang
-khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-467
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga
-melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-468
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-Pasal 66
+Pasal 64
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5360) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 7 diubah sehingga Pasal 1
-berbunyi sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 7 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi
+sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang
-diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan
-469
-sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
-manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan
-baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
-dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
-pembuatan makanan atau minuman.
+diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
+makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
+termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan,
+dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
+penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
+atau minuman.
2. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang
secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang
menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang
@@ -15530,95 +15138,90 @@ memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan
sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya
lokal.
3. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan
-bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka
-ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin
-pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di
-tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi
-sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan
-kearifan lokal secara bermartabat.
+bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam
+dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan
+kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat
+perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya
+alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara
+bermartabat.
4. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan
-bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
-tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik
-jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
-merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
-dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,
-untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
-berkelanjutan.
+bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin
+dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah
+maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
+terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
+382
+keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
+sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
5. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
-mengganggu, merugikan, dan membahayakan
-kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
-agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga
-aman untuk dikonsumsi.
-470
+mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
+manusia serta tidak bertentangan dengan agama,
+keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
+dikonsumsi.
6. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses
menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat,
-mengawetkan, mengemas, mengemas kembali,
-dan/atau mengubah bentuk Pangan.
-7. Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya
-Pangan dari hasil produksi dalam negeri, Cadangan
-Pangan Nasional, dan Impor Pangan.
-8. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan
-di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
+mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau
+mengubah bentuk Pangan.
+7. Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya Pangan
+dari hasil produksi dalam negeri, Cadangan Pangan
+Nasional, dan Impor Pangan.
+8. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan di
+seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk konsumsi manusia dan untuk menghadapi
masalah kekurangan Pangan, gangguan pasokan dan
harga, serta keadaan darurat.
-9. Cadangan Pangan Pemerintah adalah persediaan
-Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah.
-10. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah
-persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh
-pemerintah provinsi.
+9. Cadangan Pangan Pemerintah adalah persediaan Pangan
+yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah.
+10. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah persediaan
+Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah
+provinsi.
11. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah
persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh
pemerintah kabupaten/kota.
12. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan
-Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah
-desa.
-13. Cadangan Pangan Masyarakat adalah persediaan
-Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh masyarakat di
-tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga.
+Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah desa.
+13. Cadangan Pangan Masyarakat adalah persediaan Pangan
+yang dikuasai dan dikelola oleh masyarakat di tingkat
+pedagang, komunitas, dan rumah tangga.
14. Penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan,
-keterjangkauan, pemenuhan konsumsi Pangan dan
-Gizi, serta keamanan Pangan dengan melibatkan peran
-serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
-471
+keterjangkauan, pemenuhan konsumsi Pangan dan Gizi,
+serta keamanan Pangan dengan melibatkan peran serta
+masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
15. Pangan Pokok adalah Pangan yang diperuntukkan
sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan
potensi sumber daya dan kearifan lokal.
+383
16. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan
-ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam,
-bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber
-daya lokal.
+ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi
+seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
17. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh
-masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan
-kearifan lokal.
+masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan
+lokal.
18. Pangan Segar adalah Pangan yang belum mengalami
pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau
yang dapat menjadi bahan baku pengolahan Pangan.
19. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil
proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau
tanpa bahan tambahan.
-20. Petani adalah warga negara Indonesia, baik
-perseorangan maupun beserta keluarganya yang
-melakukan usaha tani di bidang Pangan.
+20. Petani adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan
+maupun beserta keluarganya yang melakukan usaha tani
+di bidang Pangan.
21. Nelayan adalah warga negara Indonesia, baik
perseorangan maupun beserta keluarganya yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
-22. Pembudi Daya Ikan adalah warga negara Indonesia,
-baik perseorangan maupun beserta keluarganya yang
-mata pencahariannya membesarkan, membiakkan,
-dan/atau memelihara ikan dan sumber hayati perairan
-lainnya serta memanen hasilnya dalam lingkungan
-yang terkontrol.
+22. Pembudi Daya Ikan adalah warga negara Indonesia, baik
+perseorangan maupun beserta keluarganya yang mata
+pencahariannya membesarkan, membiakkan, dan/atau
+memelihara ikan dan sumber hayati perairan lainnya
+serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
+terkontrol.
23. Perdagangan Pangan adalah setiap kegiatan atau
-serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan
-dan/atau pembelian Pangan, termasuk penawaran
-untuk menjual Pangan dan kegiatan lain yang
-472
-berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan
-memperoleh imbalan.
+serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/atau
+pembelian Pangan, termasuk penawaran untuk menjual
+Pangan dan kegiatan lain yang berkenaan dengan
+pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan.
24. Ekspor Pangan adalah kegiatan mengeluarkan Pangan
dari daerah pabean negara Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
@@ -15631,141 +15234,166 @@ atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif, dan landas kontinen.
26. Peredaran Pangan adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan
-kepada masyarakat, baik diperdagangkan maupun
-tidak.
+kepada masyarakat, baik diperdagangkan maupun tidak.
27. Bantuan Pangan adalah Bantuan Pangan Pokok dan
-Pangan lainnya yang diberikan oleh Pemerintah,
+Pangan lainnya yang diberikan oleh Pemerintah,
+384
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat dalam
mengatasi Masalah Pangan dan Krisis Pangan,
meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat miskin
dan/atau rawan Pangan dan Gizi, dan kerja sama
internasional.
-28. Masalah Pangan adalah keadaan kekurangan,
-kelebihan, dan/atau ketidakmampuan perseorangan
-atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan
-Pangan dan Keamanan Pangan.
+28. Masalah Pangan adalah keadaan kekurangan, kelebihan,
+dan/atau ketidakmampuan perseorangan atau rumah
+tangga dalam memenuhi kebutuhan Pangan dan
+Keamanan Pangan.
29. Krisis Pangan adalah kondisi kelangkaan Pangan yang
-dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah
-yang disebabkan oleh, antara lain, kesulitan distribusi
-Pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam dan
-lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang.
-473
+dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah yang
+disebabkan oleh, antara lain, kesulitan distribusi Pangan,
+dampak perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan,
+dan konflik sosial, termasuk akibat perang.
30. Sanitasi Pangan adalah upaya untuk menciptakan dan
-mempertahankan kondisi Pangan yang sehat dan
-higienis yang bebas dari bahaya cemaran biologis,
-kimia, dan benda lain.
+mempertahankan kondisi Pangan yang sehat dan higienis
+yang bebas dari bahaya cemaran biologis, kimia, dan
+benda lain.
31. Persyaratan Sanitasi adalah standar kebersihan dan
-kesehatan yang harus dipenuhi untuk menjamin
-Sanitasi Pangan.
-32. Iradiasi Pangan adalah metode penanganan Pangan,
-baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun
-akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan
-dan kerusakan, membebaskan Pangan dari jasad renik
-patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas.
+kesehatan yang harus dipenuhi untuk menjamin Sanitasi
+Pangan.
+32. Iradiasi Pangan adalah metode penanganan Pangan, baik
+dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator
+untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan,
+membebaskan Pangan dari jasad renik patogen, serta
+mencegah pertumbuhan tunas.
33. Rekayasa Genetik Pangan adalah suatu proses yang
melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu
jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama
untuk mendapatkan jenis baru yang mampu
menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul.
34. Pangan Produk Rekayasa Genetik adalah Pangan yang
-diproduksi atau yang menggunakan bahan baku,
-bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang
-dihasilkan dari proses rekayasa genetik.
+diproduksi atau yang menggunakan bahan baku, bahan
+tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan
+dari proses rekayasa genetik.
35. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk
mewadahi dan/atau membungkus Pangan, baik yang
bersentuhan langsung dengan Pangan maupun tidak.
36. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar
kriteria keamanan dan kandungan Gizi Pangan.
-37. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam
-Pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak,
-vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang
-bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
-38. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau
-korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang
-tidak berbadan hukum.
-474
-39. Pelaku Usaha Pangan adalah Setiap Orang yang
-bergerak pada satu atau lebih subsistem agribisnis
-Pangan, yaitu penyedia masukan produksi, proses
-produksi, pengolahan, pemasaran, perdagangan, dan
-penunjang.
+37. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan
+yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
+mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat
+bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
+385
+38. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi,
+baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
+hukum.
+39. Pelaku Usaha Pangan adalah Setiap Orang yang bergerak
+pada satu atau lebih subsistem agribisnis Pangan, yaitu
+penyedia masukan produksi, proses produksi,
+pengolahan, pemasaran, perdagangan, dan penunjang.
40. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan Pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
41. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali
-kota, dan perangkat daerah sebagai unsur
-penyelenggara pemerintahan daerah.
+kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
+pemerintahan daerah.
2. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
-Sumber penyediaan Pangan berasal dari Produksi Pangan
-dalam negeri, Cadangan Pangan Nasional, dan Impor
-Pangan.
+(1) Sumber penyediaan Pangan diprioritaskan berasal dari:
+a. Produksi Pangan dalam negeri;
+b. Cadangan Pangan Nasional; dan/atau
+c. Impor Pangan.
+(2) Sumber penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan
+kepentingan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
+Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil, melalui kebijakan
+tarif dan non tarif.
3. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
-(1) Produksi pangan dalam negeri digunakan untuk
-memenuhi kebutuhan konsumsi pangan.
+(1) Produksi Pangan dalam negeri digunakan untuk
+memenuhi kebutuhan konsumsi Pangan
(2) Dalam hal Ketersediaan Pangan untuk kebutuhan
konsumsi dan cadangan Pangan sudah tercukupi,
-kelebihan Produksi Pangan dalam negeri dapat
-digunakan untuk keperluan lain.
+kelebihan Produksi Pangan dalam negeri dapat digunakan
+untuk keperluan lain.
4. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 36
(1) Impor Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri.
-475
+386
(2) Impor Pangan Pokok dilakukan untuk memenuhi
-kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan di dalam
-negeri.
-(3) Kebutuhan konsumsi pangan dan cadangan pangan di
-dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan nasional.
+(3) Impor Pangan dan Pangan Pokok sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat dengan memperhatikan kepentingan Petani,
+Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Pelaku Usaha Pangan mikro
+dan kecil.
5. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 39
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan dan peraturan
-Impor Pangan dalam rangka keberlanjutan usaha tani.
+Impor Pangan dalam rangka keberlanjutan usaha tani,
+Peningkatan kesejahteraan petani, Nelayan, Pembudi Daya
+Ikan, Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil.
6. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 68
-(1) Pemerintah Pusat menjamin terwujudnya
-penyelenggaraan Keamanan Pangan di setiap rantai
-Pangan secara terpadu.
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin
+terwujudnya penyelenggaraan Keamanan Pangan di
+setiap rantai Pangan secara terpadu.
(2) Pemerintah Pusat menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan.
(3) Pelaku Usaha Pangan termasuk Usaha Mikro dan Kecil
wajib menerapkan norma, standar, prosedur, dan
-kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (2).
+kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2).
(4) Penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
-Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3) dilakukan secara bertahap berdasarkan jenis
-Pangan dan skala usaha Pangan.
-(5) Pemerintah Pusat wajib membina dan mengawasi
-pelaksanaan penerapan norma, standar, prosedur, dan
-kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (3).
+Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+dilakukan secara bertahap berdasarkan jenis Pangan
+dan skala usaha Pangan.
+(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib
+membina dan mengawasi pelaksanaan penerapan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan
+Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
+(4).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai norma, standar,
-prosedur dan kriteria keamanan Pangan termasuk
-476
+prosedur dan kriteria keamanan Pangan termasuk
pentahapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
+7. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 72
+387
+(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), Pasal 71 ayat (1) atau
+ayat (2), dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) berupa:
+a. denda;
+b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi,
+dan/atau peredaran;
+c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
+d. ganti rugi; dan/atau
+e. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+diatur dalam Peraturan Pemerintah.
+8. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 74
(1) Pemerintah Pusat berkewajiban memeriksa keamanan
bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan
Pangan yang belum diketahui dampaknya bagi
-kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses
-Produksi Pangan untuk diedarkan.
+kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses Produksi
+Pangan untuk diedarkan.
(2) Pemeriksaan keamanan bahan tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka
pemenuhan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-8. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
+9. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 77
(1) Setiap Orang dilarang memproduksi Pangan yang
@@ -15777,128 +15405,84 @@ bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang
dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+10. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+388
Pasal 81
(1) Iradiasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80
ayat (1) dilakukan berdasarkan Perizinan Berusaha dari
-Pemerintah Pusat.
-477
+Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-10. Ketentuan Pasal 87 dihapus.
-11. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
+11. Ketentuan Pasal 87 dihapus.
+12. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 88
(1) Pelaku Usaha Pangan di bidang Pangan Segar harus
-memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu
-Pangan Segar.
-(2) Pemerintah Pusat wajib membina, mengawasi, dan
-memfasilitasi pengembangan usaha Pangan Segar
-untuk memenuhi persyaratan teknis minimal
-Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.
-(3) Penerapan standar Keamanan Pangan dan Mutu
-Pangan Segar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan
-Segar serta jenis dan/atau skala usaha.
-12. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai
+memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan
+Segar.
+(2) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya wajib membina, mengawasi,
+dan memfasilitasi pengembangan usaha Pangan Segar
+untuk memenuhi persyaratan teknis minimal Keamanan
+Pangan dan Mutu Pangan, berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
+(3) Penerapan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan
+Segar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
+secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan Segar serta
+jenis dan/atau skala usaha.
+13. Di antara Pasal 89 dan Pasal 90 disisipkan satu pasal yakni
+Pasal 89A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 89A
+(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1), Pasal 86 ayat (2),
+atau Pasal 89 dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) berupa:
+a. denda;
+b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi,
+dan/atau peredaran;
+c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
+d. ganti rugi; dan/atau
+e. pencabutan Perizinan Berusaha.
+389
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+diatur dalam Peraturan Pemerintah.
+14. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 91
(1) Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi,
setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau
yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan
-eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib memenuhi
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib memenuhi Perizinan
+Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah
+Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
(2) Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap produk
Pangan Olahan tertentu yang diproduksi oleh Usaha
Mikro dan Kecil.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-478
-13. Ketentuan Pasal 132 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 132
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya di bidang pangan diberi wewenang
-khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-479
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil terentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (3), memberitahukan dimulainya
-penyidikan, melaporkan hasil penyidikan, dan
-memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi
-Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat
-meminta bantuan kepada aparat penegak hukum.
-14. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+15. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 133
-(1) Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun
-atau menyimpan melebihi jumlah maksimal
-480
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dengan maksud
-untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan
-harga Pangan Pokok menjadi mahal atau melambung
-tinggi, dikenai sanksi administratif berupa denda paling
-banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
-(2) Dalam hal Pelaku Usaha Pangan tidak memenuhi
-kewajiban pengenaan sanksi administratif sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-15. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun atau
+menyimpan melebihi jumlah maksimal sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 53 dengan maksud untuk
+memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga Pangan
+Pokok menjadi mahal atau melambung tinggi dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau
+denda paling banyak Rp150.000.000.000,00 (seratus lima
+puluh miliar rupiah).
+16. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 134
(1) Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan
@@ -15906,929 +15490,232 @@ tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja
tidak menerapkan tata cara pengolahan Pangan yang
dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan
kandungan Gizi bahan baku Pangan yang digunakan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), dikenai
-sanksi administratif berupa denda paling banyak
-Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 1 (satu) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-16. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) yang
+mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap
+kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
+390
+tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
+(dua miliar rupiah).
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh setip orang yang
+melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah
+atau sedang.
+(3) Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
+pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72.
+17. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 135
-481
(1) Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau
-proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,
-dan/atau peredaran Pangan yang tidak memenuhi
-Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 71 ayat (2), dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling banyak Rp4.000.000.000,00
-(empat miliar rupiah).
-(2) Dalam hal pelaku tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 2 (dua) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-17. Ketentuan Pasal 139 diubah sehingga berbunyi sebagai
+proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
+peredaran Pangan yang tidak memenuhi Persyaratan
+Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
+ayat (2) yang mengakibatkan timbulnya
+korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
+keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
+banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang yang
+melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah
+atau sedang.
+(3) Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
+pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72.
+18. Ketentuan Pasal 139 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 139
-Setiap Orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir
-Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) yang
-membahayakan kesehatan manusia dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
+(1) Setiap Orang yang dengan sengaja membuka kemasan
+akhir Pangan untuk dikemas kembali dan
+diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84
+ayat (1), yang mengakibatkan timbulnya korban
+gangguan kesehatan manusia, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-18. Ketentuan Pasal 140 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang yang
+391
+melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah
+atau sedang.
+(3) Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
+pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72.
+19. Ketentuan Pasal 140 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 140
-Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan
+(1) Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan
Pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar
-Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
-ayat (2), yang membahayakan kesehatan manusia dipidana
-dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
-denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
-rupiah).
-482
-19. Ketentuan Pasal 141 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+86 ayat (2) yang mengakibatkan timbulnya korban
+gangguan kesehatan manusia, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
+banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang yang
+melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah
+atau sedang.
+(3) Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
+pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89A.
+20. Ketentuan Pasal 141 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 141
-Setiap Orang yang dengan sengaja memperdagangkan
+(1) Setiap Orang yang dengan sengaja memperdagangkan
Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan
-Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, yang
-membahayakan kesehatan manusia dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
+Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan
+Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 yang
+mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan
+manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
+(dua) tahun atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
-20. Ketentuan Pasal 142 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang yang
+melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah
+atau sedang.
+(3) Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
+pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89A.
+392
+21. Ketentuan Pasal 142 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 142
(1) Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak
-memiliki Perizinan Berusaha terkait Pangan Olahan
-yang dibuat didalam negeri atau yang diimpor untuk
+memiliki Perizinan Berusaha terkait Pangan Olahan yang
+dibuat didalam negeri atau yang diimpor untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dikenai sanksi
-administratif berupa denda paling banyak
-Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah);
-(2) Dalam hal setiap orang tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 2 (dua) tahun.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan
+pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
+paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar
+rupiah).
+(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
+pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang yang
+melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah
+atau sedang.
Paragraf 12
Pendidikan dan Kebudayaan
-Pasal 67
-483
-Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
-Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
-sektor Pendidikan dan Kebudayaan, Undang-Undang ini
-mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru
-beberapa ketentuan yang diatur dalam:
-a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
-Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
-Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 4301);
-b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
-Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
-Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 5336);
-c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
-Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
-Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 4586);
-d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan
-Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
-2013 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 5434);
-e. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
-56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-6325); dan
-f. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
-141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
-Nomor 5060).
-Pasal 68
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
-2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
-484
-Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
-Negara Republik Indonesia Nomor 4301) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 65
+(1) Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat
+dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud dalam Undang-Undang ini.
+(2) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor
+pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+Pasal 66
+Untuk mempermudah pelaku usaha perfilman dalam melakukan
+kegiatan usaha, undang-undang ini mengubah, menghapus, atau
+menetapkan pengaturan baru yang diatur dalam UndangUndang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman (Lembaran
+Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5060):
+1. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 28
-(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum
-jenjang pendidikan dasar.
-(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
-melalui jalur pendidikan formal, nonformal,dan/atau
-informal.
-(3) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini diatur
-lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
-2. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 14
+(1) Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 8 ayat (2) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
+dari Pemerintah Pusat.
+393
+(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) tidak termasuk Perizinan Berusaha terkait
+pertunjukan film yang dilakukan melalui penyiaran
+televisi atau jaringan teknologi informatika
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+2. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 35
-(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
-proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
-sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
-penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara
-berencana dan berkala.
-(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan
-pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan,
-sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
-(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta
-pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
-nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi,
-penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
-(4) Selain standar nasional pendidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), pendidikan tinggi juga harus
-memiliki standar penelitian dan standar pengabdian
-kepada masyarakat.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional
-pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
-485
-(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
+Pasal 17
+(1) Pembuatan film oleh pelaku usaha pembuat film
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) harus
+memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+terkait pembuatan film diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 51
-(1) Pengelolaan satuan pendidikan formal dilakukan oleh
-Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau
-masyarakat.
-(2) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
-pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
-dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
-dengan prinsip manajemen berbasis
-sekolah/madrasah.
-(3) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan
-berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan
-mutu, dan evaluasi yang transparan.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan satuan
-pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
-(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 22
+(1) Pembuatan film oleh pihak asing yang menggunakan
+lokasi di Indonesia dilakukan berdasarkan persetujuan
+dari Pemerintah Pusat tanpa dipungut biaya.
+(2) Pembuatan film yang menggunakan insan perfilman
+asing dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan
+penggunaan lokasi dan insan perfilman asing
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+4. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 53
-(1) Penyelenggara satuan pendidikan formal dan nonformal
-yang didirikan oleh masyarakat berbentuk badan hukum
-pendidikan.
-(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
-ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan
-kepada peserta didik.
-(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
-ayat (1) dapat berprinsip nirlaba dan dapat mengelola
-dana secara mandiri untuk memajukan satuan
-pendidikan.
-486
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dapat berprinsip
-nirlaba dan pengelolaan dana secara mandiri diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 62 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Pasal 78
+(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10 ayat (1)
+atau ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) atau
+ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
+Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), Pasal
+26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 31, Pasal 33 ayat
+(1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43, atau Pasal 57 ayat (1)
+dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 78 dapat berupa:
+a. teguran tertulis;
+394
+b. denda administratif;
+c. penutupan sementara; dan/atau
+d. pembubaran atau pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis,
+besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
+administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+5. Ketentuan Pasal 79 dihapus.
+Paragraf 13
+Kepariwisataan
+Pasal 67
+Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
+Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
+sektor kepariwisataan, beberapa ketentuan yang diatur dalam
+Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966)
+diubah:
+1. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi
+sebagai berikut:
+Pasal 14
+(1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
+a. daya tarik wisata;
+b. kawasan pariwisata;
+c. jasa transportasi wisata;
+d. jasa perjalanan wisata;
+e. jasa makanan dan minuman;
+f. penyediaan akomodasi
+g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
+h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
+konferensi, dan pameran;
+i. jasa informasi wisata;
+j. jasa konsultan pariwisata
+k. jasa pramuwisata;
+l. wisata tirta; dan
+m. spa.
+395
+(2) Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+2. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-Pasal 62
-(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan
-nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(2) Syarat untuk memperoleh Perizinan Berusaha meliputi
-isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan
-tenaga kependidikan, sarana dan prasarana
-pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi
-dan sertifikasi, serta manajemen dan proses
-pendidikan.
-(3) Pemerintah Pusat menerbitkan atau mencabut
-Perizinan Berusaha terkait pendirian satuan
-pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-terkait satuan pendidikan formal dan non formal yang
-diselenggarakan oleh masyarakat diatur dengan
+Pasal 15
+(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha
+pariwisata wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 65
-(1) Lembaga pendidikan asing dapat menyelenggarakan
-pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik
-Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-(2) Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan
-dasar dan menengah wajib memberikan muatan
-487
-pendidikan agama, bahasa Indonesia, dan
-kewarganegaraan bagi peserta didik Warga Negara
-Indonesia.
-(3) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem
-pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah
-Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai
-dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
-pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 67 dihapus.
-8. Ketentuan Pasal 68 dihapus.
-9. Ketentuan Pasal 69 dihapus.
-10. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 71
-Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana
-penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda
-paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
-Pasal 69
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
-2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik
-Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 5336) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 19 diubah sehingga
-Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 1
-Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
-488
-1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
-mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
-agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
-dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
-pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
-mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
-masyarakat, bangsa, dan negara.
-2. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
-pendidikan menengah yang mencakup program
-diploma, program sarjana, program magister, program
-doktor, dan program profesi, serta program spesialis,
-yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
-3. Ilmu Pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang
-digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis
-dengan menggunakan pendekatan tertentu, yang
-dilandasi oleh metodologi ilmiah untuk menerangkan
-gejala alam dan/atau kemasyarakatan tertentu.
-4. Teknologi adalah penerapan dan pemanfaatan berbagai
-cabang Ilmu Pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi
-pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidup, serta
-peningkatan mutu kehidupan manusia.
-5. Humaniora adalah disiplin akademik yang mengkaji
-nilai intrinsik kemanusiaan.
-6. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang
-menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.
-7. Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disingkat PTN
-adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau
-diselenggarakan oleh Pemerintah.
-8. Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat
-PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau
-diselenggarakan oleh masyarakat.
-9. Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut
-Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk
-489
-menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan
-pengabdian kepada masyarakat.
-10. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut
-kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk
-memperoleh informasi, data, dan keterangan yang
-berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian
-suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
-11. Pengabdian kepada Masyarakat adalah kegiatan sivitas
-akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan
-Teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat
-dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
-12. Pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa
-dengan dosen dan sumber belajar pada suatu
-lingkungan belajar.
-13. Sivitas Akademika adalah masyarakat akademik yang
-terdiri atas dosen dan mahasiswa.
-14. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
-tugas utama mentransformasikan, mengembangkan,
-dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
-melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada
-Masyarakat.
-15. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang
-Pendidikan Tinggi.
-16. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia
-nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan
-peranan dalam bidang Pendidikan Tinggi.
-17. Program Studi adalah kesatuan kegiatan Pendidikan
-dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode
-pembelajaran tertentu dalam satu jenis pendidikan
-akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan
-vokasi.
-18. Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan
-standar yang meliputi standar nasional pendidikan,
-490
-ditambah dengan standar penelitian, dan standar
-pengabdian kepada masyarakat.
-19. Presiden Republik Indonesia yang memegang
-kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
-yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri
-sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
-Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-20. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali
-kota, dan perangkat daerah sebagai unsur
-penyelenggara pemerintahan daerah.
-21. Kementerian adalah perangkat pemerintah yang
-membidangi urusan pemerintahan di bidang
-pendidikan.
-22. Kementerian lain adalah perangkat pemerintah yang
-membidangi urusan pemerintahan di luar bidang
-pendidikan.
-23. Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang selanjutnya
-disingkat LPNK adalah lembaga Pemerintah Pusat yang
-melaksanakan tugas pemerintahan tertentu.
-24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
-pemerintahan di bidang pendidikan.
-2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 7
-(1) Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas
-penyelenggaraan Pendidikan Tinggi.
-(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat atas
-penyelenggaraan Pendidikan Tinggi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) mencakup pengaturan,
-perencanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi
-serta pembinaan dan koordinasi.
-(3) Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat atas
-penyelenggaraan Pendidikan Tinggi meliputi:
-491
-a. kebijakan umum dalam pengembangan dan
-koordinasi Pendidikan Tinggi sebagai bagian dari
-sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan
-tujuan Pendidikan Tinggi;
-b. penetapan kebijakan umum nasional dan
-penyusunan rencana pengembangan jangka
-panjang, menengah, dan tahunan Pendidikan Tinggi
-yang berkelanjutan;
-c. peningkatan penjaminan mutu, relevansi,
-keterjangkauan, pemerataan yang berkeadilan, dan
-akses Pendidikan Tinggi secara berkelanjutan;
-d. pemantapan dan peningkatan kapasitas
-pengelolaan akademik dan pengelolaan sumber
-daya Perguruan Tinggi;
-e. pemberian dan pencabutan Perizinan Berusaha
-yang berkaitan dengan penyelenggaraan Perguruan
-Tinggi;
-f. kebijakan umum dalam penghimpunan dan
-pendayagunaan seluruh potensi masyarakat untuk
-mengembangkan Pendidikan Tinggi;
-g. pembentukan dewan, majelis, komisi, dan/atau
-konsorsium yang melibatkan Masyarakat untuk
-merumuskan kebijakan pengembangan Pendidikan
-Tinggi; dan
-h. pelaksanaan tugas lain untuk menjamin
-pengembangan dan pencapaian tujuan Pendidikan
-Tinggi.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab atas
-penyelenggaraan Pendidikan Tinggi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) serta tugas dan wewenang
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-492
-3. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 33
-(1) Program pendidikan dilaksanakan melalui Program
-Studi.
-(2) Program Studi memiliki kurikulum dan metode
-pembelajaran sesuai dengan program Pendidikan.
-(3) Pogram Studi dikelola oleh suatu satuan unit pengelola
-yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai program studi dan
-Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 35
-(1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat
-rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
-bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman
-penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
-mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
-(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan
-Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional
-Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang
-mencakup pengembangan kecerdasan intelektual,
-akhlak mulia, dan keterampilan.
-(3) Warga negara Indonesia pada Pendidikan Tinggi
-Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
-mengikuti Kurikulum Pendidikan Tinggi yang memuat
-mata kuliah:
-a. agama;
-b. Pancasila;
-c. kewarganegaraan; dan
-493
-d. bahasa Indonesia.
-(4) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler,
-kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
-(5) Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
-dilaksanakan untuk program sarjana dan program
-diploma.
-5. Ketentuan Pasal 54 dihapus.
-6. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 60
-(1) PTN didirikan oleh Pemerintah Pusat.
-(2) PTS yang didirikan oleh Masyarakat wajib memenuhi
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan dapat
-berprinsip nirlaba.
-(3) Perguruan Tinggi wajib memiliki Statuta.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian PTN dan
-PTS diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 63
-Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi dilaksanakan
-berdasarkan prinsip:
-a. akuntabilitas;
-b. transparansi;
-c. penjaminan mutu; dan
-d. efektivitas dan efisiensi.
-8. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 90
-(1) Perguruan Tinggi lembaga negara lain dapat
-menyelenggarakan Pendidikan Tinggi di wilayah Negara
-Kesatuan Republik Indonesia.
-494
-(2) Perguruan Tinggi Lembaga negara lain sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi
-lembaga negara lain diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 92
-(1) Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8
-ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal 20
-ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23
-ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28
-ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7), Pasal
-37 ayat (1), Pasal 41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 60
-ayat (2) atau ayat (3), Pasal 73 ayat (3) atau ayat (5),
-Pasal 74 ayat (1), Pasal 76 ayat (1), Pasal 78 ayat (2),
-atau Pasal 90 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
-Peraturan Pemerintah.
-10. Ketentuan Pasal 93 dihapus.
-Pasal 70
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
-2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik
-Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 4586) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 1 diubah sehingga Pasal 1
-berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 1
-Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
-495
-1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
-mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
-melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
-2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
-tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
-menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
-melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
-masyarakat.
-3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut
-profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen
-yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan
-tinggi.
-4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
-dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
-penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
-kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar
-mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
-profesi.
-5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah Pusat,
-pemerintah daerah, atau masyarakat yang
-menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
-formal.
-6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan
-yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
-pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis
-pendidikan.
-7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah
-perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan
-penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
-memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban
-para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan
-berdasarkan peraturan perundang-undangan.
-496
-8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja
-adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan
-kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang
-mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
-guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau
-satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
-9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan
-akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen
-sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan
-formal di tempat penugasan.
-10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
-keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
-dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
-tugas keprofesionalan.
-11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik
-untuk guru dan dosen.
-12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
-pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
-sebagai tenaga profesional.
-13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang
-berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru
-untuk mengembangkan profesionalitas guru.
-14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah
-perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah
-untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada
-pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
-pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta
-untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu
-kependidikan dan nonkependidikan.
-15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas
-pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau
-497
-satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara
-berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau
-dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan
-melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan
-dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan
-mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai
-pendidik profesional.
-17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau
-terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat
-yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain;
-daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial,
-atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
-18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia
-nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan
-dalam bidang pendidikan.
-19. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
-yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
-Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
-Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
-Tahun 1945.
-20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
-pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
-21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
-pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
-2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 2
-(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
-profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
-menengah, dan pendidikan anak usia dini yang
-diangkat sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-498
-(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan
-dengan sertifikat pendidik.
-3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 3
-(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga
-profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang
-diangkat sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga
-profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
-dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
-4. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 8
-(1) Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
-sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
-memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
-pendidikan nasional.
-(2) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) tidak wajib dimiliki oleh guru yang berasal dari
-lulusan perguruan tinggi lembaga negara lain yang
-terakreditasi.
-5. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 9
-Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi akademik,
-kompetensi, dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 8 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-6. Ketentuan Pasal 10 dihapus.
-7. Ketentuan Pasal 11 dihapus.
-8. Ketentuan Pasal 12 dihapus.
-499
-9. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 35
-(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu
-merencanakan pembelajaran, melaksanakan
-pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing
-dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
-tambahan.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-10. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 45
-(1) Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
-kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
-rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang
-dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat
-bertugas, serta memiliki kemampuan untuk
-mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
-(2) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) tidak wajib dimiliki oleh dosen yang berasal dari
-lulusan Perguruan Tinggi Lembaga negara lain yang
-terakreditasi.
-11. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 46
-Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi akademik,
-kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
-dan kualifikasi lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-12. Ketentuan Pasal 47 dihapus.
-13. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-500
-Pasal 77
-(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau
-Pemerintah Daerah yang tidak menjalankan kewajiban
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
-administratif.
-(2) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan
-tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan
-kerja bersama diberi sanksi administratif.
-(3) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau
-satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
-masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
-administratif.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-14. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 78
-(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak
-menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 60 dikenai sanksi administratif.
-(2) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan
-atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
-masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi
-administratif.
-(3) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan
-tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan
-kerja bersama dikenai sanksi administratif.
-501
-(4) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela
-diri.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan
-Pemerintah.
-15. Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 78
-(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
-melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal
-39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, atau Pasal 75 diberi
-sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan
-Pemerintah.
-Pasal 71
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
-2013 tentang Pendidikan Kedokteran (Lembaran Negara Republik
-Indonesia Tahun 2013 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 5434) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 9 dihapus.
-2. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 13
-(1) Pendidikan Profesi di rumah sakit dilaksanakan setelah
-rumah sakit ditetapkan menjadi Rumah Sakit
-Pendidikan.
-(2) Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit
-Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
-memenuhi persyaratan dan standar.
-502
-(3) Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit
-Pendidikan dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan dan
-standar penetapan rumah sakit pendidikan diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 49
-(1) Biaya investasi untuk Fakultas Kedokteran dan
-Fakultas Kedokteran Gigi milik instansi pemerintah
-menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
-(2) Biaya investasi untuk Rumah Sakit Pendidikan milik
-instansi pemerintah menjadi tanggung jawab
-Pemerintah Pusat.
-(3) Biaya investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dan (2) dapat dikerjasamakan dengan pihak lain.
-4. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 58
-(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 25 ayat
-(1), Pasal 26, Pasal 30 ayat (4), Pasal 43 huruf b, Pasal
-46 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 47 ayat (1), atau Pasal 51
-dikenai sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-Pasal 72
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
-2019 tentang Kebidanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
-Tahun 2019 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 6325) diubah:
-503
-1. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 21
-(1) Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik
-Kebidanan wajib memiliki STR.
-(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
-oleh Konsil kepada Bidan yang memenuhi persyaratan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai STR diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-2. Ketentuan Pasal 22 dihapus.
-3. Ketentuan Pasal 23 dihapus.
-4. Ketentuan Pasal 24 dihapus.
-5. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 25
-(1) Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib
-memiliki persetujuan praktik.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan praktik
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
-6. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 28
-(1) Setiap Bidan harus menjalankan Praktik Kebidanan di
-tempat praktik yang sesuai dengan SIPB.
-(2) Bidan yang menjalankan Praktik Kebidanan di tempat
-praktik yang tidak sesuai dengan SIPB sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 30
-504
-(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus
-mendayagunakan Bidan yang memiliki STR dan SIPB.
-(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
-mendayagunakan Bidan yang tidak memiliki STR dan
-SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
-sanksi administratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-8. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 40
-(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat
-mendayagunakan Bidan Warga Negara Asing yang telah
-memiliki:
-a. STR sementara;
-b. SIPB; dan
-c. perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
-(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
-mendayagunakan Bidan Warga Negara Asing yang tidak
-sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 44
-(1) Bidan yang tidak memasang papan nama praktik
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
-administratif.
-505
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-10. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 45
-(1) Bidan yang tidak melengkapi sarana dan prasarana
-pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
-sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-Pasal 73
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
-2009 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia
-Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 5060) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 14
-(1) Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 8 ayat (2) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
-dari Pemerintah Pusat.
-(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) tidak termasuk Perizinan Berusaha terkait
-pertunjukan film yang dilakukan melalui penyiaran
-televisi atau jaringan teknologi informatika
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-2. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 17
-506
-(1) Pembuatan film oleh pelaku usaha pembuat film
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) harus
-memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-terkait pembuatan film diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 22
-(1) Pembuatan film oleh pihak asing yang menggunakan
-lokasi di Indonesia dilakukan berdasarkan persetujuan
-dari Pemerintah Pusat tanpa dipungut biaya.
-(2) Pembuatan film yang menggunakan insan perfilman
-asing dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan
-penggunaan lokasi dan insan perfilman asing
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 78
-(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10 ayat (1) dan
-ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2),
-Pasal 15, Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21
-ayat (2), Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 26 ayat (1),
-Pasal 27 ayat (1), Pasal 31, Pasal 33 ayat (1), Pasal 39
-ayat (1), Pasal 43, atau Pasal 57 ayat (1) dikenai sanksi
-administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata cara
-pengenaan sanksi administratif diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-507
-5. Ketentuan Pasal 79 dihapus.
-Paragraf 13
-Kepariwisataan
-Pasal 74
-Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
-Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
-sektor kepariwisataan, beberapa ketentuan yang diatur dalam
-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
-Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966)
-diubah:
-1. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 14
-(1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
-a. daya tarik wisata;
-b. kawasan pariwisata;
-c. jasa transportasi wisata;
-d. jasa perjalanan wisata;
-e. jasa makanan dan minuman;
-f. penyediaan akomodasi;
-g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
-h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
-konferensi, dan pameran;
-i. jasa informasi pariwisata;
-j. jasa konsultan pariwisata;
-k. jasa pramuwisata;
-l. wisata tirta; dan
-m. spa.
-(2) Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-508
-2. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 15
-(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha
-pariwisata wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
-Pemerintah Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 16 dihapus.
-4. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Ketentuan Pasal 16 dihapus.
+4. Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 26
(1) Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:
@@ -16849,14 +15736,14 @@ memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan;
g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat
setempat, produk dalam negeri, dan memberikan
kesempatan kepada tenaga kerja lokal;
-509
h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui
pelatihan dan pendidikan;
i. berperan aktif dalam upaya pengembangan
prasarana dan program pemberdayaan masyarakat;
-j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang
-melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
-hukum di lingkungan tempat usahanya;
+396
+j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan
+yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang
+melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan
asri;
l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan
@@ -16869,25 +15756,72 @@ Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 29 dihapus.
-6. Ketentuan Pasal 30 dihapus.
-7. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 29
+(1) Pemerintah provinsi berwenang:
+a. menyusun dan menetapkan rencana induk
+pembangunan kepariwisataan provinsi;
+b. mengoordinasikan penyelenggaraan
+kepariwisataan di wilayahnya;
+c. menerbitkan Perizinan Berusaha;
+d. menetapkan destinasi pariwisata provinsi;
+e. menetapkan daya tarik wisata provinsi;
+f. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan
+produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
+g. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik
+wisata provinsi; dan
+h. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
+(2) Penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
+6. Ketentuan Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 30
+(1) Pemerintah kabupaten/kota berwenang:
+397
+a. menyusun dan menetapkan rencana induk
+pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
+b. menetapkan destinasi pariwisata
+kabupaten/kota;
+c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;
+d. menerbitkan Perizinan Berusaha;
+e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan
+kepariwisataan di wilayahnya;
+f. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi
+pariwisata dan produk pariwisata yang berada di
+wilayahnya;
+g. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata
+baru;
+h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian
+kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota;
+i. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata
+yang berada di wilayahnya;
+j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar
+wisata; dan
+k. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
+(2) Penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan sesuai
+dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
+7. Ketentuan Pasal 54 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 54
(1) Produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata
memiliki standar usaha.
(2) Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memenuhi ketentuan Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-8. Ketentuan Pasal 56 dihapus.
-510
+8. Ketentuan Pasal 56 dihapus.
9. Ketentuan Pasal 64 dihapus.
+398
Paragraf 14
Keagamaan
-Pasal 75
+Pasal 68
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
sektor keagamaan, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang
@@ -16913,7 +15847,6 @@ Ibadah Umrah.
4. Jemaah Haji adalah warga negara yang beragama Islam
dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah
Haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
-511
5. Jemaah Haji Reguler adalah Jemaah Haji yang
menjalankan Ibadah Haji yang diselenggarakan oleh
Menteri.
@@ -16926,6 +15859,7 @@ Ibadah Umrah.
Penyelenggaraan Ibadah Haji yang dilaksanakan oleh
Menteri dengan pengelolaan, pembiayaan, dan
pelayanan yang bersifat umum.
+399
9. Petugas Penyelenggara Ibadah Haji yang selanjutnya
disingkat PPIH adalah petugas yang diangkat dan/atau
ditetapkan oleh Menteri yang bertugas melakukan
@@ -16947,7 +15881,6 @@ warga negara yang akan menunaikan Ibadah Haji.
13. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya
disingkat BPIH adalah sejumlah dana yang digunakan
untuk operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
-512
14. Nilai Manfaat adalah dana yang diperoleh dari hasil
pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui
penempatan dan/atau investasi.
@@ -16970,6 +15903,7 @@ wisata yang memiliki Perizinan Berusaha untuk
menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah.
20. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah yang
selanjutnya disingkat KBIHU adalah kelompok.
+400
2. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
@@ -16978,10 +15912,18 @@ negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa
haji mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dikenai
sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-513
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) meliputi:
+a. teguran lisan;
+b. teguran tertulis;
+c. penghentian sementara kegiatan;
+d. denda administratif;
+e. paksaan pemerintah; dan/atau
+f. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
@@ -17001,6 +15943,7 @@ c. memiliki kemampuan teknis, kompetensi personalia,
dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan
Ibadah Haji khusus yang dibuktikan dengan jaminan
bank; dan
+401
d. memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas
Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.
5. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -17015,7 +15958,6 @@ Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
dalam rangka penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-514
6. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 61
@@ -17029,26 +15971,33 @@ Pasal 63
(1) PIHK wajib:
a. memfasilitasi pengurusan dokumen perjalanan
Ibadah Haji khusus;
-b. memberikan bimbingan dan pembinaan Ibadah Haji
-khusus;
+b. memberikan bimbingan dan pembinaan Ibadah
+Haji khusus;
c. memberikan pelayanan kesehatan, transportasi,
akomodasi, konsumsi, dan pelindungan;
d. memberangkatkan, melayani, dan memulangkan
Jemaah Haji Khusus sesuai dengan perjanjian;
-e. memberangkatkan penanggung jawab PIHK, petugas
-kesehatan, dan pembimbing Ibadah Haji khusus
-sesuai dengan ketentuan pelayanan haji khusus;
+e. memberangkatkan penanggung jawab PIHK,
+petugas kesehatan, dan pembimbing Ibadah Haji
+khusus sesuai dengan ketentuan pelayanan haji
+khusus;
f. memfasilitasi pemindahan calon Jemaah Haji
-Khusus kepada PIHK lain atas permohonan jemaah;
-dan
+Khusus kepada PIHK lain atas permohonan
+jemaah; dan
+402
g. melaporkan pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah
Haji Khusus kepada Menteri.
(2) PIHK yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-515
+dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif
+berupa:
+a. teguran tertulis;
+b. denda administratif;
+c. pembekuan Perizinan Berusaha; atau
+d. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 83
@@ -17076,15 +16025,20 @@ pelayanan PIHK.
(4) Pemerintah Pusat memublikasikan hasil akreditasi
PIHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
masyarakat secara elektronik dan/atau nonelektronik.
+403
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi PIHK diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
11. Ketentuan Pasal 89 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 89
-516
-Untuk mendapatkan Perizinan Berusaha menjadi PPIU, biro
-perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan yang
-ditetapkan Pemerintah Pusat.
+(1) Untuk mendapatkan Perizinan Berusaha menjadi PPIU,
+biro perjalanan wisata harus dimiliki dan dikelola oleh
+warga negara Indonesia beragama Islam dan memenuhi
+persyaratan sesuai dengan norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Ketentuan mengenai norma, standar, prosedur, dan
+kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 90
@@ -17109,16 +16063,57 @@ Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha dan
pembukaan kantor cabang PPIU sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89, Pasal 90, dan Pasal 91 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-15. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
+15. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 94
+(1) PPIU wajib:
+404
+a. menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang
+pembimbing ibadah setiap 45 (empat puluh lima)
+orang Jemaah Umrah;
+b. memberikan pelayanan dokumen perjalanan,
+akomodasi, konsumsi, dan transportasi kepada
+jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang
+disepakati antara PPIU dan Jemaah Umrah;
+c. memiliki perjanjian kerjasama dengan fasilitas
+pelayanan kesehatan di Arab Saudi;
+d. memberangkatkan dan memulangkan Jemaah
+Umrah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di
+Arab Saudi;
+e. menyampaikan rencana perjalanan umrah kepada
+Menteri secara tertulis sebelum keberangkatan;
+f. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di
+Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada
+saat akan kembali ke Indonesia.
+g. membuat laporan kepada Menteri paling lambat 10
+(sepuluh) Hari setelah tiba kembali di tanah air;
+h. memberangkatkan Jemaah Umrah yang terdaftar
+pada tahun hijriah berjalan;
+i. mengikuti standar pelayanan minimal dan harga
+referensi;
+j. mengikuti prinsip syariat; dan
+k. membuka rekening penampungan yang digunakan
+untuk menampung dana jamaah untuk kegiatan
+umrah.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rekening
+penampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+huruf k diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+16. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 95
(1) PPIU yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 94 dikenai sanksi administratif.
-517
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-16. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
+dimaksud dalam Pasal 94 dikenai sanksi administratif
+berupa:
+a. teguran tertulis;
+b. denda administratif;
+c. pembekuan Perizinan Berusaha; atau
+d. pencabutan Perizinan Berusaha.
+405
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+17. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 99
(1) Pemerintah Pusat mengawasi dan mengevaluasi
@@ -17133,7 +16128,7 @@ pelaksanaan Ibadah Umrah, Pemerintah Pusat dapat
membentuk tim koordinasi pencegahan, pengawasan,
dan penindakan permasalahan penyelenggaraan Ibadah
Umrah.
-17. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
+18. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 101
(1) Hasil pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Ibadah
@@ -17141,134 +16136,99 @@ Umrah digunakan sebagai dasar akreditasi dan
pengenaan sanksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan
evaluasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-18. Ketentuan Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai
+19. Ketentuan Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 103
Pemerintah Pusat menetapkan standar akreditasi PPIU.
-19. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
+20. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 104
-518
(1) Pemerintah Pusat melakukan akreditasi PPIU.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menilai kinerja dan kualitas
pelayanan PPIU.
-20. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(3) Akreditasi terhadap PPIU dilakukan setiap 5 (lima)
+tahun.
+406
+21. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 106
Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi terhadap PPIU
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-21. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 112
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu di
-Lingkungan Instansi Pemerintah yang lingkup tugas
-dan tanggungjawabnya dibidang agama diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-519
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-520
-Tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-22. Ketentuan Pasal 125 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 125
+22. Di antara Pasal 118 dan Pasal 119 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 118A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 118A
(1) PIHK yang dengan sengaja menyebabkan kegagalan
keberangkatan, penelantaran, atau kegagalan
kepulangan Jemaah Haji Khusus, sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 118 dikenai sanksi administratif
-berupa denda paling banyak sebesar
-Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+dimaksud dalam Pasal 118 dikenai sanksi
+administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dapat
+berupa:
+a. penghentian sementara kegiatan;
+b. denda administratif;
+c. paksaan pemerintah;
+d. pembekuan perizinan berusaha; dan/atau
+e. pencabutan perizinan berusaha.
+(3) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenai sanksi berupa kewajiban untuk mengembalikan
biaya sejumlah yang telah disetorkan oleh Jemaah Haji
-Khusus.
-(3) Dalam hal PIHK tidak memenuhi kewajiban pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 10 (sepuluh) tahun.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
-(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-23. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 126
+Khusus serta kerugian immateril lainnya.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
+(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+23. Di antara Pasal 119 dan Pasal 120 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 119A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 119A
(1) PPIU yang dengan sengaja menyebabkan kegagalan
-keberangkatan, penelantaran atau kegagalan
+keberangkatan, penelantaran, atau kegagalan
kepulangan Jemaah Umrah, sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 119 dikenai sanksi administratif berupa
-denda paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00
-(sepuluh miliar rupiah).
-(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-dikenai sanksi berupa kewajiban untuk mengembalikan
-521
+dalam Pasal 119 dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dapat
+berupa:
+a. penghentian sementara kegiatan;
+407
+b. denda administratif;
+c. paksaan pemerintah;
+d. pembekuan perizinan berusaha; dan/atau
+e. pencabutan perizinan berusaha.
+(3) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+dikenai sanksi berupa kewajiban untuk mengembalikan
biaya sejumlah yang telah disetorkan oleh Jemaah
-Umroh.
-(3) Dalam hal PPIU tidak memenuhi kewajiban pengenaan
-sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 10 (sepuluh) tahun.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
-(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Umroh serta kerugian immateril lainnya.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
+(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+24. Ketentuan Pasal 125 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 125
+Dalam hal PIHK yang melakukan tindakan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 118A dalam waktu paling lama 5
+(lima) hari tidak memulangkan Jemaah Haji Khusus ke
+tanah air, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
+(sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak
+Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
+25. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 126
+Dalam hal PPIU yang melakukan tindakan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 119A dalam waktu paling lama 5
+(lima) hari tidak memulangkan Jemaah Umroh ke tanah air,
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
+tahun atau pidana denda paling banyak
+Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Paragraf 15
Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran
-Pasal 76
+Pasal 69
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
kemudahan persyaratan investasi dari sektor Pos,
Telekomunikasi, dan Penyiaran, Undang-Undang ini mengubah,
menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa
ketentuan yang diatur dalam:
+408
a. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
@@ -17281,8 +16241,7 @@ c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4252).
-522
-Pasal 77
+Pasal 70
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -17292,7 +16251,7 @@ berikut:
Pasal 10
(1) Penyelenggaraan Pos dapat dilakukan setelah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -17308,81 +16267,24 @@ persyaratan dapat menyelenggarakan pos di Indonesia.
penyelenggara Pos asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 13 dihapus.
-4. Ketentuan Pasal 37 dihapus.
-5. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 38
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu di
-Lingkungan Instansi Pemerintah yang lingkup tugas
-dan tanggungjawabnya dibidang pos diberi wewenang
-523
-khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
-Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
-tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-524
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-Tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-6. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
+4. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 39
+409
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan
ayat (3), atau Pasal 15 ayat (4) dikenai sanksi
administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dapat berupa:
+a. teguran tertulis;
+b. denda administratif; dan/atau
+c. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-525
-Pasal 78
+Pasal 71
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
@@ -17394,7 +16296,7 @@ Pasal 11
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dilaksanakan
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -17409,12 +16311,12 @@ ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
dan/atau tarif batas bawah penyelenggaraan
telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.
+410
3. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
(1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi
-dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum
-526
+dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum
dapat menyediakan akses di daerah tertentu,
penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dapat
@@ -17427,7 +16329,7 @@ dan/atau jasa telekomunikasi sudah dapat
menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi khusus
tetap dapat melakukan penyelenggaraan jaringan
-telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi
+telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
@@ -17438,21 +16340,22 @@ Pasal 32
dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan
dan/atau digunakan di wilayah Negara Republik
Indonesia wajib memenuhi standar teknis.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis
-perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis alat
+dan/atau perangkat telekomunikasi sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
oleh Pelaku Usaha wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.
-527
(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
oleh selain Pelaku Usaha wajib mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah Pusat.
(3) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
+411
sesuai dengan peruntukan dan tidak menimbulkan
gangguan yang merugikan.
(4) Dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio tidak
@@ -17466,8 +16369,8 @@ bersama spektrum frekuensi radio.
spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat
melakukan:
-a. kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio;
-dan/atau
+a. kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio
+untuk penerapan teknologi baru; dan/atau
b. pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio,
dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
(7) Kerjasama penggunaan dan/atau pengalihan
@@ -17479,8 +16382,7 @@ penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-terkait Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit
-528
+terkait Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Persetujuan Penggunaan spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
@@ -17497,127 +16399,73 @@ penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) wajib
membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi
radio, yang besarannya didasarkan atas penggunaan
-jenis dan lebar pita frekuensi radio.
+jenis dan lebar pita frekuensi radio.
+412
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya hak penggunaan
spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua) pasal
-yakni:
-a. Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
+yakni Pasal 34A dan Pasal 34B sehingga berbunyi sebagai
+berikut :
Pasal 34A
-(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
-memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan
-kepada penyelenggara telekomunikasi untuk
-melakukan pembangunan infrastruktur
-telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan
-efisien.
-(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
-Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat
-berperan serta untuk menyediakan fasilitas
-529
-bersama infrastrukur pasif telekomunikasi untuk
-digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi
-secara bersama dengan biaya terjangkau.
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan
+fasilitasi dan/atau kemudahan kepada penyelenggara
+telekomunikasi untuk melakukan pembangunan
+infrastruktur telekomunikasi secara transparan,
+akuntabel, dan efisien.
+(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, Pemerintah
+Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta
+untuk menyediakan fasilitas bersama infrastruktur
+pasif telekomunikasi untuk digunakan oleh
+penyelenggara telekomunikasi secara bersama dengan
+biaya terjangkau.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah
-Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-b. Pasal 34B yang berbunyi sebagai berikut:
+Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
Pasal 34B
-(1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur yang
+(1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur pasif yang
dapat digunakan untuk keperluan telekomunikasi
-wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur
-pasif dimaksud kepada penyelenggara
-telekomunikasi.
+wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif
+dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi.
(2) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang
-telekomunikasi dan/atau penyiaran dapat
-membuka akses pemanfaatan infrastruktur
-dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi
-dan/atau penyelenggara penyiaraan.
-(3) Pemanfaatan infrastruktur sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan
-kerja sama kedua belah pihak secara adil, wajar,
-dan non-diskriminatif.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan
-infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-8. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 44
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu di
-Lingkungan Instansi Pemerintah yang lingkup tugas
-530
-dan tanggungjawabnya di bidang telekomunikasi diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang
-dicurigai adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan
-barang yang digunakan untuk melakukan tindak
-pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-531
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-Tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-9. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
+telekomunikasi dan/atau penyiaran dapat membuka
+akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada
+penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara
+penyiaran.
+(3) Pemanfaatan infrastruktur pasif sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kerja
+sama para pihak secara adil, wajar, dan nondiskriminatif.
+(4) Pemanfaatan infrastruktur sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kerja sama para
+pihak.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan
+infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+413
+ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+8. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1),
Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 25
-ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2),
-Pasal 32, Pasal 33 ayat (1), ayat (2) dan ayat (7), atau
-Pasal 34 ayat (1), dikenai sanksi administratif.
-532
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-10. Ketentuan Pasal 46 dihapus.
-11. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
+ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1) atau ayat
+(2), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat
+(2), Pasal 33 ayat (3) atau Pasal 33 ayat (7), atau Pasal
+34 ayat (1), dikenai sanksi administratif.
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1), dapat berupa:
+a. teguran tertulis;
+b. penghentian sementara kegiatan;
+c. denda administratif; dan/atau
+d. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+9. Ketentuan Pasal 46 dihapus.
+10. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
@@ -17625,39 +16473,8 @@ dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).
-12. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
-13. Ketentuan Pasal 51 dihapus.
-14. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 52
-Setiap orang yang memperdagangkan, membuat, merakit,
-memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi
-di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai
-dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak
-Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-15. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 53
-(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), dikenai sanksi
-administrasi berupa denda paling banyak
-Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
-rupiah).
-533
-(2) Dalam hal pelaku tidak memenuhi kewajiban
-pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
-lama 10 (sepuluh) tahun.
-(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana
-dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
-tahun.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
-sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 79
+11. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
+Pasal 72
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik
@@ -17665,6 +16482,7 @@ Indonesia Nomor 4252) diubah:
1. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
+414
(1) Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b adalah lembaga
penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan
@@ -17673,54 +16491,42 @@ menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.
(2) Warga negara asing dapat menjadi pengurus Lembaga
Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), hanya untuk bidang keuangan dan bidang teknik.
-2. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 17
-534
-(1) Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 16 ayat (1) didirikan dengan modal awal
-yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
-(2) Pemerintah Pusat mengembangkan bidang usaha
-Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 16 ayat (1) melalui penanaman modal
-sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penanaman modal.
-(3) Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan
-kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham
-perusahaan dan mendapatkan bagian laba perusahaan
-3. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
+2. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
(1) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan
lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia,
yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa
-penyiaran berlangganan.
-(2) Pemerintah Pusat mengembangkan bidang usaha
-Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) melalui penanaman modal
-sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penanaman modal.
-(3) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana
+penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu
+memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran
+berlangganan.
+(2) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memancarluaskan atau
menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada
pelanggan melalui radio, televisi, multi-media, atau
media informasi lainnya.
-4. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
+3. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
-535
(1) Penyelenggaraan penyiaran dapat diselenggarakan
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat;
(2) Lembaga penyiaran wajib membayar biaya Perizinan
-Berusaha penyelenggaraan penyiaran dari persentase
-pendapatan penyelenggaraan penyiaran.
+Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+berdasarkan zona/daerah penyelenggaraan penyiaran
+yang ditetapkan dengan parameter tingkat ekonomi
+setiap zona/daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 34 dihapus.
-6. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Peraturan Pemerintah, dengan cakupan wilayah siaran
+penyelenggaraan penyiaran dapat meliputi seluruh
+Indonesia.
+4. Ketentuan Pasal 34 dihapus.
+5. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 55
+415
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 ayat (3),
Pasal 18 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23,
@@ -17731,86 +16537,40 @@ Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (3), Pasal 46 ayat (6),
Pasal 46 ayat (7), Pasal 46 ayat (8), Pasal 46 ayat (9),
Pasal 46 ayat (10), atau Pasal 46 ayat (11), dikenai
sanksi administratif.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
-pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud
-dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-7. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 56
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu di
-Lingkungan Instansi Pemerintah yang lingkup tugas
-dan tanggungjawabnya dibidang penyiaran diberi
-wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
-536
-Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
-penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-m. menghentikan proses penyidikan;
-537
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-Tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-8. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dapat berupa :
+a. Teguran tertulis;
+b. Penghentian sementara mata acara yang
+bermasalah setelah melalui tahap tertentu;
+c. Pembatasan durasi dan waktu siaran;
+d. Denda administratif;
+e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
+f. Tidak diberi perpanjangan Perizinan Berusaha
+penyelenggaraan penyiaran; dan/atau
+g. Pencabutan Perizinan Berusaha penyelenggaraan
+penyiaran.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+6. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 57
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 36 ayat (5),
-dan Pasal 36 ayat (6) yang dilakukan untuk penyiaran
+dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 36 ayat (5)
+atau Pasal 36 ayat (6) yang dilakukan untuk penyiaran
radio, dipidana dengan dengan pidana penjara paling
-lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
-Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
+lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
+Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
+rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 36 ayat (5),
-dan Pasal 36 ayat (6) yang dilakukan untuk penyiaran
-televisi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
-538
-(lima) tahun dan/atau denda paling banyak
+atau Pasal 36 ayat (6) yang dilakukan untuk penyiaran
+televisi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
+(lima) tahun atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-9. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
+416
+7. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 58
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
@@ -17823,8 +16583,8 @@ dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) untuk penyiaran
televisi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
-10. Di antara Pasal 60 dan Pasal 61 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 60A yang berbunyi sebagai berikut:
+8. Di antara Pasal 60 dan Pasal 61 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 60A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 60A
(1) Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan
mengikuti perkembangan teknologi termasuk migrasi
@@ -17840,8 +16600,7 @@ dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 16
Pertahanan dan Keamanan
-539
-Pasal 80
+Pasal 73
Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari
sektor Pertahanan dan Keamanan, Undang-Undang ini
@@ -17851,26 +16610,61 @@ a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 05, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5343); dan
+417
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4168).
-Pasal 81
+Pasal 74
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2012 tentang Industri Pertahanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 05, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 5343) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+Republik Indonesia Nomor 5343), diubah :
+1. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 11
+Industri alat utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
+ayat (1) huruf a merupakan:
+a. badan usaha milik negara; dan/atau
+b. badan usaha milik swasta;
+yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai pemadu utama (lead
+integrator) yang menghasilkan alat utama sistem senjata
+dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama,
+komponen, dan bahan baku menjadi alat utama.
+2. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 21
+(1) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 20, KKIP mempunyai tugas dan wewenang:
+a. merumuskan kebijakan nasional yang bersifat strategis
+di bidang Industri Pertahanan;
+b. menyusun dan membentuk rencana induk Industri
+Pertahanan yang berjangka menengah dan panjang;
+c. mengoordinasikan pelaksanaan dan pengendalian
+kebijakan nasional Industri Pertahanan;
+d. mengoordinasikan kerja sama luar negeri dalam rangka
+memajukan dan mengembangkan Industri Pertahanan;
+e. melakukan sinkronisasi penetapan kebutuhan Alat
+Peralatan Pertahanan dan Keamanan antara Pengguna
+dan Industri Pertahanan;
+f. menetapkan standar Industri Pertahanan;
+g. merumuskan kebijakan pendanaan dan/atau
+pembiayaan Industri Pertahanan;
+h. merumuskan mekanisme penjualan dan pembelian Alat
+Peralatan Pertahanan dan Keamanan hasil Industri
+418
+Pertahanan ke dan dari luar negeri; dan
+i. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
+kebijakan Industri Pertahanan secara berkala.
+(2) Rancangan rencana induk jangka panjang sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan kepada DPR
+untuk mendapatkan pertimbangan.
+3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
(1) Kegiatan produksi merupakan pembuatan produk oleh
-Industri Pertahanan sesuai dengan perencanaan
-produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
-(1).
+Industri Pertahanan sesuai dengan perencanaan produksi
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).
(2) Dalam kegiatan produksi Industri Pertahanan wajib
-mengutamakan penggunaan bahan mentah, bahan
-baku, dan komponen dalam negeri.
-540
+mengutamakan penggunaan bahan mentah, bahan baku,
+dan komponen dalam negeri.
(3) Dalam kegiatan produksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikembangkan 2 (dua) fungsi produksi
Industri Pertahanan.
@@ -17881,135 +16675,139 @@ Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-2. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+4. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
-(1) Kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya
-dimiliki oleh negara.
-(2) Pemerintah Pusat mengembangkan industri komponen
-utama dan/atau penunjang, industri komponen
-dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan
-baku melalui penanaman modal sesuai dengan
-ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
-penanaman modal.
-3. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(1) Kepemilikan modal atas industri alat utama, dimiliki oleh
+badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik
+swasta yang mendapat persetujuan dari menteri yang
+menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
+pertahanan.
+(2) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menerapkan
+sistem pengawasan diterapkan oleh kementerian yang
+menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
+pertahanan.
+(3) Sistem pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+meliputi proses produksi sampai dengan penjualan produk
+baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
+(4) Kepemilikan modal atas industri komponen utama
+dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau
+pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
+419
+bidang penanaman modal.
+5. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 55
-Setiap orang yang mengekspor dan/atau melakukan
-transfer alat peralatan yang digunakan untuk pertahanan
-dan keamanan negara lain wajib memenuhi Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-4. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+Setiap orang yang mengekspor dan/atau melakukan transfer
+alat peralatan yang digunakan untuk pertahanan dan
+keamanan negara lain wajib memenuhi Perizinan Berusaha
+dari Pemerintah Pusat.
+6. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 56
-541
(1) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan
dilakukan dengan memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(2) Dalam rangka pertimbangan kepentingan strategis
nasional, DPR dapat melarang atau memberikan
-pengecualian penjualan produk Alat Peralatan
-Pertahanan dan Keamanan tertentu sesuai dengan
-politik luar negeri yang dijalankan Pemerintah Pusat.
-(3) Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-5. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+pengecualian penjualan produk Alat Peralatan Pertahanan
+dan Keamanan tertentu sesuai dengan politik luar negeri
+yang dijalankan Pemerintah Pusat.
+(3) ketentuan mengenai tata cara pemberian Perizinan
+Berusaha terkait pemasaran Alat Peralatan Pertahanan
+dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+7. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 66
+Setiap orang dilarang membocorkan informasi yang bersifat
+rahasia mengenai formulasi rancang bangun teknologi Alat
+Peralatan Pertahanan dan Keamanan bagi pertahanan dan
+keamanan.
+8. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
-Setiap orang dilarang memproduksi Alat Peralatan
-Pertahanan dan Keamanan tanpa memenuhi Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-6. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+Setiap orang dilarang memproduksi Alat Peralatan Pertahanan
+dan Keamanan tanpa memenuhi Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat.
+9. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68
Setiap orang dilarang menjual, mengekspor, dan/atau
-melakukan transfer Alat Peralatan Pertahanan dan
-Keamanan yang bersifat strategis tanpa memenuhi Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-7. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 69
-Setiap orang dilarang membeli dan/atau mengimpor Alat
-Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat strategis
+melakukan transfer Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan
tanpa memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
-8. Di antara Pasal 69 dan 70 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
-Pasal 69A yang berbunyi sebagai berikut:
+10. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 69
+Setiap orang dilarang membeli dan/atau mengimpor Alat
+420
+Peralatan Pertahanan dan Keamanan tanpa memenuhi
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
+11. Di antara Pasal 69 dan 70 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal
+69A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69A
-542
-(1) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 55, Pasal 56, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69
-dilakukan oleh instansi pemerintah wajib mendapatkan
-persetujuan dari Pemerintah Pusat.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39 dan
-Pasal 56 serta persetujuan dari Pemerintah Pusat
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, Pasal
-67, Pasal 68, dan Pasal 69 diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-9. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(1) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+55, Pasal 56, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 dilakukan
+oleh instansi pemerintah wajib mendapatkan persetujuan
+dari Pemerintah Pusat.
+(2) Perizinan Berusaha dan persetujuan dari Pemerintah
+Pusat, dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan
+urusan pemerintahan di bidang pertahanan berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal
+56 serta persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, Pasal 67, Pasal 68,
+dan Pasal 69 dan Persetujuan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+12. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 72
-(1) Setiap orang yang memproduksi Alat Peralatan
-Pertahanan dan Keamanan yang bersifat strategis
-tanpa mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah
-Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dipidana
-dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
+(1) Setiap orang yang memproduksi Alat Peralatan Pertahanan
+dan Keamanan tanpa mendapat Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
-(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku
-dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
-belas) tahun dan/atau denda paling banyak
-Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
-10. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
+dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000.000,00 (dua
+puluh lima miliar rupiah).
+13. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 73
-(1) Setiap orang yang menjual, mengekspor, dan/atau
+(1)Setiap orang yang menjual, mengekspor, dan/atau
melakukan transfer Alat Peralatan Pertahanan dan
-Keamanan yang bersifat strategis tanpa mendapat
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dipidana
-543
-dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
+Keamanan tanpa mendapat Perizinan Berusaha dari
+Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
+dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun dan/atau denda paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
-(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku
-dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
-belas) tahun dan/atau denda paling banyak
-Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
-11. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(2)Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku dipidana
+421
+dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
+dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000.000,00
+(lima ratus miliar rupiah).
+14. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 74
-(1) Setiap orang yang mengekspor dan/atau melakukan
-transfer alat peralatan pertahanan keamanan yang
-bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-68 yang digunakan untuk keperluan pertahanan dan
-keamanan negara lain tanpa mendapatkan Perizinan
-Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
-paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
-rupiah).
-(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku
-dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
-belas) tahun dan/atau denda paling banyak
-Rp500.000.000.000,00 lima ratus miliar rupiah).
-12. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(1)Setiap orang yang mengekspor dan/atau melakukan
+transfer alat peralatan yang digunakan untuk keperluan
+pertahanan dan keamanan negara lain tanpa mendapatkan
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara
+paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
+Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
+(2)Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
+dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000.000,00 lima
+ratus miliar rupiah).
+15. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 75
Setiap orang yang membeli dan/atau mengimpor Alat
-Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat strategis
-tanpa mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan persetujuan
-544
-dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada Pasal
-69A dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
-tahun dan/atau denda paling banyak
-Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
-Pasal 82
+Peralatan Pertahanan dan Keamanan tanpa mendapat
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 69 dan persetujuan dari Pemerintah
+Pusat sebagaimana dimaksud pada Pasal 69A dipidana
+dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
+denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
+rupiah).
+Pasal 75
Ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
@@ -18023,6 +16821,7 @@ b. membantu menyelesaikan perselisihan warga
masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit
masyarakat;
+422
d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan
atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup
@@ -18036,10 +16835,9 @@ i. mencari keterangan dan barang bukti;
j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan
yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
-545
l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
-pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain,
-serta kegiatan masyarakat; dan
+pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi
+lain, serta kegiatan masyarakat; dan
m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk
sementara waktu.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan
@@ -18048,7 +16846,8 @@ a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian
umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor;
-c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
+c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan
+bermotor;
d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata
api, bahan peledak, dan senjata tajam;
@@ -18063,13 +16862,13 @@ h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain
dalam menyidik dan memberantas kejahatan
internasional;
i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap
-orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan
+orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan
+423
koordinasi terkait;
j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam
organisasi kepolisian internasional; dan
k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam
lingkup tugas kepolisian.
-546
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
@@ -18077,7 +16876,7 @@ Bagian Kelima
Penyederhanaan Persyaratan Investasi Pada Sektor Tertentu
Paragraf 1
Umum
-Pasal 83
+Pasal 76
Untuk mempermudah masyarakat terutama pelaku usaha dalam
melakukan investasi pada sektor tertentu yaitu perbankan,
perbankan syariah dan pers, Undang-Undang Kerja ini
@@ -18088,24 +16887,20 @@ Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
-31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-3472) juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
-182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
-Nomor 3790);
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)
+juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran
+Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
+3790);
c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4867); dan
-d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
-547
-166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
-Nomor 3887).
+424
Paragraf 2
Penanaman Modal
-Pasal 84
+Pasal 77
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
@@ -18127,11 +16922,10 @@ dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. budi daya dan industri narkotika golongan I;
b. segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino;
-c. penangkapan Spesies ikan yang Tercantum dalam
+c. penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam
Appendix I Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora
(CITES);
-548
d. pemanfaatan atau pengambilan koral dan
pemanfaatan atau pengambilan karang dari alam
yang digunakan untuk bahan
@@ -18139,65 +16933,79 @@ bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan
souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral
mati (recent death coral) dari alam;
e. industri pembuatan senjata kimia; dan
-f. Industri bahan kimia industri dan industri bahan
+f. industri bahan kimia industri dan industri bahan
perusak lapisan ozon.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
+425
3. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 13
-(1) Pemerintah Pusat memberikan kemudahan,
-pemberdayaan, dan perlindungan bagi usaha mikro,
-kecil, menengah, dan koperasi dalam pelaksanaan
-penanaman modal.
-(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-berupa pembinaan dan pengembangan usaha mikro,
-kecil, menengah, dan koperasi melalui program
-kemitraan, pelatihan sumber daya manusia,
-peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi
-dan perluasan pasar, akses pembiayaan, serta
-penyebaran informasi yang seluas-luasnya.
-(3) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-merupakan kemitraan dalam rantai pasok atas dasar
-prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat,
-dan menguntungkan selama kegiatan usaha
-dilaksanakan.
+(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya memberikan kemudahan,
+pemberdayaan, dan perlindungan bagi koperasi dan
+usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pelaksanaan
+penanaman modal berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah
+Pusat.
+(2) Perlindungan dan Pemberdayaan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) berupa pembinaan dan
+pengembangan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
+menengah melalui:
+a. program kemitraan;
+b. pelatihan sumber daya manusia;
+c. peningkatan daya saing;
+d. pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar;
+e. akses pembiayaan; dan
+f. penyebaran informasi yang seluas-luasnya.
+(3) Perlindungan dan Pemberdayaan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah
+Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah
+Pusat.
+(4) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+merupakan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam
+undang-undang dibidang usaha mikro, kecil, dan
+menengah.
4. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-549
Pasal 18
-(1) Pemerintah Pusat memberikan fasilitas kepada penanam
-modal yang melakukan penanaman modal.
-(2) Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman modal yang:
+(1) Pemerintah Pusat memberikan fasilitas kepada
+penanam modal yang melakukan penanaman modal.
+(2) Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman
+modal yang:
a. melakukan perluasan usaha; atau
b. melakukan penanaman modal baru.
-(3) Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memenuhi kriteria:
+426
+(3) Penanaman modal yang mendapat fasilitas
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
+memenuhi kriteria:
a. menyerap banyak tenaga kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
-f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah
-perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;
+f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal,
+daerah perbatasan, atau daerah lain yang
+dianggap perlu;
g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan,
dan inovasi;
-i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau
-koperasi;
+i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah
+atau koperasi;
j. industri yang menggunakan barang modal atau
mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam
negeri; dan/atau
k. termasuk pengembangan usaha pariwisata.
(4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman
-modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
-sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
+modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
+(3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
5. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 25
-550
(1) Penanam modal yang melakukan penanaman modal di
Indonesia harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5.
@@ -18209,11 +17017,14 @@ peraturan perundang-undangan.
asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan
-kegiatan usaha wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
-Pemerintah Pusat.
+kegiatan usaha wajib memenuhi Perizinan Berusaha
+dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+427
+kewenangannya berdasarkan norma, standar,
+prosedur, dan kriteria.
Paragraf 3
Perbankan
-Pasal 85
+Pasal 78
Ketentuan dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
@@ -18226,13 +17037,12 @@ Pasal 22
a. warga negara Indonesia;
b. badan hukum Indonesia; dan/atau
c. badan hukum asing secara kemitraan.
-551
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian
-yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian yang
+wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Paragraf 4
Perbankan Syariah
-Pasal 86
+Pasal 79
Ketentuan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
@@ -18245,6 +17055,7 @@ a. warga negara Indonesia;
b. badan hukum Indonesia;
c. pemerintah daerah; dan/atau
d. badan hukum asing secara kemitraan.
+428
(2) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan
dan/atau dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
@@ -18257,50 +17068,16 @@ huruf a dan huruf b.
hukum asing ditentukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang penanaman
modal.
-552
-Paragraf 5
-Pers
-Pasal 87
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
-1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
-1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 3887) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 11
-Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui
-penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan di bidang penanaman modal.
-2. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 18
-(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan
-sengaja melakukan tindakan yang berakibat
-menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan
-Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
-penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
-banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat
-(1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana
-denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
-rupiah).
-(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat
-(2) dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,
-tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi
-administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-553
BAB IV
KETENAGAKERJAAN
Bagian Kesatu
Umum
-Pasal 88
+Pasal 80
Dalam rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan
-meningkatkan peran tenaga kerja dalam mendukung ekosistem
-investasi, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau
-menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur
-dalam:
+meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja/buruh dalam
+mendukung ekosistem investasi, Undang-Undang ini mengubah,
+menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa
+ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
@@ -18308,53 +17085,107 @@ Republik Indonesia 4279);
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
-Negara Republik Indonesia 4456); dan
+Negara Republik Indonesia 4456);
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran
-Negara Republik Indonesia 5256).
+Negara Republik Indonesia 5256); dan
+d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan
+Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik
+Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran
+Negara Republik Indonesia 6141).
+429
Bagian Kedua
Ketenagakerjaan
-Pasal 89
+Pasal 81
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 4279) diubah:
-554
-1. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
+1. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 13
+(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh:
+a. lembaga pelatihan kerja pemerintah;
+b. lembaga pelatihan kerja swasta; atau
+c. lembaga pelatihan kerja perusahaan.
+(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat
+pelatihan atau tempat kerja.
+(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam
+menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama
+dengan swasta.
+(4) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf a dan lembaga pelatihan
+kerja perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+huruf c mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang
+bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
+kabupaten/kota.
+2. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 14
+(1) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b wajib memenuhi
+Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah
+Daerah Kabupaten/Kota.
+(2) Bagi lembaga pelatihan kerja swasta yang terdapat
+penyertaan modal asing, Perizinan Berusaha
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dan ayat (2) harus memenuhi norma, standar, prosedur,
+dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+430
+3. Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 37
+(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri atas:
+a. instansi pemerintah yang bertanggung jawab di
+bidang ketenagakerjaan; dan
+b. lembaga penempatan tenaga kerja swasta.
+(2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam melaksanakan
+pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memenuhi
+Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah
+Pusat.
+(3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+4. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
(1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja
-asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan
-tenaga kerja asing dari Pemerintah Pusat.
+asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja
+asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang
mempekerjakan tenaga kerja asing.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi:
-a. anggota direksi atau anggota dewan komisaris
-dengan kepemilikan saham sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan;
+a. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham
+tertentu atau pemegang saham sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor
perwakilan negara asing; atau
c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh Pemberi
-Kerja pada jenis kegiatan pemeliharaan mesin
-produksi untuk keadaan darurat, vokasi, start-up,
-kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka
-waktu tertentu.
+Kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti
+karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan
+(start-up) , kunjungan bisnis, dan penelitian untuk
+jangka waktu tertentu.
(4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia
hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu
dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai
dengan jabatan yang akan diduduki.
(5) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang
mengurusi personalia.
-(6) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu
-tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat
-(5) diatur dengan Peraturan Presiden.
-2. Ketentuan Pasal 43 Dihapus.
-3. Ketentuan Pasal 44 Dihapus.
-4. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(6) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu
+sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+431
+5. Ketentuan Pasal 43 dihapus.
+6. Ketentuan Pasal 44 dihapus.
+7. Ketentuan Pasal 45 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-555
Pasal 45
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia
@@ -18367,11 +17198,11 @@ huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang
diduduki oleh tenaga kerja asing; dan
c. memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya
setelah hubungan kerjanya berakhir.
-(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
-a dan huruf b tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang
+(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
+dan huruf b tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang
menduduki jabatan tertentu.
-5. Ketentuan Pasal 46 Dihapus.
-6. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
+8. Ketentuan Pasal 46 dihapus.
+9. Ketentuan Pasal 47 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 47
(1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap
@@ -18383,15 +17214,15 @@ internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan
jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai besaran dan penggunaan
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
-7. Ketentuan Pasal 48 Dihapus.
-8. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
+sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
+10. Ketentuan Pasal 48 dihapus.
+11. Ketentuan Pasal 49 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
-556
-Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan tenaga kerja
-asing diatur dengan Peraturan Presiden.
-9. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan tenaga kerja
+432
+asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+12. Ketentuan Pasal 56 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 56
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk
@@ -18402,12 +17233,12 @@ a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
(3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan
-berdasarkan kesepakatan para pihak.
+berdasarkan perjanjian kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu
tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya
suatu pekerjaan tertentu diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-10. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
+13. Ketentuan Pasal 57 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 57
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara
@@ -18418,22 +17249,48 @@ bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian
terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka
yang berlaku perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat
dalam bahasa Indonesia.
-11. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai
+14. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 58
-(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat
-557
+(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat
mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan
kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan
masa kerja tetap dihitung.
-12. Ketentuan Pasal 59 dihapus.
-13. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai
+15. Ketentuan Pasal 59 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 59
+433
+(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat
+dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan
+sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
+waktu tertentu, yaitu:
+a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara
+sifatnya;
+b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
+waktu yang tidak terlalu lama;
+c. pekerjaan yang bersifat musiman;
+d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
+kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih
+dalam percobaan atau penjajakan; atau
+e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya
+bersifat tidak tetap.
+(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat
+diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
+(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak
+memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) dan ayat (2), maka demi hukum menjadi perjanjian
+kerja waktu tidak tertentu.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau
+kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu
+perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+16. Ketentuan Pasal 61 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 61
-(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :
-a. pekerja meninggal dunia;
+(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
+a. pekerja/buruh meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
d. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan
@@ -18451,103 +17308,104 @@ disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru,
kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan
yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
-(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal
+(4) Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal
+434
dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian
kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris
-pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai
-558
+pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak
yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
-14. Di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 61A yang berbunyi sebagai berikut:
+17. Di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 61A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61A
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b
dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang
kompensasi kepada pekerja/buruh.
(2) Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai masa
-kerja paling sedikit 1 tahun pada perusahaan yang
-bersangkutan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran uang
-kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-15. Ketentuan Pasal 62 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 62
-Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja
-sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
-perjanjian kerja waktu tertentu atau berakhirnya hubungan
-kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja
-diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
-sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu
-berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
-16. Ketentuan Pasal 64 dihapus.
-17. Ketentuan Pasal 65 dihapus.
-18. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai
+diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa
+kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+18. Ketentuan Pasal 64 dihapus.
+19. Ketentuan Pasal 65 dihapus.
+20. Ketentuan Pasal 66 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 66
-(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan
-559
+(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan
pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada
+perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik
perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu.
-(2) Pelindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan,
+(2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan,
syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul
-menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
-(3) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi
-Perizinan Berusaha.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan
+dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi
+tanggung jawab perusahaan alih daya.
+(3) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan
+pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu
+tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
+perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan
+pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh
+apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan
+sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
+(4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi
+435
+Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah
+Pusat.
+(5) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
-Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-19. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
+21. Ketentuan Pasal 77 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 77
(1) Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu
kerja.
-(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
-lama 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)
-jam 1 (satu) minggu.
-(3) Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di
+(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+meliputi:
+a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam
+1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
+(satu) minggu; atau
+b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)
+jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
+(satu) minggu.
+(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan
+tertentu.
+(4) Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di
perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
-20. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 77A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 77A
-(1) Pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang
-melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha
-tertentu.
-(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dilaksanakan berdasarkan skema periode kerja.
-560
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis pekerjaan atau
-sektor usaha tertentu serta skema periode kerja diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-21. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor
+usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud
+pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+22. Ketentuan Pasal 78 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 78
-(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
-melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
+(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi
+waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat
+(2) harus memenuhi syarat:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;
dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
-banyak 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18
+lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18
(delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
-(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
-melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) wajib membayar upah kerja lembur.
+(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi
+waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
+membayar upah kerja lembur.
+436
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi pekerjaan atau
-sektor usaha tertentu.
+pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha
+atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja lembur dan
upah kerja lembur diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-22. Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai
+23. Ketentuan Pasal 79 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi:
@@ -18557,8 +17415,7 @@ b. cuti.
huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling
sedikit meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah
-jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus
-561
+jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus
menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari
@@ -18572,177 +17429,152 @@ pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12
ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan dapat
-memberikan cuti panjang yang diatur dalam perjanjian
-kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
-bersama.
-23. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu
+dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam
+perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
+kerja bersama.
+24. Ketentuan Pasal 88 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 88
(1) Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
(2) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan
-nasional sebagai salah satu upaya mewujudkan hak
+sebagai salah satu upaya mewujudkan hak
pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan
-nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.
-24. Di antara Pasal 88 dan Pasal 89 disisipkan 7 (tujuh) pasal
-yakni:
-a. Pasal 88A yang berbunyi sebagai berikut:
+(3) Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) meliputi:
+a. upah minimum;
+437
+b. struktur dan skala upah;
+c. upah kerja lembur;
+d. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan
+pekerjaan karena alasan tertentu;
+e. bentuk dan cara pembayaran upah;
+f. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan
+g. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran
+hak dan kewajiban lainnya.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+25. Di antara Pasal 88 dan Pasal 89 disisipkan 5 (lima) pasal
+yakni, Pasal 88A, Pasal 88B, Pasal 88C, Pasal 88D, dan Pasal
+88E sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 88A
-(1) Hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat
-562
-terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh
-dengan pengusaha dan berakhir pada saat
-putusnya hubungan kerja.
-(2) Pengusaha wajib membayar upah kepada
-pekerja/buruh sesuai kesepakatan atau sesuai
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(3) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah
-yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
-b. Pasal 88B yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi
+hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan
+pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan
+kerja.
+(2) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang
+sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
+(3) Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh
+sesuai dengan kesepakatan.
+(4) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas
+kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
+atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih
+rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan
+dalam peraturan perundang-undangan.
+(5) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (4) lebih rendah atau bertentangan dengan
+peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut
+batal demi hukum dan pengaturan pengupahan
+dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
Pasal 88B
-Upah ditetapkan berdasarkan:
+(1) Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
-c. Pasal 88C yang berbunyi sebagai berikut:
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan
+satuan waktu dan/atau satuan hasil sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
+Pemerintah.
Pasal 88C
-(1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai
-jaring pengaman.
-(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) merupakan upah minimum provinsi.
-d. Pasal 88D yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.
+438
+(2) Gubernur dapat menetapkan upah minimum
+kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
+(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi
+dan ketenagakerjaan.
+(4) Syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+meliputi pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi pada
+kabupaten/kota yang bersangkutan.
+(5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) harus lebih tinggi dari upah minimum
+provinsi.
+(6) Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang
+bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang
+statistik.
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
+upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+dan syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 88D
-(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 88C ayat (2) dihitung dengan menggunakan
-formula perhitungan upah minimum sebagai
-berikut:
-UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt).
-(2) Untuk pertama kali setelah berlakunya UndangUndang tentang Cipta Kerja, UMt sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum
-yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
-pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan
-terkait pengupahan.
-(3) Data yang digunakan untuk menghitung upah
-563
-minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-merupakan data yang bersumber dari lembaga yang
-berwenang di bidang statistik.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum
-diatur dalam Peraturan Pemerintah.
-e. Pasal 88E yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C
+ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan
+formula perhitungan upah minimum.
+(2) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) memuat variabel pertumbuhan
+ekonomi atau inflasi.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan
+upah minimum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 88E
-(1) Untuk menjaga keberlangsungan usaha dan
-memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh
-industri padat karya, pada industri padat karya
-ditetapkan upah minimum tersendiri.
-(2) Upah minimum pada industri padat karya
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
-ditetapkan oleh Gubernur.
-(3) Upah minimum pada industri padat karya
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
-dengan menggunakan formula tertentu.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum
-industri padat karya dan formula tertentu diatur
-dalam Peraturan Pemerintah.
-f. Pasal 88F yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 88F
-(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 88C ayat (2) dan Pasal 88E ayat (1) berlaku
-bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari
-1 (satu) tahun pada perusahaan yang
-bersangkutan.
-(2) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah
-dari upah minimum sebagaimana dimaksud pada
-Pasal 88C ayat (2) dan Pasal 88E ayat (1).
-g. Pasal 88G yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 88G
-(1) Dalam hal gubernur :
-564
-a. tidak menetapkan upah minimum dan/atau
-upah minimum industri padat karya; atau
-b. menetapkan upah minimum dan/atau upah
-minimum industri padat karya tidak sesuai
-dengan ketentuan,
-dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan
-perundang-undangan di bidang pemerintahan
-daerah.
-(2) Dalam hal gubernur dikenakan sanksi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), upah minimum yang
-berlaku yaitu upah minimum tahun sebelumnya.
-25. Ketentuan Pasal 89 dihapus.
-26. Ketentuan Pasal 90 dihapus.
-27. Di antara Pasal 90 dan Pasal 91 disisipkan 2 (dua) pasal
-yakni:
-a. Pasal 90A yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C
+ayat (1) dan ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh dengan
+masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan
+yang bersangkutan.
+(2) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari
+upah minimum.
+26. Ketentuan Pasal 89 dihapus.
+27. Ketentuan Pasal 90 dihapus.
+28. Di antara Pasal 90 dan Pasal 91 disisipkan 2 (dua) pasal
+yakni Pasal 90A dan Pasal 90B sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+439
Pasal 90A
Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di
perusahaan.
-b. Pasal 90B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 90B
-(1) Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 88C ayat (2) dan Pasal 88E ayat (1)
-dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
+(1) Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Usaha
+Mikro dan Kecil.
(2) Upah pada Usaha Mikro dan Kecil ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh di perusahaan.
-(3) Kesepakatan upah sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) harus di atas angka garis kemiskinan yang
-diterbitkan oleh lembaga yang berwenang di bidang
+(3) Kesepakatan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+sekurang-kurangnya sebesar persentase tertentu dari
+rata-rata konsumsi masyarakat berdasarkan data yang
+bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang
statistik.
-(4) Ketentuan mengenai kriteria Usaha Mikro dan Kecil
-565
-sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
-28. Ketentuan Pasal 91 dihapus.
-29. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah bagi Usaha Mikro
+dan Kecil diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+29. Ketentuan Pasal 91 dihapus.
+30. Ketentuan Pasal 92 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 92
-(1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah di
-perusahaan.
-(2) Struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk penetapan
-upah berdasarkan satuan waktu.
-30. Di antara Pasal 92 dan Pasal 93 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 92A yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di
+perusahaan dengan memperhatikan kemampuan
+perusahaan dan produktivitas.
+(2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman
+pengusaha dalam menetapkan upah.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala
+upah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+31. Di antara Pasal 92 dan Pasal 93 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 92A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 92A
Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala
dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas.
-31. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 93
-(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak
-melakukan pekerjaan.
-(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
-berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila:
-a. pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak
-melakukan pekerjaan karena berhalangan;
-b. pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak
-melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan
-lain diluar pekerjaannya dan telah mendapatkan
-persetujuan pengusaha;
-c. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang
-telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
-mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha
-566
-sendiri atau halangan yang seharusnya dapat
-dihindari pengusaha; atau
-d. pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak
-melakukan pekerjaan karena menjalankan hak
-waktu istirahat atau cutinya.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran upah
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
-Peraturan Pemerintah.
-32. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai
+32. Ketentuan Pasal 94 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 94
-Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan
-tunjangan tetap, besarnya upah pokok paling sedikit 75 %
+Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan
+440
+tunjangan tetap, besarnya upah pokok paling sedikit 75%
(tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan
tunjangan tetap.
-33. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai
+33. Ketentuan Pasal 95 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 95
(1) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi
@@ -18752,21 +17584,20 @@ pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan
pembayarannya.
(2) Upah pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didahulukan pembayarannya sebelum pembayaran
-kepada para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.
+kepada semua kreditur.
(3) Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) didahulukan pembayarannya setelah
-pembayaran kepada para kreditur pemegang hak
-jaminan kebendaan.
+pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua
+kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan
+kebendaan.
34. Ketentuan Pasal 96 dihapus.
35. Ketentuan Pasal 97 dihapus.
-36. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
-567
+36. Ketentuan Pasal 98 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 98
(1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada
-Pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan
-pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan
-nasional dibentuk dewan pengupahan.
+Pemerintah dalam perumusan kebijakan pengupahan
+serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan
+pengupahan.
(2) Dewan pengupahan terdiri atas unsur Pemerintah,
organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh,
pakar dan akademisi.
@@ -18775,143 +17606,132 @@ komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan
pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja
dewan pengupahan, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-37. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 150
-Pemutusan hubungan kerja dalam Undang-Undang ini
-meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan
-usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
-perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum,
-baik milik swasta maupun milik negara, milik usaha sosial
-maupun usaha lain yang mempunyai pengurus dan
-mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau
-imbalan dalam bentuk lain.
-38. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai
+37. Ketentuan Pasal 151 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 151
-(1) Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan
-kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
-(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian pemutusan
-hubungan kerja dilakukan melalui prosedur
-568
-penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai
-dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-39. Di antara Pasal 151 dan Pasal 152 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 151A yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat
+buruh, dan pemerintah, harus mengupayakan agar tidak
+terjadi pemutusan hubungan kerja.
+441
+(2) Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat
+dihindari maka maksud dan alasan pemutusan
+hubungan kerja diberitahukan oleh pengusaha kepada
+pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
+(3) Dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak
+pemutusan hubungan kerja maka penyelesaian
+pemutusan hubungan kerja wajib dilakukan melalui
+perundingan bipartit antara pengusaha dengan
+pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
+(4) Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud
+pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka
+pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap
+berikutnya sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan
+hubungan industrial.
+38. Di antara Pasal 151 dan Pasal 152 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 151A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 151A
-Kesepakatan dalam pemutusan hubungan kerja sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) tidak diperlukan dalam
-hal:
-a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja;
-b. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang
-diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan,
-atau perjanjian kerja bersama dan telah diberikan surat
-peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturutturut;
-c. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan
+Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat
+(2) tidak perlu dilakukan oleh Pengusaha dalam hal:
+a. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan
sendiri;
-d. pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan
+b. pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan
kerjanya sesuai perjanjian kerja waktu tertentu;
-e. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan
+c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
-kerja bersama;
-f. pekerja/buruh meninggal dunia;
-g. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan
-memaksa (force majeur); atau
-h. perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan
-pengadilan niaga.
-40. Ketentuan Pasal 152 dihapus.
-41. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai
+kerja bersama;atau
+d. pekerja/buruh meninggal dunia.
+39. Ketentuan Pasal 152 dihapus.
+40. Ketentuan Pasal 153 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 153
(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan
-kerja dengan alasan:
-a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena
-569
-sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
-melampaui 12 (dua belas) bulan secara terusmenerus;
-b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan
-pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap
-negara sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan yang berlaku;
-c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang
-diperintahkan agamanya;
-d. pekerja/buruh menikah;
-e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur
-kandungan, atau menyusui bayinya;
-f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau
-ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di
-dalam satu perusahaan;
-g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota
-dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
-pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat
-pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di
-dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau
-berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian
-kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
+kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:
+a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
+keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12
+(dua belas) bulan secara terus-menerus;
+b. berhalangan menjalankan pekerjaannya karena
+memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan;
+c. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
+d. menikah;
+e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
+442
+menyusui bayinya;
+f. mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan
+perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam
+satu perusahaan;
+g. mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus
+serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh
+melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di
+luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas
+kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan
+ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
+peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama;
-h. pekerja/buruh mengadukan pengusaha kepada
-pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
-yang melakukan tindak pidana kejahatan;
-i. pekerja/buruh berbeda paham, agama, aliran politik,
-suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi
-fisik, atau status perkawinan;
-j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit
-akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan
-kerja yang menurut surat keterangan dokter yang
-jangka waktu penyembuhannya belum dapat
-570
-dipastikan.
+h. mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib
+mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan
+tindak pidana kejahatan;
+i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna
+kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau
+status perkawinan;
+j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
+kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang
+menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
+penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan
-alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi
+alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi
hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali
pekerja/buruh yang bersangkutan.
-42. Ketentuan Pasal 154 dihapus.
-43. Di antara Pasal 154 dan Pasal 155 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni, Pasal 154A yang berbunyi sebagai berikut:
+41. Ketentuan Pasal 154 dihapus.
+42. Di antara Pasal 154 dan Pasal 155 disisipkan 1 (satu)
+pasal yakni Pasal 154A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 154A
(1) Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan:
a. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan;
b. perusahaan melakukan efisiensi;
c. perusahaan tutup yang disebabkan karena
-perusahaan mengalami kerugian secara terus
-menerus selama 2 (dua) tahun;
+perusahaan mengalami kerugian;
d. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan
memaksa (force majeur).
e. perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban
pembayaran utang;
-f. perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan
-pengadilan niaga;
+f. perusahaan pailit;
g. perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan
pekerja/buruh;
h. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan
sendiri;
-i. pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja
-atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan
-secara tertulis;
+443
+i. pekerja/buruh mangkir;
j. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
k. pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib;
-571
l. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau
cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas
12 (dua belas) bulan;
m. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
n. pekerja/buruh meninggal dunia.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutusan
-hubungan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-44. Ketentuan Pasal 155 dihapus.
-45. Ketentuan Pasal 156 diubah sehingga berbunyi sebagai
+(2) Selain alasan pemutusan hubungan kerja sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan alasan
+pemutusan hubungan kerja lainnya dalam perjanjian
+kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
+bersama.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
+cara pemutusan hubungan kerja diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+43. Ketentuan Pasal 155 dihapus.
+44. Ketentuan Pasal 156 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 156
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,
pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau
-uang penghargaan masa kerja.
-(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud
-dalam ayat (1) paling sedikit ditentukan berdasarkan:
+uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
+hak yang seharusnya diterima.
+(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai
+berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan
upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang
@@ -18926,13 +17746,14 @@ f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
-h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
+h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
+444
dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
-572
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan)
bulan upah.
-(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana
-dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan:
+(3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan
+sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
@@ -18949,66 +17770,81 @@ upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah;
-g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, 8
-(delapan) bulan upah.
-(4) Pengusaha dapat memberikan uang penggantian hak
-yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
-perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran uang pesangon
-serta uang penghargaan masa kerja dalam hal terjadi
-pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 154A ayat (1) diatur dengan Peraturan
+g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih
+tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
+(delapan) bulan upah;
+h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih,
+10 (sepuluh) bulan upah.
+(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
+a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
+b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
+keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh
+diterima bekerja;
+c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
+peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
+bersama.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang
+pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang
+penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
+ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-46. Ketentuan Pasal 157 diubah sehingga berbunyi sebagai
+45. Ketentuan Pasal 157 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 157
-573
(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar
perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan
masa kerja, terdiri atas:
+445
a. upah pokok;
b. tunjangan tetap yang diberikan kepada
pekerja/buruh dan keluarganya.
(2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas
dasar perhitungan harian, upah sebulan sama dengan
-30 (tiga puluh) kali penghasilan sehari.
+30 (tiga puluh) dikali upah sehari.
(3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar
perhitungan satuan hasil, upah sebulan sama dengan
-penghasilan rata-rata selama 12 (dua belas) bulan
-terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari
-ketentuan upah minimum.
-47. Di antara Pasal 157 dan Pasal 158 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 157A yang berbunyi sebagai berikut:
+penghasilan rata-rata dalam 12 (dua belas) bulan
+terakhir.
+(4) Dalam hal upah sebulan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (3) lebih rendah dari upah minimum maka upah
+yang menjadi dasar perhitungan pesangon adalah upah
+minimum yang berlaku di wilayah domisili perusahaan.
+46. Di antara Pasal 157 dan Pasal 158 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 157A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 157A
(1) Selama proses penyelesaian perselisihan hubungan
industrial, pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap
melaksanakan kewajibannya.
(2) Pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada
-pekerja/buruh yang sedang dalam proses penyelesaian
-perselisihan hubungan industrial dengan tetap
-membayar upah beserta hak lainnya yang biasa diterima
-pekerja/buruh.
-48. Ketentuan Pasal 158 dihapus.
-49. Ketentuan Pasal 159 dihapus.
-50. Ketentuan Pasal 160 diubah sehingga berbunyi sebagai
+pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan
+hubungan kerja dengan tetap membayar upah beserta
+hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
+(3) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dilakukan sampai dengan selesainya proses
+penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai
+tingkatannya.
+47. Ketentuan Pasal 158 dihapus.
+48. Ketentuan Pasal 159 dihapus.
+49. Ketentuan Pasal 160 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 160
(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib
-karena diduga melakukan tindak pidana, maka
+karena diduga melakukan tindak pidana maka
pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib
-574
memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh
yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan, 25% (dua puluh
lima perseratus) dari upah;
-b. untuk 2 (dua) orang tanggungan, 35% (tiga puluh
+b. untuk 2 (dua) orang tanggungan, 35% (tiga puluh
+446
lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan, 45% (empat puluh
lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih, 50%
(lima puluh perseratus) dari upah.
-(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
+(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan terhitung
sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak
yang berwajib.
@@ -19016,10 +17852,10 @@ yang berwajib.
kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam)
bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana
mestinya karena dalam proses perkara pidana
-sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana
sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud
-dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan
+pada ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan
tidak bersalah, pengusaha wajib mempekerjakan
pekerja/buruh kembali.
(5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana
@@ -19027,94 +17863,110 @@ sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan
pekerja/buruh dinyatakan bersalah, pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan.
-51. Ketentuan Pasal 161 dihapus.
-52. Ketentuan Pasal 162 dihapus.
-53. Ketentuan Pasal 163 dihapus.
-575
-54. Ketentuan Pasal 164 dihapus.
-55. Ketentuan Pasal 165 dihapus.
-56. Ketentuan Pasal 166 dihapus.
-57. Ketentuan Pasal 167 dihapus.
-58. Ketentuan Pasal 168 dihapus.
-59. Ketentuan Pasal 169 dihapus.
-60. Ketentuan Pasal 170 dihapus.
-61. Ketentuan Pasal 171 dihapus.
-62. Ketentuan Pasal 172 dihapus.
-63. Ketentuan Pasal 184 dihapus.
-64. Ketentuan Pasal 185 diubah sehingga berbunyi sebagai
+50. Ketentuan Pasal 161 dihapus.
+51. Ketentuan Pasal 162 dihapus.
+52. Ketentuan Pasal 163 dihapus.
+53. Ketentuan Pasal 164 dihapus.
+54. Ketentuan Pasal 165 dihapus.
+55. Ketentuan Pasal 166 dihapus.
+56. Ketentuan Pasal 167 dihapus.
+57. Ketentuan Pasal 168 dihapus.
+58. Ketentuan Pasal 169 dihapus.
+59. Ketentuan Pasal 170 dihapus.
+447
+60. Ketentuan Pasal 171 dihapus.
+61. Ketentuan Pasal 172 dihapus.
+62. Ketentuan Pasal 184 dihapus.
+63. Ketentuan Pasal 185 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 185
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69
-ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (2), Pasal 88F
-ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1) dan Pasal 160 ayat
-(4), dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
-tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
-paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
-dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta
-rupiah).
-(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E
+ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), dan Pasal 160
+ayat (4), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat
+1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
+dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
+(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
+400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
+(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tindak pidana kejahatan.
-65. Ketentuan Pasal 186 diubah sehingga berbunyi sebagai
+64. Ketentuan Pasal 186 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 186
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 93 ayat (2),
-Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1) dikenai sanksi pidana
-penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4
-(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit
-Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
-576
-banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
+dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 93
+ayat (2), Pasal 137, atau Pasal 138 ayat (1), dikenakan
+sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan
+paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
+sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
+paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta
+rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tindak pidana pelanggaran.
-66. Ketentuan Pasal 187 diubah sehingga berbunyi sebagai
+65. Ketentuan Pasal 187 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 187
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2),
-Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 85
-ayat (3), dan Pasal 144, dikenai sanksi pidana kurungan
-paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
-belas) bulan dan/atau denda paling sedikit
-Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
-banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
+dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1),
+Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79
+ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau
+Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling
+448
+singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
+bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00
+(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
+100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tindak pidana pelanggaran.
-67. Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai
+66. Ketentuan Pasal 188 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 188
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pasal 78 ayat (1), dan
-Pasal 148, dikenai sanksi pidana denda paling sedikit
-Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak
-Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
+dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1),
+Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3),
+Pasal 114 atau Pasal 148, dikenakan sanksi pidana
+denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
+dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
+rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tindak pidana pelanggaran.
-68. Ketentuan Pasal 190 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+67. Ketentuan Pasal 190 diubah, sehingga Pasal 190 berbunyi
+sebagai berikut:
Pasal 190
(1) Pemerintah mengenakan sanksi administratif atas
-pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 14 ayat (2), Pasal
-15, Pasal 25, Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (2), Pasal
-577
-38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47
-ayat (1), Pasal 61A, Pasal 63 ayat (1), Pasal 87, Pasal
-106, Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114,
-Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2),
-Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
+pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur
+dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal
+25, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1),
+Pasal 47 ayat (1), Pasal 61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87,
+Pasal 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160
+ayat (1) dan ayat (2), Undang-undang ini serta peraturan
+pelaksanaannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
+68. Di antara Pasal 191 dan Pasal 192 disisipkan 1 (satu) pasal,
+yakni Pasal 191A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 191A
+Pada saat berlakunya Undang-Undang ini:
+a. untuk pertama kali upah minimum yang berlaku yaitu
+upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan
+peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13
+Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur
+mengenai pengupahan.
+449
+b. bagi perusahaan yang telah memberikan upah lebih
+tinggi dari upah minimum yang ditetapkan sebelum
+Undang-Undang ini, pengusaha dilarang mengurangi
+atau menurunkan upah.
Bagian Ketiga
Jenis Program Jaminan Sosial
-Pasal 90
+Pasal 82
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia 4456) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
+1. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
Jenis program jaminan sosial meliputi:
@@ -19122,60 +17974,62 @@ a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun;
-e. jaminan kematian;
+e. jaminan kematian; dan
f. jaminan kehilangan pekerjaan.
-2. Di antara Pasal 46 dan Pasal 47 disisipkan 5 (lima) pasal
-yakni:
-a. Pasal 46A yang berbunyi sebagai berikut:
+2. Di antara Pasal 46 dan Pasal 47 disisipkan 1 (satu) Bagian
+yakni Bagian Ketujuh Jaminan Kehilangan Pekerjaan
+sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Bagian Ketujuh
+Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Pasal 46A
-(1) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
-hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan
-578
-kehilangan pekerjaan.
-(2) Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh
-badan penyelenggara jaminan sosial
-ketenagakerjaan.
-b. Pasal 46B yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 46B
-(1) Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan
-secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
-sosial.
-(2) Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan
-untuk mempertahankan derajat kehidupan yang
-layak pada saat pekerja/buruh kehilangan
+(1) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan
+kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan
pekerjaan.
+(2) Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh
+badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan
+dan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
-pemberian jaminan kehilangan pekerjaan diatur
+penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
-c. Pasal 46C yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 46B
+450
+(1) Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan secara
+nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.
+(2) Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan untuk
+mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada
+saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan.
Pasal 46C
-Peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah setiap
-orang yang telah membayar iuran.
-d. Pasal 46D yang berbunyi sebagai berikut:
+Peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah setiap orang
+yang telah membayar iuran.
Pasal 46D
-(1) Manfaat jaminan kehilangan pekerjaan berupa
-pelatihan dan sertifikasi, uang tunai serta fasilitasi
-penempatan.
-(2) Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-e. Pasal 46E yang berbunyi sebagai berikut:
+(1) Manfaat jaminan kehilangan pekerjaan berupa uang
+tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
+(2) Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima
+oleh peserta setelah mempunyai masa kepesertaan
+tertentu.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai manfaat sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dan masa kepesertaan tertentu
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
Pasal 46E
-(1) Besaran iuran jaminan kehilangan pekerjaan
-sebesar persentase tertentu dari upah.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran iuran
-jaminan kehilangan pekerjaan sebagaimana
-579
-dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
+(1) Sumber pendanaan jaminan kehilangan pekerjaan
+berasal dari:
+a. modal awal pemerintah;
+b. rekomposisi iuran program jaminan sosial; dan/atau
+c. dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan jaminan
+kehilangan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
-Pasal 91
+Pasal 83
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 5256) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
+451
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan
kesehatan.
@@ -19186,7 +18040,7 @@ b. jaminan hari tua;
c. jaminan pensiun;
d. jaminan kematian; dan
e. jaminan kehilangan pekerjaan.
-2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+2. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program
@@ -19194,334 +18048,1001 @@ jaminan kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan
-kematian, program jaminan pensiun, jaminan hari tua
-dan jaminan kehilangan pekerjaan.
-580
+kematian, program jaminan pensiun, program jaminan
+hari tua, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
+3. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 42
+(1) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
+(1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS
+Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling
+banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah)
+yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
+Negara.
+(2) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
+(1) huruf a untuk program jaminan kehilangan pekerjaan
+ditetapkan paling sedikit Rp6.000.000.000.000,00 (enam
+triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran
+Pendapatan dan Belanja Negara.
Bagian Kelima
-Penghargaan Lainnya
-Pasal 92
-(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, pemberi
-kerja berdasarkan Undang-Undang ini memberikan
-penghargaan lainnya kepada pekerja/buruh.
-(2) Penghargaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diberikan dengan ketentuan:
-a. pekerja/buruh yang memiliki masa kerja kurang
-dari 3 (tiga) tahun, sebesar 1 (satu) kali upah;
-b. pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 3 (tiga)
-tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun,
-sebesar 2 (dua) kali upah;
-c. pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 6 (enam)
-tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan)
-tahun, sebesar 3 (tiga) kali upah;
-d. pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 9
-(sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12
-(dua belas) tahun, sebesar 4 (empat) kali upah; atau
-e. pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 12 (dua
-belas) tahun atau lebih, sebesar 5 (lima) kali upah.
-(3) Pemberian penghargaan lainnya sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) kali dalam jangka
-waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang
-ini mulai berlaku.
-(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku
-bagi pekerja/buruh yang bekerja sebelum berlakunya
-Undang-Undang ini.
-(5) Ketentuan mengenai penghargaan lainnya sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi usaha mikro
-dan kecil.
-581
-(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
-penghargaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
+Pasal 84
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
+2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran
+Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan
+452
+Lembaran Negara Republik Indonesia 6141) diubah:
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 16 diubah, sehingga berbunyi
+sebagai berikut:
+Pasal 1
+1. Calon Pekerja Migran Indonesia adalah setiap tenaga
+kerja Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari
+kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di
+instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung
+jawab di bidang ketenagakerjaan.
+2. Pekerja Migran Indonesia adalah setiap warga negara
+Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan
+pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah
+Republik Indonesia.
+3. Keluarga Pekerja Migran Indonesia adalah suami, istri,
+anak, atau orang tua termasuk hubungan karena
+putusan dan/atau penetapan pengadilan, baik yang
+berada di Indonesia maupun yang tinggal bersama
+Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.
+4. Pekerja Migran Indonesia Perseorangan adalah Pekerja
+Migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri tanpa
+melalui pelaksana penempatan.
+5. Pelindungan Pekerja Migran Indonesia adalah segala
+upaya untuk melindungi kepentingan Calon Pekerja
+Migran Indonesia dan/atau Pekerja Migran Indonesia
+dan keluarganya dalam mewujudkan terjaminnya
+pemenuhan haknya dalam keseluruhan kegiatan
+sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja
+dalam aspek hukum, ekonomi, dan sosial.
+6. Pelindungan Sebelum Bekerja adalah keseluruhan
+aktivitas untuk memberikan pelindungan sejak
+pendaftaran sampai pemberangkatan.
+7. Pelindungan Selama Bekerja adalah keseluruhan
+aktivitas untuk memberikan pelindungan selama Pekerja
+Migran Indonesia dan anggota keluarganya berada di
+luar negeri.
+8. Pelindungan Setelah Bekerja adalah keseluruhan
+aktivitas untuk memberikan pelindungan sejak Pekerja
+Migran Indonesia dan anggota keluarganya tiba di
+debarkasi di Indonesia hingga kembali ke daerah asal,
+termasuk pelayanan lanjutan menjadi pekerja produktif.
+9. Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
+adalah badan usaha berbadan hukum perseroan
+terbatas yang telah memperoleh izin tertulis dari Menteri
+untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan Pekerja
+Migran Indonesia.
+10. Mitra Usaha adalah instansi dan/atau badan usaha
+berbentuk badan hukum di negara tujuan penempatan
+yang bertanggung jawab menempatkan Pekerja Migran
+453
+Indonesia pada pemberi kerja.
+11. Pemberi Kerja adalah instansi pemerintah, badan hukum
+pemerintah, badan hukum swasta, dan/atau
+perseorangan di negara tujuan penempatan yang
+mempekerjakan Pekerja Migran Indonesia.
+12. Perjanjian Kerja Sama Penempatan adalah perjanjian
+tertulis antara Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
+Indonesia dan Mitra Usaha atau Pemberi Kerja yang
+memuat hak dan kewajiban setiap pihak dalam rangka
+penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
+di negara tujuan penempatan.
+13. Perjanjian Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang
+selanjutnya disebut Perjanjian Penempatan adalah
+perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan Pekerja
+Migran Indonesia dan Calon Pekerja Migran Indonesia
+yang memuat hak dan kewajiban setiap pihak, dalam
+rangka penempatan Pekerja Migran Indonesia di negara
+tujuan penempatan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
+14. Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara Pekerja
+Migran Indonesia dan Pemberi Kerja yang memuat syarat
+kerja, hak, dan kewajiban setiap pihak, serta jaminan
+keamanan dan keselamatan selama bekerja sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
+15. Visa Kerja adalah izin tertulis yang diberikan oleh
+pejabat yang berwenang di suatu negara tujuan
+penempatan yang memuat persetujuan untuk masuk
+dan melakukan pekerjaan di negara yang bersangkutan.
+16. Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
+Indonesia yang selanjutnya disebut SIP3MI adalah izin
+tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada
+badan usaha berbadan hukum Indonesia yang akan
+menjadi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
+Indonesia.
+17. Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia yang
+selanjutnya disebut SIP2MI adalah izin yang diberikan
+oleh kepala Badan kepada Perusahaan Penempatan
+Pekerja Migran Indonesia yang digunakan untuk
+menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia.
+18. Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk pelindungan
+sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
+memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
+19. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
+20. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan
+hukum yang menyelenggarakan program Jaminan Sosial
+Pekerja Migran Indonesia.
+21. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
+yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
+Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
+454
+dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
+22. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
+penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
+pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
+kewenangan daerah otonom.
+23. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut
+dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur
+penyelenggara pemerintahan desa.
+24. Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang
+selanjutnya disebut Perwakilan Republik Indonesia
+adalah perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler
+Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan
+memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan
+pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di
+negara tujuan penempatan atau pada organisasi
+internasional.
+25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
+pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
+26. Badan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
+bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan
+dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia secara
+terpadu.
+2. Ketentuan Pasal 51 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 51
+(1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b wajib
+memiliki izin yang memenuhi Perizinan Berusaha dan
+diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
+dialihkan dan dipindahtangankan kepada pihak lain.
+(3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+3. Ketentuan Pasal 53 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 53
+(1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia dapat
+membentuk kantor cabang di luar wilayah domisili
+kantor pusatnya.
+(2) Kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang Perusahaan
+Penempatan Pekerja Migran Indonesia menjadi tanggung
+jawab kantor pusat Perusahaan Penempatan Pekerja
+Migran Indonesia.
+455
+(3) Kantor cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan
+oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
+(4) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria
+yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+4. Ketentuan Pasal 57 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 57
+(1) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus
+menyerahkan pembaruan data paling lambat 30 (tiga
+puluh) hari kerja.
+(2) Dalam hal Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
+Indonesia tidak menyerahkan pembaruan data
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan
+Penempatan Pekerja Migran Indonesia diizinkan untuk
+memperbarui izin paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
+dengan membayar denda keterlambatan.
+(3) Ketentuan mengenai denda keterlambatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+5. Di antara Pasal 89 dan Pasal 90 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 89A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 89A
+Pada saat berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja
+maka pengertian atau makna SIP3MI dalam Undang-Undang
+Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran
+Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai
+Perizinan Berusaha.
BAB V
-KEMUDAHAN, PERLINDUNGAN, DAN PEMBERDAYAAN USAHA
-MIKRO KECIL DAN MENENGAH SERTA PERKOPERASIAN
+KEMUDAHAN, PELINDUNGAN, DAN PEMBERDAYAAN
+KOPERASI,
+USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
Bagian Kesatu
Umum
-Pasal 93
+Pasal 85
Untuk memberikan kemudahan, perlindungan, dan
-pemberdayaan UMK-M, serta Perkoperasian, Undang-Undang ini
+pemberdayaan Koperasi dan UMK-M, Undang-Undang ini
mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru
beberapa ketentuan yang diatur dalam:
-a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
+456
+a. Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
+Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
+Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
+Republik Indonesia Nomor 3502).
+b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik
-Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 Tambahan Lembaran
-Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
-b. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
-132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
-Nomor 4444); dan
-c. Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
-Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
-1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 3502).
+Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
+Negara Republik Indonesia Nomor 4866); dan
+c. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
+Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
+Indonesia Nomor 4444).
Bagian Kedua
+Koperasi
+Pasal 86
+Beberapa ketentuan dalam Undang–Undang Nomor 25
+Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) diubah:
+1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 6
+(1) Koperasi Primer dibentuk paling sedikit oleh 9
+(sembilan) orang.
+(2) Koperasi Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga)
+Koperasi.
+2. Penjelasan Pasal 17 diubah sebagaimana tercantum dalam
+penjelasan.
+3. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 21
+(1) Perangkat organisasi Koperasi terdiri atas:
+a. Rapat Anggota;
+b. Pengurus;
+c. Pengawas.
+(2) Selain memiliki perangkat organisasi Koperasi
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi yang
+menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
+syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah.
+4. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 22
+457
+(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan
+tertinggi dalam Koperasi.
+(2) Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dihadiri oleh anggota yang pelaksanaanya diatur dalam
+Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
+(3) Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dapat dilakukan secara daring dan/atau luring.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rapat Anggota
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
+(3) diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
+Tangga.
+5. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 43
+(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung
+dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan
+usaha dan kesejahteraan anggota.
+(2) Usaha Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dapat dilaksanakan secara tunggal usaha atau serba
+usaha.
+(3) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat
+digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
+yang bukan anggota Koperasi dalam rangka menarik
+masyarakat menjadi anggota Koperasi.
+(4) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan
+utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha
+Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+6. Di antara Pasal 44 dan Pasal 45 disisipan 1 (satu) pasal yakni
+Pasal 44A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 44A
+(1) Koperasi dapat menjalankan kegiatan usaha
+berdasarkan prinsip syariah.
+(2) Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
+mempunyai dewan pengawas syariah.
+(3) Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang atau lebih yang
+memahami syariah dan diangkat oleh Rapat Anggota
+(4) Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
+Pengurus serta mengawasi kegiatan Koperasi agar sesuai
+dengan prinsip syariah.
+(5) Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) selanjutnya mendapatkan pembinaan atau
+pengembangan kapasitas oleh Pemerintah Pusat
+dan/atau Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
+Indonesia.
+458
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi yang
+menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
+syariah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Bagian Ketiga
Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
-Pasal 94
-582
+Pasal 87
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran
-Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 Tambahan
+Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866) diubah:
1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 6
-(1) Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah paling
-sedikit memuat indikator kekayaan bersih, hasil
-penjualan tahunan, atau nilai investasi, dan jumlah
-tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kriteria Usaha Mikro,
-Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan
+(1) Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memuat
+modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil
+penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan
+disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan,
+kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan
+kriteria setiap sektor usaha.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kriteria Usaha Mikro, Kecil,
+dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+2. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 12
+(1) Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 7 ayat (1) huruf e ditujukan untuk:
+a. menyederhanakan tata cara dan jenis Perizinan
+Berusaha dengan sistem pelayanan terpadu satu
+pintu; dan
+b. membebaskan biaya Perizinan Berusaha bagi Usaha
+Mikro dan memberikan keringanan biaya Perizinan
+Berusaha bagi Usaha Kecil.
+(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
+cara Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-2. Penjelasan Pasal 35 diubah sebagaimana tercantum dalam
-Penjelasan.
-Bagian Ketiga
-Basis Data Tunggal
-Pasal 95
-(1) Pemerintah Pusat melakukan pendataan UMK-M.
-(2) Hasil pendataan sebagai basis data tunggal UMK-M.
-(3) Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-wajib menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
-kebijakan mengenai UMK-M
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai basis data tunggal diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+3. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 21
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan
+pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil;
+(2) Badan Usaha Milik Negara menyediakan pembiayaan
+dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan
+kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk
+459
+pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan
+pembiayaan lainnya.
+(3) Usaha Besar nasional dan asing menyediakan
+pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro
+dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman,
+penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
+(4) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dunia
+Usaha memberikan hibah, mengusahakan bantuan
+luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan
+lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro
+dan Kecil.
+(5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya memberikan insentif dalam
+bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan
+tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya
+yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan kepada Dunia Usaha yang menyediakan
+pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
+4. Penjelasan Pasal 35 diubah sebagaimana tercantum dalam
+penjelasan.
Bagian Keempat
+Basis Data Tunggal
+Pasal 88
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban
+menyelenggarakan sistem informasi dan pendataan UMK-M
+yang terintegrasi.
+(2) Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
+basis data tunggal UMK-M.
+(3) Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+wajib digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan
+kebijakan mengenai UMK-M.
+(4) Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+disajikan secara tepat waktu, akurat, dan tepat guna serta
+dapat diakses oleh masyarakat.
+(5) Pemerintah Pusat melakukan pembaharuan sistem informasi
+dan basis data tunggal paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
+(satu) tahun.
+(6) Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+dibentuk dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
+sejak berlakunya Undang-Undang ini.
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai basis data tunggal UMK-M
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+460
+Bagian Kelima
Pengelolaan Terpadu Usaha Mikro dan Kecil
-Pasal 96
-583
+Pasal 89
(1) Pemerintah Pusat mendorong implementasi pengelolaan
-terpadu Usaha Mikro dan Kecil melalui sinergi Pemerintah
-Pusat, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan
-terkait.
-(2) Pengelolaan Terpadu Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
+terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster
+melalui sinergi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
+pemangku kepentingan terkait.
+(2) Pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kumpulan kelompok
-Usaha Mikro dan Kecil yang terkait dalam suatu rantai
-produk umum, ketergantungan atas keterampilan tenaga
-kerja yang serupa atau menggunkaan teknologi yang serupa
-dan saling melengkapi secara terintegrasi mulai dari tahap
-pendirian/legalisasi, pembiayaan, penyediaan bahan baku,
-proses produksi, kurasi, dan pemasaran produk Usaha
-Mikro dan Kecil melalui perdagangan elektronik/non
-elektronik.
-(3) Penentuan lokasi Klaster Usaha Mikro dan Kecil disusun
-dalam program Pemerintah dengan memperhatikan strategi
-penentuan lokasi usaha.
-(4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan
-pendampingan bagi Usaha Mikro dan Kecil dalam
-menyediakan Sumber Daya Manusia, anggaran, serta sarana
-dan prasarana.
-(5) Pemerintah dalam menyediakan Sumber Daya Manusia,
-anggaran, serta sarana dan prasarana sebagaimana
-dimaksud pada ayat (4) memberikan fasilitas yang meliputi
-aspek produksi, infrastruktur, rantai nilai, pendirian badan
-hukum, sertifikasi dan standardisasi, promosi, pemasaran,
-digitalisasi, serta penelitian dan pengembangan.
-(6) Pemerintah Pusat mengkoordinasikan pengelolaan terpadu
+Usaha Mikro dan Kecil yang terkait dalam:
+a. suatu rantai produk umum;
+b. ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang
+serupa; atau
+c. menggunakaan teknologi yang serupa dan saling
+melengkapi secara terintegrasi.
+(3) Saling melengkapi secara terintegrasi sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan di lokasi
+klaster dengan tahap pendirian/legalisasi, pembiayaan,
+penyediaan bahan baku, proses produksi, kurasi, dan
+pemasaran produk Usaha Mikro dan Kecil melalui
+perdagangan elektronik/non elektronik.
+(4) Penentuan lokasi Klaster Usaha Mikro dan Kecil disusun
+dalam program Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
+dengan memperhatikan pemetaan potensi, keunggulan
+daerah, dan strategi penentuan lokasi usaha.
+(5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan
+pendampingan sebagai upaya pengembangan Usaha Mikro
+dan Kecil untuk memberi dukungan manejemen, sumber
+daya manusia, anggaran, serta sarana dan prasarana.
+(6) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
+menyediakan dukungan sumber daya manusia, anggaran,
+serta sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada
+ayat (5) wajib memberikan fasilitas yang meliputi:
+a. lahan lokasi klaster;
+b. aspek produksi;
+c. infrastruktur;
+d. rantai nilai;
+e. pendirian badan hukum;
+f. sertifikasi dan standardisasi;
+g. promosi;
+h. pemasaran;
+i.digitalisasi; dan
+j.penelitian dan pengembangan.
+(7) Pemerintah Pusat mengkoordinasikan pengelolaan terpadu
Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster.
-(7) Pemerintah Pusat melakukan evaluasi perencanaan
-pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan
-klaster.
-584
-(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan terpadu Usaha
+(8) Pemerintah Pusat melakukan evaluasi pengelolaan terpadu
+Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster.
+461
+(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan terpadu Usaha
Mikro dan Kecil diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Bagian Kelima
+Bagian Keenam
Kemitraan
-Pasal 97
-(1) Pemerintah Pusat memfasilitasi kemitraan usaha
-menengah dan besar dengan Usaha Mikro dan Kecil dalam
-rantai pasok.
+Pasal 90
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya wajib memfasilitasi kemitraan Usaha
+Menengah dan Usaha Besar dengan Usaha Mikro dan
+Kecil serta Koperasi dalam rantai pasok yang bertujuan
+untuk meningkatkan kompetensi dan level usaha.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan
insentif dan kemudahan berusaha dalam rangka kemitraan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemitraan diatur dengan
+(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya melakukan pengawasan dan evaluasi
+terhadap pelaksanaan kemitraan antara Koperasi, Usaha
+Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar.
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemitraan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-Bagian Keenam
+Bagian Ketujuh
Kemudahan Perizinan Berusaha
-Pasal 98
+Pasal 91
(1) Dalam rangka kemudahan Perizinan Berusaha, Pemerintah
-Pusat berperan aktif melakukan pembinaan dan
-pendaftaran bagi Usaha Mikro dan Kecil.
-(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
-dengan pemberian nomor induk berusaha melalui Perizinan
-Berusaha secara elektronik.
-(3) Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya wajib melakukan pembinaan dan
+pendaftaran bagi Usaha Mikro dan Kecil berdasarkan
+norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
+dilakukan secara daring atau luring dengan melampirkan:
+a. Kartu Tanda Penduduk (KTP); dan
+b. Surat keterangan berusaha dari pemerintah setingkat
+rukun tetangga.
+(3) Terhadap pendaftaran secara daring sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) diberikan nomor induk berusaha melalui
+Perizinan Berusaha secara elektronik.
+(4) Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan perizinan tunggal yang berlaku untuk semua
kegiatan usaha.
-(4) Perizinan tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
-meliputi Perizinan Berusaha, izin edar, standar nasional
-Indonesia, dan sertifikasi jaminan produk halal.
-585
-(5) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap
-pemenuhan standar izin edar, standar nasional Indonesia,
+(5) Perizinan tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
+meliputi Perizinan Berusaha, Standar Nasional Indonesia,
dan sertifikasi jaminan produk halal.
-(6) Dalam hal kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3) memiliki kriteria risiko tinggi terhadap kesehatan,
-keamanan dan keselamatan serta lingkungan, selain
-memiliki nomor induk berusaha, Usaha Mikro dan Kecil
-wajib memiliki sertifikasi standar dan/atau izin.
-(7) Pemerintah Pusat memfasilitasi sertifikasi standar dan/atau
-izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
-(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan tunggal
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan fasilitasi sertifikasi
-standar dan/atau izin sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
+462
+(6) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, wajib
+melakukan pembinaan terhadap Perizinan Berusaha,
+pemenuhan standar, Standar Nasional Indonesia, dan
+sertifikasi jaminan produk halal.
+(7) Dalam hal kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
+ayat (4) memiliki risiko menengah atau tinggi terhadap
+kesehatan, keamanan dan keselamatan serta lingkungan
+selain melakukan registrasi untuk mendapatkan nomor
+induk berusaha, Usaha Mikro dan Kecil wajib memiliki
+sertifikat sertifikasi standar dan/atau izin.
+(8) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat,
+memfasilitasi sertifikasi standar dan/atau izin sebagaimana
+dimaksud pada ayat (5).
+(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan tunggal
+sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan fasilitasi sertifikasi
+standar dan/atau izin sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Bagian Ketujuh
-Insentif Fiskal dan Pembiayaan
-Pasal 99
-(1) Dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari
-pemerintah, usaha mikro diberikan kemudahan/
-penyederhanaan administrasi perpajakan sesuai dengan
-peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
-(2) Perizinan Berusaha yang diajukan oleh Usaha Mikro dan
-Kecil dapat diberikan insentif berupa tidak dikenakan biaya
-atau diberikan keringanan biaya.
-Pasal 100
+Bagian Kedelapan
+Kemudahan Fasilitasi Pembiayaan dan Insentif Fiskal
+Pasal 92
+(1) Terhadap Usaha Mikro, diberikan kemudahan/
+penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka
+pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat, sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
+perpajakan.
+(2) Terhadap Usaha Mikro dan Kecil yang mengajukan Perizinan
+Berusaha dapat diberikan insentif berupa tidak dikenakan
+biaya atau diberikan keringanan biaya.
+(3) Terhadap Usaha Mikro dan Kecil yang berorientasi ekspor,
+dapat diberikan insentif kepabeanan sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
+kepabeanan.
+(4) Terhadap Usaha Mikro tertentu dapat diberikan insentif Pajak
+Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Pajak Penghasilan.
+Pasal 93
Kegiatan Usaha Mikro dan Kecil dapat dijadikan jaminan kredit
program.
-Pasal 101
-586
-(1) Pemerintah Pusat mempermudah dan menyederhanakan
-proses pendaftaran dan pembiayaan Hak atas Kekayaan
-Intelektual, kemudahan impor bahan baku dan bahan
-penolong industri, dan/atau fasilitasi ekspor.
+Pasal 94
+463
+(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya mempermudah dan menyederhanakan
+proses untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam hal pendaftaran
+dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan
+impor bahan baku dan bahan penolong industri apabila
+tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi
+ekspor.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan
-penyederhanaan proses pendaftaran dan pembiayaan Hak
-atas Kekayaan Intelektual, kemudahan impor bahan baku
-dan bahan penolong industri, dan/atau fasilitasi ekspor
+penyederhanaan proses pendaftaran dan pembiayaan hak
+kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku dan
+bahan penolong industri industri apabila tidak dapat
+dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah
-Bagian Kedelapan
-Dana Alokasi Khusus, Bantuan dan Perlindungan Hukum,
+Peraturan Pemerintah.
+Bagian Kesembilan
+Dana Alokasi Khusus, Bantuan dan Pendampingan Hukum,
Pengadaan Barang dan Jasa, dan Sistem/Aplikasi
-Pembukuan/Pencatatan keuangan
+Pembukuan/Pencatatan keuangan dan Inkubasi
+Pasal 95
+(1) Pemerintah Pusat mengalokasi Dana Alokasi Khusus untuk
+mendukung pendanaan bagi Pemerintah Daerah dalam
+rangka kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Usaha
+Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
+(2) Pengalokasian Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+Pasal 96
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya wajib menyediakan layanan bantuan dan
+pendampingan hukum bagi Usaha Mikro dan Kecil.
+Pasal 97
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan
+paling sedikit 40% (empat puluh persen) produk/jasa Usaha
+Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri
+dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah
+Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+Pasal 98
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
+kewenangannya wajib memberikan pelatihan dan pendampingan
+pemanfaataan sistem/aplikasi pembukuan/pencatatan
+464
+keuangan yang memberi kemudahan bagi Usaha Mikro dan
+Kecil.
+Pasal 99
+Penyelenggaraan inkubasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
+Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, Dunia Usaha, dan/atau
+masyarakat.
+Pasal 100
+Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 bertujuan
+untuk:
+a. menciptakan usaha baru;
+b. menguatkan dan mengembangkan kualitas Usaha Mikro,
+Kecil, dan Menengah yang mempunyai nilai ekonomi dan
+berdaya saing tinggi; dan
+c. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia
+terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan
+memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
+Pasal 101
+Sasaran pengembangan inkubasi sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 97 meliputi:
+a. penciptaan dan penumbuhan usaha baru serta penguatan
+kapasitas pelaku usaha pemula yang berdaya saing tinggi;
+b. penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai
+nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; dan
+c. peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi
+melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 102
-Pemerintah mengalokasikan penggunaan Dana Alokasi Khusus
-untuk mendanai kegiatan pemberdayaan dan pengembangan
-UMK-M.
+Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha
+melakukan pedampingan untuk meningkatkan kapasitas Usaha
+Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu mengakses:
+a. pembiayaan alternatif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan
+Menengah Pemula;
+b. pembiayaan dari dana kemitraan;
+c. bantuan hibah pemerintah;
+d. dana bergulir; dan
+e. tanggung jawab sosial perusahaan.
+Bagian Kesepuluh
+Partisipasi UMK dan Koperasi pada Infrastruktur Publik
Pasal 103
-Pemerintah memfasilitasi tersedianya layanan bantuan dan
-pendampingan hukum bagi Usaha Mikro dan Kecil.
-Pasal 104
-Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memprioritaskan
-produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil dalam pengadaan
-barang/jasa pemerintah sesuai dengan peraturan perundangundangan.
-Pasal 105
-587
-Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan sistem/aplikasi
-pembukuan/pencatatan keuangan yang memberi kemudahan
-bagi Usaha Mikro dan Kecil.
-Bagian Kesembilan
-Partisipasi dalam Pengusahaan Tempat Istirahat dan Pelayanan
-di Jalan Tol
-Pasal 106
-Di antara Pasal 53 dan Pasal 54 dalam ketentuan UndangUndang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
-Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444) disisipkan 1
-(satu) pasal yakni Pasal 53A yang berbunyi sebagai berikut:
+Di antara Pasal 53 dan Pasal 54 dalam Undang-Undang Nomor
+38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
+Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
+465
+Republik Indonesia Nomor 4444) disisipkan 1 (satu) pasal yakni,
+Pasal 53A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53A
(1) Jalan Tol antarkota harus dilengkapi dengan Tempat
-Istirahat dan Pelayanan untuk kepentingan pengguna Jalan
-Tol.
-(2) Pengusahaan Tempat Istirahat dan Pelayanan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan partisipasi Usaha
+Istirahat, Pelayanan untuk kepentingan pengguna Jalan Tol,
+serta menyediakan tempat promosi dan pengembangan
+Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
+(2) Pengusahaan tempat promosi dan pengembangan Usaha
+Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, Tempat Istirahat
+dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dilakukan dengan mengalokasikan lahan pada Jalan Tol
+paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total luas lahan
+area komersial untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha
+Menengah, baik untuk Jalan Tol yang telah beroprasi
+maupun untuk Jalan Tol yang masih dalam tahap
+perencanaan dan konstruksi.
+(3) Penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha
+Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan partisipasi Usaha
Mikro dan Kecil melalui pola kemitraan.
-Bagian Kesepuluh
-Perkoperasian
-Pasal 107
-Beberapa ketentuan dalam Undang–Undang Nomor 25 Tahun
-1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik
-Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 3502) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 6
-588
-(1) Koperasi Primer dibentuk paling sedikit 3 (tiga) orang.
-(2) Koperasi Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga)
-Koperasi.
-2. Penjelasan Pasal 17 diubah sebagaimana tercantum dalam
-penjelasan.
-3. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 22
-(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan
-tertinggi dalam Koperasi.
-(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota.
-(3) Kehadiran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) dapat dilakukan melalui sistem perwakilan.
-(4) Ketentuan mengenai rapat anggota diatur dalam
-Anggaran Dasar/Rumah Tangga.
-4. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 43
-(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung
-dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan
-usaha dan kesejahteraan anggota.
-(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat
-digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
-yang bukan anggota Koperasi.
-(3) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan
-utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.
-(4) Koperasi dapat melaksanakan usaha berdasarkan
-prinsip syariah.
+(4) Penanaman dan pemeliharaan tanaman di Tempat Istirahat
+dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
+dilakukan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha
+Menengah.
+Pasal 104
+(1) Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil,
+Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik
+negara, badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha
+swasta wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi,
+tempat usaha, dan/atau pengembangan Usaha Mikro dan
+Kecil pada infrastruktur publik yang mencakup:
+a. terminal;
+b. bandar udara;
+c. pelabuhan;
+d. stasiun kereta api;
+e. tempat istirahat dan pelayanan jalan tol; dan
+e. infrastruktur publik lainnya yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
+dengan kewenangannya.
+(2) Alokasi penyediaan tempat promosi dan pengembangan
+Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 30%
+(tiga puluh persen) dari luas tempat perbelanjaan dan/atau
+promosi yang strategis pada infrastruktur publik yang
+bersangkutan.
+(3) Ketentuan mengenai penyediaan tempat promosi dan
+pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur
+466
+publik pada ayat (1) dan besaran alokasi sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
BAB VI
KEMUDAHAN BERUSAHA
Bagian Kesatu
-589
Umum
-Pasal 108
+Pasal 105
Untuk mempermudah pelaku usaha dalam melakukan investasi
Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan
pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52,
-Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-5216);
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216);
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
-(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
-176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-5922);
-c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922);
+c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
+Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia
+Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara
+Republik Indonesia Nomor 5953);
+d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756);
-d. Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 juncto Staatsblad Tahun
+e. Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 juncto Staatsblad Tahun
1940 Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan
(Hinderordonnantie);
-e. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
+f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5049);
-f. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
+g. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
-Petambak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia
-Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 5870);
-g. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
-Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
-590
+Petambak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
+2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
+Indonesia Nomor 5870);
+h. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
+Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3214); dan
-h. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
+i. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33,
-Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-3817);
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
+467
+j. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
+Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
+1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
+Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
+diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
+2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor
+7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
+Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4893);
+k. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
+Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
+Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
+1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
+Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
+diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
+2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8
+Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
+dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
+l. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
+Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
+Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
+Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa
+kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
+2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
+Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
+Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
+Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
+Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
+Nomor 4999);
+m. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495).
Bagian Kedua
Keimigrasian
-Pasal 109
+Pasal 106
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5216) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 18 dan angka 21 diubah, sehingga
+Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 1
+Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
+468
+1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang
+masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta
+pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
+kedaulatan negara.
+2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya
+disebut Wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah
+Indonesia serta zona tertentu yang ditetapkan
+berdasarkan undang-undang.
+3. Fungsi Keimigrasian adalah bagian dari urusan
+pemerintahan negara dalam memberikan pelayanan
+Keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan
+fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat.
+4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
+pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
+5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Imigrasi.
+6. Direktorat Jenderal Imigrasi adalah unsur pelaksana
+tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi
+Manusia di bidang Keimigrasian.
+7. Pejabat Imigrasi adalah pegawai yang telah melalui
+pendidikan khusus Keimigrasian dan memiliki keahlian
+teknis Keimigrasian serta memiliki wewenang untuk
+melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan
+Undang-Undang ini.
+8. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian yang
+selanjutnya disebut dengan PPNS Keimigrasian adalah
+Pejabat Imigrasi yang diberi wewenang oleh undangundang untuk melakukan penyidikan tindak pidana
+Keimigrasian.
+9. Orang Asing adalah orang yang bukan warga negara
+Indonesia.
+10. Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian adalah sistem
+teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan
+untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan
+informasi guna mendukung operasional, manajemen,
+dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan
+Fungsi Keimigrasian.
+11. Kantor Imigrasi adalah unit pelaksana teknis yang
+menjalankan Fungsi Keimigrasian di daerah kabupaten,
+kota, atau kecamatan.
+12. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat
+pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas
+batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan
+keluar Wilayah Indonesia.
+13. Dokumen Perjalanan adalah dokumen resmi yang
+dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu
+negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau organisasi
+internasional lainnya untuk melakukan perjalanan
+antarnegara yang memuat identitas pemegangnya.
+469
+14. Dokumen Keimigrasian adalah Dokumen Perjalanan
+Republik Indonesia, dan Izin Tinggal yang dikeluarkan
+oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri.
+15. Dokumen Perjalanan Republik Indonesia adalah Paspor
+Republik Indonesia dan Surat Perjalanan Laksana
+Paspor Republik Indonesia.
+16. Paspor Republik Indonesia yang selanjutnya disebut
+Paspor adalah dokumen yang dikeluarkan oleh
+Pemerintah Republik Indonesia kepada warga negara
+Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara
+yang berlaku selama jangka waktu tertentu.
+17. Surat Perjalanan Laksana Paspor Republik Indonesia
+yang selanjutnya disebut Surat Perjalanan Laksana
+Paspor adalah dokumen pengganti paspor yang
+diberikan dalam keadaan tertentu yang berlaku selama
+jangka waktu tertentu.
+18. Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa
+adalah keterangan tertulis baik secara manual maupun
+elektronik yang diberikan oleh pejabat yang berwenang
+untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan
+menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal.
+19. Tanda Masuk adalah tanda tertentu berupa cap yang
+dibubuhkan pada Dokumen Perjalanan warga negara
+Indonesia dan Orang Asing, baik manual maupun
+elektronik, yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi sebagai
+tanda bahwa yang bersangkutan masuk Wilayah
+Indonesia.
+20. Tanda Keluar adalah tanda tertentu berupa cap yang
+dibubuhkan pada Dokumen Perjalanan warga negara
+Indonesia dan Orang Asing, baik manual maupun
+elektronik, yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi sebagai
+tanda bahwa yang bersangkutan keluar Wilayah
+Indonesia.
+21. Izin Tinggal adalah izin yang diberikan kepada Orang
+Asing oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar
+negeri baik secara manual maupun elektronik untuk
+berada di Wilayah Indonesia.
+22. Pernyataan Integrasi adalah pernyataan Orang Asing
+kepada Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah
+satu syarat memperoleh Izin Tinggal Tetap.
+23. Izin Tinggal Tetap adalah izin yang diberikan kepada
+Orang Asing tertentu untuk bertempat tinggal dan
+menetap di Wilayah Indonesia sebagai penduduk
+Indonesia.
+24. Izin Masuk Kembali adalah izin tertulis yang diberikan
+oleh Pejabat Imigrasi kepada Orang Asing pemegang Izin
+Tinggal terbatas dan Izin Tinggal Tetap untuk masuk
+kembali ke Wilayah Indonesia.
+470
+25. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan
+yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum
+maupun bukan badan hukum.
+26. Penjamin adalah orang atau Korporasi yang bertanggung
+jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing selama
+berada di Wilayah Indonesia.
+27. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau
+sarana transportasi lain yang lazim digunakan, baik
+untuk mengangkut orang maupun barang.
+28. Pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang
+untuk keluar dari Wilayah Indonesia berdasarkan alasan
+Keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh
+undang-undang.
+29. Penangkalan adalah larangan terhadap Orang Asing
+untuk masuk Wilayah Indonesia berdasarkan alasan
+Keimigrasian.
+30. Intelijen Keimigrasian adalah kegiatan penyelidikan
+Keimigrasian dan pengamanan Keimigrasian dalam
+rangka proses penyajian informasi melalui analisis guna
+menetapkan perkiraan keadaan Keimigrasian yang
+dihadapi atau yang akan dihadapi.
+31. Tindakan Administratif Keimigrasian adalah sanksi
+administratif yang ditetapkan Pejabat Imigrasi terhadap
+Orang Asing di luar proses peradilan.
+32. Penyelundupan Manusia adalah perbuatan yang
+bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung
+maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk
+orang lain yang membawa seseorang atau kelompok
+orang, baik secara terorganisasi maupun tidak
+terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk
+membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara
+terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak
+memiliki hak secara sah untuk memasuki Wilayah
+Indonesia atau keluar Wilayah Indonesia dan/atau
+masuk wilayah negara lain yang orang tersebut tidak
+memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara
+sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun
+dokumen palsu, atau tanpa menggunakan Dokumen
+Perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun
+tidak.
+33. Rumah Detensi Imigrasi adalah unit pelaksana teknis
+yang menjalankan Fungsi Keimigrasian sebagai tempat
+penampungan sementara bagi Orang Asing yang dikenai
+Tindakan Administratif Keimigrasian.
+34. Ruang Detensi Imigrasi adalah tempat penampungan
+sementara bagi Orang Asing yang dikenai Tindakan
+Administratif Keimigrasian yang berada di Direktorat
+Jenderal Imigrasi dan Kantor Imigrasi.
+471
+35. Deteni adalah Orang Asing penghuni Rumah Detensi
+Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi yang telah
+mendapatkan keputusan pendetensian dari Pejabat
+Imigrasi.
+36. Deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan Orang
+Asing dari Wilayah Indonesia.
+37. Penanggung Jawab Alat Angkut adalah pemilik,
+pengurus, agen, nakhoda, kapten kapal, kapten pilot,
+atau pengemudi alat angkut yang bersangkutan.
+38. Penumpang adalah setiap orang yang berada di atas alat
+angkut, kecuali awak alat angkut.
+39. Perwakilan Republik Indonesia adalah Kedutaan Besar
+Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik
+Indonesia, dan Konsulat Republik Indonesia.
+2. Ketentuan Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 38
+Visa kunjungan diberikan kepada Orang Asing yang akan
+melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dalam rangka
+kunjungan tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya,
+pariwisata, pra-investasi, bisnis, keluarga, jurnalistik, atau
+singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.
+3. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 39
+Visa tinggal terbatas diberikan kepada Orang Asing:
+a. sebagai rohaniawan, tenaga ahli, pekerja, peneliti,
+pelajar, investor, rumah kedua, dan keluarganya, serta
+Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga
+negara Indonesia, yang akan melakukan perjalanan ke
+Wilayah Indonesia untuk bertempat tinggal dalam jangka
+waktu yang terbatas;
+b. dalam rangka bergabung untuk bekerja di atas kapal,
+alat apung, atau instalasi yang beroperasi di wilayah
+perairan nusantara, laut teritorial, landas kontinen,
+dan/atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; atau
+c. ketentuan lebih lanjut mengenai Visa tinggal terbatas
+sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatur
+dalam Peraturan Pemerintah.
+4. Ketentuan Pasal 40 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 40
+(1) Pemberian Visa kunjungan dan Visa tinggal terbatas
+merupakan kewenangan Menteri.
+(2) Visa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan
+ditandatangani oleh Pejabat Imigrasi.
+472
+(3) Dalam hal visa diberikan di Perwakilan Republik Indonesia,
+pemberian visa dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi di
+Perwakilan Republik Indonesia dan/atau pejabat dinas luar
+negeri.
+(4) Pejabat dinas luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
+(3) berwenang memberikan Visa setelah memperoleh
+Keputusan Menteri.
+5. Ketentuan Pasal 46 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 46
+(1) Orang Asing pemegang Visa diplomatik atau Visa dinas
+dengan maksud bertempat tinggal di Wilayah Indonesia
+setelah mendapat Tanda Masuk wajib mengajukan
+permohonan kepada Menteri Luar Negeri atau pejabat
+yang ditunjuk untuk memperoleh Izin Tinggal diplomatik
+atau Izin Tinggal dinas.
+(2) Orang Asing pemegang Visa tinggal terbatas setelah
+mendapat Tanda Masuk wajib mengajukan permohonan
+kepada kepala Kantor Imigrasi untuk memperoleh Izin
+Tinggal terbatas.
+(3) Jika Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dan ayat (2) tidak melaksanakan kewajiban tersebut,
+Orang Asing yang bersangkutan dianggap berada di
+Wilayah Indonesia secara tidak sah.
+(4) Dalam hal orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) mendapatkan Izin Tinggal terbatas di Tempat
+Pemeriksaan Imigrasi, tidak perlu mengajukan
+permohonan kepada kepala Kantor Imigrasi untuk
+memperoleh Izin Tinggal terbatas.
+6. Ketentuan Pasal 54 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 54
+(1) Izin Tinggal Tetap dapat diberikan kepada:
+a. Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas sebagai
+rohaniwan, pekerja, investor, dan rumah kedua;
+b. keluarga karena perkawinan campuran;
+c. suami, istri, dan/atau anak dari Orang Asing
+pemegang Izin Tinggal Tetap; dan
+d. Orang Asing eks warga negara Indonesia dan eks
+subjek anak berkewarganegaraan ganda Republik
+Indonesia.
+(2) Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+tidak diberikan kepada Orang Asing yang tidak memiliki
+paspor kebangsaan.
+(3) Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap merupakan
+penduduk Indonesia.
+473
+(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Tinggal Tetap
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
+Peraturan Pemerintah.
+7. Ketentuan Pasal 63 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 63
(1) Orang Asing tertentu yang berada di Wilayah Indonesia
-wajib memiliki Penjamin yang menjamin keberadaannya.
+wajib memiliki Penjamin yang menjamin
+keberadaannya.
(2) Penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan
kegiatan Orang Asing yang dijamin selama tinggal di
-Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan setiap
-perubahan status sipil, status Keimigrasian, dan
+Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan
+setiap perubahan status sipil, status Keimigrasian, dan
perubahan alamat.
(3) Penjamin wajib membayar biaya yang timbul untuk
memulangkan atau mengeluarkan Orang Asing yang
@@ -19529,31 +19050,34 @@ dijaminnya dari Wilayah Indonesia apabila Orang Asing
yang bersangkutan:
a. telah habis masa berlaku Izin Tinggalnya; dan/atau
b. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa
-Deportasi.
-591
+Deportasi.
(4) Ketentuan mengenai penjaminan tidak berlaku bagi:
a. Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga
-negara Indonesia; dan
+negara Indonesia;
b. Pelaku Usaha dengan kewarganegaraan asing yang
menanamkan modal sebagai investasinya di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai
-penanaman modal.
+penanaman modal; dan
+c. Warga dari suatu negara yang secara resiprokal
+memberikan pembebasan penjaminan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat
(2) huruf g tidak berlaku dalam hal pemegang Izin
Tinggal Tetap tersebut putus hubungan perkawinannya
-dengan warga negara Indonesia memperoleh penjaminan
-yang menjamin keberadaannya sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1).
-(6) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
-b, menyetorkan jaminan keimigrasian sebagai pengganti
-penjamin selama berada di Wilayah Indonesia.
+dengan warga negara Indonesia memperoleh
+penjaminan yang menjamin keberadaannya
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
+(6) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
+huruf b, menyetorkan jaminan keimigrasian sebagai
+pengganti penjamin selama berada di Wilayah
+Indonesia.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara jaminan
keimigrasian bagi Orang Asing diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-2. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
+8. Ketentuan Pasal 71 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 71
+474
(1) Setiap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia
wajib:
a. memberikan segala keterangan yang diperlukan
@@ -19562,283 +19086,2386 @@ melaporkan setiap perubahan status sipil,
kewarganegaraan, pekerjaan, Penjamin, atau
perubahan alamatnya kepada Kantor Imigrasi
setempat; atau
-b. memperlihatkan dan/atau menyerahkan Dokumen
-Perjalanan atau Izin Tinggal yang dimilikinya apabila
-592
-diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas dalam
-rangka pengawasan Keimigrasian.
+b. menyerahkan Dokumen Perjalanan atau Izin Tinggal
+yang dimilikinya apabila diminta oleh Pejabat
+Imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan
+Keimigrasian.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan kewajiban
-keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Paten
-Pasal 110
-Ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
+Pasal 107
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2016 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik
-Indonesia Nomor 5922) dihapus.
+Indonesia Nomor 5922) diubah:
+1. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 3
+(1) Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
+diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung
+langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri.
+(2) Paten sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
+huruf b diberikan untuk setiap Invensi baru,
+pengembangan dari produk atau proses yang telah ada
+dan/atau memiliki kegunaan praktis serta dapat
+diterapkan dalam industri.
+(3) Pengembangan dari produk atau proses yang telah ada
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
+a. Produk sederhana;
+b. Proses sederhana; atau
+c. Metode sederhana.
+2. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 20
+(1) Paten wajib dilaksanakan di Indonesia.
+(2) Pelaksanaan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+yaitu:
+475
+a. Pelaksanaan Paten-produk yang meliputi membuat,
+mengimpor, atau melisensikan produk yang diberi
+Paten;
+b. Pelaksanaan Paten-proses yang meliputi membuat,
+melisensikan, atau mengimpor produk yang
+dihasilkan dari proses yang diberi Paten; atau
+c. Pelaksanaan Paten-metode, sistem, dan
+penggunaan yang meliputi membuat, mengimpor,
+atau melisensikan produk yang dihasilkan dari
+metode, sistem, dan penggunaan yang diberi Paten.
+3. Ketentuan Pasal 82 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 82
+(1) Lisensi-wajib merupakan Lisensi untuk melaksanakan
+Paten yang diberikan berdasarkan Keputusan Menteri
+atas dasar permohonan dengan alasan:
+a. Paten tidak dilaksanakan di Indonesia sebagaimana
+dimaksud dalam pasal 20 dalam jangka waktu 36 (tiga
+puluh enam) bulan setelah diberikan paten;
+b. Paten telah dilaksanakan oleh Pemegang Paten atau
+penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang
+merugikan kepentingan masyarakat; atau
+c. Paten hasil pengembangan dari Paten yang telah
+diberikan sebelumnya tidak bisa dilaksanakan tanpa
+menggunakan Paten pihak lain yang masih dalam
+pelindungan.
+(2) Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dikenai biaya.
+4. Ketentuan Pasal 122 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 122
+(1) Paten sederhana diberikan hanya untuk satu Invensi.
+(2) Permohonan Pemeriksaan Substantif atas Paten
+sederhana dilakukan bersamaan dengan pengajuan
+Permohonan Paten sederhana dengan dikenai biaya.
+(3) Apabila permohonan pemeriksaan substantif atas Paten
+sederhana tidak dilakukan dalam batas waktu
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau biaya
+pemeriksaan substantif atas Paten sederhana tidak
+dibayar, Permohonan Paten sederhana dianggap ditarik
+kembali.
+5. Ketentuan Pasal 123 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 123
+(1) Pengumuman Permohonan Paten sederhana dilakukan
+paling lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak
+476
+Tanggal Penerimaan Permohonan Paten sederhana.
+(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari kerja
+terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan
+Paten sederhana.
+(3) Pemeriksaan substantif atas Permohonan paten
+sederhana dilakukan setelah jangka waktu
+pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+berakhir.
+(4) Dikecualikan terhadap ketentuan dalam Pasal 49 ayat
+(3) dan (4), bahwa keberatan terhadap permohonan
+paten sederhana langsung digunakan sebagai tambahan
+bahan pertimbangan dalam tahap pemeriksaan
+substantif.
+6. Ketentuan Pasal 124 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 124
+(1)Menteri wajib memberikan keputusan untuk menyetujui
+atau menolak Permohonan Paten sederhana paling lama 6
+(enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan
+Permohonan Paten sederhana.
+(2)Paten sederhana yang diberikan oleh Menteri dicatat dan
+diumumkan melalui media elektronik dan/atau media
+non-elektronik.
+(3)Menteri memberikan sertifikat Paten sederhana kepada
+Pemegang Paten sederhana sebagai bukti hak.
Bagian Keempat
+Merek
+Pasal 108
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
+2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953) diubah,
+sehingga berbunyi sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 20
+Merek tidak dapat didaftar jika:
+a. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan
+perundangan-undang, moralitas agama, kesusilaan,
+atau ketertiban umum;
+b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut
+barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
+c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat
+tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan
+477
+penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan
+pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman
+yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang
+sejenis;
+d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas,
+manfaat atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang
+diproduksi;
+e. tidak memiliki daya pembeda;
+f. merupakan nama umum dan/atau lambang milik
+umum; dan/atau
+g. mengandung bentuk yang bersifat fungsional.
+2. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 23
+(1) Pemeriksaan substantif merupakan pemeriksaan yang
+dilakukan oleh Pemeriksa terhadap Permohonan
+pendaftaran Merek.
+(2) Segala keberatan dan atau sanggahan sebagaimana
+dimaksud dalarn Pasal 16 dan Pasal 17 menjadi
+pertimbangan dalam pemeriksaan substantif
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
+(3) Dalam hal tidak terdapat keberatan terhitung sejak
+tanggal berakhirnya pengumuman, dilakukan
+pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
+(4) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada
+ayat (3) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30
+(tiga puluh) Hari.
+(5) Dalam hal terdapat keberatan dalam jangka waktu
+paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal
+berakhirnya batas waktu penyampaian sanggahan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan
+pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
+(6) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada
+ayat (5) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 90
+(sembilan puluh) Hari.
+(7) Dalam hal diperlukan untuk melakukan pemeriksaan
+substantif, dapat ditetapkan tenaga ahli pemeriksa
+Merek di luar Pemeriksa.
+(8) Hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh
+tenaga ahli perneriksa Merek di luar Pemeriksa
+sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat dianggap
+sama dengan hasil pemeriksaan substantif yang
+dilakukan oleh Pemeriksa, dengan Persetujuan Menteri.
+3. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 25
+(1) Sertifikat Merek diterbitkan oleh Menteri sejak Merek
+tersebut terdaftar;
+478
+(2) Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+memuat:
+a. nama dan alamat lengkap pemilik Merek yang
+didaftar;
+b. nama dan alamat lengkap Kuasa, dalam hal
+Permohonan melalui Kuasa;
+c. Tanggal Penerimaan;
+d. nama negara dan Tanggal Penerimaan pemohonan
+yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan
+dengan menggunakan Hak Prioritas;
+e. label Merek yang didaftarkan, termasuk keterangan
+mengenai macam warna jika Merek tersebut
+menggunakan unsur warna, dan jika Merek
+menggunakan bahasa asing, huruf selain huruf
+Latin, dan/atau angka yang tidak lazim digunakan
+dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya
+dalam bahasa Indonesia, huruf Latin dan angka
+yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta
+cara pengucapannya dalam ejaan Latin;
+f. nomor dan tanggal pendaftaran;
+g. kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang
+Mereknya didaftar; dan
+h. jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek.
+Bagian Kelima
Perseroan Terbatas
-Pasal 111
+Pasal 109
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4756) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+Pasal 1
+Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
+1. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan,
+adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
+didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
+usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
+saham dan memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
+peraturan-perundang-undangan.
+2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham,
+Direksi, dan Dewan Komisaris.
+3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
+Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
+ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
+kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
+479
+Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun
+masyarakat pada umumnya. 4. Rapat Umum Pemegang
+Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ
+Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan
+kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang
+ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran
+dasar.
+4. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan
+bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan
+untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan
+tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam
+maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
+anggaran dasar.
+5. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas
+melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus
+sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat
+kepada Direksi.
+6. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan
+yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
+modal.
+7. Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria
+jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
+modal.
+8. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
+oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri
+dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan
+aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
+beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima
+penggabungan dan selanjutnya status badan hukum
+Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena
+hukum.
+9. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
+dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan
+cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum
+memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
+meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang
+meleburkan diri berakhir karena hukum.
+10. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
+oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
+mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan
+beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
+11. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
+Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan
+seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum
+kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva
+dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1
+(satu) Perseroan atau lebih.
+480
+12. Surat Tercatat adalah surat yang dialamatkan kepada
+penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari
+penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan
+tanggal penerimaan.
+13. Surat Kabar adalah surat kabar harian berbahasa
+Indonesia yang beredar secara nasional.
+14. Hari adalah hari kalender.
+15. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
+di bidang hukum dan hak asasi manusia
+2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
-(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan
+(1)Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan
akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
-(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham
+(2)Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham
pada saat Perseroan didirikan.
-(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
+(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam rangka Peleburan.
-593
-(4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada
-tanggal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai
-pengesahan badan hukum Perseroan.
-(5) Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan
+(4)Perseroan memperoleh status badan hukum setelah
+didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti
+pendaftaran.
+(5)Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan
pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang,
-dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
-terhitung sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang
+dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung
+sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang
bersangkutan wajib:
a. mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain;
atau
b. Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang
lain.
-(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
-ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang
-dari 2 (dua) orang:
+(6)Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
+(5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2
+(dua) orang:
a. pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi
atas segala perikatan dan kerugian Perseroan; dan
b. atas permohonan pihak yang berkepentingan,
pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan
tersebut.
-(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2
+(7)Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak
berlaku bagi:
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara;
-b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring
+b. Badan Usaha Milik Daerah;
+c. Badan Usaha Milik Desa;
+d. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring
dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan
Undang-Undang tentang Pasar Modal; atau
-c. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha
-mikro dan kecil.
-(8) Usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat
-(7) huruf c merupakan usaha mikro dan kecil
-594
-sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
-perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan
-menengah.
-2. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 30
-(1) Direksi mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara
-Republik Indonesia:
-a. akta pendirian Perseroan beserta keputusan Menteri
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
-b. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta
-keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 21 ayat (1); dan/atau
-c. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima
-pemberitahuannya oleh Menteri.
-(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dilakukan oleh Direksi dalam waktu paling lambat 14
-(empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya
-keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya
-pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-huruf c.
-(3) Ketentuan mengenai tata cara pengumuman
-dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-3. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+e. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro
+481
+dan kecil.
+(8)Usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
+huruf c d merupakan usaha mikro dan kecil sebagaimana
+diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
+di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.
+3. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
-(1) Perseroan wajib memiliki modal dasar perseroan.
-(2) Besaran modal dasar perseroan sebagaimana dimaksud
+(1)Perseroan wajib memiliki modal dasar perseroan.
+(2)Besaran modal dasar perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditentukan berdasarkan keputusan pendiri
perseroan.
-595
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dasar perseroan
+(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dasar perseroan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 153
-Ketentuan mengenai biaya Perseoran sebagai badan hukum
-sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
-dibidang penerimaan negara bukan pajak.
-5. Di antara Pasal 153 dan Pasal 154 disisipkan 15 (lima belas)
-pasal yakni:
-a. Pasal 153A yang berbunyi sebagai berikut:
+Ketentuan mengenai biaya Perseorangan sebagai badan
+hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dibidang penerimaan negara bukan pajak.
+5. Di antara Pasal 153 dan Pasal 154 disisipkan 10 (sepuluh)
+pasal, yakni Pasal 153A, 152B, 153C, 153D, 153E, 153F,
+153G, 153H, 153I, dan153J, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
Pasal 153A
-(1) Perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan
-kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang.
-(2) Pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
+(1)Perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil
+dapat didirikan oleh 1 (satu) orang.
+(2)Pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan surat pernyataan pendirian yang dibuat
dalam Bahasa Indonesia.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian Perseroan
-untuk usaha mikro dan kecil diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-b. Pasal 153B yang berbunyi sebagai berikut:
+(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian Perseroan untuk
+usaha mikro dan kecil diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
Pasal 153B
-(1) Kepemilikan saham Perseroan untuk usaha mikro
-dan kecil yang didirikan oleh 1 (satu) orang
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A ayat (2)
-dapat dialihkan kepada pihak lain.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan saham
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-c. Pasal 153C yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 153C
-596
-(1) Pernyataan pendirian sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 153 A ayat (2) memuat maksud, tujuan, dan
-keterangan lain berkaitan dengan pendirian
-Perseroan.
-(2) Pernyataan pendiran sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) didaftarkan secara elektronik kepada Menteri
-dengan mengisi format isian.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai materi pernyataan
+(1)Pernyataan pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+153 A ayat (2) memuat maksud, tujuan, modal dasar, dan
+keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.
+(2)Pernyataan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+didaftarkan secara elektronik kepada Menteri dengan
+mengisi format isian.
+(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai materi pernyataan
pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
-format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-diatur dalam Peraturan Pemerintah.
-d. Pasal 153D yang berbunyi sebagai berikut:
+format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
+dalam Peraturan Pemerintah.
+Pasal 153C
+(1)Perubahan pernyataan pendirian Perseroan untuk usaha
+mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A
+482
+ditetapkan oleh pemegang saham dan diberitahukan
+secara elektronik kepada Menteri.
+(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai materi dan format isian
+perubahan pernyataan pendirian sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 153D
-(1) Perubahan pernyataan pendirian Perseroan untuk
-usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 153A ditetapkan oleh pemegang saham dan
-diberitahukan secara elektronik kepada Menteri.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai materi dan format
-isian perubahan pernyataan pendirian sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
-Pemerintah.
-e. Pasal 153E yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 153E
-(1) Direktur Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A
-menjalankan pengurusan Perseroan untuk usaha
-mikro dan kecil bagi kepentingan Perseroan, sesuai
-dengan maksud dan tujuan Perseroan.
-(2) Direktur berwenang menjalankan pengurusan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
-kebijakan yang dianggap tepat, dalam batas yang
-ditentukan dalam Undang-Undang ini, dan/atau
-pernyataan pendirian Perseroan.
-597
-f. Pasal 153F yang berbunyi sebagai berikut:
-153F
-(1) Pemegang Saham Perseroan untuk usaha mikro dan
-kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A
-merupakan orang perseorangan.
-(2) Pendiri Perseroan hanya dapat mendirikan Perseroan
-Terbatas untuk Usaha Mikro dan Kecil sejumlah 1
-(satu) Perseroan untuk usaha mikro dan kecil dalam
-1 (satu) tahun.
-g. Pasal 153G yang berbunyi sebagai berikut:
-153G
-(1) Direktur atau direksi Perseroan untuk usaha mikro
-dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A
-wajib membuat laporan keuangan.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban membuat
-laporan keuangan diatur dengan Peraturan
-Pemerintah.
-h. Pasal 153H yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 153H
-(1) Pembubaran Perseroan untuk usaha mikro dan
+(1)Direktur atau direksi Perseroan untuk usaha mikro dan
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A
-dilakukan oleh pemegang saham yang dituangkan
-dalam pernyataan pembubaran dan diberitahukan
-secara elektronik kepada Menteri.
-(2) Pembubaran Perseroan untuk usaha mikro dan
-kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi:
+menjalankan pengurusan Perseroan untuk usaha mikro
+dan kecil bagi kepentingan Perseroan, sesuai dengan
+maksud dan tujuan Perseroan.
+(2)Direktur berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang
+dianggap tepat, dalam batas yang ditentukan dalam
+Undang-Undang ini, dan/atau pernyataan pendirian
+Perseroan.
+Pasal 153E
+(1)Pemegang Saham Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A merupakan
+orang perseorangan.
+(2)Pendiri Perseroan hanya dapat mendirikan Perseroan
+Terbatas untuk Usaha Mikro dan Kecil sejumlah 1 (satu)
+Perseroan untuk usaha mikro dan kecil dalam 1 (satu)
+tahun.
+Pasal 153F
+(1)Direktur atau direksi Perseroan untuk usaha mikro dan
+kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A harus
+membuat laporan keuangan dalam rangka mewujudkan
+Tata Kelola Perseroan yang baik.
+(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban membuat
+laporan keuangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Pasal 153G
+(1)Pembubaran Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A dilakukan oleh
+pemegang saham yang dituangkan dalam pernyataan
+pembubaran dan diberitahukan secara elektronik kepada
+Menteri.
+(2)Pembubaran Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi:
a. berdasarkan keputusan Pemegang Saham;
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan
dalam anggaran dasar telah berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan.
-d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan
-putusan pengadilan niaga yang telah
-mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit
-598
-Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya
-kepailitan;
-e. karena harta pailit Perseroan yang telah
-dinyatakan pailit berada dalam keadaan
-insolvensi sebagaimana diatur dalam UndangUndang tentang Kepailitan dan Penundaan
-Kewajiban Pembayaran Utang; atau
-f. karena dicabutnya Perizinan Berusaha
-Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan
-melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
-i. Pasal 153I yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 153I
-(1) Dalam hal modal Perseroan untuk usaha mikro dan
-kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A
-melebihi ketentuan kriteria usaha mikro dan kecil
-sebagaimana dimaksud peraturan perundangundangan di bidang usaha mikro, kecil, dan
-menengah, Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
+d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan
+pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan
+483
+hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup
+untuk membayar biaya kepailitan;
+e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan
+pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana
+diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan
+Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
+f. karena dicabutnya Perizinan Berusaha Perseroan
+sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+Pasal 153H
+(1)Dalam hal Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sudah
+tidak memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A, Perseroan
harus mengubah statusnya menjadi Perseroan
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengubahan status
+sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
+perundang-undangan yang berlaku.
+(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengubahan status
Perseroan untuk usaha mikro dan kecil menjadi
Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-j. Pasal 153J yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 153I
+(1)Perseroan untuk usaha mikro dan kecil diberikan
+keringanan biaya terkait pendirian badan hukum.
+(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai keringanan biaya
+Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan dibidang penerimaan
+negara bukan pajak.
Pasal 153J
-(1) Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
-dibebaskan dari segala biaya terkait pendirian
-badan hukum.
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebasan biaya
-Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
-599
-dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
-dibidang penerimaan negara bukan pajak.
-Bagian Kelima
+(1)Pemegang saham Perseroan untuk usaha mikro dan kecil
+tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
+yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung
+jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang
+dimiliki.
+(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
+berlaku apabila:
+a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum
+atau tidak terpenuhi;
+b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
+maupun tidak langsung dengan itikad buruk
+memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
+c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam
+perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
+Perseroan; atau
+d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
+maupun tidak langsung secara melawan hukum
+484
+menggunakan kekayaan Perseroan, yang
+mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak
+cukup untuk melunasi utang Perseroan.
+Bagian Keenam
Undang-Undang Gangguan
-Pasal 112
+Pasal 110
Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 juncto Staatsblad Tahun
1940 Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
-Bagian Keenam
-Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
+Bagian Ketujuh
+Perpajakan
+Pasal 111
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
+1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
+Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
+Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa
+kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
+2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
+Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
+Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4893) diubah
+sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 2
+(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:
+a. 1. orang pribadi;
+2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
+menggantikan yang berhak;
+b. badan; dan
+c. bentuk usaha tetap.
+(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang
+perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
+pajak badan.
+(2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam
+negeri dan subjek pajak luar negeri.
+(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
+a. orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara
+Indonesia maupun warga negara asing, yang:
+1. bertempat tinggal di Indonesia;
+2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
+delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
+(dua belas) bulan; atau
+485
+3. dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan
+mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
+Indonesia;
+b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
+Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
+pemerintah yang memenuhi kriteria:
+1. pembentukannya berdasarkan ketentuan
+peraturan perundang-undangan;
+2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran
+Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
+Pendapatan dan Belanja Daerah;
+3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
+4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
+fungsional negara; dan
+c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
+menggantikan yang berhak.
+(4) Subjek pajak luar negeri adalah:
+a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
+Indonesia;
+b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak
+lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
+jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
+c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia
+lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
+jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi
+persyaratan:
+1. tempat tinggal;
+2. pusat kegiatan utama;
+3. tempat menjalankan kebiasan;
+4. status subjek pajak; dan/atau
+5. persyaratan tertentu lainnya,
+yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
+tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
+d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
+kedudukan di Indonesia,
+yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
+melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat
+menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
+tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
+melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
+(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
+dipergunakan oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c, dan badan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d untuk
+menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
+Indonesia, yang dapat berupa:
+a. tempat kedudukan manajemen;
+b. cabang perusahaan;
+486
+c. kantor perwakilan;
+d. gedung kantor;
+e. pabrik;
+f. bengkel;
+g. gudang;
+h. ruang untuk promosi dan penjualan;
+i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
+j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
+k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
+kehutanan;
+l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
+m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai
+atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60
+(enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
+bulan;
+n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
+kedudukannya tidak bebas;
+o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang
+tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
+Indonesia yang menerima premi asuransi atau
+menanggung risiko di Indonesia; dan
+p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis
+yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
+penyelenggara transaksi elektronik untuk
+menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
+(6) Tempat-tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan
+badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal pajak menurut
+keadaan yang sebenarnya.
+2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 4
+(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu
+setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
+atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
+Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
+dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
+kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
+dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
+a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan
+pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
+termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
+komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
+imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
+lain dalam Undang-Undang ini;
+b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,
+dan penghargaan;
+c. laba usaha;
+d. keuntungan karena penjualan atau karena
+pengalihan harta termasuk:
+487
+1. keuntungan karena pengalihan harta kepada
+perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
+sebagai pengganti saham atau penyertaan
+modal;
+2. keuntungan karena pengalihan harta kepada
+pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
+diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
+lainnya;
+3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
+peleburan, pemekaran, pemecahan,
+pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
+dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
+4. keuntungan karena pengalihan harta berupa
+hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang
+diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
+keturunan lurus satu derajat dan badan
+keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
+termasuk yayasan, koperasi, atau orang
+pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
+kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
+dengan Peraturan Menteri Keuangan,
+sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
+pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
+antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
+5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan
+sebagian atau seluruh hak penambangan,
+tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
+permodalan dalam perusahaan pertambangan;
+e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
+dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
+tambahan pengembalian pajak;
+f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
+karena jaminan pengembalian utang;
+g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
+termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
+pemegang polis;
+h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
+i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
+penggunaan harta;
+j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
+k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali
+sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
+dengan Peraturan Pemerintah;
+l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
+m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
+n. premi asuransi;
+o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
+dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
+menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
+488
+p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari
+penghasilan yang belum dikenakan pajak;
+q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
+r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
+Undang-Undang yang mengatur mengenai
+ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
+s. surplus Bank Indonesia.
+(1a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1), warga negara asing yang telah menjadi
+subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
+hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
+dari Indonesia, dengan ketentuan:
+a. memiliki keahlian tertentu; dan
+b. berlaku selama 4 (empat) Tahun Pajak yang dihitung
+sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
+(1b) Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima
+atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1a) berupa penghasilan yang diterima atau
+diperoleh warga negara asing sehubungan dengan
+pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan
+nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di
+luar Indonesia.
+(1c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak
+berlaku terhadap warga negara asing yang
+memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak
+Berganda antara pemerintah Indonesia dengan
+pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra
+Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga
+negara asing memperoleh penghasilan dari luar
+Indonesia.
+(1d) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian
+tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan
+bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1a) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
+(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat
+final:
+a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
+lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
+bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
+kepada anggota koperasi orang pribadi;
+b. penghasilan berupa hadiah undian;
+c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
+lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
+bursa, dan transaksi penjualan saham atau
+pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
+pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
+ventura;
+d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
+tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
+489
+usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
+bangunan; dan
+e. penghasilan tertentu lainnya,
+yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
+Pemerintah.
+(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
+a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat
+yang diterima oleh badan amil zakat atau
+lembaga amil zakat yang dibentuk atau
+disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
+oleh penerima zakat yang berhak atau
+sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
+bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
+yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
+dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
+yang diterima oleh penerima sumbangan yang
+berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
+berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
+2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga
+sedarah dalam garis keturunan lurus satu
+derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
+badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
+atau orang pribadi yang menjalankan usaha
+mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
+dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan,
+sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
+pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
+antara pihak-pihak yang bersangkutan;
+b. warisan;
+c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
+badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
+(1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
+pengganti penyertaan modal;
+d. penggantian atau imbalan berkenaan dengan
+pekerjaan atau jasa, yang dinikmati dalam bentuk
+natura dan kenikmatan, dengan ketentuan, bahwa
+yang memberikan penggantian adalah pemerintah
+atau Wajib Pajak menurut Undang-Undang ini dan
+Wajib Pajak yang memberikan penggantian
+tersebut, sesuai ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1)
+huruf e, tidak boleh mengurangkan penggantian
+tersebut sebagai biaya;
+e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena
+kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang
+yang tertanggung, dan pembayaran asuransi
+beasiswa;
+f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan
+sebagai berikut:
+490
+1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang
+diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
+a) orang pribadi dalam negeri sepanjang
+dividen tersebut diinvestasikan di wilayah
+Negara Kesatuan Republik Indonesia
+dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
+b) badan dalam negeri
+2. Dividen yang berasal dari luar negeri dan
+penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk
+usaha tetap di luar negeri yang diterima atau
+diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau
+Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
+sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk
+mendukung kebutuhan bisnis lainnya di
+wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
+dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi
+persyaratan berikut:
+a) Dividen dan penghasilan setelah pajak yang
+diinvestasikan tersebut paling sedikit sebesar
+30% (tiga puluh persen) dari laba setelah
+pajak: atau
+b) dividen yang berasal dari badan usaha di
+luar negeri yang sahamnya tidak
+diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan
+di Indonesia sebelum Direktur Jenderal
+Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak
+atas dividen tersebut sehubungan dengan
+penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
+ini.
+3. Dividen yang berasal dari luar negeri
+sebagaimana dimaksud pada angka 2
+merupakan:
+a) Dividen yang dibagikan berasal dari badan
+usaha di luar negeri yang sahamnya
+diperdagangkan di bursa efek; atau
+b) Dividen yang dibagikan berasal dari badan
+usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
+diperdagangkan di bursa efek sesuai
+dengan proporsi kepemilikan saham.
+4. Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada
+angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak
+dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri
+sebagaimana dimaksud dalam angka 2 ,
+diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan
+Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh
+persen) dari jumlah laba setelah pajak
+sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a)
+berlaku ketentuan:
+491
+a) atas dividen dan penghasilan setelah
+pajak yang diinvestasikan tersebut,
+dikecualikan dari pengenaan Pajak
+Penghasilan;
+b) atas selisih dari 30% (tiga puluh persen)
+laba setelah pajak dikurangi dengan
+dividen dan/atau penghasilan setelah
+pajak yang diinvestasikan sebagaimana
+dimaksud dalam huruf a) dikenai Pajak
+Penghasilan;
+c) atas sisa laba setelah pajak dikurangi
+dengan dividen dan/atau penghasilan
+setelah pajak yang diinvestasikan
+sebagaimana dimaksud pada huruf a)
+serta atas selisih sebagaimana dimaksud
+pada huruf b), tidak dikenai Pajak
+Penghasilan;
+5. Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada
+angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak
+dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri
+sebagaimana dimaksud dalam angka 2,
+diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan
+Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga
+puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak
+sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a),
+berlaku ketentuan:
+a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak
+yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan
+dari pengenaan Pajak Penghasilan;
+b) atas sisa laba setelah pajak dikurangi
+dengan dividen dan/atau penghasilan
+setelah pajak yang diinvestasikan
+sebagaimana dimaksud dalam huruf a),
+tidak dikenai Pajak Penghasilan;
+6. Dalam hal dividen yang berasal dari badan
+usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
+diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di
+Indonesia setelah Direktur Jenderal Pajak
+menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen
+tersebut sehubungan dengan penerapan pasal
+18 ayat (2) Undang-Undang ini, dividen
+dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan
+Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada
+angka 2.
+7. Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan
+dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha
+tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
+badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang
+pribadi dalam negeri dikecualikan dari
+492
+pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal
+penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah
+Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
+jangka waktu tertentu dan memenuhi
+persyaratan berikut:
+a) penghasilan berasal dari usaha aktif di luar
+negeri;
+b) bukan penghasilan dari perusahaan yang
+dimiliki di luar negeri.
+8. Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau
+terutang di luar negeri atas penghasilan
+sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
+angka 6 berlaku ketentuan:
+a) tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak
+Penghasilan yang terutang;
+b) tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau
+pengurang penghasilan; dan/atau
+c) tidak dapat dimintakan pengembalian
+kelebihan pembayaran pajak.
+9. Dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan
+penghasilan dalam jangka waktu tertentu
+sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
+angka 6, berlaku ketentuan:
+a) penghasilan dari luar negeri tersebut
+merupakan penghasilan pada Tahun
+pajak diperoleh; dan
+b) Pajak atas penghasilan yang telah dibayar
+atau terutang di luar negeri atas
+penghasilan tersebut merupakan kredit
+pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+24 Undang-Undang ini.
+10. Ketentuan lebih lanjut mengenai:
+a) kriteria, tata cara dan jangka waktu
+tertentu untuk investasi sebagaimana
+dimaksud pada angka 2, angka 3 dan
+angka 6;
+b) tata cara pengecualian pengenaan pajak
+penghasilan sebagaimana dimaksud pada
+angka 2, angka 3 dan angka 6;
+c) perubahan batasan dividen yang
+diinvestasikan sebagaimana dimaksud
+pada angka 4 dan angka 5,
+diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
+g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
+yang pendiriannya telah disahkan Menteri
+Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
+maupun pegawai;
+h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
+pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g,
+493
+dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
+dengan Keputusan Menteri Keuangan
+i. bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima
+atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan
+komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
+saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
+dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
+kontrak investasi kolektif;
+j. dihapus;
+k. penghasilan yang diterima atau diperoleh
+perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
+badan pasangan usaha yang didirikan dan
+menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
+dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
+1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah,
+atau yang menjalankan kegiatan dalam sektorsektor usaha yang diatur dengan atau
+berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
+2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
+di Indonesia;
+l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
+ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
+berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
+m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
+lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
+pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
+pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
+yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
+dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
+pendidikan dan/atau penelitian dan
+pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
+(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
+tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
+dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan;
+n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh
+Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib
+Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
+lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan.
+o. Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
+(BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan
+dari pengembangan keuangan haji dalam bidang
+atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan
+Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang ketentuanya
+diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan;
+p. sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau
+lembaga sosial dan keagamaan yang terdaftar pada
+494
+instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
+kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial
+dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4
+(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
+tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi,
+yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
+berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
+q. keuntungan karena pengalihan harta orang pribadi,
+harta anggota firma, perseroan komanditer atau
+kongsi tersebut kepada perseroan terbatas di dalam
+negeri sebagai pengganti sahamnya, dengan syarat:
+1. pihak yang mengalihkan atau pihak-pihak yang
+mengalihkan secara bersama-sama memiliki
+paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) dari
+jumlah modal yang disetor;
+2. pengalihan tersebut diberitahukan kepada
+Direktur Jenderal Pajak;
+3. pengenaan pajak dikemudian hari atas
+keuntungan tersebut dijamin.
+3. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 26
+(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama
+dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan
+untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
+pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
+dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
+tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
+kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
+tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua
+puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
+membayarkan:
+a. dividen;
+b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
+sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
+c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan
+dengan penggunaan harta;
+d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
+kegiatan;
+e. hadiah dan penghargaan;
+f.pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
+g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
+dan/atau
+h. keuntungan karena pembebasan utang.
+(1a) Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang
+menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha
+melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana
+495
+dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal
+atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang
+sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan
+tersebut (beneficial owner).
+(1b) Tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
+oleh pihak yang wajib membayarkan bunga termasuk
+premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
+jaminan pengembalian utang sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) huruf b dapat diturunkan dengan
+Peraturan Pemerintah.
+(2) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta
+di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2),
+yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri
+selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi
+asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi
+luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari
+perkiraan penghasilan neto.
+(2a) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c)
+dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari
+perkiraan penghasilan neto.
+(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) dan ayat (2a) diatur dengan atau berdasarkan
+Peraturan Menteri Keuangan.
+(4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
+suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak
+sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan
+tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang
+ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
+berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
+(5) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+ayat (2), ayat (2a), dan ayat (4) bersifat final, kecuali:
+a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf
+c; dan
+b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau
+diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang
+berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri
+atau bentuk usaha tetap.
+Pasal 112
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
+1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
+Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
+Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
+Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa
+kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
+2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8
+496
+Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
+dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069) diubah
+sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 1A diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 1A
+(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang
+Kena Pajak adalah:
+a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu
+perjanjian;
+b. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu
+perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna
+usaha (leasing);
+c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang
+perantara atau melalui juru lelang;
+d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma
+atas Barang Kena Pajak;
+e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau
+aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
+diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
+pembubaran perusahaan;
+f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang
+atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena
+Pajak antar cabang;
+g. dihapus; dan
+h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena
+Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang
+dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
+penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha
+Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang
+Kena Pajak.
+(2) Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
+Barang Kena Pajak adalah:
+a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar
+sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
+Hukum Dagang;
+b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utangpiutang;
+c. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
+dimaksud pada
+ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak
+melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
+d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
+penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
+dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan Barang
+Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti
+saham dengan syarat pihak yang melakukan
+497
+pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah
+Pengusaha Kena Pajak; dan
+e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut
+tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
+masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
+dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
+dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
+2. Ketentuan Pasal 4A diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 4A
+(1) Dihapus.
+(2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
+adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai
+berikut:
+a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
+yang diambil langsung dari sumbernya, tidak
+termasuk hasil pertambangan batu bara;
+b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
+oleh rakyat banyak;
+c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
+restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
+meliputi makanan dan minuman baik yang
+dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
+makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
+jasa boga atau katering; dan
+d. uang, emas batangan, dan surat berharga.
+(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
+adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai
+berikut:
+a. jasa pelayanan kesehatan medis;
+b. jasa pelayanan sosial;
+c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
+d. jasa keuangan;
+e. jasa asuransi;
+f. jasa keagamaan;
+g. jasa pendidikan;
+h. jasa kesenian dan hiburan;
+i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
+j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa
+angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian
+yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar
+negeri;
+k. jasa tenaga kerja;
+l. jasa perhotelan;
+m.jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
+menjalankan pemerintahan secara umum;
+n. jasa penyediaan tempat parkir;
+498
+o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
+p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
+q. jasa boga atau katering.
+3. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 9
+(1) Dihapus.
+(2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan
+dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
+(2a) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan
+penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
+Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau
+Jasa Kena Pajak, Pajak Masukan atas perolehan Barang
+Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang
+Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
+Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
+luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat
+dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan
+pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.
+(2b) Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan
+Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9).
+(3) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih
+besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan
+Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh
+Pengusaha Kena Pajak.
+(4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang
+dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran,
+selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
+dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
+(4a) Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud
+pada ayat (4) dapat diajukan permohonan pengembalian
+pada akhir tahun buku.
+(4b) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
+pada ayat (4) dan ayat (4a), atas kelebihan Pajak
+Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian
+pada setiap Masa Pajak oleh:
+a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor
+Barang Kena Pajak Berwujud;
+b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
+Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
+Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
+c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
+Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
+Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak
+dipungut;
+d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor
+Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
+499
+e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa
+Kena Pajak; dan/atau
+f. dihapus.
+(4c) Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada
+Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
+ayat (4b) huruf a sampai dengan huruf e, yang
+mempunyai kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak
+berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian
+pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1)
+Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
+Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan
+perubahannya.
+(4d) Ketentuan mengenai Pengusaha Kena Pajak berisiko
+rendah yang diberikan pengembalian pendahuluan
+kelebihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4c)
+diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
+(4e) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan
+terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
+pada ayat (4c) dan menerbitkan surat ketetapan pajak
+setelah melakukan pengembalian pendahuluan
+kelebihan pajak.
+(4f) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (4e), Direktur Jenderal Pajak
+menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
+jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi
+administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
+1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
+Perpajakan dan perubahannya.
+(5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak
+selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
+melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
+sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat
+diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah
+Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak
+Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang
+terutang pajak.
+(6) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak
+selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
+melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
+sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang
+terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti,
+jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk
+penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan
+menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan
+Menteri Keuangan.
+(6a) Apabila sampai dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun
+sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak
+500
+Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a)
+Pengusaha Kena Pajak belum melakukan penyerahan
+Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau
+ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
+terkait dengan Pajak Masukan tersebut, Pajak Masukan
+yang telah dikreditkan dalam jangka waktu 3 (tiga)
+tahun tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan.
+(6b) Dihapus.
+(6c) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6a)
+bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3
+(tiga) tahun.
+(6d) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a)
+berlaku juga bagi Pengusaha Kena Pajak yang
+melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha,
+melakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak, atau
+dilakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak secara
+jabatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Masa
+Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan.
+(6e) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (6a):
+a. wajib dibayar kembali ke kas negara oleh Pengusaha
+Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak:
+1. telah menerima pengembalian kelebihan
+pembayaran pajak atas Pajak Masukan
+dimaksud; dan/atau
+2. telah mengkreditkan Pajak Masukan dimaksud
+dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam
+suatu Masa Pajak;
+dan/atau
+b. tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak
+berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan
+pengembalian, setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun
+sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) berakhir
+atau pada saat pembubaran (pengakhiran) usaha,
+atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak
+sebagaimana dimaksud pada ayat (6d) oleh
+Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena
+Pajak melakukan kompensasi atas kelebihan
+pembayaran pajak dimaksud.
+(6f) Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (6e) huruf a dilakukan paling
+lambat:
+a. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya
+jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud
+pada ayat (6a);
+b. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya
+jangka waktu bagi sektor usaha tertentu
+sebagaimana dimaksud pada ayat (6c); atau
+501
+c. akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran
+(pengakhiran) usaha atau pencabutan Pengusaha
+Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6d).
+(6g) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan
+kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka
+waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6f), Direktur
+Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya
+dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6e)
+huruf a oleh Pengusaha Kena Pajak ditambah sanksi
+administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6
+Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
+Perpajakan dan perubahannya.
+(7) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh
+Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya dalam
+1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali
+Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
+(7a), dapat dihitung dengan menggunakan pedoman
+penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
+(7a) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh
+Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha
+tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman
+penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
+(7b) Ketentuan mengenai peredaran usaha sebagaimana
+dimaksud pada ayat (7), kegiatan usaha tertentu
+sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dan pedoman
+penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (7a)
+diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan.
+(8) Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud
+pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran
+untuk:
+a. dihapus;
+b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
+yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
+kegiatan usaha;
+c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
+berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan
+barang dagangan atau disewakan;
+d. dihapus:
+e. dihapus:
+f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
+yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau
+ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat,
+dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
+Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
+502
+g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
+pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
+Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
+ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
+ayat (6);
+h. dihapus;
+i. dihapus; dan
+j. dihapus.
+(9) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum
+dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak
+yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
+berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah
+berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat
+sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum
+ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan
+Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta
+memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan
+Undang-Undang ini.
+(9a) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
+dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak,
+serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
+dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
+Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum
+Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
+dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan
+menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan
+sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran
+yang seharusnya dipungut.
+(9b) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
+dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak,
+serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
+dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
+Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak
+dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
+Pertambahan Nilai yang diberitahukan dan/atau
+ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan, dapat
+dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang
+memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan
+Undang-Undang ini.
+(9c) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
+dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak,
+serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
+dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
+Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih
+dengan penerbitan ketetapan pajak, dapat dikreditkan
+oleh Pengusaha Kena Pajak sebesar jumlah pokok Pajak
+Pertambahan Nilai yang tercantum dalam ketetapan
+pajak, dengan ketentuan ketetapan pajak dimaksud
+telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya
+503
+hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai
+dengan Undang-Undang ini.
+(10) Dihapus.
+(11) Dihapus.
+(12) Dihapus.
+(13) Ketentuan lebih lanjut mengenai:
+a. kriteria belum melakukan penyerahan Barang Kena
+Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor
+Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2a);
+b. penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan
+Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(4a), ayat (4b), dan ayat (4c);
+c. penentuan sektor usaha tertentu sebagaimana
+dimaksud pada ayat (6c);
+d. tata cara pembayaran kembali Pajak Masukan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a; dan
+e. tata cara pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (9a), ayat (9b), dan ayat (9c),
+diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan.
+(14) Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak dalam
+rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
+pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak Masukan
+atas Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum
+dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
+mengalihkan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena
+Pajak yang menerima pengalihan, sepanjang Faktur
+Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan
+Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai
+biaya atau dikapitalisasi.
+4. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 13
+(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak
+untuk setiap:
+a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf
+f dan/atau Pasal 16D;
+b. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c;
+c. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
+g; dan/atau
+d. ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 4 ayat (1) huruf h.
+(1a) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+harus dibuat pada:
+504
+a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
+penyerahan Jasa Kena Pajak;
+b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
+pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang
+Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
+Kena Pajak;
+c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal
+penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
+d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan
+Peraturan Menteri Keuangan.
+(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1
+(satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang
+dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau
+penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu)
+bulan kalender.
+(2a) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+harus dibuat paling lama pada akhir bulan
+penyerahan.
+(3) Dihapus.
+(4) Dihapus.
+(5) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan
+tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
+penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit
+memuat:
+a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang
+menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
+Pajak;
+b. identitas pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
+Pajak yang meliputi:
+1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak
+atau nomor induk kependudukan atau nomor
+paspor bagi subjek pajak luar negeri orang
+pribadi; atau
+2. nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang
+Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
+merupakan subjek pajak luar negeri badan
+atau bukan merupakan subjek pajak
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UndangUndang mengenai Pajak Penghasilan;
+c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau
+Penggantian, dan potongan harga;
+d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
+e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
+f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur
+Pajak; dan
+g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani
+Faktur Pajak.
+505
+(5a) Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran dapat
+membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan
+keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan
+tanda tangan penjual dalam hal melakukan
+penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
+Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen
+akhir, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
+Menteri Keuangan.
+(6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen
+tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan
+Faktur Pajak.
+(7) Dihapus.
+(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan
+Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian
+Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
+Menteri Keuangan.
+(9) Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan
+material.
Pasal 113
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
+1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
+sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
+Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan
+Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5
+Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
+Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
+Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
+Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
+Republik Indonesia Nomor 4999) diubah:
+1. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 8
+(1) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat
+membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah
+disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis,
+dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan
+tindakan pemeriksaan.
+(1a) Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi
+atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan
+harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum
+daluwarsa penetapan.
+(2) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
+Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang
+pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi
+administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan
+506
+yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah
+pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat
+penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai
+dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama
+24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan
+dihitung penuh 1 (satu) bulan.
+(2a) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
+Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak
+menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi
+administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per
+bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas
+jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh
+tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran,
+dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
+serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
+(2b) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
+ayat (2a) dihitung berdasarkan suku bunga acuan
+ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas)
+yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan
+sanksi.
+(3) Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti
+permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat
+mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai
+ketidakbenaran perbuatannya, yaitu:
+a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
+b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya
+tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
+keterangan yang isinya tidak benar,
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39
+ayat (1) huruf c dan huruf d, sepanjang mulainya
+Penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut
+Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
+Indonesia.
+(3a) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (3) disertai pelunasan kekurangan
+pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang
+beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
+(seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
+(4) Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan
+pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
+belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak
+dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam
+laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian
+Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai
+keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
+a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih
+besar atau lebih kecil;
+507
+b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih
+kecil atau lebih besar;
+c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil;
+atau
+d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil,
+dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
+(5) Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat
+dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat
+Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
+harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan
+tersendiri disampaikan beserta sanksi administrasi
+berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang
+ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari pajak yang
+kurang dibayar, yang dihitung sejak:
+a. batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
+Tahunan berakhir sampai dengan tanggal
+pembayaran, untuk pengungkapan ketidakbenaran
+pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan; atau
+b. jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan
+tanggal pembayaran, untuk pengungkapan
+ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan
+Masa,
+dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat)
+bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
+bulan.
+(5a) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dihitung
+berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% (sepuluh
+persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada
+tanggal dimulainya penghitungan sanksi.
+(6) Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan
+Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak
+menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
+Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
+Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak
+sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya,
+yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi
+fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat
+Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut,
+dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima
+surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan,
+Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau
+Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur
+Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
+508
+2. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 9
+(1) Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo
+pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk
+suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis
+pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat
+terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
+(2) Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
+berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
+Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat
+Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
+(2a) Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal
+jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai
+sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga
+per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang
+dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai
+dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama
+24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan
+dihitung penuh 1 (satu) bulan.
+(2b) Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal
+jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan
+Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga
+sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh
+Menteri Keuangan yang dihitung mulai dari berakhirnya
+batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
+Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan
+dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
+serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
+(2c) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan
+ayat (2b) dihitung berdasarkan suku bunga acuan
+ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas)
+yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan
+sanksi.
+(3) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
+Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat
+Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan
+Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak
+yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam
+jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
+(3a) Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah
+tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang paling lama
+menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan
+atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
+509
+(4) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak
+dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau
+menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan
+pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
+pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan
+Peraturan Menteri Keuangan.
+3. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 11
+(1) Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran
+pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal
+17B, Pasal 17C, atau Pasal 17D dikembalikan, dengan
+ketentuan bahwa apabila ternyata Wajib Pajak
+mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan
+untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
+(1a) Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya
+Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
+Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
+Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
+Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan
+Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
+dan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
+Kembali, serta Surat Keputusan Pemberian Imbalan
+Bunga dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan
+ketentuan jika ternyata Wajib Pajak mempunyai utang
+pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
+dahulu utang pajak tersebut.
+(2) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilakukan paling
+lama 1 (satu) bulan sejak permohonan pengembalian
+kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan
+dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih
+Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1),
+atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih
+Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
+dan Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat
+Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal
+17D, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan
+Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
+Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
+Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat
+Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
+Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atau Surat
+Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, atau sejak
+diterimanya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
+Kembali, yang menyebabkan kelebihan pembayaran
+pajak.
+510
+(3) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak
+dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan,
+Pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar tarif
+bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
+atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran
+pajak, dihitung sejak batas waktu penerbitan Surat
+Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
+berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian
+kelebihan dan diberikan paling lama 24 (dua puluh
+empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1
+(satu) bulan.
+(3a) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung
+berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 (dua belas)
+yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan
+imbalan bunga.
+(4) Tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan
+pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan
+Peraturan Menteri Keuangan.
+4. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 13
+(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
+terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
+Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak
+dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+dalam hal-hal sebagai berikut:
+a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, pajak yang
+terutang tidak atau kurang dibayar;
+b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan
+dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis
+tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
+ditentukan dalam Surat Teguran;
+c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai
+Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
+Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
+dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
+seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
+d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga
+tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;
+e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok
+Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai
+Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a); atau
+f. Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan
+Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
+511
+dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
+Kena Pajak dan telah diberikan pengembalian Pajak
+Masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e)
+Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
+perubahannya.
+(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan
+sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga
+per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
+dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
+Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
+sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh
+empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1
+(satu) bulan.
+(2a) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) huruf f ditambah dengan sanksi
+administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per
+bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dihitung
+sejak saat jatuh tempo pembayaran kembali berakhir
+sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan
+Pajak Kurang Bayar, dan dikenakan paling lama 24 (dua
+puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung
+penuh 1 (satu) bulan.
+(2b) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
+ayat (2a) dihitung berdasarkan suku bunga acuan
+ditambah 15% (lima belas persen) dan dibagi 12 (dua
+belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya
+penghitungan sanksi.
+(3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
+Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
+huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
+administrasi berupa kenaikan sebesar:
+a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang
+tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
+b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang
+tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
+dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong
+atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
+c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai
+Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
+Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
+(3a) Dalam hal terdapat penerapan sanksi administrasi
+berupa bunga dan kenaikan berdasarkan hasil
+pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
+512
+Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) huruf a dan huruf c, hanya diterapkan
+satu jenis sanksi administrasi yang tertinggi nilai
+besaran sanksinya.
+(4) Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh
+Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5
+(lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
+Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak
+diterbitkan surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak
+melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam
+Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
+dimaksud.
+(5) Dihapus.
+(6) Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
+Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
+5. Ketentuan Pasal 13A dihapus.
+6. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 14
+(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
+Tagihan Pajak apabila:
+a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau
+kurang dibayar;
+b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran
+pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah
+hitung;
+c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
+dan/atau bunga;
+d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
+Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau
+terlambat membuat Faktur Pajak;
+e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
+Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara
+lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
+ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Pajak
+Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain
+identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
+Jasa Kena Pajak serta nama dan tanda tangan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
+huruf b, huruf c dan huruf h Undang-Undang Pajak
+Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya dalam
+hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena
+Pajak pedagang eceran; atau
+513
+f. dihapus;
+g. dihapus; atau
+h. terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak
+diberikan kepada Wajib Pajak, dalam hal:
+1. diterbitkan keputusan;
+2. diterima putusan; atau
+3. ditemukan data atau informasi,
+yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang
+seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak.
+(2) Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
+surat ketetapan pajak.
+(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
+Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi
+administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan
+yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dihitung sejak
+saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
+bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
+diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan dikenakan
+paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian
+dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
+(4) Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau huruf
+e masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang
+terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda
+sebesar 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
+(5) Dihapus.
+(5a) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung
+berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% (lima
+persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada
+tanggal dimulainya penghitungan sanksi.
+(5b) Surat Tagihan Pajak diterbitkan paling lama 5 (lima)
+tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
+Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
+(5c) Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu penerbitan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (5b):
+a. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
+diterbitkan paling lama sesuai dengan daluwarsa
+penagihan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,
+Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
+serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
+menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
+dibayar bertambah;
+514
+b. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9)
+dapat diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun sejak
+tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan,
+apabila Wajib Pajak tidak mengajukan upaya
+banding; dan
+c. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d)
+dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5
+(lima) tahun sejak tanggal Putusan Banding
+diucapkan oleh hakim Pengadilan Pajak dalam
+sidang terbuka untuk umum.
+(6) Tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan
+atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
+7. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 15
+(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka
+waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak
+atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
+Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang
+mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
+terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam
+rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan.
+(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah
+dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
+100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
+tersebut.
+(3) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
+dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan
+tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan
+syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan
+tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
+(4) Dihapus.
+(5) Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
+Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan.
+515
+8. Ketentuan Pasal 17B diubah, sehingga Pasal 17B berbunyi
+sebagai berikut:
+Pasal 17B
+(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan
+atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
+pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan
+pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus
+menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua
+belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara
+lengkap.
+(1a) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
+berlaku terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan
+pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang
+perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan atau
+berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
+(2) Apabila setelah melampaui jangka waktu sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak tidak
+memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian
+kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan
+Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan
+paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut
+berakhir.
+(3) Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat
+diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada
+Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar tarif bunga
+per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
+dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan
+Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
+(4) Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di
+bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1a):
+a. tidak dilanjutkan dengan penyidikan;
+b. dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak
+dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di
+bidang perpajakan; atau
+c. dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan
+tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus
+bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
+berdasarkan putusan pengadilan yang telah
+mempunyai kekuatan hukum tetap,
+dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat
+Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak
+diberikan imbalan bunga sebesar tarif bunga per bulan
+yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak
+berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan
+516
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
+saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
+(5) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
+tidak diberikan dalam hal pemeriksaan bukti permulaan
+tindak pidana di bidang perpajakan:
+a. tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib
+Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
+ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3); atau
+b. dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak
+dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di
+bidang perpajakan karena dilakukan penghentian
+penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B.
+(6) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
+ayat (4) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat)
+bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
+bulan.
+(7) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
+(4) dihitung berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12
+(dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya
+penghitungan imbalan bunga.
+9. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 19
+(1) Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat
+Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
+Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali,
+yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
+dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan
+tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak
+atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi
+berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang
+ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk seluruh masa,
+yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan
+tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat
+Tagihan Pajak, dan dikenakan paling lama 24 (dua
+puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung
+penuh 1 (satu) bulan.
+(2) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau
+menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi
+administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan
+yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah
+pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling
+lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari
+bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
+517
+(3) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda
+penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan
+ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang
+dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas
+kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga
+sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh
+Menteri Keuangan yang dihitung dari saat berakhirnya
+batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
+Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
+huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya
+kekurangan pembayaran tersebut dan dikenakan paling
+lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari
+bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
+(4) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
+dan ayat (3) dihitung berdasarkan suku bunga acuan
+dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal
+dimulainya penghitungan sanksi.
+10. Ketentuan Pasal 27A dihapus.
+11. Di antara Pasal 27A dan Pasal 28 disisipkan 1 (satu) pasal,
+yakni Pasal 27B yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 27B
+(1) Wajib Pajak diberikan imbalan bunga dalam hal
+pengajuan keberatan, permohonan banding, atau
+permohonan peninjauan kembali, dikabulkan sebagian
+atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan
+pembayaran pajak.
+(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diberikan terhadap kelebihan pembayaran pajak paling
+banyak sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib
+Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atas
+Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar yang
+telah diterbitkan:
+a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
+b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
+c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
+d. Surat Ketetapan Pajak Nihil.
+(3) Wajib Pajak diberikan imbalan bunga dalam hal
+permohonan pembetulan, permohonan pengurangan
+atau pembatalan surat ketetapan pajak, atau
+permohonan pengurangan atau pembatalan Surat
+Tagihan Pajak, dikabulkan sebagian atau seluruhnya
+sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
+(4) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
+ayat (3) diberikan:
+518
+a. berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan
+oleh Menteri Keuangan berdasarkan suku bunga
+acuan dibagi 12 (dua belas); dan
+b. diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
+serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
+bulan.
+(5) Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(4) yang digunakan sebagai dasar penghitungan imbalan
+bunga adalah tarif bunga per bulan yang berlaku pada
+tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
+(6) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau
+Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai dengan tanggal
+diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan
+Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
+(7) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
+dihitung:
+a. sejak tanggal pembayaran Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
+Bayar Tambahan sampai dengan tanggal
+diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat
+Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat
+Ketetapan Pajak;
+b. sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih
+Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai
+dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan
+Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan atau
+Pembatalan Surat Ketetapan Pajak; atau
+c. sejak tanggal pembayaran Surat Tagihan Pajak
+sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat
+Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
+Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak.
+(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
+imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan
+Peraturan Menteri Keuangan.
+12. Ketentuan Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 38
+Setiap orang yang karena kealpaannya:
+a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
+b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak
+benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
+yang isinya tidak benar,
+sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
+negara, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak
+terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
+519
+2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
+dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga)
+bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
+13. Ketentuan Pasal 44B diubah, sehingga Pasal 44B berbunyi
+sebagai berikut:
+Pasal 44B
+(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan
+Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan
+penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling
+lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
+surat permintaan.
+(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
+perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
+dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak
+yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
+seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi
+administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah
+pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak
+seharusnya dikembalikan.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai permintaan
+penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
+perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
+Keuangan.
+Pasal 114
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
-Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) diubah:
+Negara Republik Indonesia Tahun nomor 36 2009 Nomor 130,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049)
+diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 141 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 141
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu meliputi:
-a. Retribusi Perizinan Berusaha terkait pendirian
-bangunan yang selanjutnya disebut Retribusi Izin
-Mendirikan Bangunan;
+a. Retribusi Perizinan Berusaha terkait persetujuan
+bangunan gedung yang selanjutnya disebut Retribusi
+Persetujuan Bangunan Gedung;
b. Retribusi Perizinan Berusaha terkait tempat penjualan
-minuman beralkohol yang selanjutnya disebut Izin
-Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
+minuman beralkohol yang selanjutnya disebut Retribusi
+Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Perizinan Berusaha terkait trayek yang
-selanjutnya disebut Izin Trayek; dan
+selanjutnya disebut Retribusi Izin Trayek; dan
d. Retribusi Perizinan Berusaha terkait perikanan yang
-selanjutnya disebut Izin Usaha Perikanan.
-600
+selanjutnya disebut Retribusi Izin Usaha Perikanan.
+520
2. Ketentuan Pasal 144 dihapus.
-Bagian Ketujuh
-Ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong Bagi
-Industri
-Pasal 114
-(1) Untuk menjaga kelangsungan proses produksi dan/atau
-pengembangan industri, Pemerintah memberikan
-kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau
-bahan penolong sesuai rencana kebutuhan industri.
-(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
-kemudahan dalam mengimpor bahan baku dan/atau
-penolong untuk industri sesuai dengan rencana kebutuhan
-industri.
-(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan untuk
-mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
+3. Di antara Bab VI dan Bab VII disisipkan 1 (satu) bab yaitu Bab
+VIIA, sebagai berikut:
+BAB VIA
+KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL
+YANG BERKAITAN DENGAN PAJAK DAN RETRIBUSI
+4. Di antara Pasal 156 dan Pasal 157 disisipkan 2 (dua) pasal
+yaitu Pasal 156A dan Pasal 156B, sebagai berikut:
+Pasal 156A
+(1) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan fiskal nasional dan
+untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi
+serta untuk mendorong pertumbuhan industri dan/atau
+usaha yang berdaya saing tinggi serta memberikan
+perlindungan dan pengaturan yang berkeadilan,
+Pemerintah sesuai program prioritas nasional dapat
+melakukan intervensi terhadap kebijakan Pajak dan
+Retribusi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
+(2) Kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan Pajak
+dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+berupa:
+a. dapat mengubah tarif Pajak dan tarif Retribusi dengan
+penetapan tarif Pajak dan tarif Retribusi yang berlaku
+secara nasional; dan
+b. pengawasan dan evaluasi terhadap Peraturan Daerah
+mengenai Pajak dan Retribusi yang menghambat
+ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.
+(3) Penetapan tarif Pajak yang berlaku secara nasional
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup
+tarif atas jenis Pajak Provinsi dan jenis Pajak
+Kabupaten/kota yang diatur dalam Pasal 2.
+(4) Penetapan tarif Retribusi yang berlaku secara nasional
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup
+objek Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108.
+(5) Ketentuan mengenai tata cara penetapan tarif Pajak dan
+tarif Retribusi yang berlaku secara nasional sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
+Peraturan Pemerintah.
+Pasal 156B
+(1) Dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi,
+gubernur/bupati/walikota dapat memberikan insentif
+fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya.
+(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau
+penghapusan pokok pajak dan/atau sanksinya.
+(3) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) dapat diberikan atas permohonan wajib pajak
+521
+atau diberikan secara jabatan oleh kepala daerah
+berdasarkan pertimbangan yang rasional.
+(4) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2), diberitahukan kepada DPRD dengan
+melampirkan pertimbangan kepala daerah dalam
+memberikan insentif fiskal tersebut.
+(5) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
+5. Di antara Pasal 157 ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu)
+ayat yakni ayat (5a), sebagai berikut:
+Pasal 157
+(1) Rancangan Peraturan Daerah provinsi tentang Pajak dan
+Retribusi yang telah disetujui bersama oleh gubernur dan
+DPRD provinsi sebelum ditetapkan disampaikan kepada
+Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling
+lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal
+persetujuan dimaksud.
+(2) Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang
+Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh
+bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota sebelum
+ditetapkan disampaikan kepada gubernur, Menteri Dalam
+Negeri, dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari
+kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud.
+(3) Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap
+Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian Rancangan
+Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini,
+kepentingan umum, dan/atau peraturan perundangundangan lain yang lebih tinggi.
+(4) Gubernur melakukan evaluasi terhadap Rancangan
+Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah
+dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan
+umum dan/atau peraturan perundang-undangan lain
+yang lebih tinggi.
+(5) Menteri Dalam Negeri dan gubernur dalam melakukan
+evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
+berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
+(5a) Dalam pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (5), Menteri Keuangan melakukan evaluasi
+dari sisi kebijakan fiskal nasional.
+(6) Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri
+Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
+berupa persetujuan atau penolakan.
+(7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
+disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada gubernur
+untuk Rancangan Peraturan Daerah provinsi dan oleh
+522
+gubernur kepada bupati/walikota untuk Rancangan
+Peraturan Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu
+paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya
+Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dengan
+tembusan kepada Menteri Keuangan.
+(8) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud
+pada ayat (7) disampaikan dengan disertai alasan
+penolakan.
+(9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (7), Rancangan Peraturan Daerah
+dimaksud dapat langsung ditetapkan.
+(10) Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (7), Rancangan Peraturan Daerah
+dimaksud dapat diperbaiki oleh gubernur,
+bupati/walikota bersama DPRD yang bersangkutan,
+untuk kemudian disampaikan kembali kepada Menteri
+Dalam Negeri dan Menteri Keuangan untuk Rancangan
+Peraturan Daerah provinsi dan kepada gubernur dan
+Menteri Keuangan untuk Rancangan Peraturan Daerah
+kabupaten/kota.
+6. Ketentuan Pasal 158 diubah, sebagai berikut:
+Pasal 158
+(1) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh
+gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri
+Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh)
+hari kerja setelah ditetapkan untuk dilakukan evaluasi.
+(2) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan melakukan
+evaluasi Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
+tentang Pajak dan Retribusi yang telah berlaku untuk
+menguji kesesuaian antara Peraturan Daerah dimaksud
+dengan kepentingan umum, ketentuan peraturan
+perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal
+nasional.
+(3) Dalam hal berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dan ayat (2), Peraturan Daerah bertentangan
+dengan kepentingan umum, peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan/atau kebijakan fiskal
+nasional, Menteri Keuangan merekomendasikan
+dilakukannya perubahan atas Peraturan Daerah dimaksud
+kepada Menteri Dalam Negeri.
+(4) Penyampaian rekomendasi perubahan Perda oleh Menteri
+Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana
+dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 20 (dua
+puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan
+Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
+(5) Berdasarkan rekomendasi perubahan Perda yang
+disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri
+memerintahkan gubernur/bupati/ walikota untuk
+523
+melakukan perubahan peraturan daerah dalam waktu 15
+(lima belas) hari kerja.
+(6) Jika dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja,
+gubernur/bupati/walikota tidak melakukan perubahan
+atas peraturan daerah tersebut, Menteri Dalam Negeri
+menyampaikan rekomendasi pemberian sanksi kepada
+Menteri Keuangan.
+7. Ketentuan Pasal 159 diubah, sebagai berikut:
+Pasal 159
+(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 157 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 158 ayat
+(5) oleh Daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau
+pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi
+Hasil.
+(2) Pemberian sanksi oleh Menteri Keuangan dilaksanakan
+sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
+8. Di antara Pasal 159 dan Pasal 160 disisipkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 159A sebagai berikut:
+Pasal 159A
+Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara:
+a. evaluasi Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pajak
+Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 157;
+b. pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah mengenai Pajak
+Daerah dan Retribusi Daerah dan aturan pelaksanaannya
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158; dan
+c. pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159;
+diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman
Pasal 115
@@ -19847,20 +21474,19 @@ Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Daya Ikan, dan Petambak Garam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5870) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah sehingga Pasal 1
-berbunyi sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi
+sebagai berikut:
Pasal 1
-Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
-601
-1. Perlindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
-Petambak Garam adalah segala upaya untuk membantu
-Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
-dalam menghadapi permasalahan kesulitan melakukan
-Usaha Perikanan atau Usaha Pergaraman.
+1. Perlindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak
+Garam adalah segala upaya untuk membantu Nelayan,
+Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam dalam
+menghadapi permasalahan kesulitan melakukan Usaha
+Perikanan atau Usaha Pergaraman.
+524
2. Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam adalah segala upaya untuk
-meningkatkan kemampuan Nelayan, Pembudi Daya
-Ikan, dan Petambak Garam untuk melaksanakan Usaha
+meningkatkan kemampuan Nelayan, Pembudi Daya Ikan,
+dan Petambak Garam untuk melaksanakan Usaha
Perikanan atau Usaha Pergaraman secara lebih baik.
3. Nelayan adalah Setiap Orang yang mata pencahariannya
melakukan Penangkapan Ikan.
@@ -19872,8 +21498,7 @@ kapal penangkap Ikan.
5. Nelayan Tradisional adalah Nelayan yang melakukan
Penangkapan Ikan di perairan yang merupakan hak
Perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara
-turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan
-lokal.
+turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.
6. Nelayan Buruh adalah Nelayan yang menyediakan
tenaganya yang turut serta dalam usaha Penangkapan
Ikan.
@@ -19884,31 +21509,30 @@ Penangkapan Ikan.
8. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh
Ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat dan cara yang
-mengedepankan asas keberlanjutan dan kelestarian,
-602
+mengedepankan asas keberlanjutan dan kelestarian,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
9. Pembudi Daya Ikan adalah Setiap Orang yang mata
pencahariannya melakukan Pembudidayaan Ikan air
tawar, Ikan air payau, dan Ikan air laut.
-10. Pembudi Daya Ikan Kecil adalah Pembudi Daya Ikan
-yang melakukan Pembudidayaan Ikan untuk memenuhi
+10. Pembudi Daya Ikan Kecil adalah Pembudi Daya Ikan yang
+melakukan Pembudidayaan Ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
11. Penggarap Lahan Budi Daya adalah Pembudi Daya Ikan
yang menyediakan tenaganya dalam Pembudidayaan
Ikan.
-12. Pemilik Lahan Budi Daya adalah Pembudi Daya Ikan
-yang memiliki hak atau izin atas lahan dan secara aktif
+12. Pemilik Lahan Budi Daya adalah Pembudi Daya Ikan yang
+memiliki hak atau izin atas lahan dan secara aktif
melakukan kegiatan Pembudidayaan Ikan.
-13. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk
-memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan Ikan
-serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
-terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
-untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
-mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
-mengawetkannya.
-14. Petambak Garam adalah Setiap Orang yang melakukan
+13. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara,
+membesarkan, dan/atau membiakkan Ikan serta
+memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol,
+termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
+memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
+menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
+14. Petambak Garam adalah Setiap Orang yang melakukan
+525
kegiatan Usaha Pergaraman.
15. Petambak Garam Kecil adalah Petambak Garam yang
melakukan Usaha Pergaraman pada lahannya sendiri
@@ -19918,8 +21542,7 @@ perebus Garam.
menyediakan tenaganya dalam Usaha Pergaraman.
17. Pemilik Tambak Garam adalah Petambak Garam yang
memiliki hak atas lahan yang digunakan untuk produksi
-Garam dan secara aktif melakukan Usaha Pergaraman.
-603
+Garam dan secara aktif melakukan Usaha Pergaraman.
18. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam
lingkungan perairan.
@@ -19932,8 +21555,8 @@ iodium.
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya Ikan
dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pascaproduksi, dan pengolahan sampai dengan
-pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem
-bisnis Perikanan.
+pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis
+Perikanan.
21. Pergaraman adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan praproduksi, produksi, pascaproduksi,
pengolahan, dan pemasaran Garam.
@@ -19950,21 +21573,21 @@ yang dapat diperdagangkan, disimpan, dan/atau
dipertukarkan.
25. Komoditas Pergaraman adalah hasil dari Usaha
Pergaraman yang dapat diperdagangkan, disimpan,
-dan/atau dipertukarkan.
-604
+dan/atau dipertukarkan.
26. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi,
baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum.
27. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau korporasi
yang melakukan usaha prasarana dan/atau sarana
-produksi Perikanan, prasarana dan/atau sarana
-produksi Garam, pengolahan, dan pemasaran hasil
-Perikanan, serta produksi Garam yang berkedudukan di
-wilayah hukum Republik Indonesia.
-28. Kelembagaan adalah lembaga yang
-ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk Nelayan,
-Pembudi Daya Ikan, atau Petambak Garam atau
-berdasarkan budaya dan kearifan lokal.
+produksi Perikanan, prasarana dan/atau sarana produksi
+Garam, pengolahan, dan pemasaran hasil Perikanan,
+serta produksi Garam yang berkedudukan di wilayah
+526
+hukum Republik Indonesia.
+28. Kelembagaan adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan
+dari, oleh, dan untuk Nelayan, Pembudi Daya Ikan, atau
+Petambak Garam atau berdasarkan budaya dan kearifan
+lokal.
29. Asuransi Perikanan adalah perjanjian antara Nelayan
atau Pembudi Daya Ikan dan pihak perusahaan asuransi
untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko
@@ -19979,17 +21602,16 @@ finansial Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak
Garam kepada perusahaan pembiayaan dan bank.
32. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
-Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
-dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
+Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
+menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
+Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
33. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
-penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
-605
+penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan Perikanan.
-2. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+2. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37
(1) Pemerintah Pusat mengendalikan impor Komoditas
Perikanan dan Komoditas Pergaraman.
@@ -19997,243 +21619,258 @@ Perikanan dan Komoditas Pergaraman.
Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
-3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
-(1) Setiap Orang dilarang mengimpor Komoditas Perikanan
+(1)Setiap Orang dilarang mengimpor Komoditas Perikanan dan
+Komoditas Pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat
+pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau standar
+mutu wajib yang ditetapkan
+(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat pemasukan, jenis,
+waktu pemasukan, dan/atau standar mutu sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+527
+4. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 38A
+(1)Setiap Orang yang melakukan impor Komoditas Perikanan
dan Komoditas Pergaraman yang tidak sesuai dengan
tempat pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau
-standar mutu wajib yang ditetapkan
-(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat pemasukan,
-jenis, waktu pemasukan, dan/atau standar mutu
+standar mutu wajib yang ditetapkan oleh Pemerintah
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dikenai sanksi
+administratif berupa:
+a. penghentian sementara kegiatan;
+b. pembekuan Perizinan Berusaha;
+c. denda administratif;
+d. paksaan pemerintah; dan/atau
+e. pencabutan Perizinan Berusaha.
+(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+5. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 74
Setiap Orang yang melakukan impor Komoditas Perikanan
-dan Komoditas Pergaraman yang tidak sesuai dengan
-tempat pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau
-standar mutu wajib yang ditetapkan oleh Pemerintah
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dikenakan sanksi
-administratif.
-606
-Bagian Kedelapan
+dan Komoditas Pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat
+pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau standar
+mutu wajib yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 38 yang mengakibatkan timbulnya
+korban/kerusakan terhadap K3L, dipidana dengan pidana
+penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana pidana
+denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
+rupiah).
+Bagian Kesembilan
Wajib Daftar Perusahaan
Pasal 116
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3214) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
-Bagian Kesembilan
+Bagian Kesepuluh
Badan Usaha Milik Desa
Pasal 117
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 1 angka 6 diubah sehingga Pasal 1
-berbunyi sebagai berikut:
+1. Ketentuan Pasal 1 angka 6 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi
+528
+sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
-1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
-dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
-kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
-wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
-urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
-setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
-dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
-Republik Indonesia.
+1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
+nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
+masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
+berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
+pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
+berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
+hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
+pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
-pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
-607
-dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
-Indonesia.
+pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
+sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut
-dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai
-unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
+dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur
+penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
5. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain
-adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan
-Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
-diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa
-untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
+adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
+Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
+diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
+menyepakati hal yang bersifat strategis.
6. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM
Desa, adalah Badan Hukum yang didirikan oleh desa
dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha,
memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan
-produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau
-jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
-kesejahteraan masyarakat Desa.
-7. Peraturan Desa adalah peraturan perundangundangan
-yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan
-disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
+produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau jenis
+usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
+masyarakat Desa.
+7. Peraturan Desa adalah peraturan perundangundangan yang
+ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati
+bersama Badan Permusyawaratan Desa.
8. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas
-hidup dan kehidupan untuk sebesarbesarnya
-kesejahteraan masyarakat Desa.
+hidup dan kehidupan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan
+masyarakat Desa.
9. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
-kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
-sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
-sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
-pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
-608
-10. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa
-yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu
-berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
-pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
+kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber
+daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
+permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
+pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
+10. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang
+dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang
+dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak
+dan kewajiban Desa.
+529
11. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari
kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
-Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan
-hak lainnya yang sah.
+Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak
+lainnya yang sah.
12. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
-memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
-kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang
-sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
-masyarakat Desa.
-13. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah
-adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
-kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
+memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
+program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan
+esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
+13. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah
+Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
+pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
+dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
+Indonesia Tahun 1945.
+14. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan
+Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan
+urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
+pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
+sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-14. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan
-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
-menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas
-otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
-seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
-Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
-dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
-Tahun 1945.
-15. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali
-kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
+15. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota
+dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
16. Menteri adalah menteri yang menangani Desa.
-609
-2. Ketentuan Pasal 87 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+2. Ketentuan Pasal 87 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 87
(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa.
(2) BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola
dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
-(3) BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
-didirikan melalui penyertaan modal yang seluruh atau
-sebagian besar dimiliki oleh Desa atau bersama desadesa, berdasarkan penyertaan secara langsung yang
-berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan.
-(4) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi
+(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-(5) BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 dapat
-membentuk unit-unit usaha berbadan hukum sesuai
-dengan kebutuhan dan tujuan.
-(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai BUM Desa
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
-ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah
-Bagian Kesepuluh
+(4) BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
+membentuk unit usaha berbadan hukum sesuai dengan
+kebutuhan dan tujuan.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai BUM Desa sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+Bagian Kesebelas
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasal 118
-Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
+530
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817)
diubah:
-1. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+1. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
-610
-(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha
+(1)Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha
menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib
melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan
laporan pelaksanaannya kepada Komisi.
-(2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada
+(2)Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Niaga selambat-lambatnya 14 (empat belas)
-hari setelah menerima pemberitahuan putusan
-tersebut.
-(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam
+hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
+(3)Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dianggap menerima putusan Komisi.
-(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
-(1) dan ayat (2) tidak dijalankan oleh pelaku usaha,
-Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik
-untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
-(5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
-ayat (4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi
-penyidik untuk melakukan penyidikan.
-2. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(4)Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
+dan ayat (2) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi
+menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk
+dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan yang berlaku.
+(5)Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat
+(4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik
+untuk melakukan penyidikan.
+2. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
-(1) Pengadilan Niaga harus memeriksa keberatan pelaku
-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2),
-dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya
-keberatan tersebut.
-(2) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan
-Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam
-waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi
-kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
-(3) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan di
-Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung Republik
-611
-Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
-3. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(1)Pengadilan Niaga harus memeriksa keberatan pelaku usaha
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), dalam
+waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan
+tersebut.
+(2)Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Niaga
+sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam waktu 14
+(empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada
+Mahkamah Agung Republik Indonesia.
+(3)Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan di Pengadilan
+Niaga dan Mahkamah Agung Republik Indonesia
+dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
+3. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
-(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa
-tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang
-melanggar ketentuan Undang-Undang ini.
-(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dapat berupa:
+(1)Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan
+administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar
+ketentuan Undang-Undang ini.
+(2)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+dapat berupa:
+531
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7,
-Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal
-13, Pasal 15, dan Pasal 16;
+dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal
+8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal
+15, dan Pasal 16;
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
-integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 14;
+integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+14;
c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
-kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek
-monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak
-sehat, dan/atau merugikan masyarakat
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18,
-Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23,
-Pasal 24, Pasal 26, dan Pasal 27;
+kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli,
+menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau
+merugikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal
+22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26, dan Pasal 27;
d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
-penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 25;
+penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 25;
e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau
-peleburan badan usaha dan pengambilalihan
-saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
+peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan/atau
-g. pengenaan denda paling banyak
-Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
-612
-(3) Ketentuan mengenai tata cara penjatuhan sanksi berupa
-tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-4. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+g. pengenaan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00
+(satu miliar rupiah).
+(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
+denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+4. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
-Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-Undang
-ini dikenai paling tinggi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
-rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda paling lama
-3 (tiga) bulan.
+Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-Undang ini
+dipidana dengan pidana denda paling banyak
+Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana
+kurungan paling lama 1 (satu) tahun sebagai pengganti
+pidana denda.
5. Ketentuan Pasal 49 dihapus.
BAB VII
DUKUNGAN RISET DAN INOVASI
Pasal 119
Untuk memberikan dukungan riset dan inovasi di bidang
-berusaha, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19
-Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran
-Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan
-Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) diubah:
+berusaha, Undang-Undang ini mengubah beberapa ketentuan
+yang diatur dalam:
+a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
+Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
+532
+2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
+Indonesia Nomor 4297).
+b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem
+Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 148, Tambahan
+Lembaran Negara Republik Indonesia 6374).
+Pasal 120
+Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
+2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara
+Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran
+Negara Republik Indonesia Nomor 4297) diubah:
1. Ketentuan judul BAB V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
BAB V
@@ -20243,28 +21880,65 @@ PENGEMBANGAN DAN INOVASI
berikut:
Pasal 66
(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan
-khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi
-kemanfaatan umum, penelitian dan pengembangan,
-serta inovasi dengan tetap memperhatikan maksud dan
-613
-tujuan kegiatan BUMN serta mempertimbangkan
-kemampuan BUMN.
-(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
-RUPS/ Menteri.
+khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan
+fungsi kemanfaatan umum serta riset dan inovasi
+nasional.
+(2) Penugasan khusus kepada BUMN sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap
+memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN
+serta mempertimbangkan kemampuan BUMN.
+(3) Rencana penugasan khusus sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dikaji bersama antara BUMN yang
+bersangkutan dengan Pemerintah Pusat.
+(4) Apabila penugasan tersebut secara finansial tidak
+fisibel, Pemerintah Pusat harus memberikan
+kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan
+oleh BUMN tersebut, termasuk margin yang
+diharapkan sepanjang dalam tingkat kewajaran
+sesuai dengan penugasan yang diberikan.
+(5) Penugasan kepada BUMN sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan
+persetujuan RUPS atau Menteri.
+(6) BUMN dalam melaksanakan penugasan khusus
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
+bekerjasama dengan:
+a. badan usaha milik swasta;
+b. badan usaha milik daerah;
+c. koperasi;
+533
+d. BUMN;
+e. lembaga penelitian dan pengembangan;
+f. lembaga pengkajian dan penerapan; dan/atau
+g. perguruan tinggi.
+Pasal 121
+Ketentuan Pasal 48 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019
+tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
+(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 148,
+Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6374) diubah
+sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 48
+(1) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian,
+dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi
+dibentuk badan riset dan inovasi nasional.
+(2) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian,
+dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi
+di daerah, Pemerintah Daerah membentuk badan.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan riset dan inovasi
+nasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII
-PENGADAAN LAHAN
+PENGADAAN TANAH
Bagian Kesatu
Umum
-Pasal 120
+Pasal 122
Dalam rangka memberikan kemudahan dan kelancaran dalam
-pengadaan lahan untuk kepentingan penciptaan kerja, UndangUndang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan
+pengadaan tanah untuk kepentingan penciptaan kerja, UndangUndang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan
pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
-5280); dan
+5280);
b. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
@@ -20272,99 +21946,102 @@ Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Nomor 5068).
Bagian Kedua
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
+534
Untuk Kepentingan Umum
-Pasal 121
-614
+Pasal 123
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5280) diubah:
-1. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
+1. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 8
(1) Pihak yang Berhak dan pihak yang menguasai Objek
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum wajib
mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini.
-(2) Dalam hal objek pengadaan tanah masuk dalam
-kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf dan/atau
-tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
-Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
-Daerah, status tanahnya berubah pada saat penetapan
-lokasi.
-(3) Perubahan status tanah sebagaimana dimaksud pada
-ayat (2) berubah menjadi kawasan yang sesuai dengan
-peruntukannya pada saat penetapan lokasi.
-(4) Perubahan obyek pengadaan tanah yang masuk dalam
+(2) Dalam hal rencana Pengadaan Tanah, terdapat Objek
+Pengadaan Tanah yang masuk dalam kawasan hutan,
+tanah kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat/tanah adat,
+dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah
+Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
+Milik Daerah, proses penyelesaian status tanahnya
+harus dilakukan sampai dengan penetapan lokasi.
+(3) Penyelesaian perubahan kawasan hutan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui mekanisme
+pelepasan kawasan hutan atau pinjam pakai kawasan
+hutan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang kehutanan.
+(4) Perubahan obyek Pengadaan Tanah yang masuk dalam
kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
khususnya untuk proyek prioritas Pemerintah Pusat,
dilakukan melalui mekanisme:
-a. pelepasan Kawasan Hutan, dalam hal pengadaan
-tanah dilakukan oleh instansi; atau
-b. pelepasan Kawasan Hutan atau Pinjam Pakai
-Kawasan Hutan, dalam hal pengadaan tanah
+a. pelepasan kawasan hutan, dalam hal Pengadaan
+Tanah dilakukan oleh instansi; atau
+b. pelepasan kawasan hutan atau pinjam pakai
+kawasan hutan, dalam hal Pengadaan Tanah
dilakukan oleh swasta.
-2. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
+2. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 10
-615
-(1) Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk
-pembangunan:
-a. pertanahan dan keamanan nasional;
+Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan:
+a. pertahanan dan keamanan nasional;
b. jalan umum, jalan tol terowongan, jalur kereta api,
stasiun kereta api dan fasilitas operasi kereta api;
-c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air
-dan sanitasi dan bangunan pengairan lainnya;
+c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air dan
+sanitasi dan bangunan pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
-f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan
+535
+f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan/atau
distribusi tenaga listrik;
-g. jaringan telekomunikasi dan informatika
-pemerintah;
+g. jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah;
j. fasilitas keselamatan umum;
k. tempat pemakaman umum Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah;
-l. fasilias sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka
+l. fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka
hijau publik;
m. cagar alam dan cagar budaya;
n. Kantor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau
Desa;
o. penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau
-konsolidasi tanah serta perumahan untuk
-masyarakat berpenghasilan rendah dengan status
-sewa termasuk untuk pembangunan rumah umum
-dan rumah khusus.
-p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah
-Pusat atau Pemerintah Daerah;
-616
-q. prasarana olahraga Pemerintah Pusat atau
-Pemerintah Daerah;
+konsolidasi tanah serta perumahan untuk masyarakat
+berpenghasilan rendah dengan status sewa termasuk
+untuk pembangunan rumah umum dan rumah
+khusus;
+p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah Pusat
+atau Pemerintah Daerah;
+q. prasarana olahraga Pemerintah Pusat atau Pemerintah
+Daerah;
r. pasar umum dan lapangan parkir umum;
-s. Kawasan Industri Hulu dan Hilir Minyak dan Gas;
-t. Kawasan Ekonomi Khusus yang diprakarsai dan
-dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
-Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan
-Usaha Milik Daerah;
-u. Kawasan Industri yang diprakarsai dan dikuasai
+s. Kawasan Industri Hulu dan Hilir Minyak dan Gas
+yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah
+Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik Negara,
+atau badan usaha milik daerah;
+t. Kawasan Ekonomi Khusus yang diprakarsai dan/atau
+dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
+Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
+Daerah; Disetujui Timus 22.45
+u. Kawasan Industri yang diprakarsai dan/atau dikuasai
oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, Badan
-Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
-Daerah;
+Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;
v. Kawasan Pariwisata yang diprakarsai dan dikuasai
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan
-Usaha Milik Negara,, atau Badan Usaha Milik
-Daerah; dan
-w. Kawasan lainnya yang diprakarsai dan/atau
-dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
-Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan
-Usaha Milik Daerah.
-(2) Kawasan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-huruf w, ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
-3. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Usaha Milik Negara,, atau Badan Usaha Milik Daerah;
+w. Kawasan Ketahanan Pangan yang diprakarsai
+dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
+Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
+Milik Daerah; dan
+x. Kawasan pengembangan teknologi yang diprakarsai
+dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
+Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
+Milik Daerah.
+3. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+536
Pasal 14
(1) Instansi yang memerlukan tanah membuat
perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
@@ -20373,12 +22050,11 @@ menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
-Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-617
+Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan
prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis,
-Rencana Kerja Pemerintah/instansi yang
+dan/atau Rencana Kerja Pemerintah/instansi yang
bersangkutan.
4. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -20387,10 +22063,9 @@ Pasal 19
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dilaksanakan untuk
mendapatkan kesepakatan lokasi rencana
pembangunan dari:
-a. Pihak yang Berhak;
-b. Pengelola; dan
-c. Pengguna Barang Milik Negara/Barang Milik
-Daerah.
+c. Pihak yang Berhak;
+d. Pengelola; dan
+e. Pengguna Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah.
(2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak,
Pengelola, pengguna Barang Milik Negara/Barang Milik
@@ -20406,15 +22081,15 @@ Negara/Barang Milik Daerah atas lokasi rencana
pembangunan.
(4) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan.
-618
(5) Atas dasar kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Instansi yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.
(6) Gubernur menetapkan lokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
-hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan
+Hari terhitung sejak diterimanya pengajuan
permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan
tanah.
+537
(7) Dalam hal Pihak yang Berhak, pengelola, dan pengguna
Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah tidak
menghadiri konsultasi publik setelah diundang 3 (tiga)
@@ -20424,34 +22099,31 @@ pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Di antara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 3 (tiga) pasal
-yakni:
-a. Pasal 19A yang berbunyi sebagai berikut:
+yakni Pasal 19A, Pasal 19B, dan Pasal 19C sehingga
+berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19A
(1) Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan
-tanah untuk kepentingan umum yang luasnya
-tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan
-langsung oleh instansi yang memerlukan tanah
-dengan pihak yang berhak.
+tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak
+lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan langsung
+oleh instansi yang memerlukan tanah dengan Pihak
+yang Berhak.
(2) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai
dengan kesesuaian tata ruang wilayah.
-b. Pasal 19B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19B
-Dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan umum
-yang luasnya kurang dari 5 (lima) hektar antara pihak
-yang berhak dengan instansi yang memerlukan tanah
-619
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19A ayat (1),
-penetapan lokasi dilakukan oleh Bupati/Wali kota.
-c. Pasal 19C yang berbunyi sebagai berikut:
+Dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
+luasnya kurang dari 5 (lima) hektar yang dilakukan
+langsung antara Pihak yang Berhak dengan instansi yang
+memerlukan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19A
+ayat (1), penetapan lokasi dilakukan oleh Bupati/Wali kota.
Pasal 19C
-Setelah penetapan lokasi pengadaan tanah tidak
-diperlukan lagi persyaratan:
+Setelah penetapan lokasi pengadaan tanah tidak diperlukan
+lagi persyaratan:
a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
b. pertimbangan teknis;
c. di luar kawasan hutan dan di luar kawasan
pertambangan;
-d. di luar kawasan gambut/sepadan pantai; dan
+d. di luar kawasan gambut/sempadan pantai; dan
e. analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
6. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga, berbunyi sebagai
berikut:
@@ -20461,7 +22133,8 @@ Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6)
atau Pasal 22 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.
-(2) Permohonan Perpanjangan waktu penetapan lokasi
+538
+(2) Permohonan perpanjangan waktu penetapan lokasi
disampaikan paling singkat 6 (enam) bulan sebelum
masa berlaku penetapan lokasi berakhir.
7. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -20471,18 +22144,17 @@ Pasal 28
penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a meliputi
kegiatan:
-a. pengukuran dan pemetaan bidang per bidang
-tanah; dan
-620
+a. pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah;
+dan
b. pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah.
(2) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu
-paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
+paling lama 30 (tiga puluh) Hari.
(3) Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dapat dilakukan oleh surveyor berlisensi.
+huruf b dapat dilakukan oleh surveyor berlisensi.
8. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 34
@@ -20495,19 +22167,22 @@ dimaksud dalam Pasal 26.
penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Lembaga Pertanahan disertai
dengan berita acara.
-(3) Besarnya nilai ganti kerugian sebagaimana dimaksud
+(3) Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil
+penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+bersifat final dan mengikat.
+(4) Besarnya nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dijadikan dasar untuk menetapkan
-bentuk ganti kerugian.
-(4) Musyawarah penetapan Ganti Kerugian sebagaimana
+bentuk Ganti Kerugian.
+(5) Musyawarah penetapan Ganti Kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah bersama dengan Penilai
-dengan para pihak yang berhak.
+dengan para Pihak yang Berhak.
9. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 36
+539
(1) Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam
-bentuk:
-621
+bentuk:
a. uang;
b. tanah pengganti;
c. pemukiman kembali;
@@ -20516,34 +22191,33 @@ e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberian Ganti
Kerugian dalam bentuk tanah pengganti, pemukiman
kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lainnya
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diatur dengan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
10. Penjelasan Pasal 40 diubah sebagaimana tercantum dalam
Penjelasan.
11. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 42
-(1) Dalam hal Pihak yang berhak menolak bentuk
-dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil
+(1) Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk
+dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil
musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, ganti kerugian
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Ganti Kerugian
dititipkan di pengadilan negeri setempat.
-(2) Penitipan ganti kerugian selain sebagaimana dimaksud
+(2) Penitipan Ganti Kerugian selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan juga terhadap:
-a. Pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak
+a. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak
diketahui keberadaannya; atau
-b. Obyek pengadaan tanah yang akan diberikan ganti
-kerugian:
+b. obyek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti
+Kerugian:
1) sedang menjadi obyek perkara di pengadilan;
2) masih dipersengketakan kepemilikannya;
3) diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang;
atau
4) menjadi jaminan di Bank.
-622
(3) Pengadilan negeri paling lama dalam jangka waktu 14
-(empat belas) hari kerja wajib menerima penitipan ganti
-kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
+(empat belas) Hari wajib menerima penitipan Ganti
+Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2).
12. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -20553,6 +22227,7 @@ dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) tidak
diberikan Ganti Kerugian, kecuali:
a. Objek Pengadaan Tanah yang dipergunakan sesuai
dengan tugas dan fungsi pemerintahan;
+540
b. Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai oleh
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah; dan/atau
@@ -20560,7 +22235,7 @@ c. Objek Pengadaan Tanah kas desa;
(2) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan
dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi.
-(3) Ganti Kerugian atas objek Pengadaan Tanah
+(3) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
diberikan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36.
@@ -20573,13 +22248,12 @@ Pasal 36.
Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(2).
(6) Nilai Ganti Kerugian atas objek pengadanan tanah
-berupa harta benda wakaf ditentukan sama dengan
-623
+berupa harta benda wakaf ditentukan sama dengan
nilai hasil penilaian Penilai atas harta benda wakaf
-yang diganti.
+yang diganti
Bagian Ketiga
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
-Pasal 122
+Pasal 124
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
@@ -20596,72 +22270,30 @@ Strategis Nasional, Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(3) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian
+(3) Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan
+sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk
+kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) hanya dapat dilakukan dengan syarat:
+541
+a. dilakukan kajian kelayakan strategis;
+b. disusun rencana alih fungsi lahan;
+c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan
+d. disediakan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian
+Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan.
+(4) Dalam hal terjadi bencana sehingga pengalihan fungsi
+lahan untuk infrastruktur tidak dapat ditunda,
+persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+huruf a dan huruf b tidak diberlakukan.
+(5) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk
-infrastruktur akibat bencana dilakukan paling lama 24
-(dua puluh empat) bulan setelah alih fungsi dilakukan.
-2. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
-Pasal 71
-(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
-lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
-tanggungjawabnya dibidang Lahan Pertanian Pangan
-624
-Berkelanjutan diberi wewenang khusus sebagai
-Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
-dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
-untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
-(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
-a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
-sehubungan dengan tindak pidana;
-b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya
-tindak pidana;
-c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
-sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
-d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
-orang yang diduga melakukan tindak pidana;
-e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
-diduga melakukan tindak pidana;
-f. memotret dan/atau merekam melalui media
-elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara,
-atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
-pidana;
-g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak
-pidana;
-h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
-i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai
-adanya tindak pidana;
-j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang
-yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
-k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau
-dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
-sehubungan dengan tindak pidana;
-l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam
-hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
-pidana;
-625
-m. menghentikan proses penyidikan;
-n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia
-atau instansi lain untuk melakukan penanganan
-tindak pidana; dan
-o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
-berlaku.
-(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah
-koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara
-Republik Indonesia.
-(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
-sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan
-dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan,
-dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada
-Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat
-Polisi Negara Republik Indonesia.
-(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
-tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat
-penegak hukum.
-3. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
+infrastruktur akibat bencana sebagaimana dimaksud
+pada ayat (4) dilakukan paling lama 24 (dua puluh
+empat) bulan setelah alih fungsi dilakukan.
+(6) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang
+dialihfungsikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+huruf c dilakukan dengan pemberian ganti rugi sesuai
+dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
+2. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
berkut:
Pasal 73
Setiap pejabat Pemerintah yang menerbitkan persetujuan
@@ -20673,194 +22305,256 @@ dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Bagian Keempat
-626
Pertanahan
Paragraf 1
Bank Tanah
-Pasal 123
+Pasal 125
(1) Pemerintah Pusat membentuk badan bank tanah.
(2) Badan bank tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan badan khusus yang mengelola tanah.
(3) Kekayaan badan bank tanah merupakan kekayaan negara
yang dipisahkan.
-(4) Badan bank tanah berfungsi mela ksanakan perencanaan,
+(4) Badan bank tanah berfungsi melaksanakan perencanaan,
perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan
pendistribusian tanah.
-Pasal 124
-Badan bank tanah menjamin ketersediaan Tanah dalam rangka
-ekonomi berkeadilan, untuk:
+Pasal 126
+542
+(1) Badan bank tanah menjamin ketersediaan tanah dalam
+rangka ekonomi berkeadilan, untuk:
a. kepentingan umum;
b. kepentingan sosial;
-c. kepentingan pembangunan;
+c. kepentingan pembangunan nasional;
d. pemerataan ekonomi;
e. konsolidasi lahan; dan
-f. Reforma Agraria
-Pasal 125
+f. reforma agraria.
+(2) Ketersediaan tanah untuk reforma agraria sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf f paling sedikit 30 (tiga puluh)
+persen dari tanah negara yang diperuntukkan untuk bank
+tanah.
+Pasal 127
Badan bank tanah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
-bersifat transparan dan akuntabel.
-Pasal 126
+bersifat transparan, akuntabel, dan non profit.
+Pasal 128
Sumber kekayaan badan bank tanah dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
-b. pendapatan sendiri;
-627
-c. penyertaan modal; dan
+b. Pendapatan sendiri;
+c. Penyertaan modal negara; dan
d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-Pasal 127
+Pasal 129
(1) Tanah yang dikelola badan bank tanah diberikan hak
pengelolaan.
(2) Hak atas tanah di atas hak pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan hak guna usaha,
hak guna bangunan, dan hak pakai.
-(3) Jangka waktu hak atas tanah diatas hak pengelolaan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan selama 90
-(sembilan puluh) tahun.
+(3) Jangka waktu hak guna bangunan di atas hak pengelolaan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
+perpanjangan dan pembaharuan hak apabila sudah
+digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
+pemberian haknya.
(4) Dalam rangka mendukung investasi, pemegang hak
pengelolaan badan bank tanah diberikan kewenangan
untuk:
-a. melakukan penyusunan rencana zonasi ;
-b. membantu memberikan kemudahan Perizinan Berusaha/
-persetujuan;
+a. melakukan penyusunan rencana induk;
+b. membantu memberikan kemudahan Perizinan
+Berusaha/ persetujuan;
c. melakukan pengadaan tanah; dan
d. menentukan tarif pelayanan.
-Pasal 128
+(5) Penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah di atas hak
+pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+543
+Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dan pengendalian
+sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
+Pasal 130
+Badan bank tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125
+terdiri atas:
+a. Komite;
+b. Dewan Pengawas; dan
+c. Badan Pelaksana.
+Pasal 131
+(1) Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 huruf a
+diketuai oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
+pemerintahan di bidang pertanahan dan beranggotakan
+para menteri dan kepala yang terkait.
+(2) Ketua dan anggota Komite ditetapkan dengan Keputusan
+Presiden berdasarkan usulan dari menteri yang
+menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
+pertanahan.
+Pasal 132
+(1) Dewan Pengawas berjumlah paling banyak 7 (tujuh) orang
+terdiri dari 4 (empat) orang unsur profesional dan 3 (tiga)
+orang yang dipilih oleh Pemerintah Pusat.
+(2) Terhadap calon unsur profesional sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dilakukan proses seleksi oleh Pemerintah
+Pusat yang selanjutnya disampaikan ke DPR untuk dipilih
+dan disetujui.
+(3) Calon unsur profesional yang diajukan ke DPR sebagaimana
+dimaksud pada ayat (2), paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
+yang dibutuhkan.
+Pasal 133
+(1) Badan Pelaksana terdiri dari Kepala dan Deputi.
+(2) Jumlah Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+ditetapkan oleh Ketua Komite.
+(3) Kepala dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
+Komite.
+(4) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Deputi
+sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh
+Dewan Pengawas.
+Pasal 134
+Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite, Dewan Pengawas, dan
+Badan Pelaksana diatur dengan Peraturan Presiden.
+544
+Pasal 135
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan badan bank
tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Penguatan Hak Pengelolaan
-Pasal 129
-Hak Pengelolaan merupakan Hak Menguasai dari Negara yang
+Pasal 136
+Hak pengelolaan merupakan hak menguasai dari negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya.
-628
-Pasal 130
-(1) Sebagian kewenangan Hak Menguasai dari Negara berupa
-Tanah dapat diberikan Hak Pengelolaan kepada:
+Pasal 137
+(1) Sebagian kewenangan hak menguasai dari negara berupa
+tanah dapat diberikan hak pengelolaan kepada:
a. instansi Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan bank tanah;
d. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;
e. Badan hukum milik negara/daerah; atau
f. Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
-(2) Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+(2) Hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan kewenangan untuk:
a. menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan
-pemanfaatan Tanah sesuai dengan rencana tata ruang;
-b. menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian
-tanah Hak Pengelolaan untuk digunakan sendiri atau
-dikerjasamakan dengan pihak ketiga; dan
-c. menentukan tarif dan menerima uang pemasukan/ganti
-rugi dan/atau uang wajib tahunan dari pihak ketiga
-sesuai dengan perjanjian.
-(3) Pemberian Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) diberikan atas Tanah Negara dengan keputusan
-pemberian hak di atas Tanah Negara.
-(4) Hak Pengelolaan dapat dilepaskan kepada pihak yang
+pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang;
+b. menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau
+sebagian tanah hak pengelolaan untuk digunakan
+sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga; dan
+c. menentukan tarif dan menerima uang
+pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan
+dari pihak ketiga sesuai dengan perjanjian.
+(3) Pemberian hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) diberikan atas tanah negara dengan keputusan
+pemberian hak di atas tanah negara.
+(4) Hak pengelolaan dapat dilepaskan kepada pihak yang
memenuhi syarat.
-Pasal 131
-(1) Penyerahan pemanfaatan bagian Tanah Hak Pengelolaan
+Pasal 138
+(1) Penyerahan pemanfaatan bagian tanah hak pengelolaan
kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-130 ayat (2) huruf b dilakukan dengan perjanjian
+137 ayat (2) huruf b dilakukan dengan perjanjian
pemanfaatan Tanah.
-(2) Di atas Tanah Hak Pengelolaan yang pemanfaatannya
-diserahkan kepada pihak ketiga baik sebagian atau
-629
+(2) Di atas tanah hak pengelolaan yang pemanfaatannya
+diserahkan kepada pihak ketiga baik sebagian atau
seluruhnya, dapat diberikan Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan/atau Hak Pakai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-(3) Dalam keadaan tertentu, pemegang Hak Pengelolaan dapat
-memberikan rekomendasi pemberian Hak Atas Tanah
-pertama kali dan perpanjangan diberikan sekaligus atas
-persetujuan Pemerintah Pusat.
-(4) Dalam hal Hak Atas Tanah yang berada di atas Hak
-Pengelolaan telah berakhir, tanahnya kembali menjadi
-Tanah Hak Pengelolaan.
-Pasal 132
+545
+(3) Jangka waktu hak guna bangunan di atas hak pengelolaan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
+perpanjangan dan pembaharuan hak apabila sudah
+digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
+pemberian haknya.
+(4) Penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah di atas hak
+pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian
+sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
+(5) Dalam hal hak atas tanah yang berada di atas hak
+pengelolaan telah berakhir, tanahnya kembali menjadi
+tanah hak pengelolaan.
+Pasal 139
(1) Dalam keadaan tertentu, Pemerintah Pusat dapat
-membatalkan dan/atau mencabut Hak Pengelolaan
-sebagian atau seluruhnya.
-(2) Tata cara pembatalan Hak Pengelolaan dilaksanakan sesuai
+membatalkan dan/atau mencabut hak pengelolaan sebagian
+atau seluruhnya.
+(2) Tata cara pembatalan hak pengelolaan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan-perundang-undangan.
-Pasal 133
-(1) Dalam hal bagian bidang Tanah Hak Pengelolaan diberikan
-dengan Hak Milik, bagian bidang Tanah Hak Pengelolaan
+Pasal 140
+(1) Dalam hal bagian bidang tanah hak pengelolaan diberikan
+dengan hak milik, bagian bidang tanah hak pengelolaan
tersebut hapus dengan sendirinya.
-(2) Hak Milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya
+(2) Hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya
diberikan untuk keperluan rumah umum dan keperluan
transmigrasi.
-Pasal 134
+Pasal 141
Dalam rangka pengendalian pemanfaatan hak atas tanah di atas
-Hak Pengelolaan, dalam waktu tertentu dilakukan evaluasi
+hak pengelolaan, dalam waktu tertentu dilakukan evaluasi
pemanfaatan hak atas tanah.
-Pasal 135
-630
-Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pengelolaan diatur dengan
+Pasal 142
+Ketentuan lebih lanjut mengenai hak pengelolaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Satuan Rumah Susun untuk Orang Asing
-Pasal 136
-Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang selanjutnya disebut
-Hak Milik Sarusun merupakan hak kepemilikan atas satuan
-rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan
-hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah
-bersama.
-Pasal 137
-(1) Hak Milik Sarusun dapat diberikan kepada:
+Pasal 143
+Hak milik atas satuan rumah susun merupakan hak kepemilikan
+atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang
+terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda
+bersama, dan tanah bersama.
+546
+Pasal 144
+(1) Hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan
+kepada:
a. warga negara Indonesia;
b. badan hukum Indonesia;
c. warga negara asing yang mempunyai izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia; atau
-e. perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang
-berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia
-(2) Hak Milik Sarusun dapat beralih atau dialihkan dan
-dijaminkan.
-(3) Hak Milik Sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
-dapat dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan sesuai
-dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-Pasal 138
+e. perwakilan negara asing dan lembaga internasional
+yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia
+(2) Hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih atau
+dialihkan dan dijaminkan.
+(3) Hak milik atas satuan rumah susun dapat dijaminkan
+dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+Pasal 145
(1) Rumah susun dapat dibangun di atas Tanah:
-a. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas Tanah
-Negara; atau
-631
-b. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas Tanah Hak
-Pengelolaan.
-(2) Pemberian Hak Guna Bangunan bagi rumah susun dapat
+a. hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah
+negara; atau
+b. hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak
+pengelolaan.
+(2) Pemberian hak guna bangunan bagi rumah susun
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
diberikan sekaligus dengan perpanjangan haknya, setelah
mendapat sertifikat laik fungsi.
+(3) Pemberian hak guna bangunan bagi rumah susun
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
+diberikan perpanjangan dan pembaharuan hak apabila
+sudah mendapat sertifikat laik fungsi.
Paragraf 4
-Pemberian Hak Atas Tanah/Hak Pengelolaan pada Ruang Atas
-Tanah dan Ruang Bawah Tanah
-Pasal 139
+Pemberian Hak Atas Tanah/Hak Pengelolaan
+pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
+Pasal 146
(1) Tanah atau ruang yang terbentuk pada ruang atas dan/atau
-bawah Tanah dan digunakan untuk kegiatan tertentu dapat
-diberikan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak
-Pengelolaan.
-(2) Batas kepemilikan Tanah pada ruang atas Tanah oleh
+bawah tanah dan digunakan untuk kegiatan tertentu dapat
+diberikan hak guna bangunan, hak pakai, atau hak
+pengelolaan.
+(2) Batas kepemilikan tanah pada ruang atas tanah oleh
pemegang hak atas tanahnya diberikan sesuai dengan
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan
-rencana tata ruang yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
-(3) Batas kepemilikan Tanah pada ruang bawah Tanah oleh
-pemegang hak atas tanahnya diberikan sesuai dengan batas
+rencana tata ruang yang ditetapkan sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+(3) Batas kepemilikan tanah pada ruang bawah tanah oleh
+pemegang hak atas tanahnya diberikan sesuai dengan batas
+547
kedalaman pemanfaatan yang diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(4) Penggunaan dan pemanfaatan Tanah pada ruang atas
-dan/atau bawah Tanah oleh pemegang hak yang berbeda,
-dapat diberikan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak
-Pengelolaan.
-(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Tanah pada
-ruang atas Tanah dan/atau ruang di bawah Tanah
+(4) Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada ruang atas
+dan/atau bawah tanah oleh pemegang hak yang berbeda,
+dapat diberikan hak guna bangunan, hak pakai, atau hak
+pengelolaan.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan tanah pada
+ruang atas tanah dan/atau ruang di bawah tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
-ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden
-632
+ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
+Pasal 147
+Tanda bukti hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah
+susun, hak pengelolaan, dan hak tanggungan, termasuk akta
+peralihan hak atas tanah dan dokumen lainnya yang berkaitan
+dengan tanah dapat berbentuk elektronik.
BAB IX
KAWASAN EKONOMI
Bagian Kesatu
Umum
-Pasal 140
-Untuk menciptakan pekerjaan dan mempermudah pelaku usaha
+Pasal 148
+Untuk menciptakan pekerjaan dan mempermudah Pelaku Usaha
dalam melakukan investasi, Undang-Undang ini mengubah,
menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa
ketentuan yang diatur dalam:
@@ -20881,30 +22575,29 @@ tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
+548
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4775); dan
c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan
-Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
-633
+Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4054).
-Pasal 141
-Kawasan Ekonomi terdiri dari:
+Pasal 149
+Kawasan Ekonomi terdiri atas:
a. Kawasan Ekonomi Khusus; dan
b. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Bagian Kedua
Kawasan Ekonomi Khusus
-Pasal 142
+Pasal 150
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066) diubah:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 5, angka 6, dan angka 7 diubah
-dan disisipkan 1 (satu) angka baru yakni angka 8 sehingga
-Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
+sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut
@@ -20915,8 +22608,7 @@ perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
2. Zona adalah area di dalam KEK dengan batas tertentu
yang pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya.
3. Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat
-nasional untuk menyelenggarakan KEK.
-634
+nasional untuk menyelenggarakan KEK.
4. Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk di tingkat
provinsi, atau lebih dari satu provinsi, untuk membantu
Dewan Nasional dalam penyelenggaraan KEK.
@@ -20925,33 +22617,37 @@ menyelenggarakan Perizinan Berusaha, perizinan
lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK.
6. Badan Usaha adalah badan usaha yang
menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
-7. Pelaku Usaha adalah pelaku usaha yang menjalankan
+7. Pelaku Usaha adalah Pelaku Usaha yang menjalankan
kegiatan usaha di KEK.
-8. Penyelenggara KEK adalah Pemerintah, Pemerintah
-Daerah, atau Badan Usaha yang membangun dan/atau
-mengelola KEK.
+549
2. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 3
(1) Kegiatan usaha di KEK terdiri atas:
-a. Produksi dan pengolahan;
-b. Logistik dan distribusi;
+a. produksi dan pengolahan;
+b. logistik dan distribusi;
c. pengembangan teknologi;
d. pariwisata;
e. pendidikan;
f. kesehatan;
g. energi; dan/atau
h. ekonomi lain.
-(2) Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada
+(2) Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf e hanya dapat dilakukan
+berdasarkan persetujuan yang diberikan oleh
+Pemerintah Pusat.
+(3) Pelaksanaan kegiatan usaha kesehatan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1) huruf f sesuai dengan
+persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+(4) Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h ditetapkan oleh Dewan Nasional.
-(3) Pelaksanaan Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) sesuai dengan zonasi di KEK.
-(4) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan
+(5) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan
perumahan bagi pekerja.
-(5) Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha
-mikro, kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai
-635
-Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan
+(6) Pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) sesuai dengan zonasi di KEK.
+(7) Di dalam KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro,
+kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai Pelaku
+Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan
perusahaan yang berada di dalam KEK.
3. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -20961,8 +22657,9 @@ kriteria:
a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak
berpotensi mengganggu kawasan lindung;
b. mempunyai batas yang jelas; dan
-c. lahan yang diusulkan menjadi KEK telah dikuasai
-sebagian atau seluruhnya.
+c. lahan yang diusulkan menjadi KEK paling sedikit 50%
+(lima puluh persen) dari yang direncanakan telah
+dikuasai sebagian atau seluruhnya.
4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
@@ -20970,21 +22667,21 @@ Pasal 5
oleh:
a. Badan Usaha; atau
b. Pemerintah Daerah.
+550
(2) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
-a. Badan Usaha Milik Negara;
-b. Badan Usaha Milik Daerah;
+a. badan usaha milik negara;
+b. badan usaha milik daerah;
c. koperasi;
d. badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas;
atau
e. badan usaha patungan atau konsorsium.
(3) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri atas:
-a. pemerintah provinsi; atau
-b. pemerintah kabupaten/kota.
+a. Pemerintah Daerah provinsi; atau
+b. Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
5. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-636
Pasal 6
(1) Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
@@ -21000,14 +22697,14 @@ c. rencana dan sumber pembiayaan;
d. persetujuan Lingkungan;
e. hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
f. jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis; dan
-g. penguasaan lahan atas sebagian atau seluruh dari
-lahan usulan KEK.
+g. penguasaan lahan yang dikuasai paling sedikit 50%
+(lima puluh persen) dari yang direncanakan.
6. Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
-Pasal 8A yang berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 8A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8A
-Pemerintah Daerah wajib mendukung KEK yang telah
-ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal
-8.
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mendukung
+KEK yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 7 dan Pasal 8.
7. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 10
@@ -21017,8 +22714,8 @@ sebagai pembangun dan pengelola KEK;
b. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagai
pengusul menetapkan Badan Usaha untuk
membangun dan mengelola KEK.
+551
8. Ketentuan Pasal 11 dihapus.
-637
9. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 13
@@ -21045,13 +22742,13 @@ lembaga pemerintah nonkementerian.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
(3) Ketentuan mengenai Dewan Nasional dan Sekretariat
-Jenderal Dewan Nasional diatur dengan Peraturan
+Jenderal Dewan Nasional sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
11. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 17
Dewan Nasional bertugas:
-638
a. menetapkan strategi dan kebijakan umum
pembentukan dan pengembangan KEK;
b. membentuk Administrator;
@@ -21062,6 +22759,7 @@ e. memberikan rekomendasi pembentukan KEK;
f. mengkaji dan merekomendasikan langkah
pengembangan di wilayah yang potensinya belum
berkembang;
+552
g. menyelesaikan permasalahan strategis dalam
pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan KEK;
dan
@@ -21072,11 +22770,13 @@ pencabutan status KEK.
12. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
-(1) Dewan Kawasan dapat dibentuk pada provinsi yang
-sebagian wilayahnya ditetapkan sebagai KEK sesuai
-kebutuhan.
+(1) Dewan Kawasan dapat dibentuk sesuai kebutuhan di
+tingkat provinsi yang sebagian wilayahnya ditetapkan
+sebagai KEK.
(2) Dalam hal suatu KEK wilayahnya mencakup lebih dari
-1 (satu) provinsi dapat dibentuk satu Dewan Kawasan.
+1 (satu) provinsi dapat dibentuk 1 (satu) Dewan
+Kawasan dengan melibatkan provinsi yang
+bersangkutan.
(3) Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diusulkan oleh Dewan Nasional kepada
Presiden untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
@@ -21085,7 +22785,6 @@ dan ayat (2) bertanggung jawab kepada Dewan
Nasional.
(5) Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Kawasan,
dibentuk Sekretariat Dewan Kawasan.
-639
13. Ketentuan Pasal 20 dihapus.
14. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
@@ -21094,7 +22793,8 @@ Dewan Kawasan bertugas:
a. melaksanakan strategi dan kebijakan umum yang telah
ditetapkan oleh Dewan Nasional dalam pembentukan
dan pengembangan KEK;
-b. mengawasi pelaksanaan tugas Administrator KEK;
+b. membantu Dewan Nasional dalam mengawasi
+pelaksanaan tugas Administrator KEK;
c. menetapkan langkah strategis penyelesaian
permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di
wilayah kerjanya;
@@ -21105,6 +22805,7 @@ permasalahan strategis kepada Dewan Nasional.
15. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 22
+553
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, Dewan Kawasan dapat:
a. meminta penjelasan Administrator KEK mengenai
@@ -21116,81 +22817,65 @@ dengan kebutuhan; dan/atau
c. melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai
dengan kebutuhan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
16. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-640
Pasal 23
-(1) Administrator bertugas untuk menyelenggarakan:
+(1) Administrator bertugas menyelenggarakan:
a. Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya yang
diperlukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha;
-b. pelayanan non perizinan yang diperlukan oleh
-Badan Usaha dan Pelaku Usaha; dan
-c. pengawasan dan pengendalian operasionalisasi
-KEK.
+b. pelayanan non perizinan yang diperlukan oleh Badan
+Usaha dan Pelaku Usaha; dan
+c. pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK.
(2) Pelaksanaan tugas Administrator sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
-(3) Dalam hal Administrator belum mampu
-menyelenggarakan perizinan dan/atau non perizinan,
-Administrator dibantu oleh pejabat atau petugas dari
-kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
-pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
-kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
+(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Administrator menyampaikan laporan
-kepada Dewan Nasional melalui Dewan Kawasan.
-(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-disampaikan juga kepada menteri, kepala lembaga
-pemerintah non kementerian, gubernur, dan/atau
-bupati/wali kota yang terkait sesuai dengan
-kewenangannya.
+kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada
+Dewan Kawasan.
17. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
Dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian
operasionalisasi KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-23 ayat (1) huruf c, Administrator berwenang untuk
-641
+23 ayat (1) huruf c, Administrator berwenang untuk
mendapatkan laporan atau penjelasan dari Badan Usaha
dan/atau Pelaku Usaha mengenai kegiatannya.
18. Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 3 (tiga) pasal
-yakni:
-a. Pasal 24A yang berbunyi sebagai berikut:
+yakni Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 24C sehingga
+berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
(1) Pelaksanaan tugas Administrator dilakukan sesuai
-dengan tata kelola pemerintahan dan asas-asas
-umum pemerintahan yang baik sesuai dengan
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
-(2) Administrator dapat dijabat oleh aparatur sipil
-negara atau non aparatur sipil negara yang memiliki
-kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang
-dipilih secara selektif sesuai dengan kriteria dan
-kualifikasi yang ditentukan oleh Dewan Nasional.
-b. Pasal 24B yang berbunyi sebagai berikut:
+dengan tata kelola pemerintahan dan asas-asas umum
+pemerintahan yang baik sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+554
+(2) Administrator dapat dijabat oleh aparatur sipil negara
+atau non aparatur sipil negara yang memiliki kompetensi,
+kualifikasi, dan persyaratan lain yang dipilih secara
+selektif sesuai dengan kriteria dan kualifikasi yang
+ditentukan oleh Dewan Nasional.
Pasal 24B
Ketentuan lebih lanjut mengenai Administrator
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan
Pasal 24A diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-c. Pasal 24C yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24C
(1) Administrator dapat menerapkan pola pengelolaan
keuangan Badan Layanan Umum.
-(2) Penerapan pola pengelolaan keuangan Badan
-Layanan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-19. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(2) Penerapan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
+Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
+dengan Peraturan Pemerintah.
+19. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
-(1) Dewan Nasional, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional;
-Dewan Kawasan, dan Administrator KEK memperoleh
-pembiayaan yang bersumber dari:
-642
+(1) Dewan Nasional, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional,
+Dewan Kawasan, Sekretariat Dewan Kawasan, dan
+Administrator KEK memperoleh pembiayaan yang
+bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
-b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
-dan/atau
+b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
c. sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber pembiayaan
@@ -21201,26 +22886,26 @@ berikut:
Pasal 26
(1) Badan Usaha yang melakukan pembangunan dan
pengelolaan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-10, bertugas:
+10 huruf a, bertugas:
a. membangun dan mengembangkan sarana dan
prasarana di dalam KEK;
b. menyelenggarakan pengelolaan pelayanan sarana
-dan prasarana kepada pelaku usaha; dan
+dan prasarana kepada Pelaku Usaha; dan
c. menyelenggarakan promosi.
(2) Penyelenggaraan promosi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, dapat dilakukan secara terpadu
dengan promosi yang dilaksanakan oleh
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian
dan/atau Pemerintah Daerah terkait.
+555
21. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
(1) Di dalam KEK berlaku ketentuan larangan impor dan
ekspor yang diatur berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-(2) Atas impor barang ke KEK belum diberlakukan
+(2) Terhadap impor barang ke KEK belum diberlakukan
ketentuan pembatasan.
-643
(3) Bagi barang yang membahayakan Kesehatan,
Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan (K3L) dapat
dikenai pembatasan apabila barang dimaksud bukan
@@ -21236,8 +22921,8 @@ dimaksud pada ayat (4).
22. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 30
-(1) Setiap wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di
-KEK diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.
+(1) Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK
+diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.
(2) Selain fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan tambahan
fasilitas Pajak Penghasilan sesuai dengan jenis kegiatan
@@ -21251,15 +22936,15 @@ Pemerintah.
berikut:
Pasal 32
(1) Impor barang ke KEK diberikan fasilitas berupa:
-a. pembebasan atau penangguhan bea masuk;
-644
+a. pembebasan atau penangguhan bea masuk;
b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut
merupakan bahan baku atau bahan penolong
produksi;
c. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah untuk barang kena pajak; dan
-d. tidak dipungut Pajak Penghasilan impor.
+d. tidak dipungut Pajak Penghasilan impor.
+556
(2) Penyerahan Barang Kena Pajak berwujud dari Tempat
Lain Dalam Daerah Pabean, Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan Tempat Penimbunan
@@ -21276,7 +22961,7 @@ Pajak tidak berwujud, dan Jasa Kena Pajak dari KEK ke
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dikenai Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah kecuali ditujukan
-ke Kawasan atau pihak yang mendapatkan fasilitas
+ke kawasan atau pihak yang mendapatkan fasilitas
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(5) Ketentuan mengenai kriteria dan rincian Barang Kena
@@ -21284,9 +22969,8 @@ Pajak berwujud, Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
-25. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 32A yang berbunyi sebagai berikut:
-645
+25. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal,
+yakni Pasal 32A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32A
(1) Impor barang konsumsi ke KEK yang kegiatan
utamanya bukan produksi dan pengolahan diberikan
@@ -21304,27 +22988,27 @@ dalam rangka impor.
tempat lain dalam daerah pabean, dilunasi bea masuk,
pajak dalam rangka impor, dan/atau cukai bagi Barang
Kena Cukai.
-26. Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 33A yang berbunyi sebagai berikut:
+26. Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal,
+yakni Pasal 33A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33A
+557
(1) Administrator dapat ditetapkan untuk melakukan
kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri berdasarkan
kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
(2) Pengawasan dan pelayanan atas perpindahan barang di
-dalam KEK, menggunakan teknologi informasi yang
-terhubung dengan kementerian yang
-menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
-keuangan.
+dalam KEK, dilakukan secara manual dan/atau
+menggunakan teknologi informasi yang terhubung
+dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan
+pemerintahan di bidang keuangan.
27. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
-646
-(1) Setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK
-diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan
-pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
+(1) Wajib pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan
+insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak
+daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan dan pengurangan Pajak Bumi dan
@@ -21343,17 +23027,9 @@ pemberian perpanjangan, dan/atau pembaharuannya.
dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan
setelah mendapat persetujuan dari Dewan Nasional.
-29. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 37A yang berbunyi sebagai berikut:
-Pasal 37A
-(1) Tanah dalam KEK dapat ditetapkan sebagai insentif
-kepada Pelaku Usaha.
-(2) Dewan Nasional dapat menetapkan acuan harga jual
-atau sewa tanah di KEK.
-30. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
+29. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 38
-647
(1) Di KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang
Perizinan Berusaha, perizinan lainnya, kegiatan usaha,
perindustrian, perdagangan, kepelabuhan, dan
@@ -21361,56 +23037,57 @@ keimigrasian bagi orang asing, serta diberikan fasilitas
keamanan.
(2) Ketentuan mengenai kemudahan dan keringanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
-31. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 38A yang berbunyi sebagai berikut:
+atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
+558
+30. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal,
+yakni Pasal 38A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38A
-Terhadap KEK yang menyelenggarakan kegiatan usaha yang
-terkait dengan perindustrian, penetapan KEK sekaligus
-sebagai penetapan kawasan industri sebagaimana dimaksud
-dalam Undang-Undang tentang perindustrian.
-32. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Penetapan KEK yang menyelenggarakan kegiatan usaha
+yang terkait dengan perindustrian sekaligus sebagai
+penetapan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam
+Undang-Undang yang mengatur mengenai Perindustrian.
+31. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 40
(1) Selain pemberian fasilitas dan kemudahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan
-Pasal 39, Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK dapat
-diberikan fasilitas dan kemudahan lain yang ditetapkan
-oleh Dewan Nasional.
+Pasal 39, Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK
+berdasarkan Undang-Undang ini, Pemerintah Pusat
+dapat memberikan fasilitas dan kemudahan lain.
(2) Ketentuan mengenai bentuk fasilitas dan kemudahan
-lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara
-pemberiannya diatur oleh instansi yang berwenang.
-33. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
+lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+32. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41
Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing yang
mempunyai jabatan sebagai direksi atau komisaris
-diberikan sekali dan berlaku selama TKA yang bersangkutan
-menjadi direksi atau komisaris.
-648
-34. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
+diberikan sekali dan berlaku selama tenaga kerja asing yang
+bersangkutan menjadi direksi atau komisaris.
+33. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43
-(1) Di KEK dapat dibentuk Lembaga Kerja Sama Tripartit
-Khusus oleh gubernur.
+(1) Dalam KEK dapat dibentuk Lembaga Kerja Sama
+Tripartit Khusus oleh gubernur.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Kerja Sama
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-35. Ketentuan Pasal 44 dihapus.
-36. Ketentuan Pasal 45 dihapus.
-37. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
+Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+34. Ketentuan Pasal 44 dihapus.
+35. Ketentuan Pasal 45 dihapus.
+36. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 47
Pada perusahaan yang telah terbentuk serikat
pekerja/serikat buruh dibuat perjanjian kerja bersama
antara serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha.
-38. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
+559
+37. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
-(1) Pada saat Undang-Undang ini berlaku, sebagian atau
-seluruh Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
-Bebas, yaitu Batam, Bintan, dan Karimun, yang
-dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 36
+(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, sebagian
+atau seluruh Kawasan Perdagangan Bebas dan
+Pelabuhan Bebas, yaitu Batam, Bintan, dan Karimun,
+yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
@@ -21420,8 +23097,7 @@ Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
-2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
-649
+2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
@@ -21454,21 +23130,23 @@ kemudahan KEK.
(6) Ketentuan mengenai pengusulan dan penetapan KEK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penerapan
ketentuan lalu lintas barang dan/atau pemberian
-650
+560
fasilitas dan kemudahan KEK sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Paragraf 1
Umum
-Pasal 143
+Pasal 151
(1) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b terdiri dari:
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b terdiri
+atas:
a. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
+dan
b. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Sabang.
(2) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam;
b. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
@@ -21478,13 +23156,11 @@ Karimun.
Paragraf 2
Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas
-Pasal 144
+Pasal 152
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
-Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-
-651
-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
+Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4053) sebagaimana diubah dengan Undang UndangUndang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007
@@ -21496,6 +23172,7 @@ Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775) diubah:
1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 6
+561
(1) Presiden menetapkan Dewan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas di daerah, yang
selanjutnya disebut Dewan Kawasan.
@@ -21513,8 +23190,7 @@ oleh Dewan Kawasan.
(3) Badan Pengusahaan bertanggung jawab kepada Dewan
Kawasan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan
-Pengusahaan dan, penetapan Kepala dan Anggota
-652
+Pengusahaan dan, penetapan Kepala dan Anggota
Badan Pengusahaan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai
@@ -21541,20 +23217,20 @@ hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Badan
Pengusahaan.
(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
-dapat memasukkan barang ke Kawasan Perdagangan
+dapat memasukkan barang ke Kawasan Perdagangan
+562
Bebas dan Pelabuhan Bebas yang berhubungan dengan
kegiatan usahanya.
(4) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk
-dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan
-653
+dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan
pembebasan bea masuk, pembebasan pajak
pertambahan nilai, dan pembebasan pajak penjualan
atas barang mewah.
-(5) Fasilitas sebagaimanan dimaksud ayat (4) termasuk
+(5) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk
juga pembebasan cukai sesuai dengan ketentuan
-perundang-undangan dibidang cukai.
+perundang-undangan di bidang cukai.
(6) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke
Daerah Pabean diberlakukan tata laksana kepabeanan
@@ -21571,7 +23247,7 @@ Badan Pengusahaan.
Paragraf 3
Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Sabang
-Pasal 145
+Pasal 153
Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang
@@ -21579,23 +23255,24 @@ Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4054)
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
-654
(1) Barang-barang yang terkena ketentuan larangan, dilarang
dimasukkan ke Kawasan Sabang.
(2) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan
Sabang hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah
mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan
Kawasan Sabang.
-(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya
+(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat memasukan barang ke Kawasan Sabang yang
berhubungan dengan kegiatan usahanya.
+563
(4) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan
Sabang melalui pelabuhan dan bandar Udara yang ditunjuk
dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan
pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan
nilai, dan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah.
-(5) Fasilitas sebagaimana dimaksud ayat (4) termasuk juga
-pembebasan cukai sesuai dengan ketentuan perundangundangan di bidang cukai.
+(5) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk
+juga pembebasan cukai sesuai dengan ketentuan
+perundang-undangan di bidang cukai.
(6) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan
Sabang ke Daerah Pabean diberlakukan tata laksana
kepabeanan di bidang impor dan ekspor dan ketentuan di
@@ -21605,140 +23282,134 @@ untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Sabang diberikan
pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan
pajak penjualan atas barang mewah.
(8) Jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas
-sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) ditetapkan oleh
-Badan Pengusahaan Kawasan Sabang.
+sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Badan
+Pengusahaan Kawasan Sabang.
BAB X
-INVESTASI PEMERINTAH PUSAT DAN KEMUDAHAN PROYEK
-STRATEGIS NASIONAL
-655
+INVESTASI PEMERINTAH PUSAT DAN KEMUDAHAN
+PROYEK STRATEGIS NASIONAL
Bagian Kesatu
Investasi Pemerintah Pusat
Paragraf 1
Umum
-Pasal 146
+Pasal 154
(1) Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 4 ayat (6) huruf a dilakukan dalam rangka
-meningkatkan investasi dan penguatan perekonomian
-untuk mendukung kebijakan strategis penciptaan kerja.
-(2) Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada
-ayat (1) dilakukan oleh:
-a. Pemerintah Pusat diwakili oleh Menteri Keuangan selaku
-Bendahara Umum Negara sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan terkait investasi
-Pemerintah Pusat;
-b. lembaga yang bersifat sui generis dan diberikan
-kewenangan khusus dalam rangka pengelolaan
-investasi, yang selanjutnya disebut Lembaga.
-(3) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan
+Pasal 4 huruf a dilakukan dalam rangka meningkatkan
+investasi dan penguatan perekonomian untuk mendukung
+kebijakan strategis penciptaan kerja.
+(2) Maksud dan tujuan investasi Pemerintah Pusat
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
+a. memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial,
+dan/atau manfaat lainnya yang ditetapkan
+sebelumnya;
+b. memberikan sumbangan bagi perkembangan
+perekonomian nasional pada umumnya dan
+penerimaan negara pada khususnya;
+c. memperoleh keuntungan; dan/atau
+d. menyelenggarakan kemanfaatan umum termasuk
+namun tidak terbatas pada penciptaan lapangan kerja.
+(3) Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada
+ayat (1) dilaksanakan oleh:
+564
+a. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai investasi
+Pemerintah Pusat; dan/atau
+b. lembaga yang diberikan kewenangan khusus (sui
+generis) dalam rangka pengelolaan investasi, yang
+selanjutnya disebut Lembaga.
+(4) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan
Lembaga dalam melaksanakan investasi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
+dimaksud pada ayat (3) berwenang untuk:
a. melakukan penempatan dana dalam bentuk instrumen
keuangan;
b. melakukan kegiatan pengelolaan aset;
-c. melakukan kerja sama dengan entitas dana perwalian
-(trust fund);
+c. melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk
+entitas dana perwalian (trust fund);
d. menentukan calon mitra investasi;
e. memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau
f. menatausahakan aset yang dimilikinya.
-Pasal 147
-656
-(1) Menteri Keuangan dalam melaksanakan investasi
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf a
-dapat menetapkan dan/atau menunjuk badan layanan
-umum, badan usaha milik negara, dan/atau badan hukum
-lainnya.
-(2) Menteri Keuangan untuk menampung dana investasi
-Pemerintah Pusat, membentuk Rekening Investasi
-Bendahara Umum Negara.
+Pasal 155
+(1) Dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 154 ayat (3) huruf a, Menteri Keuangan dapat
+menetapkan dan/atau menunjuk badan layanan umum,
+badan usaha milik negara, dan/atau badan hukum lainnya.
+(2) Menteri Keuangan membentuk Rekening Investasi
+Bendahara Umum Negara untuk menampung dana investasi
+Pemerintah Pusat.
(3) Dana yang ditampung dalam Rekening Investasi Bendahara
-Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
+Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
digunakan kembali secara langsung untuk mendapatkan
-manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
+manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat
+lainnya.
(4) Tata kelola investasi Pemerintah Pusat oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sepanjang tidak
diatur secara khusus berdasarkan Undang-Undang ini
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-Pasal 148
+Pasal 156
(1) Dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b, Pemerintah Pusat
-membentuk Lembaga untuk mengelola investasi Pemerintah
-Pusat.
+dalam Pasal 154 ayat (3) huruf b, Pemerintah Pusat
+membentuk Lembaga.
(2) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
-jawab kepada Presiden melalui Dewan Pengarah.
-Pasal 149
+jawab kepada Presiden.
+565
+Pasal 157
(1) Investasi Pemerintah Pusat yang dilakukan oleh Lembaga
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b
-657
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) huruf b
dapat bersumber dari aset negara, aset badan usaha milik
-negara, dan/atau sumber lainnya.
+negara, dan/atau sumber lain yang sah.
(2) Aset negara dan aset badan usaha milik negara yang
-dijadikan investasi Pemerintah Pusat oleh Lembaga
+dijadikan investasi Pemerintah Pusat pada Lembaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipindahtangankan
menjadi aset Lembaga yang selanjutnya menjadi milik dan
tanggung jawab Lembaga.
-(3) Pemindahtanganan aset sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-(4) Aset negara yang dipindahtangankan menjadi aset Lembaga
-sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dalam sengketa
+(3) Aset negara dan aset badan usaha milik negara yang
+dijadikan investasi Pemerintah Pusat pada Lembaga, dengan
+persetujuan Lembaga dapat dipindahtangankan secara
+langsung kepada perusahaan patungan yang dibentuk oleh
+Lembaga.
+(4) Pemindahtanganan aset sebagaimana dimaksud pada ayat
+(2) dan ayat (3) dilakukan dengan cara jual beli, dijadikan
+penyertaan modal, atau cara lain sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+(5) Aset negara yang dipindahtangankan menjadi aset Lembaga
+sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau menjadi aset
+perusahaan patungan yang dibentuk oleh Lembaga
+sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dalam sengketa
dan tidak terdapat kepemilikan atas hak istimewa pihak
manapun.
-(5) Aset badan usaha milik negara yang dipindahtangankan
+(6) Aset badan usaha milik negara yang dipindahtangankan
menjadi aset Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-tidak dalam sengketa, tidak sedang dilakukan sita pidana
-atau perdata, tidak terdapat kepemilikan atau hak istimewa
-pihak manapun atas aset dan/atau tidak sedang diikat
-sebagai jaminan hutang.
-(6) Ketentuan mengenai pemindahtanganan aset badan usaha
+atau menjadi aset perusahaan patungan yang dibentuk oleh
+Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dalam
+sengketa, tidak sedang dilakukan sita pidana atau perdata,
+dan tidak terdapat kepemilikan atas hak istimewa pihak
+manapun kecuali disepakati oleh pemilik hak.
+(7) Ketentuan mengenai pemindahtanganan aset badan usaha
milik negara kepada Lembaga sebagaimana dimaksud pada
-ayat (2) ditetapkan dalam RUPS untuk Persero atau
-ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
-pemerintahan di bidang badan usaha milik negara untuk
-Perum.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtanganan aset
+ayat (2) atau kepada perusahaan patungan yang dibentuk
+oleh Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
+untuk Perusahaan Perseroan (Persero) atau ditetapkan oleh
+menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
+bidang badan usaha milik negara untuk Perusahaan Umum
+(Perum).
+(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtanganan aset
negara kepada Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat
-(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 150
-(1) Untuk meningkatkan nilai atas aset Lembaga sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 149 ayat (2), Lembaga dapat
-658
-melakukan pengelolaan aset melalui kerja sama dengan
-pihak ketiga.
-(2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud
-pada ayat (1) dilakukan oleh Lembaga melalui:
-a. kuasa kelola;
-b. membentuk perusahaan patungan; atau
-c. bentuk kerja sama lainnya.
-(3) Dalam hal kerja sama dilakukan melalui pembentukan
-perusahaan patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-huruf b, aset Lembaga dapat dipindahtangankan untuk
-dijadikan modal kedalam perusahaan patungan yang
-dikelola dengan memperhatikan prinsip usaha yang sehat.
-(4) Pemindahtanganan aset sebagaimana dimaksud pada ayat
-(3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-(5) Lembaga dilarang memindahtangankan aset sebagaimana
-dimaksud pada ayat (4) yang dalam keadaan:
-a. sengketa;
-b. dilakukan sita, baik sita pidana maupun sita perdata;
-c. terdapat kepemilikan atau hak istimewa pihak manapun
-atas aset; dan/atau
-d. sedang dalam pengikatan sebagai jaminan hutang.
-(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan aset
-Lembaga diatur dengan peraturan Dewan Pengarah.
-Pasal 151
-(1) Modal Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146
-ayat (2) huruf b dapat berasal dari penyertaan modal negara
+(2) atau kepada perusahaan patungan yang dibentuk oleh
+Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
+Peraturan Pemerintah.
+566
+Pasal 158
+(1) Modal Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154
+ayat (3) huruf b berasal dari penyertaan modal negara
dan/atau sumber lainnya.
(2) Setiap perubahan penyertaan modal negara pada Lembaga,
baik berupa pengurangan maupun penambahan modal yang
berasal dari sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
-659
(3) Lembaga dapat melaksanakan investasi, baik secara
langsung maupun tidak langsung, melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga, atau melalui pembentukan entitas
@@ -21749,199 +23420,340 @@ melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), merupakan keuntungan atau kerugian Lembaga.
(5) Dalam hal Lembaga mengalami keuntungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), sebagian keuntungan ditetapkan
-sebagai surplus Lembaga yang merupakan laba bagian
-Pemerintah Pusat untuk disetorkan ke kas negara, setelah
-dilakukan pencadangan untuk menutup/menanggung risiko
-kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan
-akumulasi modal.
-(6) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-huruf a yang menjadi kekayaan Lembaga dicatat dalam
-Laporan Keuangan Pemerintah Pusat senilai penyertaan
-yang disetorkan ke Lembaga.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai bagian keuntungan yang
-ditetapkan sebagai surplus Lembaga diatur dengan
+sebagai laba bagian Pemerintah Pusat untuk disetorkan ke
+kas negara, setelah dilakukan pencadangan untuk
+menutup/menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi
+dan/atau melakukan akumulasi modal.
+(6) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
+ayat (2) yang menjadi kekayaan Lembaga dicatat dalam
+Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
+(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencadangan untuk
+menutup/menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi
+dan/atau melakukan akumulasi modal sebagaimana
+dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
-Pasal 152
-(1) Aset lembaga dapat berasal dari:
-a. penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam
-Pasal 151 ayat (1);
+Pasal 159
+(1) Untuk meningkatkan nilai aset, Lembaga dapat melakukan
+pengelolaan aset melalui kerja sama dengan pihak ketiga.
+(2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dilaksanakan oleh Lembaga melalui:
+a. kuasa kelola;
+b. pembentukan perusahaan patungan; dan/atau
+c. bentuk kerja sama lainnya.
+(3) Dalam hal kerja sama dilakukan melalui pembentukan
+perusahaan patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+huruf b, aset Lembaga dapat dipindahtangankan untuk
+dijadikan penyertaan modal dalam perusahaan patungan.
+(4) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
+dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
+(5) Aset yang dijadikan penyertaan modal sebagimana
+dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dalam keadaan:
+a. sengketa;
+567
+b. disita, baik sita pidana maupun sita perdata;
+c. terdapat kepemilikan atas hak istimewa pihak
+manapun, kecuali disepakati oleh pemilik hak;
+dan/atau
+d. sedang dalam pengikatan sebagai jaminan utang,
+kecuali disepakati oleh kreditur.
+(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan aset
+Lembaga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
+Pemerintah.
+Pasal 160
+(1) Aset Lembaga dapat berasal dari:
+a. penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+158 ayat (1);
b. hasil pengembangan usaha dan pengembangan aset
Lembaga;
-c. aset badan usaha milik negara;
+c. pemindahtanganan aset negara atau aset badan usaha
+milik negara;
d. hibah; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
-660
(2) Aset Lembaga dapat dijaminkan dalam rangka penarikan
pinjaman.
(3) Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan aset
Lembaga, kecuali atas aset yang telah dijaminkan dalam
rangka pinjaman.
-(4) Pengelolaan aset Lembaga sepenuhnya dilakukan oleh
-pengurus berdasarkan prinsip tata kelola yang baik dan
-akuntabel.
-Pasal 153
+(4) Pengelolaan aset Lembaga sepenuhnya dilakukan oleh organ
+Lembaga berdasarkan prinsip tata kelola yang baik,
+akuntabel, dan transparan.
+Pasal 161
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
Lembaga dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar pada
-Badan Pemeriksa Keuangan.
-Pasal 154
-(1) Pengurus dan pegawai Lembaga bukan merupakan
+Badan Pemeriksa Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan.
+Pasal 162
+(1) Organ dan pegawai Lembaga bukan merupakan
penyelengara negara, kecuali yang berasal dari pejabat
-negara atau ex-officio.
-(2) Pengurus Lembaga menetapkan sistem kepegawaian, sistem
+negara yang bersifat ex-officio.
+(2) Lembaga menetapkan sistem kepegawaian, sistem
penggajian, penghargaan, program pensiun dan tunjangan
hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai Lembaga.
-(3) Pengurus dan pegawai Lembaga tidak dapat dituntut, baik
-secara perdata maupun pidana, atas pelaksanaan tugas dan
-kewenangannya sepanjang pelaksanaan tugas dan
-kewenangannya dilakukan dengan itikad baik dan dalam
-melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip tata kelola
-yang baik, akuntabel, dan tidak menyalahgunakan
-kewenangan.
-(4) Lembaga tidak dapat dipailitkan kecuali dapat dibuktikan
+(3) Lembaga tidak dapat dipailitkan kecuali dapat dibuktikan
dalam kondisi insolven.
-Pasal 155
-661
-(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola Lembaga
-sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) diatur
-dengan Peraturan Pemerintah.
-(2) Sepanjang diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini,
-ketentuan peraturan perundang-undangan terkait yang
-mengatur pengelolaan keuangan negara/kekayaan negara/
-badan usaha milik negara tidak berlaku untuk Lembaga
-yang diatur berdasarkan Undang-Undang ini.
+Pasal 163
+Menteri Keuangan, pejabat Kementerian Keuangan, dan organ
+dan pegawai Lembaga, tidak dapat dimintakan
+pertanggungjawaban hukum atas kerugian investasi jika dapat
+membuktikan:
+568
+a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
+kelalaiannya;
+b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehatihatian sesuai dengan maksud dan tujuan investasi dan tata
+kelola;
+c. tidak memiliki benturan kepentingan baik langsung
+maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan investasi;
+dan
+d. tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah.
+Pasal 164
+(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola Lembaga diatur
+dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
+(2) Sepanjang diatur dalam Undang-Undang ini, ketentuan
+peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
+pengelolaan keuangan negara, kekayaan negara, dan/atau
+badan usaha milik negara tidak berlaku bagi Lembaga.
Paragraf 2
Lembaga Pengelola Investasi
-Pasal 156
-(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk Lembaga
+Pasal 165
+(1) Dalam rangka pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 154 ayat (3) huruf b, untuk pertama kali
+berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk Lembaga
Pengelola Investasi.
-(2) Pengurus Lembaga Pengelola Investasi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
-a. Dewan Pengarah; dan
-b. Dewan Komisioner
-Pasal 157
-(1) Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156
-ayat (2) huruf a terdiri atas:
+(2) Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi dimaksudkan
+untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai aset secara
+jangka panjang, dalam rangka mendukung pembangunan
+secara berkelanjutan.
+(3) Organ Lembaga Pengelola Investasi terdiri atas:
+a. Dewan Pengawas; dan
+b. Dewan Direktur.
+Pasal 166
+(1) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165
+ayat (3) huruf a terdiri atas:
a. Menteri Keuangan sebagai ketua merangkap anggota;
+b. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
+di bidang badan usaha milik negara sebagai anggota;
dan
-b. Menteri Badan Usaha Milik Negara sebagai anggota.
-(2) Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-memiliki kewenangan:
-a. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Dewan
-Komisioner kepada Presiden melalui Ketua Dewan
-Pengarah;
-b. menetapkan modal awal Lembaga Pengelola Investasi.
-662
-c. menyampaikan laporan pertanggungjawaban Dewan
-Pengarah dan Dewan Komisioner kepada Presiden;
-d. memberikan arahan dan menetapkan kebijakan bagi
-Lembaga Pengelola Investasi;
-e. menetapkan remunerasi Dewan Pengarah dan Dewan
-Komisioner;
-f. menetapkan rencana kerja dan anggaran tahunan
+c. 3 (tiga) orang yang berasal dari unsur profesional
+sebagai anggota.
+(2) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
+(3) Untuk memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur
+profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
+Presiden membentuk panitia seleksi.
+569
+(4) Panitia seleksi melakukan:
+a. pengumuman penerimaan dan pendaftaran calon;
+b. proses seleksi; dan
+c. penyampaian nama calon kepada Presiden.
+(5) Penyampaian nama calon kepada Presiden dilakukan
+dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
+pembentukan panitia seleksi.
+(6) Presiden menyampaikan nama calon untuk dikonsultasikan
+kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam
+jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
+sejak diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi.
+(7) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
+menyelenggarakan sesi konsultasi dengan Presiden paling
+lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
+daftar nama calon dari Presiden.
+(8) Presiden menetapkan dan mengangkat anggota Dewan
+Pengawas dari unsur profesional dalam jangka waktu paling
+lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak konsultasi
+sebagaimana dimaksud pada ayat (7) selesai dilaksanakan.
+(9) Dalam hal sesi konsultasi tidak terlaksana sesuai jangka
+waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat
+(7), Presiden menetapkan dan mengangkat anggota Dewan
+Pengawas dari unsur profesional dalam jangka waktu paling
+lama 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud
+pada ayat (8).
+(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi anggota Dewan
+Pengawas dari unsur profesional diatur dengan Peraturan
+Pemerintah.
+(11) Sesama anggota Dewan Pengawas dilarang saling memiliki
+hubungan keluarga sampai derajat kedua atau besan
+dengan sesama anggota Dewan Pengawas dan/atau dengan
+anggota Dewan Direktur.
+(12) Anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional diangkat
+untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat
+diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
+berikutnya.
+(13) Dalam rangka pengangkatan anggota Dewan Pengawas dari
+unsur profesional untuk pertama kali, Presiden menetapkan
+masa jabatan 3 (tiga) anggota Dewan Pengawas sebagai
+berikut:
+a. 1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 5 (lima)
+tahun;
+b. 1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 4
+(empat) tahun; dan
+c. 1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga)
+tahun.
+(14) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan
+Lembaga Pengelola Investasi oleh Dewan Direktur.
+570
+(15) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
+ayat (14) Dewan Pengawas berwenang:
+a. menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan
beserta indikator kinerja utama (key performance
-indicator);
-g. memberikan arahan dan/atau memutuskan hal yang
-bersifat strategis termasuk yang berkaitan dengan
-struktur modal dengan didukung data dan kajian yang
-memadai yang dikoordinasikan oleh Dewan Komisioner;
-h. memberhentikan sementara anggota Dewan Komisioner
-dan mengangkat pelaksana tugas sementara Dewan
-Komisioner;
-i. membentuk sekretariat dan komite; dan
-j. melakukan pengawasan atas pengelolaan yang
-dilakukan oleh Dewan Komisioner.
-Pasal 158
-(1) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156
-ayat (2) huruf b berjumlah paling sedikit 5 (lima) orang
-dengan komposisi:
-a. 3 (tiga) orang yang berasal dari unsur profesional dan
-salah satunya menjadi Ketua Dewan Komisioner;
-b. 1 (satu) orang pejabat ex-officio minimal setingkat eselon
-I Kementerian Keuangan yang ditunjuk Menteri
-Keuangan yang menjadi Wakil Ketua Dewan Komisioner;
-dan
-c. 1 (satu) orang pejabat ex-officio minimal setingkat eselon
-I Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk
-Menteri Badan Usaha Milik Negara.
-663
-(2) Penambahan jumlah anggota Dewan Komisioner dilakukan
-sesuai dengan kebutuhan Lembaga Pengelola Investasi.
-(3) Dewan Komisioner merupakan organ tunggal dalam
-melaksanakan pengelolaan dan pengurusan Lembaga
-Pengelola Investasi yang bersifat kolektif kolegial.
-(4) Dewan Komisioner memiliki tanggung jawab:
-a. merumuskan dan menetapkan kebijakan operasional,
-menetapkan remunerasi pegawai Lembaga Pengelola
-Investasi, dan melakukan pengawasan pengurusan
-dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang
-Lembaga Pengelola Investasi;
-b. melaksanakan kebijakan dan melakukan pengurusan
-dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang
-Lembaga Pengelola Investasi, serta mendukung
-kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan
-Pengarah sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan;
-c. menyusun struktur organisasi Lembaga Pengelola
-Investasi; dan
-d. bertindak untuk dan atas nama Lembaga Pengelola
-Investasi di dalam dan di luar pengadilan.
-(5) Modal awal Lembaga Pengelola Investasi ditetapkan
-berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-151 ayat (1), yang dapat bersumber dari:
-a. Penyertaan modal negara, antara lain berupa:
-1. dana segar;
-2. barang milik negara;
-3. piutang negara pada badan usaha milik negara atau
+indicator) yang diusulkan Dewan Direktur;
+b. melakukan evaluasi pencapaian indikator kinerja
+utama (key performance indicator);
+c. menerima dan mengevaluasi laporan
+pertanggungjawaban dari Dewan Direktur;
+d. menyampaikan laporan pertanggungjawaban Dewan
+Pengawas dan Dewan Direktur kepada Presiden;
+e. menetapkan dan mengangkat anggota Dewan
+Penasihat;
+f. mengangkat dan memberhentikan Dewan Direktur;
+g. menetapkan remunerasi Dewan Pengawas dan Dewan
+Direktur;
+h. mengusulkan peningkatan dan/atau pengurangan
+modal Lembaga kepada Presiden;
+i. menyetujui laporan keuangan tahunan Lembaga;
+j. memberhentikan sementara satu atau lebih anggota
+Dewan Direktur dan menunjuk pengganti sementara
+untuk Dewan Direktur; dan
+k. menyetujui penunjukan auditor Lembaga.
+(16) Untuk membantu Dewan Pengawas dalam melaksanakan
+tugas dan wewenangnya, Dewan Pengawas dapat
+membentuk komite.
+Pasal 167
+(1) Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165
+ayat (3) huruf b berjumlah 5 (lima) orang dari unsur
+profesional.
+(2) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas.
+(3) Sesama anggota Dewan Direktur dilarang saling memiliki
+hubungan keluarga sampai derajat kedua atau besan
+dengan sesama anggota Dewan Direktur dan/atau dengan
+anggota Dewan Pengawas.
+(4) Anggota Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 5
+(lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1
+(satu) kali masa jabatan berikutnya.
+(5) Dalam rangka pengangkatan anggota Dewan Direktur untuk
+pertama kali, Dewan Pengawas menetapkan masa jabatan 5
+(lima) anggota Dewan Direktur sebagai berikut:
+a. 2 (dua) anggota diangkat untuk masa jabatan 5 (lima)
+tahun;
+b. 2 (dua) anggota diangkat untuk masa jabatan 4 (empat)
+tahun; dan
+c. 1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga)
+tahun.
+571
+(6) Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+bertugas untuk menyelenggarakan pengurusan operasional
+Lembaga Pengelola Investasi.
+(7) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada
+ayat (6), Dewan Direktur berwenang:
+a. merumuskan dan menetapkan kebijakan lembaga;
+b. melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional
+lembaga;
+c. menyusun dan mengusulkan remunerasi Dewan
+Pengawas dan Dewan Direktur kepada Dewan
+Pengawas;
+d. menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan
+anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama (key
+performance indicator) kepada Dewan Pengawas;
+e. menyusun struktur organisasi lembaga dan
+menyelenggarakan manajemen kepegawaian termasuk
+pengangkatan, pemberhentian, sistem penggajian,
+remunerasi penghargaan, program pensiun dan
+tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi
+pegawai Lembaga Pengelola Investasi; dan
+f. mewakili Lembaga Pengelola Investasi di dalam dan di
+luar pengadilan.
+(8) Dewan Direktur dapat mendelegasikan tugas dan/atau
+wewenang pelaksanaan operasional Lembaga Pengelola
+Investasi kepada pegawai Lembaga Pengelola Investasi
+dan/atau pihak lain yang khusus ditunjuk untuk itu.
+(9) Pembidangan masing-masing anggota Dewan Direktur
+ditetapkan oleh Dewan Direktur.
+Pasal 168
+Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas dari
+unsur profesional dan anggota Dewan Direktur, calon anggota
+Dewan Pengawas dari unsur profesional dan calon anggota
+Dewan Direktur harus memenuhi persyaratan:
+a. warga negara Indonesia;
+b. mampu melakukan perbuatan hukum;
+c. sehat jasmani dan rohani;
+d. berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun, pada saat
+pengangkatan pertama;
+e. bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
+f. memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi,
+ekonomi, keuangan, perbankan, hukum, dan/atau
+organisasi perusahaan;
+g. tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak
+pidana kejahatan;
+h. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi
+pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan
+tersebut pailit; dan
+572
+i. tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di
+bidang investasi dan bidang lainnya berdasarkan peraturan
+perundang-undangan.
+Pasal 169
+(1) Dalam hal diperlukan, Lembaga Pengelola Investasi dapat
+membentuk Dewan Penasihat untuk memberikan saran dan
+bimbingan kepada Lembaga Pengelola Investasi dalam hal
+terkait investasi.
+(2) Anggota Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas.
+Pasal 170
+(1) Modal awal Lembaga Pengelola Investasi dapat berupa:
+a. dana tunai;
+b. barang milik negara;
+c. piutang negara pada badan usaha milik negara atau
perseroan terbatas; dan/atau
-4. saham milik negara pada badan usaha milik negara
-atau perseroan terbatas;
-b. sumber lainnya
-664
-(6) Pembinaan dan pengawasan Lembaga Pengelola Investasi
-dilaksanakan oleh Menteri Keuangan.
-(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Pengelola
+d. saham milik negara pada badan usaha milik negara
+atau perseroan terbatas.
+(2) Modal awal Lembaga Pengelola Investasi ditetapkan paling
+sedikit Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah)
+berupa dana tunai.
+(3) Dalam hal modal Lembaga Pengelola Investasi berkurang
+secara signifikan, Pemerintah dapat menambah kembali
+modal Lembaga Pengelola Investasi.
+(4) Penyertaan modal awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
+ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
+Pasal 171
+(1) Lembaga Pengelola Investasi yang dibentuk dengan undangundang ini hanya dapat dibubarkan dengan undangundang.
+(2) Pembinaan Lembaga Pengelola Investasi dilaksanakan oleh
+Menteri Keuangan.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Pengelola
Investasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-Pasal 159
-(1) Dalam hal diperlukan Pemerintah Pusat dapat membentuk
-Lembaga selain Lembaga Pengelola Investasi sebagaimana
-dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1).
-(2) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
-dengan Peraturan Pemerintah.
-Paragraf 3
-Pertanggungjawaban Pemerintah Pusat/Pengurus Lembaga
-Pasal 160
-Dalam hal terjadi penurunan nilai investasi dalam rangka
-pelaksanaan investasi Pemerintah Pusat, Pemerintah
-Pusat/pengurus Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
-156 ayat (2) tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
-investasi dan/atau kerugian negara apabila dapat membuktikan:
-a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
-kelalaiannya;
-b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehatihatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan
-tujuan Pemerintah Pusat/Lembaga;
-c. tidak mempunyai benturan kepentingan, baik langsung
-maupun tidak langsung, atas tindakan pengurusan yang
-mengakibatkan kerugian; dan
-d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
-berlanjutnya kerugian tersebut.
+Pasal 172
+(1) Lembaga Pengelola Investasi dapat melakukan transaksi
+baik langsung maupun tidak langsung dengan entitas yang
+dimilikinya.
+(2) Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan
+Lembaga Pengelola Investasi dan/atau entitas yang
+dimilikinya, termasuk transaksi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1), diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
+Pemerintah.
+573
Bagian Kedua
-665
Kemudahan Proyek Strategis Nasional
-Pasal 161
-(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bertanggung
+Pasal 173
+(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bertanggung
jawab dalam menyediakan lahan dan Perizinan Berusaha
bagi proyek strategis nasional dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan
Usaha Milik Daerah.
-(2) Dalam hal pengadaan lahan belum dapat dilaksanakan oleh
-Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, pengadaan
-lahan untuk proyek strategis nasional dapat dilakukan oleh
-badan usaha.
-(3) Pengadaan lahan untuk proyek strategis nasional
+(2) Dalam hal pengadaan tanah belum dapat dilaksanakan oleh
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
+kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria, pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional
+dapat dilakukan oleh badan usaha.
+(3) Pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan dengan mempertimbangkan prinsip
kemampuan keuangan negara dan kesinambungan fiskal.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan lahan dan
+(4) Dalam hal pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada
+ayat (2) dilakukan oleh badan usaha, mekanisme pengadaan
+tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan mengenai pengadaan tanah untuk
+kepentingan umum.
+(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan tanah dan
Perizinan Berusaha bagi proyek strategis nasional diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
@@ -21949,58 +23761,30 @@ PELAKSANAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN UNTUK
MENDUKUNG CIPTA KERJA
Bagian Kesatu
Umum
-Pasal 162
-(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
-pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
-Republik Indonesia Tahun 1945.
-(2) Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk
-666
-melaksanakan urusan pemerintahan yang berdasarkan
-Undang-Undang dilaksanakan oleh menteri atau kepala
-lembaga dan Pemerintah Daerah.
-(3) Pelaksanaan urusan oleh Presiden sebagaimana dimaksud
-pada ayat (2) bertujuan untuk:
-a. percepatan pelayanan;
-b. percepatan perizinan;
-c. pelaksanaan program strategis nasional dan kebijakan
-Pemerintah Pusat.
-(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan oleh
-Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
-Peraturan Pemerintah.
-Pasal 163
-(1) Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
-menjalankan undang-undang.
-(2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang diatur dengan
-Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Presiden.
-(3) Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembentukan
-peraturan pelaksanaan Undang-Undang kepada menteri,
-kepala lembaga, atau Pemerintah Daerah.
-Pasal 164
+Pasal 174
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, kewenangan menteri,
kepala lembaga, atau Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang untuk menjalankan atau membentuk
peraturan perundang-undangan harus dimaknai sebagai
pelaksanaan kewenangan Presiden.
Bagian Kedua
+574
Administrasi Pemerintahan
-Pasal 165
-667
+Pasal 175
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) diubah:
-1. Di antara Pasal Pasal 1 angka 19 dan Pasal 1 angka 20
-disisipkan 1 (satu) angka baru, yakni angka 19a yang
-berbunyi sebagai berikut:
+1. Di antara Pasal 1 angka 19 dan Pasal 1 angka 20 disisipkan
+1 (satu) angka baru, yakni angka 19a sehingga berbunyi:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam
pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan
dan/atau pejabat pemerintahan.
2. Fungsi Pemerintahan adalah fungsi dalam
-melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang meliputi
-fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan,
+melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang
+meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan,
pemberdayaan, dan pelindungan.
3. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur
yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di
@@ -22014,21 +23798,22 @@ dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara
negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau
tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
6. Kewenangan Pemerintahan yang selanjutnya disebut
-Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat
-Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk
-bertindak dalam ranah hukum publik.
-7. Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut
-Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan
-668
+Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau
+Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara
+lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
+7. Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga
+disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan
Administrasi Negara yang selanjutnya disebut
Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
8. Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya
disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat
-Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk
-melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan
-konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
+Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya
+untuk melakukan dan/atau tidak melakukan
+575
+perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan
+pemerintahan.
9. Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang
ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang
@@ -22040,56 +23825,58 @@ dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
dan/atau Pejabat Pemerintahan guna kelancaran
pelayanan Administrasi Pemerintahan di suatu instansi
pemerintahan yang membutuhkan.
-11. Keputusan Berbentuk Elektronis adalah Keputusan yang
-dibuat atau disampaikan dengan menggunakan atau
-memanfaatkan media elektronik.
+11. Keputusan Berbentuk Elektronis adalah Keputusan
+yang dibuat atau disampaikan dengan menggunakan
+atau memanfaatkan media elektronik.
12. Legalisasi adalah pernyataan Badan dan/atau Pejabat
-Pemerintahan mengenai keabsahan suatu Salinan surat
-atau dokumen Administrasi Pemerintahan yang
+Pemerintahan mengenai keabsahan suatu Salinan
+surat atau dokumen Administrasi Pemerintahan yang
dinyatakan sesuai dengan aslinya.
13. Sengketa Kewenangan adalah klaim penggunaan
Wewenang yang dilakukan oleh 2 (dua) Pejabat
-Pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang
-tindih atau tidak jelasnya Pejabat Pemerintahan yang
-berwenang menangani suatu urusan pemerintahan.
-669
+Pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh
+tumpang tindih atau tidak jelasnya Pejabat
+Pemerintahan yang berwenang menangani suatu
+urusan pemerintahan.
14. Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat
Pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk
menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam
penggunaan Wewenang sehingga dapat mempengaruhi
netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan
yang dibuat dan/atau dilakukannya.
-15. Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan hukum
-perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau
-Tindakan.
+15. Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan
+hukum perdata yang terkait dengan Keputusan
+dan/atau Tindakan.
16. Upaya Administratif adalah proses penyelesaian
-sengketa yang dilakukan dalam lingkungan Administrasi
-Pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
-dan/atau Tindakan yang merugikan.
+sengketa yang dilakukan dalam lingkungan
+Administrasi Pemerintahan sebagai akibat
+dikeluarkannya Keputusan dan/atau Tindakan yang
+merugikan.
17. Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang
selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang
digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi
-Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan
+Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan
+576
dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
18. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
19. Izin adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang
-berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan
-Warga Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
-19A. Standar adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang
-berwenang sebagai wujud persetujuan atas pernyataan
+berwenang sebagai wujud persetujuan atas
+permohonan Warga Masyarakat sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
+19a. Standar adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang
+berwenang atau Lembaga yang diakui oleh Pemerintah
+Pusat sebagai wujud persetujuan atas pernyataan
untuk pemenuhan seluruh persyaratan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
20. Konsesi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang
-berwenang sebagai wujud persetujuan dari kesepakatan
-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan selain
-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam
-670
-pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam
-dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
+berwenang sebagai wujud persetujuan dari
+kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
+dengan selain Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
+dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber
+daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan.
21. Dispensasi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan
yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas
permohonan Warga Masyarakat yang merupakan
@@ -22100,26 +23887,26 @@ dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau
Undang-Undang.
23. Delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan
-dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih
-rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat
-beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
+dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
+kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
+lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung
+gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
24. Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan
-dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih
-rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat
-tetap berada pada pemberi mandat.
+dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
+kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
+lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung
+gugat tetap berada pada pemberi mandat.
25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara.
2. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
+577
Pasal 24
Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus
memenuhi syarat:
a. sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud
-dalam Pasal 22 ayat (2);
-671
+dalam Pasal 22 ayat (2);
b. sesuai dengan AUPB;
c. berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
d. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
@@ -22131,15 +23918,16 @@ Pasal 38
Keputusan Berbentuk Elektronis.
(2) Keputusan Berbentuk Elektronis wajib dibuat atau
disampaikan terhadap Keputusan yang diproses oleh
-sistem elektronik yang ditetapan Pemerintah Pusat.
+sistem elektronik yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
(3) Keputusan Berbentuk Elektronis berkekuatan hukum
sama dengan Keputusan yang tertulis dan berlaku
sejak diterimanya Keputusan tersebut oleh pihak yang
bersangkutan.
-(4) Keputusan dalam bentuk tertulis tidak dibuat jika
-Keputusan dibuat dalam bentuk elektronis.
-4. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
-berikut:
+(4) Dalam hal keputusan dibuat dalam bentuk elektronis,
+maka tidak dibuat keputusan dalam bentuk tertulis.
+4. Bagian kelima diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Bagian Kelima
+Izin, Standar, Dispensasi, dan Konsesi
Pasal 39
(1) Pejabat Pemerintahan yang berwenang dapat
menerbitkan Izin, Standar, Dispensasi, dan/atau
@@ -22150,26 +23938,26 @@ berbentuk Izin apabila:
a. diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
b. kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan
-kegiatan yang memerlukan perhatian khusus
-672
+kegiatan yang memerlukan perhatian khusus
dan/atau memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
+578
(3) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Standar apabila:
-a. diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
+a. Persetujuan diterbitkan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
b. kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan
-kegiatan telah terstandardisasi.
+kegiatan telah yang terstandardisasi.
(4) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Dispensasi apabila:
-a. diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
+a. persetujuan diterbitkan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan
b. kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan
kegiatan pengecualian terhadap suatu larangan
atau perintah.
(5) Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berbentuk Konsesi apabila:
-a. diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
+a. persetujuan diterbitkan sebelum kegiatan
dilaksanakan;
b. persetujuan diperoleh berdasarkan kesepakatan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan
@@ -22185,25 +23973,26 @@ permohonan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan
peraturan perundangundangan.
(7) Standar berlaku sejak pemohon menyatakan komitmen
pemenuhan elemen standar.
-673
(8) Izin, Dispensasi, atau Konsesi tidak boleh
-menyebabkan kerugian negara
+menyebabkan kerugian negara.
5. Di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu) pasal
-yakni Pasal 39A yang berbunyi sebagai berikut:
+yakni 39A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39A
-(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib melakukan
-pengawasan atas pelaksanaan Izin, Standar, Dispensasi,
-dan/atau Konsesi.
-(2) Pengawasan terhadap Izin, Standar, Dispensasi,
-dan/atau Konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-dapat bekerjasama dengan atau dilakukan oleh profesi
-yang memiliki sertifikat keahlian sesuai bidang
-pengawasan.
+(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib
+melakukan pembinaan dan pengawasan atas
+pelaksanaan Izin, Standar, Dispensasi, dan/atau
+Konsesi.
+(2) Pembinaan dan Pengawasan terhadap Izin, Standar,
+Dispensasi, dan/atau Konsesi sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dapat dikerjasamakan dengan atau
+dilakukan oleh profesi yang memiliki sertifikat keahlian
+sesuai bidang pengawasan.
+579
(3) Ketentuan mengenai jenis, bentuk, dan mekanisme
-pengawasan atas Izin, Standar, Dispensasi, dan/atau
-Konsesi yang dapat dilakukan oleh profesi sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
-Presiden.
+pembinaan dan pengawasan atas Izin, Standar,
+Dispensasi, dan/atau Konsesi yang dapat dilakukan
+oleh profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
+dengan Peraturan Presiden.
6. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 53
@@ -22218,11 +24007,12 @@ Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima
secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan.
-674
(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem
elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem
elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik
-menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan.
+menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai
+Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat
+Pemerintahan yang berwenang.
(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
@@ -22234,11 +24024,12 @@ dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pemerintahan Daerah
-Pasal 166
+Pasal 176
Beberapa ketentuan dalam Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
-Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana diubah terakhir
+Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana diubah terakhir
+580
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
@@ -22250,9 +24041,8 @@ Pasal 16
(1) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
-675
-a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
-dalam rangka penyelenggaraan Urusan
+a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan
+kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
@@ -22267,7 +24057,7 @@ ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai aturan
pelaksanaan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan
-Daerah.
+Pemerintah Daerah.
(4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan peraturan
pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala
@@ -22282,29 +24072,38 @@ pada ayat (5) harus dikoordinasikan dengan
kementerian terkait.
(7) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
-paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan
-676
+paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan
pemerintah mengenai pelaksanaan urusan
pemerintahan konkuren diundangkan.
+581
2. Ketentuan Pasal 250 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 250
Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249
ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
-dan asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik.
+asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
+baik, asas materi muatan peraturan perundang-undangan,
+dan putusan pengadilan.
3. Ketentuan Pasal 251 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 251
(1) Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda
-Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota, yang
-bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan asas-asas
+Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota,
+dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan yang lebih tinggi, asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang
-baik dapat dibatalkan.
-(2) Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda
-Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan
-dinyatakan tidak berlaku dengan Peraturan Presiden.
+baik, asas materi muatan peraturan perundangundangan, dan putusan pengadilan.
+(2) Agar tidak bertentangan dengan bertentangan dengan
+ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
+tinggi, asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik, asas materi muatan peraturan
+perundang-undangan, dan putusan pengadilan,
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyusunan
+Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda
+Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota,
+melibatkan ahli dan/atau instansi vertikal di daerah
+yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
+bidang perundang-undangan.
4. Ketentuan Pasal 252 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 252
@@ -22314,11 +24113,11 @@ yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251
ayat (2), dikenai sanksi.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. sanksi administratif; dan/atau
-b. sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda.
-677
+b. sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dikenai kepada kepala Daerah dan anggota
-DPRD berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 3
+DPRD berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 3
+582
(tiga) bulan yang diatur dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah
@@ -22327,12 +24126,39 @@ Perda mengenai pajak daerah dan/atau retribusi
daerah yang telah dicabut oleh Presiden, dikenai sanksi
penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi
Daerah bersangkutan.
-5. Ketentuan Pasal 300 diubah sehingga berbunyi sebagai
+5. Ketentuan Pasal 260 diubah sehingga berbunyi sebagai
+berikut:
+Pasal 260
+(1) Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun
+rencana pembangunan daerah sebagai satu kesatuan
+dalam sistem perencanaan pembangunan nasional di
+segala bidang kehidupan yang berlandaskan pada riset
+dan inovasi nasional yang berpedoman pada nilai-nilai
+Pancasila.
+(2) Rencana pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dikoordinasikan, disinergikan, dan
+diharmonisasikan oleh Perangkat Daerah yang
+membidangi perencanaan pembangunan Daerah.
+6. Di antara Pasal 292 dan Pasal 293 disisipkan 1 (satu) Pasal
+yakni Pasal 292A sehingga berbunyi sebagai berikut:
+Pasal 292A
+(1) Dalam hal penyederhanaan perizinan dan pelaksanaan
+Perizinan Berusaha oleh Pemerintah Daerah
+sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
+menyebabkan berkurangnya pendapatan asli daerah
+yang mengakibatkan terganggunya pelayanan oleh
+pemerintah daerah, Pemerintah Pusat memberikan
+dukungan dan anggaran dalam rangka pelayanan
+pemerintah daerah tersebut.
+(2) Pemberian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
+(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+7. Ketentuan Pasal 300 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 300
(1) Daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber
dari Pemerintah Pusat, Daerah lain, lembaga keuangan
bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.
+583
(2) Kepala Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah
dan/atau Sukuk Daerah untuk membiayai
infrastruktur dan/atau investasi berupa kegiatan
@@ -22341,7 +24167,7 @@ Pemerintah Daerah setelah memperoleh pertimbangan
dari Menteri dan persetujuan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
keuangan.
-6. Ketentuan Pasal 349 diubah sehingga berbunyi sebagai
+8. Ketentuan Pasal 349 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 349
(1) Daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan
@@ -22349,13 +24175,12 @@ prosedur pelayanan publik untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan daya saing Daerah dan sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta kebijakan
Pemerintah Pusat.
-678
(2) Penyederhanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
-7. Ketentuan Pasal 350 diubah sehingga berbunyi sebagai
+9. Ketentuan Pasal 350 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 350
(1) Kepala daerah wajib memberikan pelayanan Perizinan
@@ -22378,10 +24203,10 @@ pada ayat (4) sesuai standar yang ditetapkan
Pemerintah Pusat.
(6) Kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
-(1) dan penggunaan sistem Perizinan Berusaha
+(1) dan penggunaan sistem Perizinan Berusaha
+584
terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud
-pada ayat (5) dikenai sanksi administratif.
-679
+pada ayat (5) dikenai sanksi administratif.
(7) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) berupa teguran tertulis kepada gubernur oleh
Menteri dan kepada bupati/wali kota oleh gubernur
@@ -22400,30 +24225,29 @@ mengawasi Perizinan Berusaha sektor mengambil
alih pemberian Perizinan Berusaha yang menjadi
kewenangan gubernur; atau
b. gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
-mengambil alih pemberian Perizinan Berusaha yang
-menjadi kewenangan bupati/wali kota.
+mengambil alih pemberian Perizinan Berusaha
+yang menjadi kewenangan bupati/wali kota.
(10) Pengambilalihan pemberian Perizinan Berusaha oleh
menteri atau kepala lembaga yang membina dan
mengawasi Perizinan Berusaha sektor sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) setelah berkoordinasi dengan
Menteri.
-8. Di antara Pasal 402 dan 403 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
-Pasal 402A yang berbunyi sebagai berikut:
+10. Di antara Pasal 402 dan 403 ditambahkan 1 (satu) pasal
+yakni Pasal 402A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 402A
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara
Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
-Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-
-680
-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
+Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
-Pemerintahan Daerah, harus di baca dan dimaknai sesuai
+Pemerintahan Daerah, harus dibaca dan dimaknai sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
tentang Cipta Kerja.
+585
BAB XII
-PENGENAAN SANKSI
-Pasal 167
+PENGAWASAN DAN PEMBINAAN
+Pasal 177
(1) Pemerintah Pusat berkewajiban melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap setiap pelaksanaan Perizinan Berusaha
yang dilakukan oleh pemegang Perizinan Berusaha.
@@ -22446,8 +24270,7 @@ administratif kepada pemilik Perizinan Berusaha.
dapat berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan berusaha;
-c. pengenaan denda administratif;
-681
+c. pengenaan denda administratif;
d. pengenaan daya paksa polisional;
e. pencabutan Lisensi/Sertifikasi/Persetujuan; dan/atau
f. pencabutan Perizinan Berusaha.
@@ -22461,14 +24284,15 @@ perundang-undangan.
lainnya dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
-Pasal 168
+586
+Pasal 178
Setiap pemilik Perizinan Berusaha yang dalam melaksanakan
kegiatan/usahanya menimbulkan dampak kerusakan pada
lingkungan hidup, selain dikenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), pemilik
Perizinan Berusaha wajib memulihkan kerusakan lingkungan
akibat dari kegiatan/usahanya.
-Pasal 169
+Pasal 179
(1) Pemerintah Pusat berkewajiban melakukan pengawasan
terhadap Aparatur Sipil Negara dan/atau profesi bersertifikat
yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab pengawasan
@@ -22478,7 +24302,6 @@ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak
melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan dan pembinaan
terhadap pelaksanaan Perizinan Berusaha, dikenai sanksi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
-682
(3) Kewenangan pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
@@ -22488,61 +24311,80 @@ pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
-Pasal 170
-(1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis
-cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
-berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat
-berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini
-dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang
-tidak diubah dalam Undang-Undang ini.
-(2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
-diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-(3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana
-dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat
-berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat
-Republik Indonesia.
-Pasal 171
+Pasal 180
(1) Hak, izin, atau konsesi atas tanah dan/atau kawasan yang
dengan sengaja tidak diusahakan atau ditelantarkan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diberikan,
dicabut dan dikembalikan kepada negara.
(2) Dalam pelaksanaan pengembalian kepada negara
-sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat
-683
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat
dapat menetapkan hak, izin, atau konsesi tersebut sebagai
aset Bank Tanah.
(3) Ketentuan lebih lanjut pencabutan hak, izin, atau konsesi
dan penetapannya sebagai aset Bank Tanah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
+587
+Pasal 181
+(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, setiap peraturan
+perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang
+berlaku dan bertentangan dengan ketentuan UndangUndang ini atau bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, atau bertentangan dengan
+putusan pengadilan harus dilakukan harmonisasi dan
+sinkronisasi yang dikoordinasikan oleh kementerian yang
+menyelenggarakan urusan di bidang hukum.
+(2) Dalam hal harmonisasi dan sinkronisasi yang berkaitan
+dengan peraturan daerah dan/atau peraturan kepala
+daerah, dilaksanakan oleh kementerian yang
+menyelenggarakan urusan di bidang hukum bersama
+dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan di
+bidang dalam negeri.
+(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai harmonisasi dan
+sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
+(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
+Pasal 182
+Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah, Pemerintah
+Pusat dapat berkonsultasi dengan:
+a. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan alat kelengkapan
+DPR yang menangani bidang legislasi; dan/atau
+b. Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah dan alat kelengkapan
+DPD yang menangani bidang legislasi.
+Pasal 183
+Pemerintah Pusat harus melaporkan pelaksanaan UndangUndang ini kepada:
+a. Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan yang
+menangani bidang legislasi; dan/atau
+b. Dewan Perwakilan Daerah melalui alat kelengkapan yang
+menangani bidang legislasi,
+paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
+berlaku.
+588
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
-Pasal 172
+Pasal 184
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
-a. Perizinan Berusaha yang sudah terbit masih tetap berlaku
-sampai dengan berakhirnya Perizinan Berusaha.
-b. Perizinan Berusaha di bidang Kehutanan yang sudah terbit
-dapat disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
-ini.
+a. Perizinan Berusaha atau izin sektor yang sudah terbit masih
+tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perizinan
+Berusaha.
+b. Perizinan Berusaha dan/atau izin sektor yang sudah terbit
+sebelum berlakunya Undang-Undang ini dapat berlaku
+sesuai dengan Undang-Undang ini.
c. Perizinan Berusaha yang sedang dalam proses permohonan
disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
-Pasal 173
+Pasal 185
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
-a. Peraturan Pemerintah yang mengatur norma, standar,
+a. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagai
+pelaksanaan Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling
+lama 3 (tiga) bulan;
+b. Peraturan Pemerintah yang mengatur norma, standar,
prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha wajib ditetapkan
-paling lama 1 (satu) bulan;
-b. Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah
+paling lama 3 (tiga) bulan; dan
+c. Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah
mengalami perubahan berdasarkan Undang-Undang
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling
-lama 1 (satu) bulan; dan
-684
-c. Ketentuan yang mengatur mengenai Penyidik Pegawai Negeri
-Sipil dalam Undang-Undang yang telah diubah dengan
-Undang-Undang ini, wajib mendasarkan dan menyesuaikan
-pengaturannya pada Undang-Undang ini.
-Pasal 174
+lama 3 (tiga) bulan.
+589
+Pasal 186
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
@@ -22554,14 +24396,15 @@ JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
-REPUBLIK INDONESIA,
+REPUBLIK INDONESIA
YASONNA H. LAOLY
-LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
-685
+LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR
+590
+RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
-NOMOR … TAHUN ….
+NOMOR… TAHUN...
TENTANG
CIPTA KERJA
I. UMUM
@@ -22580,16 +24423,15 @@ Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak pada prinsipnya merupakan salah satu aspek penting
dalam pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
-Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
-menciptakan dan memperluas lapangan kerja dalam rangka
-penurunan jumlah pengangguran dan menampung pekerja
-baru serta mendorong pengembangan Usaha Mikro, Kecil,
-dan Menengah serta koperasi dengan tujuan untuk
+Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya
+untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja dalam
+rangka penurunan jumlah pengangguran dan menampung
+pekerja baru serta mendorong pengembangan Usaha Mikro,
+Kecil, dan Menengah serta koperasi dengan tujuan untuk
meningkatkan perekonomian nasional yang akan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meski tingkat
pengangguran terbuka terus turun, Indonesia masih
-membutuhkan penciptaan kerja yang berkualitas karena:
-686
+membutuhkan penciptaan kerja yang berkualitas karena:
a. jumlah angkatan kerja yang bekerja tidak penuh atau
tidak bekerja masih cukup tinggi yaitu sebesar 45,84
juta yang terdiri dari: 7,05 juta pengangguran, 8,14
@@ -22606,24 +24448,24 @@ buruh tidak tetap;
c. dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
produktivitas pekerja.
-Pemerintah telah berupaya untuk perluasan program
-jaminan dan bantuan sosial yang merupakan komitmen
-dalam rangka meningkatkan daya saing dan penguatan
-kualitas sumber daya manusia, serta untuk mempercepat
-penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
-Dengan demikian melalui dukungan jaminan dan bantuan
-sosial, total manfaat tidak hanya diterima oleh pekerja,
-namun juga dirasakan oleh keluarga pekerja.
-Terhadap hal tersebut Pemerintah perlu mengambil
-kebijakan startegis untuk menciptakan dan memperluas
-kerja melalui peningkatan investasi, mendorong
-pengembangan dan peningkatan kualitas Usaha Mikro,
-Kecil, dan Menengah dan koperasi. Untuk dapat
+591
+Pemerintah Pusat telah berupaya untuk perluasan
+program jaminan dan bantuan sosial yang merupakan
+komitmen dalam rangka meningkatkan daya saing dan
+penguatan kualitas sumber daya manusia, serta untuk
+mempercepat penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan
+pendapatan. Dengan demikian melalui dukungan jaminan
+dan bantuan sosial, total manfaat tidak hanya diterima oleh
+pekerja, namun juga dirasakan oleh keluarga pekerja.
+Terhadap hal tersebut Pemerintah Pusat perlu
+mengambil kebijakan strategis untuk menciptakan dan
+memperluas kerja melalui peningkatan investasi, mendorong
+pengembangan dan peningkatan kualitas Koperasi dan
+Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Untuk dapat
meningkatkan penciptaan dan perluasan kerja, diperlukan
pertumbuhan ekonomi stabil dan konsisten naik setiap
tahunnya. Namun upaya tersebut dihadapkan dengan
-kondisi saat ini, tarutama yang menyangkut:
-687
+kondisi saat ini, terutama yang menyangkut:
a. Kondisi Global (Eksternal)
Berupa ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global
dan dinamika geopolitik berbagai belahan dunia serta
@@ -22637,26 +24479,26 @@ triliun pada Tahun 2019;
c. Permasalahan Ekonomi dan Bisnis
Adanya tumpang tindih regulasi, efektivitas investasi
yang rendah, tingkat pengangguran, angkatan kerja
-baru, dan jumlah pekerja informal, jumlah UMKM yang
-besar namun dengan Produktivitas rendah.
+baru, dan jumlah pekerja informal, jumlah UMK-M
+yang besar namun dengan Produktivitas rendah.
Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan
kemudahan dalam berusaha, termasuk untuk UMK-M dan
koperasi. Saat ini terjadi kompleksitas dan obesitas regulasi,
dimana saat ini terdapat 4.451 peraturan Pemerintah Pusat
-an 15.965 peraturan Pemerintah Daerah. Regulasi dan
+dan 15.965 peraturan Pemerintah Daerah. Regulasi dan
institusi menjadi hambatan paling utama disamping
hambatan terhadap fiskal, infrastruktur dan sumber daya
manusia. Regulasi tidak mendukung penciptaan dan
pengembangan usaha bahkan cenderung membatasi.
-Dengan kondisi yang ada pasa saat ini, pendapatan
+Dengan kondisi yang ada pada saat ini, pendapatan
perkapita baru sebesar Rp4,6 juta per bulan. Dengan
memperhitungkan potensi perekonomian dan sumber daya
-manusia kedepan, maka Indonesia akan dapat masuk ke
+manusia ke depan, maka Indonesia akan dapat masuk ke
dalam 5 besar ekonomi dunia pada Tahun 2045 dengan
produk domestik brutto sebesar $7 triliun dolar Amerika
Serikat dengan pendapatan perkapita sebesar Rp27 juta per
bulan.
-688
+592
Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah
strategis Cipta Kerja yang memerlukan keterlibatan semua
pihak yang terkait, dan terhadap hal tersebut perlu
@@ -22668,12 +24510,12 @@ Cipta Kerja mencakup yang terkait dengan:
a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan
berusaha;
b. peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja;
-c. kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMK-M
-serta perkoperasian; dan
+c. kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan
+Koperasi dan UMK-M; dan
d. peningkatan investasi pemerintah dan percepatan
proyek strategis nasional.
Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
-Pengaturan terkait dengan peningkatan ekosistem investasi
+pengaturan terkait dengan peningkatan ekosistem investasi
dan kegiatan berusaha paling sedikit memuat pengaturan
mengenai: penyederhanaan Perizinan Berusaha, persyaratan
investasi, kemudahan berusaha, riset dan inovasi,
@@ -22688,12 +24530,11 @@ usaha. Penerapan pendekatan berbasis risiko memerlukan
perubahan pola pikir (change management) dan penyesuaian
tata kerja penyelenggaraan layanan Perizinan Berusaha
(business process re-engineering) serta memerlukan
-pengaturan (re-design) proses bisnis Perizinan Berusaha di
-689
+pengaturan (re-design) proses bisnis Perizinan Berusaha di
dalam sistem perizinan secara elektronik. Melalui penerapan
konsep ini, pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha
dapat lebih efektif dan sederhana karena tidak seluruh
-kegiatan usaha wajib memiliki Izin, disamping itu melalui
+kegiatan usaha wajib memiliki Izin, di samping itu melalui
penerapan konsep ini kegiatan pengawasan menjadi lebih
terstruktur baik dari periode maupun substansi yang harus
dilakukan pengawasan.
@@ -22705,28 +24546,28 @@ perjanjian waktu kerja tertentu, perlindungan hubungan
kerja atas pekerjaan yang didasarkan alih daya,
perlindungan kebutuhan layak kerja melalui upah
minimum, perlindungan pekerja yang mengalami
-pemutusan hubungan kerja, dan kemudahan perizinan bagi
-tenaga kerja asing yang memiliki kahlian tertentu yang
+pemutusan hubungan kerja, dan kemudahan perizinan bagi
+593
+tenaga kerja asing yang memiliki keahlian tertentu yang
masih diperlukan untuk proses produksi barang atau jasa.
Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
pengaturan terkait dengan kemudahan, pemberdayaan, dan
perlindungan UMK-M paling sedikit memuat pengaturan
-mengenai: kriteria UMK-M,basis data tunggal UMK-M,
-pengelolaan terpadu UMK-M, kemudahan Perizinan
-Berusaha UMK-M, kemitraan, insentif, dan pembiayaan
-UMK-M, dan kemudahan pendirian, rapat anggota, dan
-kegiatan usaha koperasi.
+mengenai: kemudahan pendirian, rapat anggota, dan
+kegiatan usaha koperasi, dan kriteria UMK-M, basis data
+tunggal UMK-M, pengelolaan terpadu UMK-M, kemudahan
+Perizinan Berusaha UMK-M, kemitraan, insentif, dan
+pembiayaan UMK-M.
Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
pengaturan terkait dengan peningkatan investasi
pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional paling
sedikit memuat pengaturan mengenai: pelaksanaan
investasi Pemerintah Pusat melalui pembentukan lembaga
pengelola investasi dan penyedian lahan dan perizinan
-untuk percepatan proyek strategis nasional.
-690
-Dalam rangka mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja
-tersebut diperlukan pengaturan mengenai penataan
-administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.
+untuk percepatan proyek strategis nasional. Dalam rangka
+mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja tersebut
+diperlukan pengaturan mengenai penataan administrasi
+pemerintahan dan pengenaan sanksi.
Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan startegis
penciptan kerja beserta pengaturannya, diperlukan
perubahan dan penyempurnaan berbagai Undang-Undang
@@ -22734,51 +24575,43 @@ terkait. Perubahan Undang-Undang tersebut tidak dapat
dilakukan melalui cara konvensional dengan cara mengubah
satu persatu Undang-Undang seperti yang selama ini
dilakukan, cara demikian tentu sangat tidak efektif dan
-efisien serta membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena
-itu, perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang
-tersebut harus dilakukan melalui teknik legislasi omnibus
-law. Undang-Undang yang disusun melalui teknis legislasi
-omnibus akan dapat mencerminkan sebuah integrasi
-Undang-Undang, dimana tujuan akhirnya adalah untuk
-mengefektifkan penerapan Undang-Undang tersebut.
-Pembentukan Undang-Undang tentang Cipta Kerja melalui
-teknik omnibus law diyakini dapat mengatasi berbagai
-persoalan hukum sebagaimana diuraikan di atas.
-Ruang lingkup Undang-Undang tentang Cipta Kerja
-meliputi:
+efisien serta membutuhkan waktu yang lama.
+Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi:
a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan
berusaha;
b. ketenagakerjaan;
-c. kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, UMK-M
-serta perkoperasian;
+c. kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan
+koperasi dan UMK-M;
d. kemudahan berusaha;
e. dukungan riset dan inovasi;
-f. pengadaan lahan;
+f. pengadaan tanah;
g. kawasan ekonomi;
h. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek
strategis nasional;
-691
-i. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
-j. pengenaan sanksi.
-Ruang lingkup tersebut dijabarkan dalam norma pada
-batang tubuh Undang-Undang tentang Cipta Kerja.
+i.pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
+j.pengenaan sanksi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
-a. Yang dimaksud dengan “Pemerataan Hak” adalah
+Ayat (1)
+594
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan “pemerataan hak” adalah
bahwa penciptaan kerja untuk memenuhi hak
-warga Negara atas pekerjaan dan penghidupan yang
-layak bagi rakyat Indonesia dilakukan secara
+warga Negara atas pekerjaan dan penghidupan
+yang layak bagi rakyat Indonesia dilakukan secara
merata diseluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
-b. Yang dimaksud dengan “Kepastian Hukum” adalah
+Huruf b
+Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah
bahwa penciptaan kerja dilakukan sejalan dengan
penciptaan iklim usaha konsdusif yang dibentuk
melalui sistem hukum yang menjamin konsistensi
antara peraturan perundang-undangan dengan
pelaksanaannya.
-c. Yang dimaksud dengan “Kemudahan Berusaha”
+Huruf c
+Yang dimaksud dengan “kemudahan berusaha”
adalah bahwa penciptaan kerja yang didukung
dengan proses berusaha yang sederhana, mudah,
dan cepat akan mendorong peningkatan investasi,
@@ -22786,17 +24619,20 @@ pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah
untuk memperkuat perekonomian yang mampu
membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi
rakyat Indonesia.
-d. Yang dimaksud dengan “Kebersamaan” adalah
+Huruf d
+Yang dimaksud dengan “kebersamaan” adalah
bahwa penciptaan kerja dengan mendorong peran
-seluruh dunia usaha dan usaha mikro, kecil, dan
-692
-menengah termasuk koperasi secara bersama-sama
-dalam kegiatannya untuk kesejahteraan rakyat.
-e. Yang dimaksud dengan “Kemandirian” adalah
+seluruh dunia usaha dan usaha mikro, kecil, dan
+menengah termasuk koperasi secara bersamasama dalam kegiatannya untuk kesejahteraan
+rakyat.
+Huruf e
+Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah
bahwa pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan
menengah termasuk koperasi dilakukan dengan
tetap mendorong, menjaga, dan mengedepankan
potensi dirinya.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
@@ -22804,51 +24640,72 @@ Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
+595
Cukup jelas.
Pasal 7
-Cukup jelas.
-Pasal 8
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “Risiko” adalah potensi
-terjadinya bahaya terhadap kesehatan,
-keselamatan, lingkungan, pemanfaatan
-Sumber Daya Alam dan/atau bahaya lainnya
-yang ditimbulkan oleh suatu usaha dan/atau
-kegiatan.
-Yang dimaksud dengan “Perizinan Berusaha
-Berbasis Risiko” adalah pemberian Perizinan
-693
-Berusaha dan pelaksanaan pengawasan
-berdasarkan tingkat risiko usaha dan/atau
-kegiatan.
-Yang dimaksud dengan “tingkat risiko” adalah
-potensi terjadinya suatu bahaya terhadap
-kesehatan, keselamatan, lingkungan,
-pemanfaatan Sumber Daya Alam dan/atau
-bahaya lainnya yang masuk ke dalam kategori
-rendah, menengah, atau tinggi.
+Yang dimaksud dengan “Perizinan Berusaha Berbasis
+Risiko” adalah pemberian Perizinan Berusaha dan
+pelaksanaan pengawasan berdasarkan tingkat risiko
+usaha dan/atau kegiatan.
+Yang dimaksud dengan “tingkat risiko” adalah potensi
+terjadinya suatu bahaya terhadap kesehatan,
+keselamatan, lingkungan, pemanfaatan Sumber Daya
+Alam dan/atau bahaya lainnya yang masuk ke dalam
+kategori rendah, menengah, atau tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “pemanfaatan sumber
-daya” termasuk didalamnya penggunaan
-frekuensi radio.
+Huruf a
+Cukup jelas.
+Huruf b
+Cukup jelas.
+Huruf c
+Cukup jelas.
+Huruf d
+Yang dimaksud dengan “pemanfaatan dan
+pengelolaan sumber daya” termasuk didalamnya
+penggunaan frekuensi radio.
+Huruf e
+Yang dimaksud dengan “risiko volatilitas” yaitu
+risiko yang memiliki kecenderungan untuk mudah
+berubah.
Ayat (4)
-Yang dimaksud dengan “aspek lainnya”
-termasuk aspek keamanan atau pertahanan
-sesuai dengan kegiatan usaha.
+Yang dimaksud dengan “aspek lainnya” termasuk
+aspek keamanan atau pertahanan sesuai dengan
+kegiatan usaha.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
+Pasal 8
+Cukup jelas.
Pasal 9
+Ayat (1)
+Huruf a
+Contoh kegiatan usaha berisiko menengah rendah
+antara lain wisata agro dan jasa manajemen hotel.
+596
+Huruf b
+Contoh kegiatan usaha berisiko menengah tinggi
+antara lain industri mesin pendingin dan industri
+konstruksi berat siap pasang dari baja untuk
+bangunan.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
-694
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
@@ -22859,208 +24716,167 @@ Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
-Ayat (1)
-Cukup jelas.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Huruf a
-Cukup jelas.
-Huruf b
-Cukup jelas.
-Huruf c
Cukup jelas.
-Huruf d
-Cukup jelas.
-Huruf e
-Cukup jelas.
-Huruf f
-695
-Contohnya Rencana Zonasi Kawasan
-antarwilayah, dan Rencana Zonasi
-Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
Pasal 17
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-Pasal 18
-1. Pasal 1
-Cukup jelas.
-2. Pasal 5
+Angka 2
+Pasal 5
Ayat (1)
-Penataan ruang berdasarkan sistem
-wilayah merupakan pendekatan dalam
-penataan ruang yang mempunyai
-jangkauan pelayanan pada tingkat
-wilayah.
-Penataan ruang berdasarkan sistem
-internal perkotaan merupakan
-pendekatan dalam penataan ruang yang
-mempunyai jangkauan pelayanan di
-dalam kawasan perkotaan.
-Ayat (2)
-Penataan ruang berdasarkan fungsi
-utama kawasan merupakan komponen
-dalam penataan ruang baik yang
-dilakukan berdasarkan wilayah
-administratif, kegiatan kawasan,
-maupun nilai strategis kawasan. Yang
-termasuk dalam kawasan lindung
-adalah:
-696
-a. kawasan yang memberikan
-pelindungan kawasan bawahannya,
-antara lain, kawasan hutan lindung,
-kawasan bergambut, dan kawasan
-resapan air;
-b. kawasan perlindungan setempat,
-antara lain, sempadan pantai,
-sempadan sungai, kawasan sekitar
-danau/waduk, dan kawasan sekitar
-mata air;
-c. kawasan suaka alam dan cagar
-budaya, antara lain, kawasan suaka
-alam, kawasan suaka alam laut dan
-perairan lainnya, kawasan pantai
-berhutan bakau, taman nasional,
-taman hutan raya, taman wisata
-alam, cagar alam, suaka margasatwa,
-serta kawasan cagar budaya dan ilmu
+Penataan ruang berdasarkan sistem wilayah
+merupakan pendekatan dalam penataan ruang
+yang mempunyai jangkauan pelayanan pada
+tingkat wilayah.
+597
+Penataan ruang berdasarkan sistem internal
+perkotaan merupakan pendekatan dalam
+penataan ruang yang mempunyai jangkauan
+pelayanan di dalam kawasan perkotaan.
+Ayat (2)
+Penataan ruang berdasarkan fungsi utama
+kawasan merupakan komponen dalam
+penataan ruang baik yang dilakukan
+berdasarkan wilayah administratif, kegiatan
+kawasan, maupun nilai strategis kawasan.
+Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
+a. kawasan yang memberikan pelindungan
+kawasan bawahannya, antara lain, kawasan
+hutan lindung, kawasan bergambut, dan
+kawasan resapan air;
+b. kawasan perlindungan setempat, antara
+lain, sempadan pantai, sempadan sungai,
+kawasan sekitar danau/waduk, dan
+kawasan sekitar mata air;
+c. kawasan suaka alam dan cagar budaya,
+antara lain, kawasan suaka alam, kawasan
+suaka alam laut dan perairan lainnya,
+kawasan pantai berhutan bakau, taman
+nasional, taman hutan raya, taman wisata
+alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta
+kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan;
-d. kawasan rawan bencana alam, antara
-lain, kawasan rawan letusan gunung
-berapi, kawasan rawan gempa bumi,
-kawasan rawan tanah longsor,
-kawasan rawan gelombang pasang,
-dan kawasan rawan banjir; dan
-e. kawasan lindung lainnya, misalnya
-taman buru, cagar biosfer, kawasan
-perlindungan plasma nutfah,
-kawasan pengungsian satwa, dan
-terumbu karang.
-Yang termasuk dalam kawasan budi
-daya adalah kawasan peruntukan hutan
-produksi, kawasan peruntukan hutan
-697
-rakyat, kawasan peruntukan pertanian,
-kawasan peruntukan perikanan,
-kawasan peruntukan pertambangan,
-kawasan peruntukan permukiman,
-kawasan peruntukan industri, kawasan
-peruntukan pariwisata, kawasan tempat
-beribadah, kawasan pendidikan, dan
+d. kawasan rawan bencana alam, antara lain,
+kawasan rawan letusan gunung berapi,
+kawasan rawan gempa bumi, kawasan
+rawan tanah longsor, kawasan rawan
+gelombang pasang, dan kawasan rawan
+banjir; dan
+e. kawasan lindung lainnya, misalnya taman
+buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan
+plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa,
+dan terumbu karang.
+Yang termasuk dalam kawasan budi daya
+adalah kawasan peruntukan hutan produksi,
+kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan
+peruntukan pertanian, kawasan peruntukan
+perikanan, kawasan peruntukan
+pertambangan, kawasan peruntukan
+permukiman, kawasan peruntukan industri,
+kawasan peruntukan pariwisata, kawasan
+tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan
kawasan pertahanan keamanan.
Ayat (3)
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+598
Ayat (4)
-Kegiatan yang menjadi ciri kawasan
-perkotaan meliputi tempat permukiman
-perkotaan serta tempat pemusatan dan
-pendistribusian kegiatan bukan
-pertanian, seperti kegiatan pelayanan
-jasa pemerintahan, kegiatan pelayanan
-sosial, dan kegiatan ekonomi.
-Kegiatan yang menjadi ciri kawasan
-perdesaan meliputi tempat permukiman
-perdesaan, kegiatan pertanian, kegiatan
-terkait pengelolaan tumbuhan alami,
-kegiatan pengelolaan sumber daya alam,
-kegiatan pemerintahan, kegiatan
+Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perkotaan
+meliputi tempat permukiman perkotaan serta
+tempat pemusatan dan pendistribusian
+kegiatan bukan pertanian, seperti kegiatan
+pelayanan jasa pemerintahan, kegiatan
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
+Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perdesaan
+meliputi tempat permukiman perdesaan,
+kegiatan pertanian, kegiatan terkait
+pengelolaan tumbuhan alami, kegiatan
+pengelolaan sumber daya alam, kegiatan
+pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan
+kegiatan ekonomi.
Ayat (5)
-Kawasan strategis merupakan kawasan
-yang di dalamnya berlangsung kegiatan
-yang mempunyai pengaruh besar
-terhadap:
-a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
-698
-b. kegiatan lain di bidang yang sejenis
-dan kegiatan di bidang lainnya;
-dan/atau
-c. peningkatan kesejahteraan
-masyarakat.
-Jenis kawasan strategis, antara lain,
-adalah kawasan strategis dari sudut
+Kawasan strategis merupakan kawasan yang di
+dalamnya berlangsung kegiatan yang
+mempunyai pengaruh besar terhadap:
+a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
+b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan
+kegiatan di bidang lainnya; dan/atau
+c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
+Jenis kawasan strategis, antara lain, adalah
+kawasan strategis dari sudut kepentingan
+pertahanan dan keamanan, pertumbuhan
+ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan
+sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi,
+serta fungsi dan daya dukung lingkungan
+hidup.
+Yang termasuk kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan,
-pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya,
-pendayagunaan sumber daya alam
-dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi
-dan daya dukung lingkungan hidup.
-Yang termasuk kawasan strategis dari
-sudut kepentingan pertahanan dan
-keamanan, antara lain, adalah kawasan
-perbatasan negara, termasuk pulau kecil
-terdepan, dan kawasan latihan militer.
-Yang termasuk kawasan strategis dari
-sudut kepentingan pertumbuhan
-ekonomi, antara lain, adalah kawasan
-metropolitan, kawasan ekonomi khusus,
-kawasan pengembangan ekonomi
-terpadu, kawasan tertinggal, serta
-kawasan perdagangan dan pelabuhan
-bebas.
-Yang termasuk kawasan strategis dari
-sudut kepentingan sosial dan budaya,
-antara lain, adalah kawasan adat
-tertentu, kawasan konservasi warisan
-budaya, termasuk warisan budaya yang
-diakui sebagai warisan dunia, seperti
-Kompleks Candi Borobudur dan
-Kompleks Candi Prambanan.
-699
-Yang termasuk kawasan strategis dari
-sudut kepentingan pendayagunaan
-sumber daya alam dan/atau teknologi
-tinggi, antara lain, adalah kawasan
-pertambangan minyak dan gas bumi
-termasuk pertambangan minyak dan gas
-bumi lepas pantai, serta kawasan yang
+antara lain, adalah kawasan perbatasan
+negara, termasuk pulau kecil terdepan, dan
+kawasan latihan militer.
+Yang termasuk kawasan strategis dari sudut
+kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara
+lain, adalah kawasan metropolitan, kawasan
+ekonomi khusus, kawasan pengembangan
+ekonomi terpadu, kawasan tertinggal, serta
+kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.
+Yang termasuk kawasan strategis dari sudut
+kepentingan sosial dan budaya, antara lain,
+adalah kawasan adat tertentu, kawasan
+konservasi warisan budaya, termasuk warisan
+budaya yang diakui sebagai warisan dunia,
+seperti Kompleks Candi Borobudur dan
+Kompleks Candi Prambanan.
+Yang termasuk kawasan strategis dari sudut
+kepentingan pendayagunaan sumber daya
+599
+alam dan/atau teknologi tinggi, antara lain,
+adalah kawasan pertambangan minyak dan
+gas bumi termasuk pertambangan minyak dan
+gas bumi lepas pantai, serta kawasan yang
menjadi lokasi instalasi tenaga nuklir.
-Yang termasuk kawasan strategis dari
-sudut kepentingan fungsi dan daya
-dukung lingkungan hidup, antara lain,
-adalah kawasan pelindungan dan
-pelestarian lingkungan hidup, termasuk
-kawasan yang diakui sebagai warisan
-dunia seperti Taman Nasional Lorentz,
-Taman Nasional Ujung Kulon, dan
-Taman Nasional Komodo.
-Nilai strategis kawasan tingkat nasional
-diukur berdasarkan aspek eksternalitas,
-akuntabilitas, dan efisiensi penanganan
-kawasan.
-3. Pasal 6
+Yang termasuk kawasan strategis dari sudut
+kepentingan fungsi dan daya dukung
+lingkungan hidup, antara lain, adalah kawasan
+pelindungan dan pelestarian lingkungan hidup,
+termasuk kawasan yang diakui sebagai
+warisan dunia seperti Taman Nasional Lorentz,
+Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman
+Nasional Komodo.
+Nilai strategis kawasan tingkat nasional diukur
+berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas,
+dan efisiensi penanganan kawasan.
+Angka 3
+Pasal 6
Cukup jelas
-4. Pasal 8
+Angka 4
+Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
-Cukup jelas.
-700
+Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
-Kerja sama penataan ruang
-antarnegara melibatkan negara lain
-sehingga terdapat aspek hubungan
-antarnegara yang merupakan
-wewenang Pemerintah. Yang
-termasuk kerja sama penataan
-ruang antarnegara adalah kerja
-sama penataan ruang di kawasan
-perbatasan negara.
-Pemberian wewenang kepada
-Pemerintah dalam memfasilitasi
-kerja sama penataan ruang
-antarprovinsi dimaksudkan agar
-kerja sama penataan ruang
-memberikan manfaat yang optimal
-bagi seluruh provinsi yang bekerja
-sama.
-Ayat (2)
+Kerja sama penataan ruang antarnegara
+melibatkan negara lain sehingga terdapat
+aspek hubungan antarnegara yang
+merupakan wewenang Pemerintah. Yang
+termasuk kerja sama penataan ruang
+antarnegara adalah kerja sama penataan
+ruang di kawasan perbatasan negara.
+Pemberian wewenang kepada Pemerintah
+dalam memfasilitasi kerja sama penataan
+ruang antarprovinsi dimaksudkan agar
+kerja sama penataan ruang memberikan
+manfaat yang optimal bagi seluruh provinsi
+yang bekerja sama.
+Ayat (2)
+600
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
@@ -23068,74 +24884,73 @@ Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
-Penyebarluasan informasi
-dilakukan antara lain melalui
-media elektronik, media cetak, dan
-701
-media komunikasi lain, sebagai
-bentuk perwujudan asas
-keterbukaan dalam
+Penyebarluasan informasi dilakukan antara
+lain melalui media elektronik, media cetak,
+dan media komunikasi lain, sebagai bentuk
+perwujudan asas keterbukaan dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Huruf b
-Standar pelayanan minimal
-merupakan hak dan kewajiban
-penerima dan pemberi layanan yang
-disusun sebagai alat Pemerintah
-Pusat dan pemerintah daerah untuk
-menjamin akses dan mutu
-pelayanan dasar kepada masyarakat
-secara merata.
+Standar pelayanan minimal merupakan
+hak dan kewajiban penerima dan pemberi
+layanan yang disusun sebagai alat
+Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah
+untuk menjamin akses dan mutu
+pelayanan dasar kepada masyarakat secara
+merata.
Standar pelayanan minimal bidang
-penataan ruang disusun oleh
-Pemerintah Pusat dan diberlakukan
-untuk seluruh pemerintah daerah
-provinsi dan pemerintah daerah
-kabupaten/kota untuk menjamin
-mutu pelayanan dasar kepada
-masyarakat secara merata dalam
-rangka penyelenggaraan penataan
-ruang.
+penataan ruang disusun oleh Pemerintah
+Pusat dan diberlakukan untuk seluruh
+pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
+daerah kabupaten/kota untuk menjamin
+mutu pelayanan dasar kepada masyarakat
+secara merata dalam rangka
+penyelenggaraan penataan ruang.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-Ayat (7)
-Cukup jelas.
-5. Pasal 9
+Angka 5
+Pasal 9
+Ayat (1)
+Penyelenggaraan penataan ruang oleh
+Pemerintah Pusat mencakup antara lain
+pengaturan, pembinaan, pengawasan
+penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah
+dan lintas pemangku kepentingan yang dapat
+dilakukan dengan pendekatan partisipatif
+melalui komite atau forum.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-6. Pasal 10
-702
+Angka 6
+Pasal 10
Cukup jelas.
-7. Pasal 11
+Angka 7
+601
+Pasal 11
Cukup jelas.
-8. Pasal 14
+Angka 8
+Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
-Rencana rinci tata ruang
-merupakan penjabaran rencana
-umum tata ruang yang dapat
-berupa rencana tata ruang
-kawasan strategis yang penetapan
-kawasannya tercakup di dalam
-rencana tata ruang wilayah.
-Rencana rinci tata ruang
-merupakan operasionalisasi
-rencana umum tata ruang yang
-dalam pelaksanaannya tetap
-memperhatikan aspirasi
-masyarakat sehingga muatan
-rencana masih dapat
-disempurnakan dengan tetap
-mematuhi batasan yang telah
-diatur dalam rencana rinci dan
-peraturan zonasi.
-Ayat (2)
-Rencana umum tata ruang dibedakan
-menurut wilayah administrasi
-pemerintahan karena kewenangan
-mengatur pemanfaatan ruang dibagi
-703
-sesuai dengan pembagian administrasi
+Rencana rinci tata ruang merupakan
+penjabaran rencana umum tata ruang yang
+dapat berupa rencana tata ruang kawasan
+strategis yang penetapan kawasannya
+tercakup di dalam rencana tata ruang
+wilayah.
+Rencana rinci tata ruang merupakan
+operasionalisasi rencana umum tata ruang
+yang dalam pelaksanaannya tetap
+memperhatikan aspirasi masyarakat
+sehingga muatan rencana masih dapat
+disempurnakan dengan tetap mematuhi
+batasan yang telah diatur dalam rencana
+rinci dan peraturan zonasi.
+Ayat (2)
+Rencana umum tata ruang dibedakan menurut
+wilayah administrasi pemerintahan karena
+kewenangan mengatur pemanfaatan ruang
+dibagi sesuai dengan pembagian administrasi
pemerintahan.
Huruf a
Cukup jelas.
@@ -23143,152 +24958,131 @@ Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Secara administrasi pemerintahan,
-rencana tata ruang wilayah
-kabupaten dan rencana tata ruang
-wilayah kota memiliki kedudukan
-yang setara.
+rencana tata ruang wilayah kabupaten
+dan rencana tata ruang wilayah kota
+memiliki kedudukan yang setara.
Ayat (3)
Huruf a
-Rencana tata ruang
-pulau/kepulauan dan rencana tata
-ruang kawasan strategis nasional
-merupakan rencana rinci untuk
-Rencana Tata Ruang Wilayah
-Nasional.
+Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan
+rencana tata ruang kawasan strategis
+nasional merupakan rencana rinci untuk
+Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Huruf b
-RDTR kabupaten/kota merupakan
-rencana rinci untuk rencana tata
-ruang wilayah kabupaten/kota yang
-dilengkapi dengan peraturan zonasi
-kabupaten/kota.
+RDTR kabupaten/kota merupakan rencana
+rinci untuk rencana tata ruang wilayah
+kabupaten/kota yang dilengkapi dengan
+peraturan zonasi kabupaten/kota.
+602
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
-Huruf b
-704
-Efektivitas penerapan rencana
-tata ruang sangat dipengaruhi
-oleh tingkat ketelitian atau
-kedalaman pengaturan dan skala
-peta dalam rencana tata ruang.
-Perencanaan tata ruang yang
-mencakup wilayah yang luas pada
-umumnya memiliki tingkat
-ketelitian atau kedalaman
-pengaturan dan skala peta yang
-tidak rinci. Oleh karena itu,
-dalam penerapannya masih
-diperlukan perencanaan yang
-lebih rinci.
-Apabila perencanaan tata ruang
-yang mencakup wilayah yang
-luasnya memungkinkan
-pengaturan dan penyediaan peta
-dengan tingkat ketelitian tinggi,
-rencana rinci tidak diperlukan.
+Huruf b
+Efektivitas penerapan rencana tata ruang
+sangat dipengaruhi oleh tingkat ketelitian
+atau kedalaman pengaturan dan skala peta
+dalam rencana tata ruang. Perencanaan
+tata ruang yang mencakup wilayah yang
+luas pada umumnya memiliki tingkat
+ketelitian atau kedalaman pengaturan dan
+skala peta yang tidak rinci. Oleh karena itu,
+dalam penerapannya masih diperlukan
+perencanaan yang lebih rinci. Apabila
+perencanaan tata ruang yang mencakup
+wilayah yang luasnya memungkinkan
+pengaturan dan penyediaan peta dengan
+tingkat ketelitian tinggi, rencana rinci tidak
+diperlukan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-Ayat (7)
-Cukup jelas.
-9. Pasal 14A
+Angka 9
+Pasal 14A
Cukup jelas.
-10. Pasal 17
+Angka 10
+Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-705
-Dalam sistem wilayah, pusat
-permukiman adalah kawasan perkotaan
-yang merupakan pusat kegiatan sosial
-ekonomi masyarakat, baik pada kawasan
-perkotaan maupun pada kawasan
-perdesaan. Dalam sistem internal
-perkotaan, pusat permukiman adalah
-pusat pelayanan kegiatan perkotaan.
+Dalam sistem wilayah, pusat permukiman
+adalah kawasan perkotaan yang merupakan
+pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat, baik
+pada kawasan perkotaan maupun pada
+kawasan perdesaan. Dalam sistem internal
+perkotaan, pusat permukiman adalah pusat
+pelayanan kegiatan perkotaan.
Sistem jaringan prasarana, antara lain,
-mencakup sistem jaringan transportasi,
-sistem jaringan energi dan kelistrikan,
-sistem jaringan telekomunikasi, sistem
-persampahan dan sanitasi, serta sistem
-jaringan sumber daya air.
+mencakup sistem jaringan transportasi, sistem
+jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
+telekomunikasi, sistem persampahan dan
+sanitasi, serta sistem jaringan sumber daya air.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+603
Ayat (5)
Penetapan proporsi luas kawasan hutan
terhadap luas daerah aliran sungai
-dimaksudkan untuk menjaga
-keseimbangan tata air, karena sebagian
-besar wilayah Indonesia mempunyai
-curah dan intensitas hujan yang tinggi,
-serta mempunyai konfigurasi daratan
-yang bergelombang, berbukit dan
+dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan
+tata air, karena sebagian besar wilayah
+Indonesia mempunyai curah dan intensitas
+hujan yang tinggi, serta mempunyai konfigurasi
+daratan yang bergelombang, berbukit dan
bergunung yang peka akan gangguan
-keseimbangan tata air seperti banjir,
-erosi, sedimentasi, serta kekurangan air.
-Distribusi luas kawasan hutan
-disesuaikan dengan kondisi daerah
-aliran sungai yang, antara lain, meliputi
-706
-morfologi, jenis batuan, serta bentuk
-pengaliran sungai dan anak sungai.
-Dengan demikian kawasan hutan tidak
-harus terdistribusi secara merata pada
-setiap wilayah administrasi yang ada di
-dalam daerah aliran sungai.
+keseimbangan tata air seperti banjir, erosi,
+sedimentasi, serta kekurangan air.
+Distribusi luas kawasan hutan disesuaikan
+dengan kondisi daerah aliran sungai yang,
+antara lain, meliputi morfologi, jenis batuan,
+serta bentuk pengaliran sungai dan anak
+sungai. Dengan demikian kawasan hutan tidak
+harus terdistribusi secara merata pada setiap
+wilayah administrasi yang ada di dalam daerah
+aliran sungai.
Ayat (6)
-Keterkaitan antarwilayah merupakan
-wujud keterpaduan dan sinergi
-antarwilayah, yaitu wilayah nasional,
-wilayah provinsi, dan wilayah
+Keterkaitan antarwilayah merupakan wujud
+keterpaduan dan sinergi antarwilayah, yaitu
+wilayah nasional, wilayah provinsi, dan wilayah
kabupaten/kota.
-Keterkaitan antarfungsi kawasan
-merupakan wujud keterpaduan dan
-sinergi antarkawasan, antara lain,
-meliputi keterkaitan antara kawasan
-lindung dan kawasan budi daya.
-Keterkaitan antarkegiatan kawasan
-merupakan wujud keterpaduan dan
-sinergi antarkawasan, antara lain,
-meliputi keterkaitan antara kawasan
-perkotaan dan kawasan perdesaan.
+Keterkaitan antarfungsi kawasan merupakan
+wujud keterpaduan dan sinergi antarkawasan,
+antara lain, meliputi keterkaitan antara
+kawasan lindung dan kawasan budi daya.
+Keterkaitan antarkegiatan kawasan merupakan
+wujud keterpaduan dan sinergi antarkawasan,
+antara lain, meliputi keterkaitan antara
+kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Ayat (7)
-Rencana tata ruang untuk fungsi
-pertahanan dan keamanan karena
-sifatnya yang khusus memerlukan
-pengaturan tersendiri. Sifat khusus
-tersebut terkait dengan adanya
+Rencana tata ruang untuk fungsi pertahanan
+dan keamanan karena sifatnya yang khusus
+memerlukan pengaturan tersendiri. Sifat
+khusus tersebut terkait dengan adanya
kebutuhan untuk menjaga kerahasiaan
sebagian informasi untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara.
-Rencana tata ruang yang berkaitan
-dengan fungsi pertahanan dan
-707
-keamanan sebagai subsistem rencana
-tata ruang wilayah mengandung
-pengertian bahwa penataan ruang
-kawasan pertahanan dan keamanan
-merupakan bagian yang tidak
-terpisahkan dari upaya keseluruhan
-penataan ruang wilayah.
-11. Pasal 18
+Rencana tata ruang yang berkaitan dengan
+fungsi pertahanan dan keamanan sebagai
+subsistem rencana tata ruang wilayah
+mengandung pengertian bahwa penataan ruang
+kawasan pertahanan dan keamanan merupakan
+bagian yang tidak terpisahkan dari upaya
+keseluruhan penataan ruang wilayah.
+Angka 11
+604
+Pasal 18
Ayat (1)
Persetujuan substansi dari Pemerintah
-dimaksudkan agar peraturan daerah
-tentang rencana tata ruang mengacu
-pada Rencana Tata Ruang Wilayah
-Nasional dan kebijakan nasional,
-sedangkan rencana rinci tata ruang
-mengacu pada rencana umum tata
-ruang. Selain itu, persetujuan tersebut
-dimaksudkan pula untuk menjamin
-kesesuaian muatan peraturan daerah,
-baik dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan maupun dengan
-pedoman bidang penataan ruang.
+dimaksudkan agar peraturan daerah tentang
+rencana tata ruang mengacu pada Rencana
+Tata Ruang Wilayah Nasional dan kebijakan
+nasional, sedangkan rencana rinci tata ruang
+mengacu pada rencana umum tata ruang.
+Selain itu, persetujuan tersebut dimaksudkan
+pula untuk menjamin kesesuaian muatan
+peraturan daerah, baik dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan maupun
+dengan pedoman bidang penataan ruang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
@@ -23297,217 +25091,172 @@ Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-12. Pasal 20
-708
+Angka 12
+Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
-Tujuan penataan ruang wilayah
-nasional mencerminkan
-keterpaduan pembangunan
+Tujuan penataan ruang wilayah nasional
+mencerminkan keterpaduan pembangunan
antarsektor, antarwilayah, dan
-antarpemangku kepentingan.
-Kebijakan dan strategi penataan
-ruang wilayah nasional
-merupakan landasan bagi
+antarpemangku kepentingan. Kebijakan
+dan strategi penataan ruang wilayah
+nasional merupakan landasan bagi
pembangunan nasional yang
memanfaatkan ruang.
-Kebijakan dan strategi penataan
-ruang wilayah nasional
-dirumuskan dengan
-mempertimbangkan ilmu
-pengetahuan dan teknologi,
-ketersediaan data dan informasi,
+Kebijakan dan strategi penataan ruang
+wilayah nasional dirumuskan dengan
+mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan
+teknologi, ketersediaan data dan informasi,
serta pembiayaan pembangunan.
-Kebijakan dan strategi penataan
-ruang wilayah nasional, antara
-lain, dimaksudkan untuk
-meningkatkan daya saing
-nasional dalam menghadapi
-tantangan global, serta
-mewujudkan Wawasan Nusantara
-dan Ketahanan Nasional.
+Kebijakan dan strategi penataan ruang
+wilayah nasional, antara lain, dimaksudkan
+untuk meningkatkan daya saing nasional
+dalam menghadapi tantangan global, serta
+mewujudkan Wawasan Nusantara dan
+Ketahanan Nasional.
Huruf b
-Sistem perkotaan nasional
-dibentuk dari kawasan perkotaan
-dengan skala pelayanan yang
-berhierarki yang meliputi pusat
-kegiatan skala nasional, pusat
-709
-kegiatan skala wilayah, dan pusat
-kegiatan skala lokal. Pusat
-kegiatan tersebut didukung dan
-dilengkapi dengan jaringan
+Sistem perkotaan nasional dibentuk dari
+kawasan perkotaan dengan skala
+pelayanan yang berhierarki yang meliputi
+605
+pusat kegiatan skala nasional, pusat
+kegiatan skala wilayah, dan pusat kegiatan
+skala lokal. Pusat kegiatan tersebut
+didukung dan dilengkapi dengan jaringan
prasarana wilayah yang tingkat
-pelayanannya disesuaikan dengan
-hierarki kegiatan dan kebutuhan
-pelayanan.
-Jaringan prasarana utama
-merupakan sistem primer yang
-dikembangkan untuk
-mengintegrasikan wilayah Negara
-Kesatuan Republik Indonesia
-selain untuk melayani kegiatan
-berskala nasional yang meliputi
-sistem jaringan transportasi,
-sistem jaringan energi dan
-kelistrikan, sistem jaringan
-telekomunikasi, dan sistem
+pelayanannya disesuaikan dengan hierarki
+kegiatan dan kebutuhan pelayanan.
+Jaringan prasarana utama merupakan
+sistem primer yang dikembangkan untuk
+mengintegrasikan wilayah Negara Kesatuan
+Republik Indonesia selain untuk melayani
+kegiatan berskala nasional yang meliputi
+sistem jaringan transportasi, sistem
+jaringan energi dan kelistrikan, sistem
+jaringan telekomunikasi, dan sistem
jaringan sumber daya air.
-Yang termasuk dalam sistem
-jaringan primer yang
-direncanakan adalah jaringan
-transportasi untuk menyediakan
-Alur Laut Kepulauan Indonesia
-(ALKI) bagi lalu lintas damai
-sesuai dengan ketentuan hukum
+Yang termasuk dalam sistem jaringan
+primer yang direncanakan adalah jaringan
+transportasi untuk menyediakan Alur Laut
+Kepulauan Indonesia (ALKI) bagi lalu lintas
+damai sesuai dengan ketentuan hukum
internasional.
Huruf c
-Pola ruang wilayah nasional
-merupakan gambaran
-pemanfaatan ruang wilayah
-nasional, baik untuk pemanfaatan
-710
-yang berfungsi lindung maupun
-budi daya yang bersifat strategis
-nasional, yang ditinjau dari
-berbagai sudut pandang akan
-lebih berdaya guna dan berhasil
-guna dalam mendukung
-pencapaian tujuan pembangunan
-nasional.
-Kawasan lindung nasional, antara
-lain, adalah kawasan lindung
-yang secara ekologis merupakan
-satu ekosistem yang terletak lebih
-dari satu wilayah provinsi,
-kawasan lindung yang
-memberikan pelindungan
-terhadap kawasan bawahannya
-yang terletak di wilayah provinsi
-lain, kawasan lindung yang
-dimaksudkan untuk melindungi
-warisan kebudayaan nasional,
-kawasan hulu daerah aliran
-sungai suatu bendungan atau
-waduk, dan kawasankawasan
-lindung lain yang menurut
-peraturan perundang-undangan
-pengelolaannya merupakan
+Pola ruang wilayah nasional merupakan
+gambaran pemanfaatan ruang wilayah
+nasional, baik untuk pemanfaatan yang
+berfungsi lindung maupun budi daya yang
+bersifat strategis nasional, yang ditinjau
+dari berbagai sudut pandang akan lebih
+berdaya guna dan berhasil guna dalam
+mendukung pencapaian tujuan
+pembangunan nasional.
+Kawasan lindung nasional, antara lain,
+adalah kawasan lindung yang secara
+ekologis merupakan satu ekosistem yang
+terletak lebih dari satu wilayah provinsi,
+kawasan lindung yang memberikan
+pelindungan terhadap kawasan
+bawahannya yang terletak di wilayah
+provinsi lain, kawasan lindung yang
+dimaksudkan untuk melindungi warisan
+kebudayaan nasional, kawasan hulu
+daerah aliran sungai suatu bendungan
+atau waduk, dan kawasankawasan lindung
+lain yang menurut peraturan perundangundangan pengelolaannya merupakan
kewenangan Pemerintah.
-Kawasan lindung nasional adalah
-kawasan yang tidak
-diperkenankan dan/atau dibatasi
-pemanfaatan ruangnya dengan
-fungsi utama untuk melindungi
-kelestarian lingkungan hidup
-711
-yang mencakup sumber daya
-alam dan sumber daya buatan,
-warisan budaya dan sejarah, serta
-untuk mengurangi dampak dari
-bencana alam.
-Kawasan budi daya yang
-mempunyai nilai strategis
-nasional, antara lain, adalah
-kawasan yang dikembangkan
-untuk mendukung fungsi
-pertahanan dan keamanan
-nasional, kawasan industri
-strategis, kawasan pertambangan
-sumber daya alam strategis,
-kawasan perkotaan metropolitan,
-dan kawasankawasan budi daya
-lain yang menurut peraturan
-perundang-undangan perizinan
-dan/atau pengelolaannya
-merupakan kewenangan
+Kawasan lindung nasional adalah kawasan
+yang tidak diperkenankan dan/atau
+606
+dibatasi pemanfaatan ruangnya dengan
+fungsi utama untuk melindungi kelestarian
+lingkungan hidup yang mencakup sumber
+daya alam dan sumber daya buatan,
+warisan budaya dan sejarah, serta untuk
+mengurangi dampak dari bencana alam.
+Kawasan budi daya yang mempunyai nilai
+strategis nasional, antara lain, adalah
+kawasan yang dikembangkan untuk
+mendukung fungsi pertahanan dan
+keamanan nasional, kawasan industri
+strategis, kawasan pertambangan sumber
+daya alam strategis, kawasan perkotaan
+metropolitan, dan kawasankawasan budi
+daya lain yang menurut peraturan
+perundang-undangan perizinan dan/atau
+pengelolaannya merupakan kewenangan
Pemerintah.
Huruf d
-Yang termasuk kawasan strategis
-nasional adalah kawasan yang
-menurut peraturan
-perundangundangan ditetapkan
-sebagai kawasan khusus.
+Yang termasuk kawasan strategis nasional
+adalah kawasan yang menurut peraturan
+perundangundangan ditetapkan sebagai
+kawasan khusus.
Huruf e
-Indikasi program utama
-merupakan petunjuk yang
-memuat usulan program utama,
-perkiraan pendanaan beserta
-sumbernya, instansi pelaksana,
-712
-dan waktu pelaksanaan dalam
-rangka mewujudkan pemanfaatan
-ruang yang sesuai dengan
-rencana tata ruang. Indikasi
-program utama merupakan acuan
-utama dalam penyusunan
-program pemanfaatan ruang yang
-merupakan kunci dalam
-pencapaian tujuan penataan
-ruang, serta acuan sektor dalam
-menyusun rencana strategis
-beserta besaran investasi.
-Indikasi program utama lima
-tahunan disusun untuk jangka
-waktu rencana 20 (dua puluh)
-tahun.
+Indikasi program utama merupakan
+petunjuk yang memuat usulan program
+utama, perkiraan pendanaan beserta
+sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu
+pelaksanaan dalam rangka mewujudkan
+pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
+rencana tata ruang. Indikasi program
+utama merupakan acuan utama dalam
+penyusunan program pemanfaatan ruang
+yang merupakan kunci dalam pencapaian
+tujuan penataan ruang, serta acuan sektor
+dalam menyusun rencana strategis beserta
+besaran investasi. Indikasi program utama
+lima tahunan disusun untuk jangka waktu
+rencana 20 (dua puluh) tahun.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
-menjadi acuan bagi instansi pemerintah
-tingkat pusat dan daerah serta
-masyarakat untuk mengarahkan lokasi
-dan memanfaatkan ruang dalam
-menyusun program pembangunan yang
+Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi
+acuan bagi instansi pemerintah tingkat pusat
+dan daerah serta masyarakat untuk
+mengarahkan lokasi dan memanfaatkan ruang
+dalam menyusun program pembangunan yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang.
-Ayat (3)
-Rencana tata ruang disusun untuk
-jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
-dengan visi yang lebih jauh ke depan
-yang merupakan matra spasial dari
-rencana pembangunan jangka panjang.
-713
-Apabila jangka waktu 20 (dua puluh)
-tahun rencana tata ruang berakhir,
-dalam penyusunan rencana tata ruang
-yang baru, hak yang telah dimiliki orang
-yang jangka waktunya melebihi jangka
-waktu rencana tata ruang tetap diakui.
+Ayat (3)
+607
+Rencana tata ruang disusun untuk jangka
+waktu 20 (dua puluh) tahun dengan visi yang
+lebih jauh ke depan yang merupakan matra
+spasial dari rencana pembangunan jangka
+panjang.
+Apabila jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
+rencana tata ruang berakhir, dalam
+penyusunan rencana tata ruang yang baru,
+hak yang telah dimiliki orang yang jangka
+waktunya melebihi jangka waktu rencana tata
+ruang tetap diakui.
Ayat (4)
Peninjauan kembali rencana tata ruang
-merupakan upaya untuk melihat
-kesesuaian antara rencana tata ruang
-dan kebutuhan pembangunan yang
-memperhatikan perkembangan
-lingkungan strategis dan dinamika
-internal, serta pelaksanaan pemanfaatan
-ruang.
-Hasil peninjauan kembali Rencana Tata
-Ruang Wilayah Nasional berisi
-rekomendasi tindak lanjut sebagai
-berikut:
-a. perlu dilakukan revisi karena ada
-perubahan kebijakan nasional yang
-mempengaruhi pemanfaatan ruang
-akibat perkembangan teknologi
-dan/atau keadaan yang bersifat
+merupakan upaya untuk melihat kesesuaian
+antara rencana tata ruang dan kebutuhan
+pembangunan yang memperhatikan
+perkembangan lingkungan strategis dan
+dinamika internal, serta pelaksanaan
+pemanfaatan ruang.
+Hasil peninjauan kembali Rencana Tata Ruang
+Wilayah Nasional berisi rekomendasi tindak
+lanjut sebagai berikut:
+a. perlu dilakukan revisi karena ada perubahan
+kebijakan nasional yang mempengaruhi
+pemanfaatan ruang akibat perkembangan
+teknologi dan/atau keadaan yang bersifat
mendasar; atau
-b. tidak perlu dilakukan revisi karena
-tidak ada perubahan kebijakan
-nasional yang mempengaruhi
-pemanfaatan ruang akibat
-perkembangan teknologi dan
-keadaan yang bersifat mendasar.
-Ayat (5)
-714
-Peninjauan kembali dan revisi Rencana
-Tata Ruang Wilayah Nasional dapat
-dilakukan lebih dari 1 (satu) dalam
-periode 5 (lima ) tahun hanya apabila
-memenuhi syarat terjadinya perubahan
-lingkungan strategis. Peninjauan kembali
-dilakukan bukan untuk pemutihan
+b. tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada
+perubahan kebijakan nasional yang
+mempengaruhi pemanfaatan ruang akibat
+perkembangan teknologi dan keadaan yang
+bersifat mendasar.
+Ayat (5)
+Peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata
+Ruang Wilayah Nasional dapat dilakukan lebih
+dari 1 (satu) dalam periode 5 (lima ) tahun
+hanya apabila memenuhi syarat terjadinya
+perubahan lingkungan strategis. Peninjauan
+kembali dilakukan bukan untuk pemutihan
penyimpangan pemanfaatan ruang.
Huruf a
Cukup jelas.
@@ -23517,224 +25266,184 @@ Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Termasuk kebijakan nasional yang
-bersifat strategis antara lain
+bersifat strategis antara lain
+608
pengembangan infrastuktur,
pengembangan wilayah, dan
pengembangan ekonomi.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-13. Pasal 22
+Angka 13
+Pasal 22
Cukup jelas.
-14. Pasal 23
+Angka 14
+Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
-Rencana struktur ruang wilayah
-provinsi merupakan arahan
-715
-perwujudan sistem perkotaan
-dalam wilayah provinsi dan
-jaringan prasarana wilayah
-provinsi yang dikembangkan
-untuk mengintegrasikan wilayah
-provinsi selain untuk melayani
-kegiatan skala provinsi yang
-meliputi sistem jaringan
-transportasi, sistem jaringan
-energi dan kelistrikan, sistem
-jaringan telekomunikasi, dan
-sistem jaringan sumber daya air,
-termasuk seluruh daerah hulu
-bendungan/waduk dari daerah
-aliran sungai.
+Rencana struktur ruang wilayah provinsi
+merupakan arahan perwujudan sistem
+perkotaan dalam wilayah provinsi dan
+jaringan prasarana wilayah provinsi yang
+dikembangkan untuk mengintegrasikan
+wilayah provinsi selain untuk melayani
+kegiatan skala provinsi yang meliputi
+sistem jaringan transportasi, sistem
+jaringan energi dan kelistrikan, sistem
+jaringan telekomunikasi, dan sistem
+jaringan sumber daya air, termasuk
+seluruh daerah hulu bendungan/waduk
+dari daerah aliran sungai.
Dalam rencana tata ruang wilayah
-provinsi digambarkan sistem
-perkotaan dalam wilayah provinsi
-dan peletakan jaringan prasarana
-wilayah yang menurut peraturan
-perundang-undangan
-pengembangan dan
-pengelolaannya merupakan
-kewenangan pemerintah daerah
-provinsi dengan sepenuhnya
-memperhatikan struktur ruang
-yang telah ditetapkan dalam
-Rencana Tata Ruang Wilayah
-Nasional.
-Rencana struktur ruang wilayah
-provinsi memuat rencana
-struktur ruang yang ditetapkan
-716
-dalam Rencana Tata Ruang
+provinsi digambarkan sistem perkotaan
+dalam wilayah provinsi dan peletakan
+jaringan prasarana wilayah yang menurut
+peraturan perundang-undangan
+pengembangan dan pengelolaannya
+merupakan kewenangan pemerintah
+daerah provinsi dengan sepenuhnya
+memperhatikan struktur ruang yang telah
+ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang
+Wilayah Nasional.
+Rencana struktur ruang wilayah provinsi
+memuat rencana struktur ruang yang
+ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
Huruf c
-Pola ruang wilayah provinsi
-merupakan gambaran
-pemanfaatan ruang wilayah
-provinsi, baik untuk pemanfaatan
-yang berfungsi lindung maupun
-budi daya, yang ditinjau dari
-berbagai sudut pandang akan
-lebih berdaya guna dan berhasil
-guna dalam mendukung
-pencapaian tujuan pembangunan
-provinsi apabila dikelola oleh
-pemerintah daerah provinsi
-dengan sepenuhnya
-memperhatikan pola ruang yang
-telah ditetapkan dalam Rencana
-Tata Ruang Wilayah Nasional.
-Kawasan lindung provinsi adalah
-kawasan lindung yang secara
-ekologis merupakan satu
-ekosistem yang terletak lebih dari
-satu wilayah kabupaten/kota,
-kawasan lindung yang
-memberikan pelindungan
-terhadap kawasan bawahannya
-yang terletak di wilayah
-kabupaten/kota lain, dan
-kawasan-kawasan lindung lain
-yang menurut ketentuan
-peraturan perundang-undangan
-pengelolaannya merupakan
-717
-kewenangan pemerintah daerah
-provinsi.
-Kawasan budi daya yang
-mempunyai nilai strategis provinsi
-merupakan kawasan budi daya
-yang dipandang sangat penting
-bagi upaya pencapaian
-pembangunan provinsi dan/atau
-menurut peraturan perundangundangan perizinan dan/atau
-pengelolaannya merupakan
-kewenangan pemerintah daerah
-provinsi.
-Kawasan budi daya yang memiliki
-nilai strategis provinsi dapat
-berupa kawasan permukiman,
-kawasan kehutanan, kawasan
-pertanian, kawasan
-pertambangan, kawasan
-perindustrian, dan kawasan
-pariwisata. Rencana pola ruang
-wilayah Kabupaten memuat
-rencana pola ruang yang
-ditetapkan dalam Rencana Tata
-Ruang Wilayah Nasional.
+Pola ruang wilayah provinsi merupakan
+gambaran pemanfaatan ruang wilayah
+provinsi, baik untuk pemanfaatan yang
+berfungsi lindung maupun budi daya,
+609
+yang ditinjau dari berbagai sudut pandang
+akan lebih berdaya guna dan berhasil
+guna dalam mendukung pencapaian
+tujuan pembangunan provinsi apabila
+dikelola oleh pemerintah daerah provinsi
+dengan sepenuhnya memperhatikan pola
+ruang yang telah ditetapkan dalam
+Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
+Kawasan lindung provinsi adalah kawasan
+lindung yang secara ekologis merupakan
+satu ekosistem yang terletak lebih dari
+satu wilayah kabupaten/kota, kawasan
+lindung yang memberikan pelindungan
+terhadap kawasan bawahannya yang
+terletak di wilayah kabupaten/kota lain,
+dan kawasan-kawasan lindung lain yang
+menurut ketentuan peraturan perundangundangan pengelolaannya merupakan
+kewenangan pemerintah daerah provinsi.
+Kawasan budi daya yang mempunyai nilai
+strategis provinsi merupakan kawasan
+budi daya yang dipandang sangat penting
+bagi upaya pencapaian pembangunan
+provinsi dan/atau menurut peraturan
+perundang-undangan perizinan dan/atau
+pengelolaannya merupakan kewenangan
+pemerintah daerah provinsi.
+Kawasan budi daya yang memiliki nilai
+strategis provinsi dapat berupa kawasan
+permukiman, kawasan kehutanan,
+kawasan pertanian, kawasan
+pertambangan, kawasan perindustrian,
+dan kawasan pariwisata. Rencana pola
+ruang wilayah Kabupaten memuat
+rencana pola ruang yang ditetapkan
+dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
+Nasional.
Huruf d
-Indikasi program utama adalah
-petunjuk yang memuat usulan
-program utama, perkiraan
-pendanaan beserta sumbernya,
+Indikasi program utama adalah petunjuk
+yang memuat usulan program utama,
+perkiraan pendanaan beserta sumbernya,
instansi pelaksana, dan waktu
-pelaksanaan, dalam rangka
-mewujudkan pemanfaatan ruang
-718
-yang sesuai dengan rencana tata
-ruang. Indikasi program utama
-merupakan acuan utama dalam
-penyusunan program
-pemanfaatan ruang yang
-merupakan kunci dalam
-pencapaian tujuan penataan
-ruang, serta acuan sektor dalam
-menyusun rencana strategis
-beserta besaran investasi.
-Indikasi program utama lima
-tahunan disusun untuk jangka
-waktu rencana 20 (dua puluh)
-tahun.
+pelaksanaan, dalam rangka mewujudkan
+pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
+rencana tata ruang. Indikasi program
+utama merupakan acuan utama dalam
+penyusunan program pemanfaatan ruang
+yang merupakan kunci dalam pencapaian
+tujuan penataan ruang, serta acuan
+610
+sektor dalam menyusun rencana strategis
+beserta besaran investasi. Indikasi
+program utama lima tahunan disusun
+untuk jangka waktu rencana 20 (dua
+puluh) tahun.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Rencana tata ruang wilayah provinsi
-menjadi acuan bagi instansi pemerintah
-daerah serta masyarakat untuk
-mengarahkan lokasi dan memanfaatkan
-ruang dalam menyusun program
-pembangunan yang berkaitan dengan
+Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi
+acuan bagi instansi pemerintah daerah serta
+masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan
+memanfaatkan ruang dalam menyusun
+program pembangunan yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang di daerah yang
-bersangkutan. Selain itu, rencana
-tersebut menjadi dasar dalam
-memberikan rekomendasi pengarahan
-pemanfaatan ruang.
+bersangkutan. Selain itu, rencana tersebut
+menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi
+pengarahan pemanfaatan ruang.
Rencana tata ruang wilayah provinsi dan
-rencana pembangunan jangka panjang
-provinsi serta rencana pembangunan
-jangka menengah provinsi merupakan
-kebijakan daerah yang saling mengacu.
-719
+rencana pembangunan jangka panjang provinsi
+serta rencana pembangunan jangka menengah
+provinsi merupakan kebijakan daerah yang
+saling mengacu.
Ayat (3)
-Rencana tata ruang disusun untuk
-jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
-dengan visi yang lebih jauh ke depan
-yang merupakan matra spasial dari
-rencana pembangunan jangka panjang
-daerah.
-Apabila jangka waktu 20 (dua puluh)
-tahun rencana tata ruang berakhir,
-maka dalam penyusunan rencana tata
-ruang yang baru hak yang telah dimiliki
-orang yang jangka waktunya melebihi
-jangka waktu rencana tata ruang tetap
-diakui.
+Rencana tata ruang disusun untuk jangka
+waktu 20 (dua puluh) tahun dengan visi yang
+lebih jauh ke depan yang merupakan matra
+spasial dari rencana pembangunan jangka
+panjang daerah.
+Apabila jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
+rencana tata ruang berakhir, maka dalam
+penyusunan rencana tata ruang yang baru hak
+yang telah dimiliki orang yang jangka
+waktunya melebihi jangka waktu rencana tata
+ruang tetap diakui.
Ayat (4)
Peninjauan kembali rencana tata ruang
-merupakan upaya untuk melihat
-kesesuaian antara rencana tata ruang
-dan kebutuhan pembangunan yang
-memperhatikan perkembangan
-lingkungan strategis dan dinamika
-internal, serta pelaksanaan pemanfaatan
-ruang.
-Hasil peninjauan kembali rencana tata
-ruang wilayah provinsi berisi
-rekomendasi tindak lanjut sebagai
-berikut:
+merupakan upaya untuk melihat kesesuaian
+antara rencana tata ruang dan kebutuhan
+pembangunan yang memperhatikan
+perkembangan lingkungan strategis dan
+dinamika internal, serta pelaksanaan
+pemanfaatan ruang.
+Hasil peninjauan kembali rencana tata ruang
+wilayah provinsi berisi rekomendasi tindak
+lanjut sebagai berikut:
a. perlu dilakukan revisi karena adanya
-perubahan kebijakan dan strategi
-nasional yang mempengaruhi
-pemanfaatan ruang wilayah provinsi
-dan/atau terjadi dinamika internal
-provinsi yang mempengaruhi
-720
+perubahan kebijakan dan strategi nasional
+yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
+wilayah provinsi dan/atau terjadi dinamika
+611
+internal provinsi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang provinsi secara
mendasar; atau
-b. tidak perlu dilakukan revisi karena
-tidak ada perubahan kebijakan dan
-strategi nasional dan tidak terjadi
-dinamika internal provinsi yang
-mempengaruhi pemanfaatan ruang
+b. tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada
+perubahan kebijakan dan strategi nasional
+dan tidak terjadi dinamika internal provinsi
+yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
provinsi secara mendasar.
Ayat (5)
-Peninjauan kembali dan revisi dalam
-waktu kurang dari 5 (lima) tahun
-dilakukan apabila dinamika internal
-provinsi yang mempengaruhi
-pemanfaatan ruang provinsi secara
-mendasar diakibatkan terjadinya
-perubahan lingkungan strategis yang
-antara lain dikarenakan adanya bencana
-alam, perubahan batas teritorial,
-perubahan batas wilayan dan/atau
-perubahan kebijakan nasional yang
-bersifat strategis yang mempengaruhi
-pemanfaatan ruang provinsi dan/atau
-dinamika internal provinsi yang tidak
-mengubah kebijakan dan strategi
+Peninjauan kembali dan revisi dalam waktu
+kurang dari 5 (lima) tahun dilakukan apabila
+dinamika internal provinsi yang mempengaruhi
+pemanfaatan ruang provinsi secara mendasar
+diakibatkan terjadinya perubahan lingkungan
+strategis yang antara lain dikarenakan adanya
+bencana alam, perubahan batas teritorial,
+perubahan batas wilayan dan/atau perubahan
+kebijakan nasional yang bersifat strategis yang
+mempengaruhi pemanfaatan ruang provinsi
+dan/atau dinamika internal provinsi yang
+tidak mengubah kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah nasional.
-Peninjauan kembali dilakukan bukan
-untuk pemutihan penyimpangan
-pemanfaatan ruang.
+Peninjauan kembali dilakukan bukan untuk
+pemutihan penyimpangan pemanfaatan ruang.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
-721
Cukup jelas.
Huruf d
Termasuk kebijakan nasional yang
@@ -23750,9 +25459,12 @@ Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
-15. Pasal 24
-Cukup jelas.
-16. Pasal 25
+Angka 15
+Pasal 24
+Dihapus.
+612
+Angka 16
+Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -23763,167 +25475,141 @@ Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
-Daya dukung dan daya tampung
-wilayah kabupaten diatur
-berdasarkan peraturan
-722
-perundang-undangan yang
-penyusunannya dikoordinasikan
-oleh menteri yang
-menyelenggarakan urusan
-pemerintahan dalam bidang
-lingkungan hidup.
+Daya dukung dan daya tampung wilayah
+kabupaten diatur berdasarkan peraturan
+perundang-undangan yang penyusunannya
+dikoordinasikan oleh menteri yang
+menyelenggarakan urusan pemerintahan
+dalam bidang lingkungan hidup.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
-17. Pasal 26
+Angka 17
+Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Struktur ruang wilayah kabupaten
-merupakan gambaran sistem
-perkotaan wilayah kabupaten dan
-jaringan prasarana wilayah
-kabupaten yang dikembangkan
+merupakan gambaran sistem perkotaan
+wilayah kabupaten dan jaringan prasarana
+wilayah kabupaten yang dikembangkan
untuk mengintegrasikan wilayah
-kabupaten selain untuk melayani
-kegiatan skala kabupaten yang
-meliputi sistem jaringan
-transportasi, sistem jaringan energi
-dan kelistrikan, sistem jaringan
-telekomunikasi, dan sistem
-jaringan sumber daya air,
-termasuk seluruh daerah hulu
-bendungan atau waduk dari
-daerah aliran sungai. Dalam
-rencana tata ruang wilayah
-723
-kabupaten digambarkan sistem
-pusat kegiatan wilayah kabupaten
-dan perletakan jaringan prasarana
-wilayah yang menurut ketentuan
-peraturan perundang-undangan
-pengembangan dan pengelolaannya
-merupakan kewenangan
-pemerintah daerah kabupaten.
-Rencana struktur ruang wilayah
-kabupaten memuat rencana
-struktur ruang yang ditetapkan
-dalam Rencana Tata Ruang
-Wilayah Nasional dan rencana tata
-ruang wilayah provinsi yang terkait
-dengan wilayah kabupaten yang
-bersangkutan.
+kabupaten selain untuk melayani kegiatan
+skala kabupaten yang meliputi sistem
+jaringan transportasi, sistem jaringan
+energi dan kelistrikan, sistem jaringan
+telekomunikasi, dan sistem jaringan
+sumber daya air, termasuk seluruh daerah
+hulu bendungan atau waduk dari daerah
+aliran sungai. Dalam rencana tata ruang
+wilayah kabupaten digambarkan sistem
+pusat kegiatan wilayah kabupaten dan
+perletakan jaringan prasarana wilayah yang
+menurut ketentuan peraturan perundangundangan pengembangan dan
+pengelolaannya merupakan kewenangan
+pemerintah daerah kabupaten. Rencana
+613
+struktur ruang wilayah kabupaten memuat
+rencana struktur ruang yang ditetapkan
+dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
+Nasional dan rencana tata ruang wilayah
+provinsi yang terkait dengan wilayah
+kabupaten yang bersangkutan.
Huruf c
-Pola ruang wilayah kabupaten
-merupakan gambaran
-pemanfaatan ruang wilayah
-kabupaten, baik untuk
-pemanfaatan yang berfungsi
-lindung maupun budi daya yang
-belum ditetapkan dalam Rencana
-Tata Ruang Wilayah Nasional dan
-rencana tata ruang wilayah
-provinsi. Pola ruang wilayah
+Pola ruang wilayah kabupaten merupakan
+gambaran pemanfaatan ruang wilayah
+kabupaten, baik untuk pemanfaatan yang
+berfungsi lindung maupun budi daya yang
+belum ditetapkan dalam Rencana Tata
+Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata
+ruang wilayah provinsi. Pola ruang wilayah
kabupaten dikembangkan dengan
-sepenuhnya memperhatikan pola
-ruang wilayah yang ditetapkan
-dalam Rencana Tata Ruang
-Wilayah Nasional dan rencana tata
-ruang wilayah provinsi. Rencana
-724
-pola ruang wilayah kabupaten
-memuat rencana pola ruang yang
-ditetapkan dalam Rencana Tata
-Ruang Wilayah Nasional dan
-rencana tata ruang wilayah
-provinsi yang terkait dengan
-wilayah kabupaten yang
+sepenuhnya memperhatikan pola ruang
+wilayah yang ditetapkan dalam Rencana
+Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana
+tata ruang wilayah provinsi. Rencana pola
+ruang wilayah kabupaten memuat rencana
+pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana
+Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana
+tata ruang wilayah provinsi yang terkait
+dengan wilayah kabupaten yang
bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Rencana tata ruang wilayah kabupaten
-menjadi pedoman bagi pemerintah
-daerah untuk menetapkan lokasi
-kegiatan pembangunan dalam
-memanfaatkan ruang serta dalam
+Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi
+pedoman bagi pemerintah daerah untuk
+menetapkan lokasi kegiatan pembangunan
+dalam memanfaatkan ruang serta dalam
menyusun program pembangunan yang
-berkaitan dengan pemanfaatan ruang di
-daerah tersebut dan sekaligus menjadi
-dasar dalam pemberian rekomendasi
-pengarahan pemanfaatan ruang,
-sehingga pemanfaatan ruang dalam
-pelaksanaan pembangunan selalu sesuai
-dengan rencana tata ruang wilayah
+berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah
+tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam
+pemberian rekomendasi pengarahan
+pemanfaatan ruang, sehingga pemanfaatan
+ruang dalam pelaksanaan pembangunan selalu
+sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
kabupaten.
Rencana tata ruang kawasan perdesaan
-merupakan bagian dari rencana tata
-ruang wilayah kabupaten yang dapat
-disusun sebagai instrumen pemanfaatan
-ruang untuk mengoptimalkan kegiatan
-725
-pertanian yang dapat berbentuk kawasan
-agropolitan.
-Rencana tata ruang wilayah kabupaten
-dan rencana pembangunan jangka
-panjang daerah merupakan kebijakan
-daerah yang saling mengacu.
-Penyusunan rencana tata ruang wilayah
-kabupaten mengacu pada rencana
-pembangunan jangka panjang kabupaten
-begitu juga sebaliknya.
+merupakan bagian dari rencana tata ruang
+wilayah kabupaten yang dapat disusun sebagai
+instrumen pemanfaatan ruang untuk
+mengoptimalkan kegiatan pertanian yang dapat
+berbentuk kawasan agropolitan.
+614
+Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan
+rencana pembangunan jangka panjang daerah
+merupakan kebijakan daerah yang saling
+mengacu. Penyusunan rencana tata ruang
+wilayah kabupaten mengacu pada rencana
+pembangunan jangka panjang kabupaten begitu
+juga sebaliknya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Peninjauan kembali rencana tata ruang
-merupakan upaya untuk melihat
-kesesuaian antara rencana tata ruang
-dan kebutuhan pembangunan yang
-memperhatikan perkembangan
-lingkungan strategis dan dinamika
-internal serta pelaksanaan pemanfaatan
-ruang. Hasil peninjauan kembali rencana
-tata ruang wilayah kabupaten/kota berisi
-rekomendasi tindak lanjut sebagai
+merupakan upaya untuk melihat kesesuaian
+antara rencana tata ruang dan kebutuhan
+pembangunan yang memperhatikan
+perkembangan lingkungan strategis dan
+dinamika internal serta pelaksanaan
+pemanfaatan ruang. Hasil peninjauan kembali
+rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
+berisi rekomendasi tindak lanjut sebagai
berikut:
a. perlu dilakukan revisi karena adanya
-perubahan kebijakan dan strategi
-nasional dan/atau provinsi yang
-mempengaruhi pemanfaatan ruang
-wilayah kabupaten dan/atau terjadi
-dinamika internal kabupaten yang
-726
-mempengaruhi pemanfaatan ruang
+perubahan kebijakan dan strategi nasional
+dan/atau provinsi yang mempengaruhi
+pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
+dan/atau terjadi dinamika internal kabupaten
+yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
kabupaten secara mendasar; atau
-b. tidak perlu dilakukan revisi karena
-tidak ada perubahan kebijakan dan
-strategi nasional dan/atau provinsi
-dan tidak terjadi dinamika internal
-kabupaten yang mempengaruhi
+b. tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada
+perubahan kebijakan dan strategi nasional
+dan/atau provinsi dan tidak terjadi dinamika
+internal kabupaten yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten secara
mendasar.
Ayat (6)
-Peninjauan kembali dan revisi dalam
-waktu kurang dari 5 (lima) tahun atau
-lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
-tahun dilakukan apabila strategi
-pemanfaatan ruang dan struktur ruang
-wilayah kabupaten yang bersangkutan
-menuntut adanya suatu perubahan yang
-mendasar sebagai akibat dari adanya
-perubahan lingkungan strategis.
+Peninjauan kembali dan revisi dalam waktu
+kurang dari 5 (lima) tahun atau lebih dari 1
+(satu) kali dalam 5 (lima) tahun dilakukan
+apabila strategi pemanfaatan ruang dan
+struktur ruang wilayah kabupaten yang
+bersangkutan menuntut adanya suatu
+perubahan yang mendasar sebagai akibat dari
+adanya perubahan lingkungan strategis.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
+615
Cukup jelas.
Huruf d
Termasuk kebijakan nasional yang
@@ -23933,219 +25619,270 @@ pengembangan wilayah, dan
pengembangan ekonomi.
Ayat (7)
Cukup jelas.
-727
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
-18. Pasal 27
-Cukup jelas.
-19. Pasal 34A
-Cukup jelas.
-20. Pasal 35
-Pengendalian pemanfaatan ruang
-dimaksudkan agar pemanfaatan ruang
-dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.
-21. Pasal 37
-Cukup jelas.
-22. Pasal 48
-Cukup jelas.
-23. Pasal 49
-Cukup jelas.
-24. Pasal 50
-Cukup jelas.
-25. Pasal 51
+Angka 18
+Pasal 27
+Dihapus.
+Angka 19
+Pasal 34A
Cukup jelas.
-728
-26. Pasal 52
-Cukup jelas
-27. Pasal 53
+Angka 20
+Pasal 35
+Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan
+agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan
+rencana tata ruang.
+Angka 21
+Pasal 37
Cukup jelas.
-28. Pasal 54
+Angka 22
+Pasal 48
Cukup jelas.
-29. Pasal 60
+Angka 23
+Pasal 49
+Dihapus.
+Angka 24
+Pasal 50
+Dihapus.
+Angka 25
+Pasal 51
+Dihapus.
+616
+Angka 26
+Pasal 52
+Dihapus.
+Angka 27
+Pasal 53
+Dihapus.
+Angka 28
+Pasal 54
+Dihapus.
+Angka 29
+Pasal 60
Huruf a
-Masyarakat dapat mengetahui rencana
-tata ruang melalui Lembaran Negara
-atau Lembaran Daerah, pengumuman,
-dan/atau penyebarluasan oleh
-pemerintah.
-Pengumuman atau penyebarluasan
-tersebut dapat diketahui masyarakat,
-antara lain, adalah dari pemasangan
-peta rencana tata ruang wilayah yang
-bersangkutan pada tempat umum,
-kantor kelurahan, dan/atau kantor
-yang secara fungsional menangani
-rencana tata ruang tersebut.
+Masyarakat dapat mengetahui rencana tata
+ruang melalui Lembaran Negara atau Lembaran
+Daerah, pengumuman, dan/atau penyebarluasan oleh pemerintah.
+Pengumuman atau penyebarluasan tersebut
+dapat diketahui masyarakat, antara lain, adalah
+dari pemasangan peta rencana tata ruang
+wilayah yang bersangkutan pada tempat umum,
+kantor kelurahan, dan/atau kantor yang secara
+fungsional menangani rencana tata ruang
+tersebut.
Huruf b
-Pertambahan nilai ruang dapat dilihat
-dari sudut pandang ekonomi, sosial,
-budaya, dan kualitas lingkungan yang
-dapat berupa dampak langsung
-terhadap peningkatan ekonomi
-masyarakat, sosial, budaya, dan
-kualitas lingkungan.
-Huruf c
-729
-Yang dimaksud dengan “penggantian
-yang layak” adalah bahwa nilai atau
-besarnya penggantian tidak
-menurunkan tingkat kesejahteraan
-orang yang diberi penggantian sesuai
-dengan ketentuan peraturan
-perundang-undangan.
+Pertambahan nilai ruang dapat dilihat dari
+sudut pandang ekonomi, sosial, budaya, dan
+kualitas lingkungan yang dapat berupa dampak
+langsung terhadap peningkatan ekonomi
+masyarakat, sosial, budaya, dan kualitas
+lingkungan.
+Huruf c
+Yang dimaksud dengan “penggantian yang
+layak” adalah bahwa nilai atau besarnya
+penggantian tidak menurunkan tingkat
+kesejahteraan orang yang diberi penggantian
+sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
-30. Pasal 61
+Angka 30
+617
+Pasal 61
Huruf a
Menaati rencana tata ruang yang telah
-ditetapkan dimaksudkan sebagai
-kewajiban setiap orang untuk memiliki
-izin pemanfaatan ruang dari pejabat
-yang berwenang sebelum pelaksanaan
-pemanfaatan ruang.
+ditetapkan dimaksudkan sebagai kewajiban
+setiap orang untuk memiliki izin pemanfaatan
+ruang dari pejabat yang berwenang sebelum
+pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Huruf b
-Memanfaatkan ruang sesuai dengan
-rencana tata ruang dimaksudkan
-sebagai kewajiban setiap orang untuk
-melaksanakan pemanfaatan ruang
-sesuai dengan fungsi ruang.
+Memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana
+tata ruang dimaksudkan sebagai kewajiban
+setiap orang untuk melaksanakan pemanfaatan
+ruang sesuai dengan fungsi ruang.
Huruf c
-Mematuhi ketentuan yang ditetapkan
-dalam persyaratan izin pemanfaatan
-ruang dimaksudkan sebagai kewajiban
-setiap orang untuk memenuhi
-730
-ketentuan amplop ruang dan kualitas
-ruang.
+Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
+persyaratan izin pemanfaatan ruang
+dimaksudkan sebagai kewajiban setiap orang
+untuk memenuhi ketentuan amplop ruang dan
+kualitas ruang.
Huruf d
-Pemberian akses dimaksudkan untuk
-menjamin agar masyarakat dapat
-mencapai kawasan yang dinyatakan
-dalam peraturan perundang-undangan
-sebagai milik umum. Kewajiban
-memberikan akses dilakukan apabila
-memenuhi syarat berikut:
-a. untuk kepentingan masyarakat
-umum; dan/atau
-b. tidak ada akses lain menuju
-kawasan dimaksud.
-Yang termasuk dalam kawasan yang
-dinyatakan sebagai milik umum, antara
-lain, adalah sumber air dan pesisir
-pantai.
-31. Pasal 62
-Cukup jelas.
-32. Pasal 65
-Cukup jelas.
-33. Pasal 68
-Cukup jelas.
-34. Pasal 69
-Cukup jelas.
-35. Pasal 70
-Cukup jelas.
-731
-36. Pasal 71
-Cukup jelas.
-37. Pasal 72
+Pemberian akses dimaksudkan untuk menjamin
+agar masyarakat dapat mencapai kawasan yang
+dinyatakan dalam peraturan perundangundangan sebagai milik umum. Kewajiban
+memberikan akses dilakukan apabila memenuhi
+syarat berikut:
+a. untuk kepentingan masyarakat umum;
+dan/atau
+b. tidak ada akses lain menuju kawasan
+dimaksud.
+Yang termasuk dalam kawasan yang dinyatakan
+sebagai milik umum, antara lain, adalah sumber
+air dan pesisir pantai.
+Angka 31
+Pasal 62
Cukup jelas.
-Pasal 19
-1. Pasal 1
+Angka 32
+Pasal 65
Cukup jelas.
-2. Pasal 7
+Angka 33
+Pasal 69
Cukup jelas.
-3. Huruf a
-Pasal 7A
+Angka 34
+Pasal 70
Cukup jelas.
-Huruf b
+618
+Angka 35
+Pasal 71
+Cukup jelas
+.
+Angka 36
+Pasal 72
+Dihapus
+.
+Angka 37
+Pasal 74
+Cukup jelas
+.
+Angka 38
+Pasal 75
+Cukup jelas
+.
+Pasal 18
+Angka
+1
+Pasal 1
+Cukup jelas
+.
+Angka
+2
+Pasal 7
+Cukup jelas
+.
+Angka 3
+Pasal 7
+A
+Cukup jelas
+.
Pasal 7B
-Cukup jelas.
-Huruf c
+Cukup jelas
+.
Pasal 7C
+Cukup jelas
+.
+Angka 4
+Pasal 8
+Dihapus
+.
+Angka 5
+Pasal
+9
+Dihapus
+.
+Angka 6
+Pasal 1
+0
+Dihapus
+.
+Angka 7
+Pasal 1
+1
+619
+Dihapus.
+Angka 8
+Pasal 12
+Dihapus.
+Angka 9
+Pasal 13
+Dihapus.
+Angka 10
+Pasal 14
+Dihapus.
+Angka 11
+Pasal 16
Cukup jelas.
-4. Pasal 8
-Cukup jelas.
-5. Pasal 9
-Cukup jelas.
-6. Pasal 10
-732
-Cukup jelas.
-7. Pasal 11
-Cukup jelas.
-8. Pasal 12
-Cukup jelas.
-9. Pasal 13
-Cukup jelas.
-10. Pasal 14
-Cukup jelas.
-11. Pasal 16
+Angka 12
+Pasal 16A
Cukup jelas.
-12. Pasal 17
+Angka 13
+Pasal 17
Cukup jelas.
-13. Pasal 17A
+Angka 14
+Pasal 17A
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan "kebijakan
-nasional yang bersifat strategis" antara
-lain proyek strategis nasional atau
-kegiatan strategis nasional lainnya yang
-ditetapkan dengan Peraturan
-Perundang-undangan.
+Yang dimaksud dengan "kebijakan nasional
+yang bersifat strategis" antara lain proyek
+strategis nasional atau kegiatan strategis
+nasional lainnya yang ditetapkan dengan
+Peraturan Perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-733
-14. Pasal 18
+Angka 15
+Pasal 18
Cukup jelas.
-15. Pasal 19
+Angka 16
+Pasal 19
Cukup jelas.
-16. Pasal 20
+Angka 17
+Pasal 20
+620
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "memfasilitasi",
antara lain, dapat berupa kemudahan
persyaratan dan pelayanan cepat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-17. Pasal 22
+Angka 18
+Pasal 22
Cukup jelas.
-18. Pasal 22A
+Angka 19
+Pasal 22A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Termasuk kebijakan nasional yang
-bersifat strategis antara lain
-pengembangan infrastuktur,
-pengembangan wilayah, dan
+Termasuk kebijakan nasional yang bersifat
+strategis antara lain pengembangan
+infrastuktur, pengembangan wilayah, dan
pengembangan ekonomi.
-19. Pasal 22B
+Angka 20
+Pasal 22B
Cukup jelas.
-20. Pasal 22C
+Angka 21
+Pasal 22C
Cukup jelas.
-734
-21. Pasal 26A
+Angka 22
+Pasal 26A
+Cukup jelas.
+Angka 23
+Pasal 26B
Cukup jelas.
-22. Pasal 50
+Angka 24
+Pasal 50
Cukup jelas.
-23. Pasal 51
+Angka 25
+Pasal 51
Cukup jelas.
-24. Pasal 60
+Angka 26
+Pasal 60
Ayat (1)
-Huruf a
+Huruf a
+621
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "wilayah
-penangkapan ikan secara
-tradisional" adalah wilayah
-penangkapan ikan untuk kegiatan
-penangkapan ikan yang dilakukan
-oleh nelayan tradisional.
+penangkapan ikan secara tradisional"
+adalah wilayah penangkapan ikan untuk
+kegiatan penangkapan ikan yang
+dilakukan oleh nelayan tradisional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
@@ -24158,8 +25895,7 @@ Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
-Huruf i
-735
+Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
@@ -24169,62 +25905,68 @@ Huruf l
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-25. Pasal 70
+Angka 27
+Pasal 71
Cukup jelas.
-26. Pasal 71
+Angka 28
+Pasal 71A
Cukup jelas.
-27. Pasal 73A
+Angka 29
+Pasal 73A
Cukup jelas.
-28. Pasal 75
+Angka 30
+Pasal 75
Cukup jelas.
-29. Pasal 75A
+Angka 31
+Pasal 75A
+Dihapus.
+622
+Angka 32
+Pasal 78A
Cukup jelas.
-30. Pasal 78A
+Pasal 19
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-Pasal 20
-1. Pasal 1
+Angka 2
+Pasal 32
Cukup jelas.
-2. Pasal 32
-736
+Angka 3
+Pasal 42
Cukup jelas.
-3. Pasal 42
-Cukup jelas.
-4. Pasal 43
-Ayat (1)
-Perencanaan ruang Laut merupakan
-suatu proses untuk menghasilkan
-rencana tata ruang Laut dan/atau
-rencana zonasi untuk menentukan
-struktur ruang Laut dan pola ruang
-Laut. Struktur ruang Laut merupakan
-susunan pusat pertumbuhan Kelautan
-dan sistem jaringan prasarana dan
-sarana Laut yang berfungsi sebagai
-pendukung kegiatan sosial ekonomi
-masyarakat yang secara hierarkis
-memiliki hubungan fungsional.
+Angka 4
+Pasal 43
+Ayat (1)
+Perencanaan ruang Laut merupakan suatu
+proses untuk menghasilkan rencana tata
+ruang Laut dan/atau rencana zonasi untuk
+menentukan struktur ruang Laut dan pola
+ruang Laut. Struktur ruang Laut merupakan
+susunan pusat pertumbuhan Kelautan dan
+sistem jaringan prasarana dan sarana Laut
+yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
+sosial ekonomi masyarakat yang secara
+hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Pola ruang Laut meliputi kawasan
-pemanfaatan umum, kawasan
-konservasi, alur laut, dan kawasan
-strategis nasional tertentu. Perencanaan
-ruang Laut dipergunakan untuk
-menentukan kawasan yang
-dipergunakan untuk kepentingan
-ekonomi, sosial budaya, misalnya,
-kegiatan perikanan, prasarana
-perhubungan Laut, industri maritim,
-pariwisata, permukiman, dan
-pertambangan; untuk melindungi
+pemanfaatan umum, kawasan konservasi,
+alur laut, dan kawasan strategis nasional
+tertentu. Perencanaan ruang Laut
+dipergunakan untuk menentukan kawasan
+yang dipergunakan untuk kepentingan
+ekonomi, sosial budaya, misalnya, kegiatan
+perikanan, prasarana perhubungan Laut,
+industri maritim, pariwisata, permukiman,
+dan pertambangan; untuk melindungi
kelestarian sumber daya Kelautan; serta
-untuk menentukan perairan yang
-737
+untuk menentukan perairan yang
dimanfaatkan untuk alur pelayaran,
-pipa/kabel bawah Laut, dan migrasi
-biota Laut.
-Huruf a
-Perencanaan tata ruang laut
-nasional mencakup wilayah
-perairan dan wilayah yurisdiksi.
+pipa/kabel bawah Laut, dan migrasi biota
+Laut.
+Huruf a
+623
+Perencanaan tata ruang laut nasional
+mencakup wilayah perairan dan
+wilayah yurisdiksi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
@@ -24234,25 +25976,22 @@ Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Rencana zonasi kawasan strategis
-nasional (KSN) merupakan rencana yang
+Rencana zonasi kawasan strategis nasional
+(KSN) merupakan rencana yang disusun
+untuk menentukan arahan pemanfaatan
+ruang kawasan strategis nasional.
+Rencana zonasi kawasan strategis nasional
+tertentu (KSNT) merupakan rencana yang
disusun untuk menentukan arahan
-pemanfaatan ruang kawasan strategis
-nasional.
-Rencana zonasi kawasan strategis
-nasional tertentu (KSNT) merupakan
-rencana yang disusun untuk
-menentukan arahan pemanfaatan ruang
-di kawasan strategis nasional tertentu.
-Yang dimaksud dengan “kawasan
-antarwilayah” antara lain meliputi:
-a. teluk misalnya Teluk Tomini, Teluk
-Bone, dan Teluk Cendrawasih;
+pemanfaatan ruang di kawasan strategis
+nasional tertentu. Yang dimaksud dengan
+“kawasan antarwilayah” antara lain meliputi:
+a. teluk misalnya Teluk Tomini, Teluk Bone,
+dan Teluk Cendrawasih;
b. selat misalnya Selat Makassar, Selat
-Sunda, dan Selat Karimata; dan
-738
-c. Laut misalnya Laut Jawa, Laut
-Arafura, dan Laut Sawu.
+Sunda, dan Selat Karimata; dan
+c. Laut misalnya Laut Jawa, Laut Arafura,
+dan Laut Sawu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
@@ -24261,7 +26000,8 @@ Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
-5. Pasal 43A
+Angka 5
+Pasal 43A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -24270,181 +26010,188 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-Ayat (5)
-Perencanaan Ruang Laut menggunakan
-sifat komplementer antar hasil
-perencanaan ruang. Apabila dalam
-dokumen perencanaan ruang yang lebih
-rinci tidak terdapat alokasi ruang atau
-pola ruang untuk suatu kegiatan
-pemanfaatan ruang laut, maka
-menggunakan rencana tata ruang atau
-rencana zonasi Kawasan Antarwilayah.
-6. Pasal 47
+Ayat (5)
+624
+Perencanaan Ruang Laut menggunakan sifat
+komplementer antar hasil perencanaan ruang.
+Apabila dalam dokumen perencanaan ruang
+yang lebih rinci tidak terdapat alokasi ruang
+atau pola ruang untuk suatu kegiatan
+pemanfaatan ruang laut, maka menggunakan
+rencana tata ruang atau rencana zonasi
+Kawasan Antarwilayah.
+Angka 6
+Pasal 47
Cukup jelas.
-739
-7. Pasal 47A
+Angka 7
+Pasal 47A
Cukup jelas.
-8. Pasal 48
+Angka 8
+Pasal 48
Cukup jelas.
-9. Pasal 49
+Angka 9
+Pasal 49
Cukup jelas.
-Pasal 21
-1. Pasal 1
+Angka 10
+Pasal 49A
Cukup jelas.
-2. Pasal 7
+Pasal 49B
Cukup jelas.
-3. Pasal 12
+Pasal 20
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-4. Pasal 13
-Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “pasang surut
-air laut” adalah naik turunnya posisi
-muka air laut yang disebabkan pengaruh
-gaya gravitasi bulan dan matahari.
+Angka 2
+Pasal 7
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 12
+Dihapus.
+Angka 4
+Pasal 13
+Ayat (1)
+625
+Yang dimaksud dengan “pasang surut air
+laut” adalah naik turunnya posisi muka air
+laut yang disebabkan pengaruh gaya gravitasi
+bulan dan matahari.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “garis pantai
ditentukan dengan mengacu pada JKVN”
-adalah garis pantai dan JKVN
-membentuk suatu kesatuan, karena
-740
-pengamatan pasang surut diperlukan
-dalam membangun JKVN dan JKVN
-diperlukan dalam menentukan garis
-pantai.
-5. Pasal 17
-Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “bertahap”
-adalah diselenggarakan secara
-berjenjang, wilayah demi wilayah, skala
-demi skala, atau berselang waktu sesuai
-dengan prioritas kepentingan.
-Yang dimaksud dengan “sistematis”
-adalah diselenggarakan secara teratur
-sesuai dengan sistem dan teknis
-pemetaan.
-Yang dimaksud dengan “wilayah
-yurisdiksi” adalah wilayah di luar
-wilayah Negara Kesatuan Republik
-Indonesia yang terdiri atas Zona
-Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen,
-dan Zona Tambahan dimana negara
-memiliki hak-hak berdaulat dan
-kewenangan tertentu lainnya
-sebagaimana diatur dalam peraturan
+adalah garis pantai dan JKVN membentuk
+suatu kesatuan, karena pengamatan pasang
+surut diperlukan dalam membangun JKVN
+dan JKVN diperlukan dalam menentukan
+garis pantai.
+Angka 5
+Pasal 17
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “bertahap” adalah
+diselenggarakan secara berjenjang, wilayah
+demi wilayah, skala demi skala, atau
+berselang waktu sesuai dengan prioritas
+kepentingan.
+Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah
+diselenggarakan secara teratur sesuai dengan
+sistem dan teknis pemetaan.
+Yang dimaksud dengan “wilayah yurisdiksi”
+adalah wilayah di luar wilayah Negara
+Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
+Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen,
+dan Zona Tambahan dimana negara memiliki
+hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu
+lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan hukum
internasional.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “jangka waktu
tertentu” adalah jangka waktu untuk
memutakhirkan IG yang ditentukan
-berdasarkan kondisi, teknologi,
-741
-kebutuhan, prioritas, dan anggaran yang
-tersedia.
+berdasarkan kondisi, teknologi, kebutuhan,
+prioritas, dan anggaran yang tersedia.
Yang dimaksud dengan “periodik” adalah
-kurun waktu tertentu, misalnya setiap 3
-(tiga) tahun, 5 (lima) tahun, atau 10
-(sepuluh) tahun.
+kurun waktu tertentu, misalnya setiap 3 (tiga)
+tahun, 5 (lima) tahun, atau 10 (sepuluh)
+tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+626
Ayat (5)
Cukup jelas.
-6. Pasal 18
+Angka 6
+Pasal 18
Cukup jelas.
-7. Pasal 22A
+Angka 7
+Pasal 22A
Cukup jelas.
-8. Pasal 28
+Angka 8
+Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “daerah
terlarang” adalah daerah yang oleh
-instansi yang berwenang
-dinyatakan terlarang pada kurun
-waktu tertentu.
+instansi yang berwenang dinyatakan
+terlarang pada kurun waktu tertentu.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup jelas.
-742
+Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-9. Pasal 55
+Angka 9
+Pasal 55
Cukup jelas.
-10. Pasal 56
+Angka 10
+Pasal 56
+Dihapus.
+Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-Pasal 23
-1. Pasal 1
-Cukup jelas.
-2. Pasal 20
+Angka 2
+Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
-Ayat (2)
+Ayat (2)
+627
Huruf a
-Yang dimaksud dengan “baku
-mutu air” adalah ukuran batas
-atau kadar makhluk hidup, zat,
-energi, atau komponen yang ada
-atau harus ada, dan/atau unsur
-pencemar yang ditenggang
-keberadaannya di dalam air.
+Yang dimaksud dengan “baku mutu air”
+adalah ukuran batas atau kadar
+makhluk hidup, zat, energi, atau
+komponen yang ada atau harus ada,
+dan/atau unsur pencemar yang
+ditenggang keberadaannya di dalam air.
Huruf b
-Yang dimaksud dengan “baku
-mutu air limbah” adalah ukuran
-batas atau kadar polutan yang
-743
-ditenggang untuk dimasukkan ke
-media air .
+Yang dimaksud dengan “baku mutu air
+limbah” adalah ukuran batas atau kadar
+polutan yang ditenggang untuk
+dimasukkan ke media air .
Huruf c
-Yang dimaksud dengan “baku
-mutu air laut” adalah ukuran
-batas atau kadar makhluk hidup,
-zat, energi, atau komponen yang
-ada atau harus ada dan/atau
-unsur pencemar yang ditenggang
-keberadaannya di dalam air laut.
+Yang dimaksud dengan “baku mutu air
+laut” adalah ukuran batas atau kadar
+makhluk hidup, zat, energi, atau
+komponen yang ada atau harus ada
+dan/atau unsur pencemar yang
+ditenggang keberadaannya di dalam air
+laut.
Huruf d
-Yang dimaksud dengan “baku
-mutu udara ambien” adalah
-ukuran batas atau kadar zat,
-energi, dan/atau komponen yang
-seharusnya ada, dan/atau unsur
+Yang dimaksud dengan “baku mutu
+udara ambien” adalah ukuran batas atau
+kadar zat, energi, dan/atau komponen
+yang seharusnya ada, dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang
-keberadaannya dalam udara
-ambien.
+keberadaannya dalam udara ambien.
Huruf e
-Yang dimaksud dengan “baku
-mutu emisi” adalah ukuran batas
-atau kadar polutan yang
-ditenggang untuk dimasukkan ke
-media udara
+Yang dimaksud dengan “baku mutu
+emisi” adalah ukuran batas atau kadar
+polutan yang ditenggang untuk
+dimasukkan ke media udara
Huruf f
-Yang dimaksud dengan “baku
-mutu gangguan” adalah ukuran
-batas unsur pencemar yang
-ditenggang keberadaannya yang
-meliputi unsur getaran,
-kebisingan, dan kebauan.
-Huruf g
-744
+Yang dimaksud dengan “baku mutu
+gangguan” adalah ukuran batas unsur
+pencemar yang ditenggang
+keberadaannya yang meliputi unsur
+getaran, kebisingan, dan kebauan.
+Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-3. Pasal 23
-Cukup jelas.
-4. Pasal 24
+Angka 3
+Pasal 24
Cukup jelas.
-5. Pasal 25
+628
+Angka 4
+Pasal 25
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
@@ -24458,340 +26205,413 @@ Cukup jelas.
Huruf f
Rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup dimaksudkan untuk
-menghindari, meminimalkan,
-memitigasi, dan/atau
-mengompensasikan dampak suatu
+menghindari, meminimalkan, memitigasi,
+dan/atau mengompensasikan dampak suatu
usaha dan/atau kegiatan.
-6. Pasal 26
-745
-Ayat (1)
-Cukup jelas.
-Ayat (2)
-Pelibatan masyarakat dilaksanakan
-dalam proses pengumuman dan
-konsultasi publik dalam rangka
-menjaring saran dan tanggapan.
-Ayat (3)
+Angka 5
+Pasal 26
Cukup jelas.
-7. Pasal 27
+Angka 6
+Pasal 27
Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain
lembaga penyusun amdal atau konsultan.
-8. Pasal 28
-Cukup jelas.
-9. Pasal 29
-Cukup jelas.
-10. Pasal 30
-Cukup jelas.
-11. Pasal 31
-Cukup jelas.
-12. Pasal 32
-Cukup jelas.
-13. Pasal 34
-Cukup jelas.
-14. Pasal 35
-746
+Angka 7
+Pasal 28
Cukup jelas.
-15. Pasal 36
+Angka 8
+Pasal 29
+Dihapus.
+Angka 9
+Pasal 30
+Dihapus.
+Angka 10
+Pasal 31
+Dihapus.
+Angka 11
+Pasal 32
Cukup jelas.
-16. Pasal 37
+Angka 12
+629
+Pasal 34
Cukup jelas.
-17. Pasal 38
+Angka 13
+Pasal 35
Cukup jelas.
-18. Pasal 39
+Angka 14
+Pasal 36
+Dihapus.
+Angka 15
+Pasal 37
Cukup jelas.
-19. Pasal 40
+Angka 16
+Pasal 38
+Dihapus.
+Angka 17
+Pasal 39
Cukup jelas.
-20. Pasal 55
+Angka 18
+Pasal 40
+Dihapus.
+Angka 19
+Pasal 55
Cukup jelas.
-21. Pasal 59
+Angka 20
+Pasal 59
Ayat (1)
-Pengelolaan limbah B3 merupakan
-rangkaian kegiatan yang mencakup
-pengurangan, penyimpanan,
-pengumpulan, pengangkutan,
+Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian
+kegiatan yang mencakup pengurangan,
+penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, dan/atau pengolahan,
termasuk penimbunan limbah B3.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “pihak lain”
-adalah badan usaha yang melakukan
-747
-pengelolaan limbah B3 dan telah
-mendapatkan izin.
+Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah
+badan usaha yang melakukan pengelolaan
+limbah B3 dan telah mendapatkan izin.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+630
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
-Ayat (8)
-Cukup jelas.
-22. Pasal 61
-Cukup jelas.
-23. Pasal 61A
-Cukup jelas.
-24. Pasal 63
-Cukup jelas.
-25. Pasal 69
-Cukup jelas.
-26. Pasal 71
-Cukup jelas.
-27. Pasal 72
-Cukup jelas.
-28. Pasal 73
-Cukup jelas.
-748
-29. Pasal 74
-Cukup jelas.
-30. Pasal 75
-Cukup jelas.
-31. Pasal 76
-Cukup jelas.
-32. Pasal 77
-Cukup jelas.
-33. Pasal 79
-Cukup jelas.
-34. Pasal 82
-Cukup jelas.
-35. Pasal 88
-Cukup jelas.
-36. Pasal 93
-Cukup jelas.
-749
-37. Pasal 98
-Cukup jelas.
-38. Pasal 99
-Cukup jelas.
-39. Pasal 102
-Cukup jelas.
-40. Pasal 103
-Cukup jelas.
-41. Pasal 104
-Cukup jelas.
-42. Pasal 109
-Cukup jelas.
-43. Pasal 110
-Cukup jelas.
-44. Pasal 111
-Cukup jelas.
-45. Pasal 112
-Cukup jelas.
-750
+Angka 21
+Pasal 61
+Cukup jelas
+.
+Angka 22
+Pasal 61A
+Cukup jelas
+.
+Angka 23
+Pasal 63
+Cukup jelas
+.
+Angka 24
+Pasal 69
+Cukup jelas
+.
+Angka 25
+Pasal 71
+Cukup jelas
+.
+Angka 26
+Pasal 72
+Cukup jelas
+.
+Angka 27
+Pasal 73
+Cukup jelas
+.
+Angka 28
+Pasal 76
+Cukup jelas
+.
+Angka 29
+Pasal 77
+Cukup jelas
+.
+Angka 30
+Pasal 79
+Dihapus
+.
+Angka 31
+Pasal
+8
+2
+Cukup jelas
+.
+631
+Angka 32
+Pasal 82A
+Cukup jelas
+.
+Pasal 82B
+Cukup jelas
+.
+Angka 33
+Pasal 88
+Cukup jelas
+.
+Angka 34
+Pasal 93
+Dihapus
+.
+Angka
+3
+5
+Pasal 102
+Dihapus
+.
+Angka
+3
+6
+Pasal 10
+9
+Cukup jelas
+.
+Angka
+3
+7
+Pasal 110
+Dihapus
+.
+Angka
+3
+8
+Pasal 111
+Cukup jelas
+.
+Angka 39
+Pasal 112
+Cukup jelas
+.
+Pasal 23
+Cukup jelas
+.
Pasal 24
+Angka 1
+Pasal 1
+Cukup jelas
+.
+Angka 2
+Pasal 5
+Cukup jelas
+.
+Angka
+3
+Pasal 6
+632
Cukup jelas.
-Pasal 25
-1. Pasal 1
-Cukup Jelas.
-2. Pasal 5
-Cukup jelas.
-3. Pasal 6
-Cukup jelas.
-4. Pasal 7
+Angka 4
+Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “bangunan
-gedung adat” adalah bangunan gedung
-yang didirikan berdasarkan kaidahkaidah adat atau tradisi masyarakat
-sesuai budayanya, misalnya bangunan
-rumah adat.
+Yang dimaksud dengan “bangunan gedung
+adat” adalah bangunan gedung yang didirikan
+berdasarkan kaidah-kaidah adat atau tradisi
+masyarakat sesuai budayanya, misalnya
+bangunan rumah adat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-5. Pasal 8
-Cukup jelas.
-6. Pasal 9
-751
-Cukup jelas.
-7. Pasal 10
-Cukup jelas.
-8. Pasal 11
-Cukup jelas.
-9. Pasal 12
-Cukup jelas.
-10. Pasal 13
-Cukup jelas.
-11. Pasal 14
-Cukup jelas.
-12. Pasal 15
-Ayat (1)
+Angka 5
+Pasal 8
+Dihapus.
+Angka 6
+Pasal 9
+Dihapus.
+Angka 7
+Pasal 10
+Dihapus.
+Angka 8
+Pasal 11
+Dihapus.
+Angka 9
+Pasal 12
+Dihapus.
+Angka 10
+Pasal 13
+Dihapus.
+Angka 11
+Pasal 14
+Dihapus.
+Angka 12
+Pasal 15
+Ayat (1)
+633
Yang dimaksud dengan “dampak penting”
-adalah perubahan yang sangat
-mendasar pada suatu lingkungan yang
-diakibatkan oleh suatu kegiatan.
-Bangunan gedung yang menimbulkan
-dampak penting terhadap lingkungan
-adalah bangunan gedung yang dapat
-menyebabkan:
-a. perubahan pada sifat-sifat fisik
-dan/atau hayati lingkungan, yang
-melampaui baku mutu lingkungan
-menurut peraturan perundangundangan;
-752
-b. perubahan mendasar pada
-komponen lingkungan yang
-melampaui kriteria yang diakui
-berdasarkan pertimbangan ilmiah;
-c. terancam dan/atau punahnya
-spesies-spesies yang langka
-dan/atau endemik, dan/atau
-dilindungi menurut peraturan
-perundang-undangan atau
-kerusakan habitat alaminya;
-d. kerusakan atau gangguan terhadap
-kawasan lindung (seperti hutan
-lindung, cagar alam, taman nasional,
-dan suaka margasatwa) yang
-ditetap-kan menurut peraturan
+adalah perubahan yang sangat mendasar
+pada suatu lingkungan yang diakibatkan oleh
+suatu kegiatan. Bangunan gedung yang
+menimbulkan dampak penting terhadap
+lingkungan adalah bangunan gedung yang
+dapat menyebabkan:
+a. perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau
+hayati lingkungan, yang melampaui baku
+mutu lingkungan menurut peraturan
perundang-undangan;
-e. kerusakan atau punahnya bendabenda dan bangunan gedung
-peninggal-an sejarah yang bernilai
-tinggi;
-f. perubahan areal yang mempunyai
-nilai keindahan alami yang tinggi;
-dan/atau
-g. timbulnya konflik atau kontroversi
-dengan masyarakat dan/atau
-pemerintah.
+b. perubahan mendasar pada komponen
+lingkungan yang melampaui kriteria yang
+diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah;
+c. terancam dan/atau punahnya spesiesspesies yang langka dan/atau endemik,
+dan/atau dilindungi menurut peraturan
+perundang-undangan atau kerusakan
+habitat alaminya;
+d. kerusakan atau gangguan terhadap kawasan
+lindung (seperti hutan lindung, cagar alam,
+taman nasional, dan suaka margasatwa)
+yang ditetap-kan menurut peraturan
+perundang-undangan;
+e. kerusakan atau punahnya benda-benda dan
+bangunan gedung peninggal-an sejarah yang
+bernilai tinggi;
+f. perubahan areal yang mempunyai nilai
+keindahan alami yang tinggi; dan/atau
+g. timbulnya konflik atau kontroversi dengan
+masyarakat dan/atau pemerintah.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
-13. Pasal 16
-Cukup jelas.
-14. Pasal 17
-753
-Cukup jelas.
-15. Pasal 18
-Cukup jelas.
-16. Pasal 19
-Cukup jelas.
-17. Pasal 20
-Cukup jelas.
-18. Pasal 21
Cukup jelas.
-19. Pasal 22
-Cukup jelas.
-20. Pasal 23
-Cukup jelas.
-21. Pasal 24
-Cukup jelas.
-22. Pasal 25
-Cukup jelas.
-23. Pasal 26
-Cukup jelas.
-24. Pasal 27
-Cukup jelas.
-25. Pasal 28
-754
-Cukup jelas.
-26. Pasal 29
-Cukup jelas.
-27. Pasal 30
-Cukup jelas.
-28. Pasal 31
-Cukup jelas.
-29. Pasal 32
-Cukup jelas.
-30. Pasal 33
-Cukup jelas.
-31. Pasal 34
+Angka 13
+Pasal 16
+Dihapus.
+Angka 14
+Pasal 17
+Dihapus.
+Angka 15
+Pasal 18
+Dihapus.
+Angka 16
+Pasal 19
+Dihapus.
+634
+Angka 17
+Pasal 20
+Dihapus
+.
+Angka 18
+Pasal 21
+Dihapus
+.
+Angka 19
+Pasal 22
+Dihapus
+.
+Angka 20
+Pasal 23
+Dihapus
+.
+Angka 21
+Pasal 24
+Dihapus
+.
+Angka 22
+Pasal 25
+Dihapus
+.
+Angka 23
+Pasal 26
+Dihapus
+.
+Angka 24
+Pasal 27
+Dihapus
+.
+Angka 25
+Pasal 28
+Dihapus
+.
+Angka 26
+Pasal 29
+Dihapus
+.
+Angka 27
+Pasal 30 Dihapus
+.
+Angka 28
+Pasal 31
+Dihapus
+.
+635
+Angka 29
+Pasal 32
+Dihapus.
+Angka 30
+Pasal 33
+Dihapus.
+Angka 31
+Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Ketentuan mengenai penyedia jasa
-konstruksi mengikuti peraturan
-perundang-undangan tentang jasa
-konstruksi.
+Ketentuan mengenai penyedia jasa konstruksi
+mengikuti peraturan perundang-undangan
+tentang jasa konstruksi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-32. Pasal 35
-Ayat (1)
-755
-Perencanaan pembangunan bangunan
-gedung adalah kegiatan penyusunan
-rencana teknis bangunan gedung sesuai
-dengan fungsi dan persyaratan teknis
-yang ditetapkan, sebagai pedoman dalam
-pelaksanaan dan pengawasan
-pembangunan.
-Pelaksanaan pembangunan bangunan
-gedung adalah kegiatan pendirian,
-perbaikan, penambahan, perubahan,
-atau pemugaran konstruksi bangunan
-gedung dan/atau instalasi dan/atau
-perlengkapan bangunan gedung sesuai
-dengan rencana teknis yang telah
-disusun.
-Pengawasan pembangunan bangunan
-gedung adalah kegiatan pengawasan
-pelaksanaan konstruksi mulai dari
-penyiapan lapangan sampai dengan
-penyerahan hasil akhir pekerjaan atau
-kegiatan manajemen konstruksi
-pembangunan gedung.
+Angka 32
+Pasal 35
+Ayat (1)
+Perencanaan pembangunan bangunan gedung
+adalah kegiatan penyusunan rencana teknis
+bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan
+persyaratan teknis yang ditetapkan, sebagai
+pedoman dalam pelaksanaan dan
+pengawasan pembangunan.
+Pelaksanaan pembangunan bangunan gedung
+adalah kegiatan pendirian, perbaikan,
+penambahan, perubahan, atau pemugaran
+konstruksi bangunan gedung dan/atau
+instalasi dan/atau perlengkapan bangunan
+gedung sesuai dengan rencana teknis yang
+telah disusun.
+Pengawasan pembangunan bangunan gedung
+adalah kegiatan pengawasan pelaksanaan
+konstruksi mulai dari penyiapan lapangan
+sampai dengan penyerahan hasil akhir
+pekerjaan atau kegiatan manajemen
+konstruksi pembangunan gedung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “perjanjian
-tertulis” adalah akta otentik yang
-memuat ketentuan mengenai hak dan
-kewajiban setiap pihak, jangka waktu
-berlakunya perjanjian, dan ketentuan
-lain yang dibuat dihadapan pejabat yang
-berwenang.
-756
+Yang dimaksud dengan “perjanjian tertulis”
+adalah akta otentik yang memuat ketentuan
+mengenai hak dan kewajiban setiap pihak,
+636
+jangka waktu berlakunya perjanjian, dan
+ketentuan lain yang dibuat dihadapan pejabat
+yang berwenang.
Kesepakatan perjanjian sebagaimana
dimaksud di atas harus memperhatikan
fungsi bangunan gedung dan bentuk
-pemanfaatannya, baik keseluruhan
-maupun sebagian.
+pemanfaatannya, baik keseluruhan maupun
+sebagian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “penyedia jasa
-perencana konstruksi” antara lain
-Arsitek, Ahli Struktur dan Ahli
-Mechanical, Electrical and Plumbing.
+perencana konstruksi” antara lain Arsitek,
+Ahli Struktur dan Ahli Mechanical, Electrical
+and Plumbing.
Ayat (6)
-Yang dimaksud dengan “pengujian”
-antara lain berupa hasil uji laboratorium,
-simulasi, dan/atau analisis.
+Yang dimaksud dengan “pengujian” antara
+lain berupa hasil uji laboratorium, simulasi,
+dan/atau analisis.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
-Prototipe telah menyesuaikan dengan
-kondisi geografis pada rencana lokasi
-bangunan gedung.
-33. Pasal 36
-Cukup jelas.
-34. Huruf a
+Prototipe telah menyesuaikan dengan kondisi
+geografis pada rencana lokasi bangunan
+gedung.
+Angka 33
+Pasal 36
+Dihapus.
+Angka 34
Pasal 36A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-757
-Yang dimaksud dengan “sistem
-elektronik yang diselenggarakan
-oleh Pemerintah” merupakan
-Sistem Informasi Manajemen
-Bangunan Gedung yang
-diperuntukkan bagi bangunan
-gedung non-berusaha, dan
-pelayanan Perizinan Berusaha
-terintegrasi secara elektronik yang
-diperuntukkan bagi bangunan
-gedung berusaha.
-Huruf b
+Yang dimaksud dengan “sistem elektronik
+yang diselenggarakan oleh Pemerintah”
+merupakan Sistem Informasi Manajemen
+Bangunan Gedung yang diperuntukkan bagi
+bangunan gedung non-berusaha, dan
+pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi
+secara elektronik yang diperuntukkan bagi
+bangunan gedung berusaha.
Pasal 36B
Ayat (1)
Cukup jelas.
+637
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
@@ -24804,26 +26624,23 @@ Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
-Yang dimaksud dengan
-“pengujian” adalah
-pelaksanaan pengetesan
-instalasi mekanis dan
-elektrik bangunan gedung.
-758
+Yang dimaksud dengan “pengujian”
+adalah pelaksanaan pengetesan instalasi
+mekanis dan elektrik bangunan gedung.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-35. Pasal 37
+Angka 35
+Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud “laik fungsi” yaitu
berfungsinya seluruh atau sebagian dari
bangunan gedung yang dapat menjamin
dipenuhinya persyaratan tata bangunan,
-serta persyaratan keselamatan,
-kesehatan, kenyamanan, dan
-kemudahan bangunan gedung sesuai
-dengan fungsi yang ditetapkan.
+serta persyaratan keselamatan, kesehatan,
+kenyamanan, dan kemudahan bangunan
+gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
@@ -24834,83 +26651,79 @@ Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-36. Pasal 37A
+Angka 36
+Pasal 37A
Cukup jelas.
-37. Pasal 39
+Angka 37
+Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
-759
-Bangunan gedung yang tidak laik
-fungsi dan tidak dapat diperbaiki
-lagi berarti akan membahayakan
-keselamatan pemilik dan/atau
-pengguna apabila bangunan
-gedung tersebut terus digunakan.
-Dalam hal bangunan gedung
-dinyatakan tidak laik fungsi tetapi
-masih dapat diperbaiki, pemilik
-dan/atau pengguna diberikan
-kesempatan untuk
+638
+Bangunan gedung yang tidak laik fungsi
+dan tidak dapat diperbaiki lagi berarti
+akan membahayakan keselamatan
+pemilik dan/atau pengguna apabila
+bangunan gedung tersebut terus
+digunakan. Dalam hal bangunan gedung
+dinyatakan tidak laik fungsi tetapi masih
+dapat diperbaiki, pemilik dan/atau
+pengguna diberikan kesempatan untuk
memperbaikinya sampai dengan
dinyatakan laik fungsi.
-Dalam hal pemilik tidak mampu,
-untuk rumah tinggal apabila tidak
-laik fungsi dan tidak dapat
-diperbaiki serta membahayakan
-keselamatan penghuni atau
-lingkungan, bangunan tersebut
-harus dikosongkan. Apabila
-bangunan tersebut
-membahayakan kepentingan
-umum, pelaksanaan
-pembongkarannya dapat
-dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
+Dalam hal pemilik tidak mampu, untuk
+rumah tinggal apabila tidak laik fungsi
+dan tidak dapat diperbaiki serta
+membahayakan keselamatan penghuni
+atau lingkungan, bangunan tersebut
+harus dikosongkan. Apabila bangunan
+tersebut membahayakan kepentingan
+umum, pelaksanaan pembongkarannya
+dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Huruf b
-Yang dimaksud “menimbulkan
-bahaya” adalah ketika dalam
-pemanfaatan bangunan gedung
-dan/atau lingkungannya dapat
-mem-bahayakan keselamatan
-masyarakat dan lingkungan.
-Huruf c
-760
+Yang dimaksud “menimbulkan bahaya”
+adalah ketika dalam pemanfaatan
+bangunan gedung dan/atau
+lingkungannya dapat mem-bahayakan
+keselamatan masyarakat dan lingkungan.
+Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
-Cukup Jelas.
-Ayat (2)
-Pemerintah Daerah menetapkan status
-bangunan gedung dapat dibongkar
-setelah mendapatkan hasil pengkajian
-teknis bangunan gedung yang
-dilaksanakan secara profesional,
-independen dan objektif.
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
+menetapkan status bangunan gedung dapat
+dibongkar setelah mendapatkan hasil
+pengkajian teknis bangunan gedung yang
+dilaksanakan secara profesional, independen
+dan objektif.
Ayat (3)
Dikecualikan bagi rumah tinggal tunggal,
-khususnya rumah inti tumbuh dan
-rumah sederhana sehat. Kedalaman dan
-keluasan tingkatan pengkajian teknis
-sangat bergantung pada kompleksitas
-dan fungsi bangunan gedung.
+khususnya rumah inti tumbuh dan rumah
+sederhana sehat. Kedalaman dan keluasan
+tingkatan pengkajian teknis sangat
+bergantung pada kompleksitas dan fungsi
+bangunan gedung.
Ayat (4)
-Rencana teknis pembongkaran
-bangunan gedung termasuk gambargambar rencana, gambar detail, rencana
-kerja dan syarat-syarat pelaksanaan
-pembongkaran, jadwal pelaksanaan,
-serta rencana pengamanan lingkungan.
+Rencana teknis pembongkaran bangunan
+gedung termasuk gambar-gambar rencana,
+gambar detail, rencana kerja dan syaratsyarat pelaksanaan pembongkaran, jadwal
+639
+pelaksanaan, serta rencana pengamanan
+lingkungan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-38. Pasal 40
+Angka 38
+Pasal 40
Cukup jelas.
-39. Pasal 41
+Angka 39
+Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
-761
Ayat (2)
Huruf a
Tidak dibenarkan memanfaatkan
-bangunan gedung yang tidak
-sesuai dengan fungsi yang telah
-ditetapkan.
+bangunan gedung yang tidak sesuai
+dengan fungsi yang telah ditetapkan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
@@ -24919,129 +26732,128 @@ Huruf d
Pemeriksaan secara berkala atas
kelaikan fungsi bangunan gedung
meliputi pemeriksaan terhadap
-pemenuhan persyaratan
-administratif dan teknis bangunan
-gedung sesuai dengan fungsinya,
-dengan tingkatan pemeriksaan
-berkala disesuaikan dengan jenis
-konstruksi, mekanikal dan
-elektrikal, serta kelengkapan
-bangunan gedung.
-Pemeriksaan secara berkala
-dilakukan pada periode tertentu,
-atau karena adanya perubahan
-fungsi bangunan gedung, atau
-karena adanya bencana yang
-berdampak penting pada
-keandalan bangunan gedung,
-seperti kebakaran dan gempa.
-Pemeriksaan kelaikan fungsi
-bangunan gedung dilakukan oleh
-pengkaji teknis yang kompeten
-762
-dan memiliki sertifikat sesuai
-dengan peraturan perundangundangan,
+pemenuhan persyaratan administratif
+dan teknis bangunan gedung sesuai
+dengan fungsinya, dengan tingkatan
+pemeriksaan berkala disesuaikan dengan
+jenis konstruksi, mekanikal dan
+elektrikal, serta kelengkapan bangunan
+gedung.
+Pemeriksaan secara berkala dilakukan
+pada periode tertentu, atau karena
+adanya perubahan fungsi bangunan
+gedung, atau karena adanya bencana
+yang berdampak penting pada keandalan
+bangunan gedung, seperti kebakaran dan
+gempa.
+Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
+gedung dilakukan oleh pengkaji teknis
+yang kompeten dan memiliki sertifikat
+sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Huruf e
-Perbaikan dilakukan terhadap
-seluruh, bagian, komponen, atau
-bahan bangunan gedung yang
-dinyatakan tidak laik fungsi dari
-hasil pemeriksaan yang dilakukan
-oleh pengkaji teknis, sampai
-dengan dinyatakan telah laik
-fungsi.
+Perbaikan dilakukan terhadap seluruh,
+bagian, komponen, atau bahan
+bangunan gedung yang dinyatakan tidak
+640
+laik fungsi dari hasil pemeriksaan yang
+dilakukan oleh pengkaji teknis, sampai
+dengan dinyatakan telah laik fungsi.
Huruf f
-Selain pemilik, pengguna juga
-dapat diwajibkan membongkar
-bangunan gedung dalam hal yang
-bersangkutan terikat dalam
-perjanjian menggunakan
+Selain pemilik, pengguna juga dapat
+diwajibkan membongkar bangunan
+gedung dalam hal yang bersangkutan
+terikat dalam perjanjian menggunakan
bangunan yang tidak laik fungsi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-40. Pasal 43
+Angka 40
+Pasal 43
Ayat (1)
Pembinaan dilakukan dalam rangka tata
-pemerintahan yang baik melalui
-kegiatan pengaturan, pemberdayaan,
-dan pengawasan sehingga setiap
-penyelenggaraan bangunan gedung
-dapat berlangsung tertib dan tercapai
-keandalan bangunan gedung yang
-sesuai dengan fungsinya, serta
-terwujudnya kepastian hukum.
-763
-Pengaturan dilakukan dengan
-pelembagaan peraturan perundangundangan, pedoman, petunjuk, dan
-standar teknis bangunan gedung sampai
-dengan di daerah dan
+pemerintahan yang baik melalui kegiatan
+pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan
+sehingga setiap penyelenggaraan bangunan
+gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai
+keandalan bangunan gedung yang sesuai
+dengan fungsinya, serta terwujudnya
+kepastian hukum.
+Pengaturan dilakukan dengan pelembagaan
+peraturan perundang-undangan, pedoman,
+petunjuk, dan standar teknis bangunan
+gedung sampai dengan di daerah dan
operasionalisasinya di masyarakat.
Pemberdayaan dilakukan terhadap para
-penyelenggara bangunan gedung dan
-aparat Pemerintah Daerah untuk
-menumbuh-kembangkan kesadaran
-akan hak, kewajiban, dan perannya
-dalam penyelenggaraan bangunan
-gedung.
-Pengawasan dilakukan melalui
-pemantauan terhadap pelaksanaan
-penerapan peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung dan
-upaya penegakan hukum.
-Ayat (2)
-Masyarakat yang terkait dengan
-bangunan gedung seperti masyarakat
-ahli, asosiasi profesi, asosiasi
-perusahaan, masyarakat pemilik dan
-pengguna bangunan gedung, dan aparat
-pemerintah.
+penyelenggara bangunan gedung dan aparat
+Pemerintah Daerah untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban,
+dan perannya dalam penyelenggaraan
+bangunan gedung.
+Pengawasan dilakukan melalui pemantauan
+terhadap pelaksanaan penerapan peraturan
+perundang-undangan bidang bangunan
+gedung dan upaya penegakan hukum.
+Ayat (2)
+Masyarakat yang terkait dengan bangunan
+gedung seperti masyarakat ahli, asosiasi
+profesi, asosiasi perusahaan, masyarakat
+pemilik dan pengguna bangunan gedung, dan
+aparat pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-41. Pasal 44
+Angka 41
+Pasal 44
+641
Pengenaan sanksi tidak berarti membebaskan
-pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
-dari kewajibannya memenuhi ketentuan yang
-ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
-764
+pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dari
+kewajibannya memenuhi ketentuan yang
+ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Yang dimaksud dengan “sanksi administratif”
-adalah sanksi yang diberikan oleh
-administrator (pemerintah) kepada pemilik
-dan/atau pengguna bangunan gedung tanpa
-melalui proses peradilan karena tidak
-terpenuhinya ketentuan Undang-Undang ini.
-Sanksi administratif meliputi beberapa jenis,
-yang pengenaannya bergantung pada tingkat
-kesalahan yang dilakukan oleh pemilik
-dan/atau pengguna bangunan gedung.
-Yang dimaksud dengan “nilai bangunan
-gedung” dalam ketentuan sanksi adalah nilai
-keseluruhan suatu bangunan pada saat
-sedang dibangun bagi yang sedang dalam
-proses pelaksanaan konstruksi, atau nilai
-keseluruhan suatu bangunan gedung yang
-ditetapkan pada saat sanksi dikenakan bagi
-bangunan gedung yang telah berdiri.
-42. Pasal 45
-Sanksi administratif ini dapat bersifat alternatif
-kumulatif.
-43. Pasal 46
-Cukup jelas.
-44. Pasal 47A
+adalah sanksi yang diberikan oleh administrator
+(pemerintah) kepada pemilik dan/atau pengguna
+bangunan gedung tanpa melalui proses peradilan
+karena tidak terpenuhinya ketentuan UndangUndang ini.
+Sanksi administratif meliputi beberapa jenis, yang
+pengenaannya bergantung pada tingkat kesalahan
+yang dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna
+bangunan gedung.
+Yang dimaksud dengan “nilai bangunan gedung”
+dalam ketentuan sanksi adalah nilai keseluruhan
+suatu bangunan pada saat sedang dibangun bagi
+yang sedang dalam proses pelaksanaan
+konstruksi, atau nilai keseluruhan suatu
+bangunan gedung yang ditetapkan pada saat
+sanksi dikenakan bagi bangunan gedung yang
+telah berdiri.
+Angka 42
+Pasal 45
Cukup jelas.
-Pasal 26
-1. Pasal 1
+Angka 43
+Pasal 46
Cukup jelas.
-2. Pasal 5
-765
+Angka 44
+Pasal 47A
Cukup jelas.
-3. Pasal 6
+Pasal 25
+Angka 1
+Pasal 1
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 5
Cukup jelas.
-4. Pasal 6A
+Angka 3
+Pasal 6
+Cukup jelas.
+Angka 4
+642
+Pasal 6A
Cukup jelas.
-5. Pasal 13
+Angka 5
+Pasal 13
Cukup jelas.
-6. Pasal 14
+Angka 6
+Pasal 14
Cukup jelas.
-7. Pasal 19
+Angka 7
+Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -25051,62 +26863,72 @@ Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "lembaga
-pendidikan, lembaga penelitian,
-dan/atau lembaga pengembangan"
-adalah lembaga Pemerintah Pusat,
-pemerintah daerah, dan/atau
-swasta.
+pendidikan, lembaga penelitian, dan/atau
+lembaga pengembangan" adalah lembaga
+Pemerintah Pusat, pemerintah daerah,
+dan/atau swasta.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-766
-8. Pasal 28
+Angka 8
+Pasal 28
Cukup jelas.
-9. Pasal 34
+Angka 9
+Pasal 34
Cukup jelas.
-10. Pasal 35
+Angka 10
+Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “pengaturan”
-antara lain peraturan terkait
-penyelenggaraan profesi Arsitek
-yang dimaksud dengan “pemberdayaan”
-antara lain berupa penetapan gelar
-profesi Arsitek (Ar.), penetapan standar
-pendidikan Arsitektur, dan penetapan
-standar Praktik Arsitek.
-yang dimaksud dengan “pengawasan”
-antara lain pengendalian Praktik Arsitek.
+Yang dimaksud dengan “pengaturan” antara
+lain peraturan terkait penyelenggaraan profesi
+Arsitek.
+643
+Yang dimaksud dengan “pemberdayaan”
+antara lain berupa penetapan gelar profesi
+Arsitek (Ar.), penetapan standar pendidikan
+Arsitektur, dan penetapan standar Praktik
+Arsitek.
+Yang dimaksud dengan “pengawasan” antara
+lain pengendalian Praktik Arsitek.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-11. Pasal 36
-Cukup jelas.
-12. Pasal 37
-Cukup jelas.
-13. Pasal 38
-Cukup jelas.
-767
-14. Pasal 39
-Cukup jelas.
-15. Pasal 40
+Angka 11
+Pasal 36
+Dihapus.
+Angka 12
+Pasal 37
+Dihapus.
+Angka 13
+Pasal 38
Cukup jelas.
-16. Pasal 41
+Angka 14
+Pasal 39
+Dihapus.
+Angka 15
+Pasal 40
+Dihapus.
+Angka 16
+Pasal 41
+Dihapus.
+Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-Pasal 28
-1. Pasal 1
-Cukup jelas.
-2. Pasal 7
+Angka 2
+Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+644
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
@@ -25116,8 +26938,7 @@ Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
-Cukup jelas.
-768
+Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
@@ -25126,136 +26947,153 @@ Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “sistem
-pemantauan kapal perikanan”
-adalah salah satu bentuk sistem
-pengawasan di bidang
-penangkapan ikan dengan
-menggunakan peralatan
-pemantauan kapal perikanan yang
-telah ditentukan, seperti sistem
-pemantauan kapal perikanan
-(vessel monitoring system/VMS).
+pemantauan kapal perikanan” adalah
+salah satu bentuk sistem pengawasan di
+bidang penangkapan ikan dengan
+menggunakan peralatan pemantauan
+kapal perikanan yang telah ditentukan,
+seperti sistem pemantauan kapal
+perikanan (vessel monitoring
+system/VMS).
Huruf l
Dalam usaha meningkatkan
produktivitas suatu perairan dapat
-dilakukan penebaran ikan jenis
-baru, yang kemungkinan
-menimbulkan efek negatif bagi
-kelestarian sumber daya ikan
-setempat sehingga perlu
-dipertimbangkan agar penebaran
-ikan jenis baru dapat beradaptasi
-dengan lingkungan sumber daya
-ikan setempat dan/atau tidak
-merusak keaslian sumber daya
-ikan.
-Huruf m
-769
-Yang dimaksud dengan
-“penangkapan ikan berbasis budi
-daya” adalah penangkapan sumber
-daya ikan yang berkembang biak
-dari hasil penebaran kembali.
+dilakukan penebaran ikan jenis baru,
+yang kemungkinan menimbulkan efek
+negatif bagi kelestarian sumber daya
+ikan setempat sehingga perlu
+dipertimbangkan agar penebaran ikan
+jenis baru dapat beradaptasi dengan
+lingkungan sumber daya ikan setempat
+dan/atau tidak merusak keaslian
+sumber daya ikan.
+Huruf m
+Yang dimaksud dengan “penangkapan
+ikan berbasis budi daya” adalah
+penangkapan sumber daya ikan yang
+berkembang biak dari hasil penebaran
+kembali.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
-Ada beberapa cara yang dapat
-ditempuh dalam melaksanakan
-rehabilitasi dan peningkatan
-sumber daya ikan dan
-lingkungannya, antara lain,
-dengan penanaman atau reboisasi
-hutan bakau, pemasangan
-terumbu karang buatan,
-pembuatan tempat berlindung
-atau berkembang biak ikan,
-peningkatan kesuburan perairan
-dengan jalan pemupukan atau
-penambahan jenis makanan,
-pembuatan saluran ruaya ikan,
-atau pengerukan dasar perairan.
-Huruf p
Cukup jelas.
+Huruf p
+645
+Ada beberapa cara yang dapat ditempuh
+dalam melaksanakan rehabilitasi dan
+peningkatan sumber daya ikan dan
+lingkungannya, antara lain, dengan
+penanaman atau reboisasi hutan bakau,
+pemasangan terumbu karang buatan,
+pembuatan tempat berlindung atau
+berkembang biak ikan, peningkatan
+kesuburan perairan dengan jalan
+pemupukan atau penambahan jenis
+makanan, pembuatan saluran ruaya
+ikan, atau pengerukan dasar perairan.
Huruf q
-Yang dimaksud dengan “kawasan
-konservasi perairan” adalah
-kawasan perairan yang dilindungi,
-dikelola dengan sistem zonasi,
-untuk mewujudkan pengelolaan
-sumber daya ikan dan
-770
-lingkungannya secara
-berkelanjutan.
+Cukup jelas.
Huruf r
-Penetapan wabah dan wilayah
-wabah penyakit ikan bertujuan
-agar masyarakat mengetahui
-bahwa dalam wilayah tersebut
-terjangkit wabah, dan ditetapkan
-langkah pencegahan terjadinya
-penyebaran wabah penyakit ikan
-dari satu wilayah ke wilayah
+Yang dimaksud dengan “kawasan
+konservasi perairan” adalah kawasan
+perairan yang dilindungi, dikelola dengan
+sistem zonasi, untuk mewujudkan
+pengelolaan sumber daya ikan dan
+lingkungannya secara berkelanjutan.
+Penetapan wabah dan wilayah wabah
+penyakit ikan bertujuan agar masyarakat
+mengetahui bahwa dalam wilayah
+tersebut terjangkit wabah, dan
+ditetapkan langkah pencegahan
+terjadinya penyebaran wabah penyakit
+ikan dari satu wilayah ke wilayah
lainnya.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
+Huruf u
+Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-3. Pasal 25A
+Angka 3
+Pasal 20A
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 25A
Cukup jelas.
-4. Pasal 26
+646
+Angka 5
+Pasal 26
Cukup jelas.
-5. Pasal 27
+Angka 6
+Pasal 27
Cukup jelas.
-6. Pasal 28
+Angka 7
+Pasal 27A
Cukup jelas.
-771
-7. Pasal 28A
+Angka 8
+Pasal 28
Cukup jelas.
-8. Pasal 30
+Angka 9
+Pasal 28A
+Cukup jelas.
+Angka 10
+Pasal 30
Cukup jelas.
.
-9. Pasal 31
+Angka 11
+Pasal 31
Cukup jelas.
-10. Pasal 32
+Angka 12
+Pasal 32
Cukup jelas.
-11. Pasal 33
+Angka 13
+Pasal 33
Cukup jelas.
-12. Pasal 35
+Angka 14
+Pasal 35
Ayat (1)
-Dalam rangka pengendalian
-pemanfaatan sumber daya ikan,
-penataan dan pengendalian terhadap
-pengadaan kapal baru dan/atau bekas
-perlu dikendalikan agar sesuai dengan
-daya dukung sumber daya ikan.
+Dalam rangka pengendalian pemanfaatan
+sumber daya ikan, penataan dan
+pengendalian terhadap pengadaan kapal baru
+dan/atau bekas perlu dikendalikan agar
+sesuai dengan daya dukung sumber daya
+ikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-13. Pasal 35A
+Ayat (3)
+647
Cukup jelas.
-14. Pasal 36
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-772
-15. Pasal 38
+Angka 15
+Pasal 35A
+Cukup jelas.
+Angka 16
+Pasal 36
+Cukup jelas.
+Angka 17
+Pasal 38
Ayat (1)
-Kewajiban menyimpan alat penangkapan
-ikan di dalam palka diberlakukan bagi
-setiap kapal perikanan berbendera asing
-yang melintasi perairan Indonesia, alur
-laut kepulauan Indonesia (ALKI), dan
-ZEEI.
+Kewajiban menyimpan alat penangkapan ikan
+di dalam palka diberlakukan bagi setiap kapal
+perikanan berbendera asing yang melintasi
+perairan Indonesia, alur laut kepulauan
+Indonesia (ALKI), dan ZEEI.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-16. Pasal 40
+Angka 18
+Pasal 40
Cukup jelas.
-17. Pasal 41
+Angka 19
+Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -25265,47 +27103,43 @@ Huruf b
Klasifikasi pelabuhan perikanan
termasuk diantaranya pelabuhan
perikanan samudera, pelabuhan
-pelabuhan perikanan nusantara
-dan pelabuhan perikanan pantai.
+pelabuhan perikanan nusantara dan
+pelabuhan perikanan pantai.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
-Huruf e
-773
+Huruf e
Untuk mendukung dan menjamin
-kelancaran operasional pelabuhan
+kelancaran operasional pelabuhan
+648
perikanan, ditetapkan batas-batas
-wilayah kerja dan pengoperasian
-dalam koordinat geografis. Dalam
-hal wilayah kerja dan
-pengoperasian pelabuhan
+wilayah kerja dan pengoperasian dalam
+koordinat geografis. Dalam hal wilayah
+kerja dan pengoperasian pelabuhan
perikanan berbatasan dan/atau
-mempunyai kesamaan
-kepentingan dengan instansi lain,
-penetapan batasnya dilakukan
-melalui koordinasi dengan instansi
-yang bersangkutan.
+mempunyai kesamaan kepentingan
+dengan instansi lain, penetapan batasnya
+dilakukan melalui koordinasi dengan
+instansi yang bersangkutan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Yang dimaksud dengan “bongkar muat
-ikan” adalah termasuk juga pendaratan
-ikan.
+Yang dimaksud dengan “bongkar muat ikan”
+adalah termasuk juga pendaratan ikan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-18. Pasal 42
+Angka 20
+Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”syahbandar di
-pelabuhan perikanan” adalah
-syahbandar yang ditempatkan secara
-khusus di pelabuhan perikanan untuk
-pengurusan administratif dan
-menjalankan fungsi menjaga
-keselamatan pelayaran.
-774
+pelabuhan perikanan” adalah syahbandar
+yang ditempatkan secara khusus di
+pelabuhan perikanan untuk pengurusan
+administratif dan menjalankan fungsi
+menjaga keselamatan pelayaran.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
@@ -25318,15 +27152,16 @@ Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
-Yang dimaksud dengan “log book”
-adalah laporan harian nakhoda
-mengenai kegiatan penangkapan
-ikan atau pengangkutan ikan.
+Yang dimaksud dengan “log book” adalah
+laporan harian nakhoda mengenai
+kegiatan penangkapan ikan atau
+pengangkutan ikan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
+649
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
@@ -25339,7 +27174,6 @@ Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
-775
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
@@ -25347,247 +27181,292 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Syahbandar yang akan diangkat
-dimaksudkan pengusulannya terlebih
-dahulu dikoordinasikan dengan Menteri.
+dimaksudkan pengusulannya terlebih dahulu
+dikoordinasikan dengan Menteri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-19. Pasal 43
+Angka 21
+Pasal 43
Cukup jelas.
-20. Pasal 44
+Angka 22
+Pasal 44
Cukup jelas.
-21. Pasal 45
+Angka 23
+Pasal 45
Kapal perikanan yang berlayar tidak dari
pelabuhan perikanan termasuk dari pelabuhan
-yang dibangun pihak swasta hanya
-dimungkinkan apabila di tempat tersebut tidak
-ada pelabuhan perikanan.
+yang dibangun pihak swasta hanya dimungkinkan
+apabila di tempat tersebut tidak ada pelabuhan
+perikanan.
Termasuk kapal perikanan yang berlayar tidak
-dari pelabuhan perikanan di antaranya kapalkapal yang berlayar dari pelabuhan
-tangkahan, pelabuhan rakyat, dan pelabuhan
-lainnya wajib memenuhi standar laik operasi
-dari pengawas perikanan.
-776
-Ketentuan ini hanya dimungkinkan berlaku
-bagi kapal perikanan yang pada daerah
-tersebut memang tidak ada pelabuhan
-perikanan dan/atau pelabuhan umum, dan
-fasilitas lainnya. Dalam hubungan ini, maka
-Persetujuan Berlayar dimungkinkan untuk
-diterbitkan oleh syahbandar setempat.
-22. Pasal 49
-Cukup jelas.
-23. Pasal 89
-Cukup jelas.
-24. Pasal 92
-Cukup jelas.
-25. Pasal 93
-Ayat (1)
-Cukup jelas.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-Ayat (5)
-Cukup jelas.
-Ayat (6)
+dari pelabuhan perikanan di antaranya kapalkapal yang berlayar dari pelabuhan tangkahan,
+pelabuhan rakyat, dan pelabuhan lainnya wajib
+memenuhi standar laik operasi dari pengawas
+perikanan.
+Ketentuan ini hanya dimungkinkan berlaku bagi
+kapal perikanan yang pada daerah tersebut
+650
+memang tidak ada pelabuhan perikanan dan/atau
+pelabuhan umum, dan fasilitas lainnya. Dalam
+hubungan ini, maka Persetujuan Berlayar
+dimungkinkan untuk diterbitkan oleh syahbandar
+setempat.
+Angka 24
+Pasal 49
Cukup jelas.
-26. Pasal 94
+Angka 25
+Pasal 89
Cukup jelas.
-777
-27. Pasal 94A
+Angka 26
+Pasal 92
Cukup jelas.
-28. Pasal 95
+Angka 27
+Pasal 93
Cukup jelas.
-29. Pasal 96
+Angka 28
+Pasal 94
Cukup jelas.
-30. Pasal 97
+Angka 29
+Pasal 94A
Cukup jelas.
-31. Pasal 98
+Angka 30
+Pasal 95
+Dihapus.
+Angka 31
+Pasal 96
+Dihapus.
+Angka 32
+Pasal 97
Cukup jelas.
-32. Pasal 100B
+Angka 33
+Pasal 98
Cukup jelas.
-33. Pasal 101
+Angka 34
+Pasal 101
Cukup jelas.
+651
+Pasal 28
+Cukup jelas
+.
Pasal 29
-Cukup jelas.
+Angka
+1
+Pasal 14
+Cukup jelas
+.
+Angka
+2
+Pasal 15
+Cukup jelas
+.
+Angka
+3
+Pasal 1
+6
+Cukup jelas
+.
+Angka
+4
+Pasal 17
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+Pasal 18
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6
+Pasal 24
+Cukup jelas
+.
+Angka
+7
Pasal 30
-1. Pasal 14
-Cukup jelas.
-2. Pasal 15
-Cukup jelas.
-3. Pasal 16
-Cukup jelas.
-778
-4. Pasal 17
-Cukup jelas.
-5. Pasal 18
-Cukup jelas.
-6. Pasal 24
-Cukup jelas.
-7. Pasal 30
-Cukup jelas.
-8. Pasal 31
-Cukup jelas.
-9. Pasal 35
-Cukup jelas.
-10. Pasal 39
-Cukup jelas.
-11. Pasal 40
-Cukup jelas.
-12. Pasal 42
-Cukup jelas.
-13. Pasal 43
+Cukup jelas
+.
+Angka
+8
+Pasal 31
+Dihapus
+.
+Angka
+9
+Pasal 35
+Cukup jelas
+.
+Angka 10
+Pasal 39
+Cukup jelas
+.
+Angka 11
+Pasal 40
+Cukup jelas
+.
+652
+Angka 12
+Pasal 42
Cukup jelas.
-14. Pasal 45
+Angka 13
+Pasal 43
Cukup jelas.
-779
-15. Pasal 47
+Angka 14
+Pasal 45
+Dihapus.
+Angka 15
+Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "skala tertentu"
-adalah Usaha Perkebunan yang
-dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan
-sesuai dengan skala usaha yang
-ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+adalah Usaha Perkebunan yang dilakukan
+oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan
+skala usaha yang ditetapkan oleh Pemerintah
+Pusat.
Yang dimaksud dengan "kapasitas pabrik
tertentu" adalah kapasitas minimal unit
pengolahan Hasil Perkebunan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-16. Pasal 48
-Cukup jelas.
-17. Pasal 49
-Cukup jelas.
-18. Pasal 50
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-19. Pasal 58
+Angka 16
+Pasal 48
Cukup jelas.
-20. Pasal 59
+Angka 17
+Pasal 49
+Dihapus.
+Angka 18
+Pasal 50
+Dihapus.
+Angka 19
+Pasal 58
Cukup jelas.
-21. Pasal 60
+Angka 20
+Pasal 60
Cukup jelas.
-780
-22. Pasal 64
-Cukup jelas.
-23. Pasal 67
-Ayat (1)
-Memelihara kelestarian fungsi
-lingkungan hidup di dalamnya termasuk
-mencegah dan menanggulangi
-pencemaran dan perusakan lingkungan
-hidup yang ditimbulkan oleh kegiatan
-usaha dari Pelaku Usaha Perkebunan.
-Dalam hal ini Pemerintah Pusat,
-provinsi, dan kabupaten/kota
-berkewajiban membina dan
-memfasilitasi pemeliharaan kelestarian
-fungsi lingkungan hidup tersebut,
+653
+Angka 21
+Pasal 67
+Ayat (1)
+Memelihara kelestarian fungsi lingkungan
+hidup di dalamnya termasuk mencegah dan
+menanggulangi pencemaran dan perusakan
+lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh
+kegiatan usaha dari Pelaku Usaha
+Perkebunan. Dalam hal ini Pemerintah Pusat,
+provinsi, dan kabupaten/kota berkewajiban
+membina dan memfasilitasi pemeliharaan
+kelestarian fungsi lingkungan hidup tersebut,
khususnya kepada Pekebun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-24. Pasal 68
-Cukup jelas.
-25. Pasal 70
+Angka 22
+Pasal 68
+Dihapus.
+Angka 23
+Pasal 70
Cukup jelas.
-26. Pasal 74
+Angka 24
+Pasal 74
Ayat (1)
Hasil Perkebunan tertentu yang
berbahan baku impor antara lain gula
tebu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-781
-27. Pasal 75
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-28. Pasal 86
+Angka 25
+Pasal 75
Cukup jelas.
-29. Pasal 93
+Angka 26
+Pasal 93
Cukup jelas.
-30. Pasal 95
+Angka 27
+Pasal 95
Cukup jelas.
-31. Pasal 96
+Angka 28
+Pasal 96
+654
Cukup jelas.
-32. Pasal 97
+Angka 29
+Pasal 97
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “pembinaan
-teknis” adalah penerapan budi daya
-yang baik (good agricultural practices),
-penerapan pascapanen dan pengolahan
-yang baik (good handling practices) dan
-good manufacturing practices, dan
-penerapan pengembangan Perkebunan
+Yang dimaksud dengan “pembinaan teknis”
+adalah penerapan budi daya yang baik (good
+agricultural practices), penerapan pascapanen
+dan pengolahan yang baik (good handling
+practices) dan good manufacturing practices,
+dan penerapan pengembangan Perkebunan
berkelanjutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-33. Pasal 99
-782
-Cukup jelas.
-34. Pasal 102
-Cukup jelas.
-35. Pasal 103
-Cukup jelas.
-36. Pasal 105
+Angka 30
+Pasal 99
Cukup jelas.
-37. Pasal 109
+Angka 31
+Pasal 103
Cukup jelas.
-Pasal 31
-1. Pasal 11
+Angka 32
+Pasal 105
+Dihapus.
+Angka 33
+Pasal 109
+Dihapus.
+Pasal 30
+Angka 1
+Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan yang diatur lebih lanjut dalam
-Peraturan Pemerintah antara lain
-mengatur mengenai bentuk formulir
-permohonan dan tatacara pengisiannya,
-serta komponen dan besarnya biaya
-pemrosesan permohonan, contoh surat
-kuasa khusus, dan bentuk surat
-pernyataan aman untuk varietas
-transgenik.
-2. Pasal 29
+Peraturan Pemerintah antara lain mengatur
+mengenai bentuk formulir permohonan dan
+tatacara pengisiannya, serta komponen dan
+besarnya biaya pemrosesan permohonan,
+contoh surat kuasa khusus, dan bentuk surat
+pernyataan aman untuk varietas transgenik.
+655
+Angka 2
+Pasal 29
Ayat (1)
-783
-Apabila dalam jangka waktu satu bulan
-setelah berakhirnya pengumuman,
-Kantor PVT belum menerima
-permohonan pemeriksaan tersebut,
-maka permohonan PVT dianggap ditarik
-kembali.
+Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
+setelah berakhirnya pengumuman, Kantor
+PVT belum menerima permohonan
+pemeriksaan tersebut, maka permohonan PVT
+dianggap ditarik kembali.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-3. Pasal 40
+Angka 3
+Pasal 40
Ayat (1)
-Hak PVT pada dasarnya dapat beralih
-dari, atau dialihkan oleh pemegang hak
-PVT kepada perorangan atau badan
-hukum lain.
+Hak PVT pada dasarnya dapat beralih dari,
+atau dialihkan oleh pemegang hak PVT
+kepada perorangan atau badan hukum lain.
Yang dimaksud dengan “sebab lain yang
-dibenarkan oleh Undang-Undang”
-misalnya pengalihan hak PVT melalui
-putusan pengadilan.
+dibenarkan oleh Undang-Undang” misalnya
+pengalihan hak PVT melalui putusan
+pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan yang diatur lebih lanjut dalam
-Peraturan Pemerintah antara lain
-mengatur mengenai persyaratan
-pengalihan, formulir permohonan
-pengalihan dan dokumen
+Peraturan Pemerintah antara lain mengatur
+mengenai persyaratan pengalihan, formulir
+permohonan pengalihan dan dokumen
kelengkapannya, serta komponen dan
-besarnya biaya pencatatan pengalihan
-hak PVT.
-4. Pasal 43
-784
+besarnya biaya pencatatan pengalihan hak
+PVT.
+Angka 4
+Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -25596,34 +27475,44 @@ Ayat (3)
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah mengenai perjanjian lisensi
meliputi hak dan kewajiban pemberi dan
-penerima lisensi termasuk bagian-bagian
-dari pelaksanaan hak PVT yang
-dilisensikan, jangka waktu serta bentuk
-perjanjian lisensi tersebut.
-5. Pasal 63
+penerima lisensi termasuk bagian-bagian dari
+pelaksanaan hak PVT yang dilisensikan,
+jangka waktu serta bentuk perjanjian lisensi
+tersebut.
+656
+Angka 5
+Pasal 63
Cukup jelas.
-Pasal 32
-1. Pasal 19
+Pasal 31
+Angka 1
+Pasal 19
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 22
Cukup jelas.
-2. Pasal 32
+Angka 3
+Pasal 32
Cukup jelas.
-3. Pasal 43
+Angka 4
+Pasal 43
Cukup jelas.
-4. Pasal 44
+Angka 5
+Pasal 44
Cukup jelas.
-5. Pasal 86
+Angka 6
+Pasal 86
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "skala tertentu"
-adalah batasan atau persentase yang
-785
-ditentukan oleh Pemerintah Pusat
-kepada Pelaku Usaha dalam melakukan
-Usaha Budi Daya Pertanian tertentu.
+adalah batasan atau persentase yang
+ditentukan oleh Pemerintah Pusat kepada
+Pelaku Usaha dalam melakukan Usaha Budi
+Daya Pertanian tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-6. Pasal 102
+Angka 7
+Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -25632,110 +27521,122 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pusat data dan informasi paling sedikit
-menyampaikan data dan informasi
-mengenai Varietas Tanaman, letak dan
-luas wilayah, kawasan, dan unit Usaha
-Budi Daya Pertanian, permintaan pasar,
-peluang dan tantangan pasar, perkiraan
-produksi, perkiraan harga, perkiraan
-pasokan, perkiraan musim tanam dan
-musim panen, prakiraan iklim,
-Organisme pengganggu Tumbuhan serta
-hama dan penyakit hewan, ketersediaan
-Prasarana Budi Daya Pertanian, dan
-ketersediaan Sarana Budi Daya
+menyampaikan data dan informasi mengenai
+657
+Varietas Tanaman, letak dan luas wilayah,
+kawasan, dan unit Usaha Budi Daya
+Pertanian, permintaan pasar, peluang dan
+tantangan pasar, perkiraan produksi,
+perkiraan harga, perkiraan pasokan,
+perkiraan musim tanam dan musim panen,
+prakiraan iklim, Organisme pengganggu
+Tumbuhan serta hama dan penyakit hewan,
+ketersediaan Prasarana Budi Daya Pertanian,
+dan ketersediaan Sarana Budi Daya
Pertanian.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-Ayat (6)
-786
+Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
-7. Pasal 107
-Cukup jelas.
-8. Pasal 108
-Cukup jelas.
-9. Pasal 111
+Angka 8
+Pasal 108
Cukup jelas.
-Pasal 33
-1. Pasal 15
+Angka 9
+Pasal 111
+Dihapus.
+Pasal 32
+Angka 1
+Pasal 15
Cukup jelas.
-2. Pasal 30
+Angka 2
+Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kebutuhan
-konsumsi” adalah besarnya rata-rata
-tingkat konsumsi langsung ataupun
-tidak langsung perkapita (termasuk
-kebutuhan industri) dikalikan jumlah
-penduduk pada waktu tertentu.
+konsumsi” adalah besarnya rata-rata tingkat
+konsumsi langsung ataupun tidak langsung
+perkapita (termasuk kebutuhan industri)
+dikalikan jumlah penduduk pada waktu
+tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-3. Pasal 101
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-Pasal 34
-787
-1. Pasal 15
+Angka 3
+Pasal 101
+Dihapus.
+658
+Pasal 33
+Angka 1
+Pasal 15
Cukup jelas.
-2. Pasal 33
+Angka 2
+Pasal 33
Cukup jelas.
-3. Pasal 35
+Angka 3
+Pasal 35
Cukup jelas.
-4. Pasal 48
+Angka 4
+Pasal 35A
Cukup jelas.
-5. Pasal 49
+Angka 5
+Pasal 48
+Dihapus.
+Angka 6
+Pasal 49
Ayat (1)
Pendataan dilakukan dalam rangka
pembinaan dan pemberdayaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-6. Pasal 51
-Cukup jelas.
-7. Pasal 52
+Angka 7
+Pasal 51
+Dihapus.
+Angka 8
+Pasal 52
Cukup jelas.
-8. Pasal 54
+Angka 9
+Pasal 54
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “persyaratan
-teknis minimal” adalah batasan terendah
-dari spesifikasi teknis yang diterapkan
-agar usaha hortikultura terlaksana
-dengan baik, jika standar baku belum
-ditetapkan.
+Yang dimaksud dengan “persyaratan teknis
+minimal” adalah batasan terendah dari
+spesifikasi teknis yang diterapkan agar usaha
+hortikultura terlaksana dengan baik, jika
+standar baku belum ditetapkan.
Ayat (2)
-788
-Yang dimaksud dengan “keamanan
-pangan produk hortikultura” adalah
-kondisi dan upaya yang diperlukan
-untuk mencegah pangan produk
-hortikultura dari kemungkinan cemaran
-biologis, kimia, dan benda lain yang
-dapat mengganggu, merugikan, dan
-membahayakan kesehatan manusia.
+Yang dimaksud dengan “keamanan pangan
+produk hortikultura” adalah kondisi dan
+upaya yang diperlukan untuk mencegah
+659
+pangan produk hortikultura dari
+kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan
+benda lain yang dapat mengganggu,
+merugikan, dan membahayakan kesehatan
+manusia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-9. Pasal 56
+Angka 10
+Pasal 56
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “kemitraan”
-adalah kerja sama dalam keterkaitan
-usaha baik langsung maupun tidak
-langsung antara usaha mikro dan/atau
-usaha kecil dengan usaha menengah
-dan/atau usaha besar disertai
-pembinaan dan pengembangan oleh
+Yang dimaksud dengan “kemitraan” adalah
+kerja sama dalam keterkaitan usaha baik
+langsung maupun tidak langsung antara
+usaha mikro dan/atau usaha kecil dengan
+usaha menengah dan/atau usaha besar
+disertai pembinaan dan pengembangan oleh
usaha menengah dan/atau usaha besar
dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling mempercayai, saling
-memperkuat, dan saling
-menguntungkan.
+memperkuat, dan saling menguntungkan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
-Huruf b
-789
+Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
@@ -25745,118 +27646,121 @@ Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “bentuk
-kemitraan lain” seperti kontrak
-budi daya, bagi hasil, kerja sama
-operasional, usaha patungan (joint
-venture), dan penyumberluaran
-(outsourcing). Kontrak budi daya
-merupakan perjanjian jual beli
+kemitraan lain” seperti kontrak budi
+daya, bagi hasil, kerja sama operasional,
+usaha patungan (joint venture), dan
+penyumberluaran (outsourcing). Kontrak
+budi daya merupakan perjanjian jual beli
dengan pemesanan pada awal
-penanaman. Kerja sama
-operasional meliputi kerja sama
-pembiayaan, penyediaan sarana
-produksi, teknis budi daya,
-manajemen, sampai dengan
-pemasaran.
+penanaman. Kerja sama operasional
+meliputi kerja sama pembiayaan,
+penyediaan sarana produksi, teknis budi
+daya, manajemen, sampai dengan
+pemasaran.
+660
Ayat (4)
Cukup jelas.
-10. Pasal 57
+Angka 11
+Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Yang dimaksud dengan “introduksi
-dalam bentuk Benih atau materi induk”
-adalah pemasukan Benih atau materi
-induk dari luar negeri untuk pertama
-790
-kali dan tidak diedarkan atau
-diperdagangkan, melainkan untuk
-keperluan pemuliaan tanaman.
+Yang dimaksud dengan “introduksi dalam
+bentuk Benih atau materi induk” adalah
+pemasukan Benih atau materi induk dari luar
+negeri untuk pertama kali dan tidak
+diedarkan atau diperdagangkan, melainkan
+untuk keperluan pemuliaan tanaman.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Yang dimaksud dengan “kelompok”
-adalah kumpulan pelaku usaha yang
-menyepakati suatu kegiatan, tanggung
-jawab atau penanganan risiko secara
-bersama berdasarkan kesamaan jenis
-usaha, kesamaan komoditas, dan/atau
-kesamaan ekosistem.
+Yang dimaksud dengan “kelompok” adalah
+kumpulan pelaku usaha yang menyepakati
+suatu kegiatan, tanggung jawab atau
+penanganan risiko secara bersama
+berdasarkan kesamaan jenis usaha,
+kesamaan komoditas, dan/atau kesamaan
+ekosistem.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-11. Pasal 63
-Cukup jelas.
-12. Pasal 68
+Angka 12
+Pasal 63
+Dihapus.
+Angka 13
+Pasal 68
Cukup jelas.
-13. Pasal 73
+Angka 14
+Pasal 73
Cukup jelas.
-14. Pasal 88
+Angka 15
+Pasal 88
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
-Cukup jelas.
-791
-Huruf d
-Ketentuan mengenai keamanan
-dan perlindungan terhadap
-kesehatan manusia, hewan,
-tumbuhan, dan lingkungan
-mengacu pada perjanjian
-internasional Sanitary and
-Phitosanitary dari Organisasi
-Pangan dan Pertanian
+Cukup jelas.
+Huruf d
+661
+Ketentuan mengenai keamanan dan
+perlindungan terhadap kesehatan
+manusia, hewan, tumbuhan, dan
+lingkungan mengacu pada perjanjian
+internasional Sanitary and Phitosanitary
+dari Organisasi Pangan dan Pertanian
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Penetapan “pintu masuk” bagi impor
-produk hortikultura dimaksudkan untuk
-memudahkan pengawasan terkait
-dengan masuknya OPT Karantina,
-keamanan hayati, spesies asing yang
-invasif, dan keamanan pangan.
+Penetapan “pintu masuk” bagi impor produk
+hortikultura dimaksudkan untuk
+memudahkan pengawasan terkait dengan
+masuknya OPT Karantina, keamanan hayati,
+spesies asing yang invasif, dan keamanan
+pangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-15. Pasal 90
-Cukup jelas.
-16. Pasal 92
-Cukup jelas.
-17. Pasal 100
-Cukup jelas.
-18. Pasal 101
+Angka 16
+Pasal 90
Cukup jelas.
-792
-19. Pasal 122
+Angka 17
+Pasal 92
Cukup jelas.
-20. Pasal 123
+Angka 18
+Pasal 100
Cukup jelas.
-21. Pasal 126
+Angka 19
+Pasal 101
Cukup jelas.
-22. Pasal 131
+Angka 20
+Pasal 122
Cukup jelas.
-Pasal 35
-1. Pasal 6
+Angka 21
+Pasal 126
+Dihapus.
+Angka 22
+Pasal 131
+Dihapus.
+Pasal 34
+Angka 1
+662
+Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dipertahankan
keberadaan dan kemanfaatannya secara
keberlanjutan”, adalah upaya yang perlu
dilakukan oleh kabupaten/kota untuk
memasukkan Kawasan Penggembalaan
-Umum dalam program pembangunan
-daerah.
+Umum dalam program pembangunan daerah.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
-Yang dimaksud dengan “kastrasi”
-adalah tindakan mencegah
-berfungsinya testis dengan jalan
-menghilangkannya atau
-menghambat fungsinya.
-793
+Yang dimaksud dengan “kastrasi” adalah
+tindakan mencegah berfungsinya testis
+dengan jalan menghilangkannya atau
+menghambat fungsinya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
@@ -25865,128 +27769,117 @@ Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penetapan lahan
sebagai Kawasan Penggembalaan Umum"
yaitu upaya yang harus dilakukan oleh
-pemerintah daerah kabupaten/ kota
-untuk menyediakan lahan
-penggembalaan umum, antara lain,
-misalnya tanah pangonan, tanah titisara
-atau tanah kas desa.
+pemerintah daerah kabupaten/ kota untuk
+menyediakan lahan penggembalaan umum,
+antara lain, misalnya tanah pangonan, tanah
+titisara atau tanah kas desa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-2. Pasal 13
+Angka 2
+Pasal 13
Cukup jelas.
-3. Pasal 15
+Angka 3
+Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
-Yang dimaksud dengan "mutu
-genetik" adalah ekspresi
-keunggulan sifat individu.
-Yang dimaksud dengan
-"keragaman genetik" adalah
-ekspresi keunggulan variasi genetik
-antarindividu.
-794
+Yang dimaksud dengan "mutu genetik"
+adalah ekspresi keunggulan sifat
+individu.
+Yang dimaksud dengan "keragaman
+genetik" adalah ekspresi keunggulan
+variasi genetik antarindividu.
+663
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
-Yang dimaksud dengan
-“kekurangan Benih" yaitu ketidak
-cukupan jumlah Benih (semen
-atau embrio) Ternak bukan asli
-atau lokal (eksotik) yang digunakan
+Yang dimaksud dengan “kekurangan
+Benih" yaitu ketidak cukupan jumlah
+Benih (semen atau embrio) Ternak bukan
+asli atau lokal (eksotik) yang digunakan
untuk kebutuhan pemuliaan dalam
-rangka meningkatkan
-produktivitas dan/ atau mutu
-genetik.
-Yang dimaksud dengan
-"kekurangan Bibit" yaitu
-ketidakcukupan jumlah Bibit
-Ternak eksotik yang sebelumnya
-telah dikembangkan atau
-beradaptasi di Indonesia dalam
-rangka meningkatkan mutu
-genetik Ternak eksotik.
+rangka meningkatkan produktivitas dan/
+atau mutu genetik.
+Yang dimaksud dengan "kekurangan
+Bibit" yaitu ketidakcukupan jumlah Bibit
+Ternak eksotik yang sebelumnya telah
+dikembangkan atau beradaptasi di
+Indonesia dalam rangka meningkatkan
+mutu genetik Ternak eksotik.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-4. Pasal 16
+Angka 4
+Pasal 16
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan "Ternak lokal"
-adalah hasil persilangan antara Ternak
-asli luar negeri dan Ternak asli
-Indonesia, yang telah dikembangbiakkan
-795
-di Indonesia sampai generasi kelima
-atau lebih yang teradaptasi pada
-lingkungan dan/ atau manajemen
+Yang dimaksud dengan "Ternak lokal" adalah
+hasil persilangan antara Ternak asli luar
+negeri dan Ternak asli Indonesia, yang telah
+dikembangbiakkan di Indonesia sampai
+generasi kelima atau lebih yang teradaptasi
+pada lingkungan dan/ atau manajemen
setempat.
Ayat (2)
-Ketentuan larangan terhadap
-pengeluaran Benih dan Bibit terbaik
-dimaksudkan untuk mempertahankan
-populasi dan mutu genetik Ternak asli
-dan lokal.
+Ketentuan larangan terhadap pengeluaran
+Benih dan Bibit terbaik dimaksudkan untuk
+mempertahankan populasi dan mutu genetik
+Ternak asli dan lokal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-5. Pasal 22
+Angka 5
+Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
-Ayat (2)
-Cara pembuatan pakan yang baik,
-misalnya dalam hal proses produksi, dan
-pembuatan pakan harus menjamin
-pakan mengandung cemaran biologi,
-fisik, kimia di atas ambang batas
-maksimal yang diperbolehkan, serta
+Ayat (2)
+664
+Cara pembuatan pakan yang baik, misalnya
+dalam hal proses produksi, dan pembuatan
+pakan harus menjamin pakan mengandung
+cemaran biologi, fisik, kimia di atas ambang
+batas maksimal yang diperbolehkan, serta
memperhatikan dampak sosial akibat
-buangan bahan baku dan bahan ikutan
-yang digunakan.
+buangan bahan baku dan bahan ikutan yang
+digunakan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Huruf a
-796
-Yang dimaksud dengan “pakan
-yang tidak layak dikonsumsi”
-dintaranya yaitu pakan yang:
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan “pakan yang
+tidak layak dikonsumsi” diantaranya
+yaitu pakan yang:
1. tidak berlabel;
2. kedaluwarsa;
-3. kemasannya rusak, fisiknya
-rusak, berbau, berubah warna;
-dan/atau
-4. palsu, yaitu tidak memiliki
-nomor pendaftaran, isi tidak
-sesuai dengan label,
-menggunakan merek orang
-lain.
+3. kemasannya rusak, fisiknya rusak,
+berbau, berubah warna; dan/atau
+4. palsu, yaitu tidak memiliki nomor
+pendaftaran, isi tidak sesuai dengan
+label, menggunakan merek orang lain.
Huruf b
-Ketentuan ini dimaksudkan
-untuk mencegah timbulnya
-penyakit sapi gila (bovine
-spongiform encephalopathy) atau
+Ketentuan ini dimaksudkan untuk
+mencegah timbulnya penyakit sapi gila
+(bovine spongiform encephalopathy) atau
scrapie pada domba/kambing.
-Yang dimaksud dengan
-“ruminansia” adalah hewan yang
-memamah biak.
+Yang dimaksud dengan “ruminansia”
+adalah hewan yang memamah biak.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “hormon
tertentu” adalah hormon sintetik.
-Yang dimaksud dengan
-“antibiotik”, antara lain,
-chloramphenicol dan tetracyclin.
+Yang dimaksud dengan “antibiotik”,
+antara lain, chloramphenicol dan
+tetracyclin.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-6. Pasal 29
-Ayat (1)
-797
+Angka 6
+Pasal 29
+Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pihak tertentu”,
antara lain, Tentara Nasional Indonesia,
kepolisian, lembaga kepabeanan,
@@ -25994,7 +27887,8 @@ lembaga penelitian, dan lembaga
pendidikan.
Yang dimaksud dengan “kepentingan
khusus”, antara lain, kuda untuk
-kavaleri, anjing untuk hewan pelacak
+kavaleri, anjing untuk hewan pelacak
+665
pelaku kriminal, kelinci untuk
penelitian.
Ayat (2)
@@ -26013,121 +27907,128 @@ peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-7. Pasal 30
+Angka 7
+Pasal 30
Cukup jelas.
-8. Pasal 36B
+Angka 8
+Pasal 36B
Cukup jelas.
-798
-9. Pasal 36C
+Angka 9
+Pasal 36C
Cukup jelas.
-10. Pasal 37
+Angka 10
+Pasal 37
Yang dimaksud dengan "lndustri pengolahan
-Produk Hewan" adalah industri yang
-melakukan kegiatan penanganan dan
-pemrosesan hasil hewan yang ditujukan
-untuk mencapai nilai tambah yang lebih
-tinggi, dengan memperhatikan aspek produk
+Produk Hewan" adalah industri yang melakukan
+kegiatan penanganan dan pemrosesan hasil hewan
+yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang
+lebih tinggi, dengan memperhatikan aspek produk
yang aman, sehat, utuh, dan halal bagi yang
dipersyaratkan.
-11. Pasal 52
+Angka 11
+Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
-Huruf b
+Huruf b
+666
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
-Yang dimaksud dengan “tidak
-memenuhi standar mutu”, yaitu,
-antara lain, kedaluwarsa
-dan/atau telah rusak atau
-mengalami perubahan fisik,
-kimiawi, dan biologik.
+Yang dimaksud dengan “tidak memenuhi
+standar mutu”, yaitu, antara lain,
+kedaluwarsa dan/atau telah rusak atau
+mengalami perubahan fisik, kimiawi, dan
+biologik.
Ayat (3)
-Cukup jelas.
-799
-12. Pasal 54
Cukup jelas.
-13. Pasal 59
+Angka 12
+Pasal 54
+Cukup jelas.
+Angka 13
+Pasal 59
Cukup jelas.
-14. Pasal 60
+Angka 14
+Pasal 60
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “nomor kontrol
-veteriner (NKV)” adalah nomor registrasi
-unit usaha produk hewan sebagai bukti
-telah dipenuhinya persyaratan higiene
-dan sanitasi sebagai kelayakan dasar
-jaminan keamanan produk hewan. Bagi
-unit usaha produk hewan yang
-mengedarkan produk hewan segar di
-seluruh Negara Kesatuan Republik
+veteriner” atau NKV adalah nomor registrasi
+unit usaha produk hewan sebagai bukti telah
+dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi
+sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan
+produk hewan. Bagi unit usaha produk
+hewan yang mengedarkan produk hewan
+segar di seluruh Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau memasukkan dari dalam
-wilayah Negara Kesatuan Republik
-Indonesia dan/atau mengeluarkan ke
-luar wilayah Negara Kesatuan Republik
-Indonesia wajib memiliki NKV.
+wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
+dan/atau mengeluarkan ke luar wilayah
+Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
+memiliki NKV.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-15. Pasal 62 .
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Angka 15
+Pasal 62
Ayat (1)
-Kewajiban pemerintah daerah
+Kewajiban Pemerintah Daerah
kabupaten/kota memiliki rumah potong
hewan dimaksudkan untuk memberikan
-pelayanan kepada masyarakat dalam
-penyediaan pangan asal hewan yang
-aman, sehat, utuh dan/atau halal.
-800
+pelayanan kepada masyarakat dalam
+667
+penyediaan pangan asal hewan yang aman,
+sehat, utuh dan/atau halal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-16. Pasal 69
+Angka 16
+Pasal 69
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “pelayanan
-kesehatan hewan” yaitu serangkaian
-tindakan yang diperlukan, antara lain,
-untuk:
-a. melakukan prognosis dan diagnosis
-penyakit secara klinis, patologis,
-laboratoris, dan/atau epidemiologis;
-b. melakukan tindakan transaksi
-terapeutik berupa konsultasi
-dan/atau informasi awal (prior
-informed-consent) kepada pemilik
-hewan yang dilanjutkan dengan
-beberapa kemungkinan tindakan
-preventif, koperatif, kuratif,
-rehabilitatif, dan promotif dengan
+Yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan
+hewan” yaitu serangkaian tindakan yang
+diperlukan, antara lain, untuk:
+a. melakukan
+prognosis dan diagnosis penyakit secara
+klinis, patologis, laboratoris, dan/atau
+epidemiologis;
+b. melakukan
+tindakan transaksi terapeutik berupa
+konsultasi dan/atau informasi awal (prior
+informed-consent) kepada pemilik hewan
+yang dilanjutkan dengan beberapa
+kemungkinan tindakan preventif, koperatif,
+kuratif, rehabilitatif, dan promotif dengan
menghindari tindakan malpraktik;
-c. melakukan pemeriksaan dan
-pengujian keamanan, kesehatan,
-keutuhan, dan kehalalan produk
-hewan; d. melakukan konfirmasi
-kepada unit pelayanan kesehatan
-hewan rujukan jika diperlukan;
-801
-d. menyampaikan data penyakit dan
-kegiatan pelayanan kepada otoritas
-veteriner;
-e. menindaklanjuti keputusan
-Pemerintah dan/atau Pemerintah
-Daerah yang berkaitan dengan
-pengendalian dan penanggulangan
-penyakit hewan dan/atau kesehatan
-masyarakat veteriner; dan
-f. melakukan pendidikan klien
-dan/atau pendidikan masyarakat
-sehubungan dengan paradigma sehat
-dan penerapan kaidah kesejahteraan
+c. melakukan
+pemeriksaan dan pengujian keamanan,
+kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk
+hewan; d. melakukan konfirmasi kepada
+unit pelayanan kesehatan hewan rujukan
+jika diperlukan;
+d. menyampaik
+an data penyakit dan kegiatan pelayanan
+kepada otoritas veteriner;
+e. menindaklan
+juti keputusan Pemerintah dan/atau
+Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan
+pengendalian dan penanggulangan penyakit
+hewan dan/atau kesehatan masyarakat
+veteriner; dan
+f. melakukan
+pendidikan klien dan/atau pendidikan
+masyarakat sehubungan dengan paradigma
+sehat dan penerapan kaidah kesejahteraan
hewan.
Yang dimaksud dengan “pelayanan jasa
-laboratorium veteriner” adalah layanan
-jasa diagnostik dan/atau penelitian dan
+laboratorium veteriner” adalah layanan jasa
+668
+diagnostik dan/atau penelitian dan
pengembangan dalam rangka pelayanan
kesehatan hewan.
Yang dimaksud dengan “pelayanan jasa
@@ -26136,396 +28037,386 @@ veteriner” adalah layanan jasa diagnostik
dan/atau penelitian dan pengembangan
dalam rangka pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan atau
-zoonosis, pelaksanaan kesehatan
-masyarakat veteriner, dan/atau
-pengujian mutu obat, residu/cemaran,
-mutu pakan, mutu Bibit/ Benih,
-dan/atau mutu produk hewan.
-Yang dimaksud dengan “pelayanan jasa
-medik veteriner” adalah layanan jasa
-yang berkaitan dengan kompetensi
-802
-dokter hewan yang diberikan kepada
-masyarakat dalam rangka praktik
-kedokteran hewan, seperti rumah sakit
-hewan, klinik hewan, klinik praktik
+zoonosis, pelaksanaan kesehatan masyarakat
+veteriner, dan/atau pengujian mutu obat,
+residu/cemaran, mutu pakan, mutu Bibit/
+Benih, dan/atau mutu produk hewan.
+Yang dimaksud dengan “pelayanan jasa medik
+veteriner” adalah layanan jasa yang berkaitan
+dengan kompetensi dokter hewan yang
+diberikan kepada masyarakat dalam rangka
+praktik kedokteran hewan, seperti rumah
+sakit hewan, klinik hewan, klinik praktik
bersama, klinik rehabilitasi reproduksi
-hewan, ambulatori, praktik dokter
-hewan, dan praktik konsultasi
-kesehatan hewan.
-Yang dimaksud dengan “pelayanan jasa
-di pusat kesehatan hewan (puskeswan)”
-adalah layanan jasa medik veteriner
-yang dilaksanakan oleh Pemerintah
-Daerah. Pelayanan ini dapat bersifat
-rujukan dan/atau terintegrasi dengan
-laboratorium veteriner dan/atau
-laboratorium pemeriksaan dan pengujian
-veteriner.
-Ayat (2)
-Kualifikasi Perizinan Berusaha antara
-lain meliputi:
-a. Rumah Sakit Hewan;
-b. Praktik Kedokteran Hewan; dan
-c. Laboratorium Keswan dan
-laboratorium Kesmavet yang
+hewan, ambulatori, praktik dokter hewan, dan
+praktik konsultasi kesehatan hewan.
+Yang dimaksud dengan “pelayanan jasa di
+pusat kesehatan hewan (puskeswan)” adalah
+layanan jasa medik veteriner yang
+dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
+Pelayanan ini dapat bersifat rujukan
+dan/atau terintegrasi dengan laboratorium
+veteriner dan/atau laboratorium pemeriksaan
+dan pengujian veteriner.
+Ayat (2)
+Kualifikasi Perizinan Berusaha antara lain
+meliputi:
+a. Rumah Sakit
+Hewan;
+b. Praktik
+Kedokteran Hewan; dan
+c. Laboratorium
+Keswan dan laboratorium Kesmavet yang
diselenggarakan oleh swasta.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-17. Pasal 72
-Cukup jelas.
-18. Pasal 84
+Angka 17
+Pasal 72
Cukup jelas.
-803
-19. Pasal 85
+Angka 18
+Pasal 85
+669
Cukup jelas.
-20. Pasal 88
+Angka 19
+Pasal 88
Cukup jelas.
-Pasal 36
+Pasal 35
Cukup jelas
-Pasal 37
-1. Pasal 15
+Pasal 36
+Angka 1
+Pasal 15
+Ayat (1)
+Huruf a
+Penunjukan kawasan hutan adalah
+kegiatan persiapan pengukuhan kawasan
+hutan yang dilakukan secara digital,
+antara lain berupa:
+a. pembuatan peta penunjukan yang
+bersifat arahan tentang batas luar;
+b. pemancangan batas sementara yang
+dilengkapi dengan lorong-lorong batas;
+c. pembuatan parit batas pada lokasilokasi rawan; dan
+d. pengumuman tentang rencana batas
+kawasan hutan, terutama di lokasilokasi yang berbatasan dengan tanah
+hak.
+Huruf b
+Cukup jelas.
+Huruf c
+Cukup jelas.
+Huruf d
Cukup jelas.
-2. Penjelasan Pasa.l 15
-Cukup jelas
-3. Pasal 18
-Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “penutupan
-hutan (forest coverage)” adalah
-penutupan lahan oleh vegetasi dengan
-komposisi dan kerapatan tertentu,
-sehingga dapat tercipta fungsi hutan
-antara lain iklim mikor, tata air, dan
-tempat hidup satwa sebagai satu
-Yang dimaksud dengan optimalisasi
-manfaat adalah kesinambungan antara
-manfaat lingkungan, manfaat sosial dan
-manfaat ekosistem secara lestari.
Ayat (2)
-804
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 18
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “penutupan hutan”
+atau forest coverage adalah penutupan lahan
+oleh vegetasi dengan komposisi dan kerapatan
+670
+tertentu, sehingga dapat tercipta fungsi hutan
+antara lain iklim mikor, tata air, dan tempat
+hidup satwa sebagai satu
+Yang dimaksud dengan optimalisasi manfaat
+adalah kesinambungan antara manfaat
+lingkungan, manfaat sosial dan manfaat
+ekosistem secara lestari.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
-4. Pasal 19
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 19
Ayat (1)
Penelitian terpadu dilaksanakan untuk
menjamin objektivitas dan kualitas hasil
penelitian, maka kegiatan penelitian
-diselenggarakan oleh lembaga
-Pemerintah yang mempunyai komptensi
-dan memiliki otoritas ilmiah (scientific
-authority) bersama-sama dengan pihak
-lain yang terkait.
-Ayat (2)
-Cukup Jelas.
-5. Pasal 26
-Ayat (1)
-Pemanfaatan kawasan pada hutan
-lindung adalah segala bentuk usaha
-yang menggunakan kawasan dengan
-tidak mengurangi fungsi utama
-kawasan, seperti :
+diselenggarakan oleh lembaga Pemerintah
+yang mempunyai komptensi dan memiliki
+otoritas ilmiah (scientific authority) bersamasama dengan pihak lain yang terkait.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 26
+Ayat (1)
+Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung
+adalah segala bentuk usaha yang
+menggunakan kawasan dengan tidak
+mengurangi fungsi utama kawasan, seperti :
a. budi daya jamur,
b. penangkaran satwa, dan
-c. budi daya tanaman obat dan
-tanaman hias.
-Pemanfaatan jasa lingkungan pada
-hutan lindung adalah bentuk usaha
-yang memanfaatkan potensi jasa
-805
-lingkungan dengan tidak merusak
-lingkungan dan mengurangi fungsi
-utamanya, seperti :
+c. budi daya tanaman obat dan tanaman
+hias.
+Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan
+lindung adalah bentuk usaha yang
+memanfaatkan potensi jasa lingkungan
+dengan tidak merusak lingkungan dan
+mengurangi fungsi utamanya, seperti :
a. pemanfaatan untuk wisata alam,
b. pemanfaatan air, dan
-c. pemanfaatan keindahan dan
-kenyamanan.
-Pemungutan hasil hutan bukan kayu
-dalam hutan lindung adalah segala
-bentuk kegiatan untuk mengambil hasil
-hutan bukan kayu dengan tidak
-merusak fungsi utama kawasan, seperti :
+c. pemanfaatan keindahan dan kenyamanan.
+Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam
+hutan lindung adalah segala bentuk kegiatan
+untuk mengambil hasil hutan bukan kayu
+dengan tidak merusak fungsi utama kawasan,
+seperti :
+671
a. mengambil rotan,
b. mengambil madu, dan
c. mengambil buah.
Usaha pemanfaatan dan pemungutan di
hutan lindung dimaksudkan untuk
-meningkatkan kesejahteraan
-masyarakat sekaligus menumbuh-kan
-kesadaran masyarakat untuk menjaga
-dan meningkatkan fungsi lindung,
-sebagai amanah untuk mewujudkan
-keberlanjutan sumber daya alam dan
-lingkungan bagi generasi sekarang dan
-generasi yang akan datang.
+meningkatkan kesejahteraan masyarakat
+sekaligus menumbuh-kan kesadaran
+masyarakat untuk menjaga dan
+meningkatkan fungsi lindung, sebagai
+amanah untuk mewujudkan keberlanjutan
+sumber daya alam dan lingkungan bagi
+generasi sekarang dan generasi yang akan
+datang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-6. Pasal 27
+Angka 5
+Pasal 27
Cukup jelas.
-7. Pasal 28
+Angka 6
+Pasal 28
Cukup jelas.
-806
-8. Pasal 29
-Cukup jelas.
-9. Pasal 30
-Kerjasama dengan koperasi masyarakat
-setempat dimaksudkan agar masyarakat yang
-tinggal di dalam dan di sekitar hutan
-merasakan dan mendapatkan manfaat hutan
-secara langsung, sehingga dapat
-meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
-hidup mereka, serta sekaligus dapat
+Angka 7
+Pasal 29
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 29A
+Cukup jelas.
+Pasal 29B
+Cukup jelas.
+Angka 9
+Pasal 30
+Kerja sama dengan koperasi masyarakat setempat
+dimaksudkan agar masyarakat yang tinggal di
+dalam dan di sekitar hutan merasakan dan
+mendapatkan manfaat hutan secara langsung,
+sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
+kualitas hidup mereka, serta sekaligus dapat
menumbuhkan rasa ikut memiliki. Dalam
-kerjasama tersebut kearifan tradisional dan
-nilai-nilai keutamaan, yang terkandung dalam
-budaya masyarakat dan sudah mengakar,
-dapat dijadikan aturan yang disepakati
-bersama. Kewajiban Badan Usaha Milik
-Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan
-Usaha Milik Swasta Indonesia bekerjasama
-dengan koperasi bertujuan untuk
-memberdayakan koperasi masyarakat
-setempat agar secara bertahap dapat menjadi
-koperasi yang tangguh, mandiri, dan
-profesional. Koperasi masyarakat setempat
-yang telah menjadi koperasi tangguh, mandiri,
-dan profesional diperlakukan setara dengan
-Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
-Daerah, dan Badan Usaha Milik Swasta
-Indonesia. Dalam hal koperasi masyarakat
+kerjasama tersebut kearifan tradisional dan nilainilai keutamaan, yang terkandung dalam budaya
+masyarakat dan sudah mengakar, dapat dijadikan
+aturan yang disepakati bersama. Kewajiban Badan
+Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
+672
+dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia
+bekerjasama dengan koperasi bertujuan untuk
+memberdayakan koperasi masyarakat setempat
+agar secara bertahap dapat menjadi koperasi yang
+tangguh, mandiri, dan profesional. Koperasi
+masyarakat setempat yang telah menjadi koperasi
+tangguh, mandiri, dan profesional diperlakukan
+setara dengan Badan Usaha Milik Negara, Badan
+Usaha Milik Daerah, dan Badan Usaha Milik
+Swasta Indonesia. Dalam hal koperasi masyarakat
setempat belum terbentuk, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan
-Usaha Milik Swasta Indonesia turut
-807
-mendorong segera terbentuknya koperasi
-tersebut.
-10. Pasal 31
+Usaha Milik Swasta Indonesia turut mendorong
+segera terbentuknya koperasi tersebut.
+Angka 10
+Pasal 31
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “aspek
-kelestarian hutan” antara lain:
+Yang dimaksud dengan “aspek kelestarian
+hutan” antara lain:
a. kelestarian lingkungan,
b. kelestarian produksi, dan
-c. terselenggaranya fungsi sosial dan
-budaya yang adil merata dan
-transparan.
-Yang dimaksud dengan “aspek
-kepastian usaha” antara lain:
+c. terselenggaranya fungsi sosial dan budaya
+yang adil merata dan transparan.
+Yang dimaksud dengan “aspek kepastian
+usaha” antara lain:
a. kepastian kawasan,
b. kepastian waktu usaha, dan
-c. kepastian jaminan hukum
-berusaha.
+c. kepastian jaminan hukum berusaha.
Ayat (2)
-Peraturan Pemerintah memuat aturan
-antara lain :
+Peraturan Pemerintah memuat aturan antara
+lain:
a. pembatasan luas,
-b. pembatasan jumlah izin usaha,
-dan
+b. pembatasan jumlah izin usaha, dan
c. penataan lokasi usaha.
-11. Pasal 32
+Angka 11
+Pasal 32
Khusus bagi pemegang Perizinan Berusaha
berskala besar, kewajiban untuk menjaga,
memelihara, dan melestarikan hutan tempat
usahanya, mencakup juga pengertian untuk
memberdayakan masyarakat di dalam dan di
sekitar hutan tempat usahanya.
-808
-12. Pasal 33
+Angka 12
+Pasal 33
Ayat (1)
-Cukup jelas .
+Cukup jelas.
+673
Ayat (2)
-Yang dimaksud dengan “pengolahan
-hasil hutan” adalah pengolahan hulu
-hasil hutan.
+Yang dimaksud dengan “pengolahan hasil
+hutan” adalah pengolahan hulu hasil hutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-13. Pasal 35
-Ayat (1)
+Angka 13
+Pasal 35
Cukup jelas.
+Angka 14
+Pasal 38
+Ayat (1)
+Kepentingan pembangunan di luar kehutanan
+yang dapat dilaksanakan di dalam kawasan
+hutan lindung dan hutan produksi ditetapkan
+secara selektif. Kegiatan-kegiatan yang dapat
+mengakibatkan terjadinya kerusakan serius
+dan mengakibatkan hilangnya fungsi hutan
+yang bersangkutan dilarang.
+Kepentingan pembangunan di luar kehutanan
+adalah kegiatan untuk tujuan strategis yang
+tidak dapat dielakan, antara lain kegiatan
+pertambangan, pembangunan jaringan listrik,
+telepon, dan instalasi air, kepentingan religi,
+serta kepentingan pertahanan keamanan.
Ayat (2)
-Dana investasi pelestarian hutan adalah
-dana yang diarahkan untuk membiayai
-segala jenis kegiatan yang dilaksanakan
-dalam rangka menjamin kelestarian
-hutan, antara lain biaya konservasi,
-biaya per-lindungan hutan, dan biaya
-penanganan kebakaran hutan. Dana
-tersebut dikelola oleh lembaga yang
-dibentuk oleh dunia usaha bidang
-kehutanan bersama pemerintah.
-Pengelolaan dana dan operasionalisasi
-lembaga tersebut di bawah koordinasi
-dan pengawasan pemerintah.
-Ayat (3)
Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Peraturan Pemerintah memuat aturan
-antara lain :
-809
-a. tata cara pengenaan,
-b. tata cara pembayaran,
-c. tata cara pengelolaan,
-d. tata cara penggunaan, dan
-e. tata cara pengawasan dan
-pengendalian.
-14. Pasal 38
-Ayat (1)
-Kepentingan pembangunan di luar
-kehutanan yang dapat dilaksanakan di
-dalam kawasan hutan lindung dan hutan
-produksi ditetapkan secara selektif.
-Kegiatan-kegiatan yang dapat
-mengakibatkan terjadinya kerusakan
-serius dan mengakibatkan hilangnya
-fungsi hutan yang bersangkutan
-dilarang.
-Kepentingan pembangunan di luar
-kehutanan adalah kegiatan untuk tujuan
-strategis yang tidak dapat dielakan,
-antara lain kegiatan pertambangan,
-pembangunan jaringan listrik, telepon,
-dan instalasi air, kepentingan religi, serta
-kepentingan pertahanan keamanan.
-Ayat (2)
-Cukup Jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
-810
+Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup Jelas.
-15. Pasal 48
-Ayat (1)
Cukup jelas.
+Angka 15
+Pasal 48
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan perlindungan hutan
+termasuk di dalamnya melindungi,
+menghormati, dan memenuhi hak masyarakat
+hukum adat yang berada di dalam maupun di
+luar kawasan hutan, sepanjang kenyataannya
+masih ada dan diakui keberadaannya. Hak
+masyarakat hukum adat diberikan
+berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan tidak bertentangan dengan
+kepentingan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Kewajiban melindungi hutan oleh
-pemegang izin meliputi pengamanan
-hutan dari kerusakan akibat perbuatan
-manusia, ternak, dan kebakaran.
+Ayat (3)
+674
+Kewajiban melindungi hutan oleh pemegang
+izin meliputi pengamanan hutan dari
+kerusakan akibat perbuatan manusia, ternak,
+dan kebakaran.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
-Peraturan Pemerintah memuat aturan
-antara lain :
+Peraturan Pemerintah memuat aturan antara
+lain:
a. prinsip-prinsip perlindungan hutan;
b. wewenang kepolisian khusus;
-c. tata usaha peredaran hasil hutan;
-dan
-d. pemberian kewenangan operasional
-kepada daerah.
-16. Pasal 49
+c. tata usaha peredaran hasil hutan; dan
+d. pemberian kewenangan operasional kepada
+daerah.
+Angka 16
+Pasal 49
Cukup jelas.
-17. Pasal 50
-Ayat (1)
-811
-Yang dimaksud dengan “orang” adalah
-subjek hukum baik orang pribadi, badan
-hukum, maupun badan usaha.
-Yang dimaksud dengan “kerusakan
-hutan” adalah terjadinya perubahan
-fisik, sifat fisik, atau hayatinya, yang
-menyebabkan hutan tersebut terganggu
-atau tidak dapat berperan sesuai dengan
-fungsinya.
+Angka 17
+Pasal 50
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “orang” adalah subjek
+hukum baik orang pribadi, badan hukum,
+maupun badan usaha.
+Yang dimaksud dengan “kerusakan hutan”
+adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik,
+atau hayatinya, yang menyebabkan hutan
+tersebut terganggu atau tidak dapat berperan
+sesuai dengan fungsinya.
Ayat (2)
Huruf a
-Yang dimaksud dengan
-“merambah kawasan hutan”
-adalah melakukan pembukaan
-kawasan hutan tanpa mendapat
-izin dari pejabat yang berwenang.
+Cukup jelas.
Huruf b
-Secara umum jarak tersebut
-sudah cukup baik untuk
-mengamankan kepentingan
-konservasi tanah dan air.
-Pengecualian dari ketentuan
-tersebut dapat diberikan oleh
-Menteri, dengan memperhatikan
-kepentingan masyarakat.
+Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
-Yang dimaksud dengan “pejabat
-yang berwenang” adalah pejabat
-pemerintah yang diberi wewenang
-oleh peraturan perundang-
-812
-undangan dalam pemberian
-Perizinan Berusaha.
-Huruf e
Cukup jelas.
+Huruf e
+Yang dimaksud dengan “pejabat yang
+berwenang” adalah pejabat pemerintah
+yang diberi wewenang oleh peraturan
+perundang-undangan dalam pemberian
+Perizinan Berusaha.
Huruf f
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+675
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-18. Pasal 77
+Angka 18
+Pasal 50A
Cukup jelas.
-19. Pasal 78
+Angka 19
+Pasal 78
Cukup jelas.
-20. Pasal 80
+Angka 20
+Pasal 80
Cukup jelas.
-Pasal 38
-1. Pasal 1
+Pasal 37
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-2. Pasal 7
+Angka 2
+Pasal 7
Yang dimaksud dengan “masyarakat” adalah
-masyarakat setempat, masyarakat hukum
-adat, dan masyarakat umum. Masyarakat
-setempat merupakan masyarakat yang tinggal
-di dalam dan/atau sekitar hutan yang
-merupakan kesatuan komunitas sosial
-berdasarkan mata pencaharian yang
-bergantung pada hutan, kesejarahan,
-813
-keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan
-tata tertib kehidupan bersama dalam wadah
+masyarakat setempat, masyarakat hukum adat,
+dan masyarakat umum. Masyarakat setempat
+merupakan masyarakat yang tinggal di dalam
+dan/atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan
+komunitas sosial berdasarkan mata pencaharian
+yang bergantung pada hutan, kesejarahan,
+keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata
+tertib kehidupan bersama dalam wadah
kelembagaan. Masyarakat hukum adat adalah
-masyarakat tradisional yang masih terkait
-dalam bentuk paguyuban, memiliki
-kelembagaan dalam bentuk pranata dan
-perangkat hukum adat yang masih ditaati, dan
-masih mengadakan pemungutan hasil hutan
-di wilayah hutan sekitarnya yang
-keberadaannya dikukuhkan dengan Peraturan
-Daerah. Masyarakat umum adalah masyarakat
-di luar masyarakat setempat dan masyarakat
-hukum adat. Badan hukum yang dimaksud
-dalam Undang-Undang ini adalah badan usaha
-milik negara, badan usaha milik daerah, badan
-usaha milik swasta, dan koperasi.
-3. Pasal 12
+masyarakat tradisional yang masih terkait dalam
+bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan dalam
+bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang
+masih ditaati, dan masih mengadakan
+pemungutan hasil hutan di wilayah hutan
+sekitarnya yang keberadaannya dikukuhkan
+dengan Peraturan Daerah. Masyarakat umum
+adalah masyarakat di luar masyarakat setempat
+dan masyarakat hukum adat. Badan hukum yang
+dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah badan
+usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
+badan usaha milik swasta, dan koperasi.
+Angka 3
+Pasal 12
+676
Huruf a
-Yang dimaksud dengan “Perizinan
-Berusaha terkait pemanfaatan hutan”
-adalah Perizinan untuk memanfaatkan
-hutan dalam kawasan hutan produksi
-yang berupa Perizinan Berusaha terkait
-Pemanfaatan Kawasan, Perizinan
-Berusaha terkait Pemanfaatan Jasa
+Yang dimaksud dengan “Perizinan Berusaha
+terkait pemanfaatan hutan” adalah Perizinan
+untuk memanfaatkan hutan dalam kawasan
+hutan produksi yang berupa Perizinan
+Berusaha terkait Pemanfaatan Kawasan,
+Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan Jasa
Lingkungan, Perizinan Berusaha terkait
-Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu,
-Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan
-Hasil Hutan Bukan Kayu, Perizinan
-Berusaha terkait Pemungutan Hasil
-Hutan Kayu, atau Perizinan Berusaha
-814
-terkait Pemungutan Hasil Hutan Bukan
-Kayu.
+Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, Perizinan
+Berusaha terkait Pemanfaatan Hasil Hutan
+Bukan Kayu, Perizinan Berusaha terkait
+Pemungutan Hasil Hutan Kayu, atau
+Perizinan Berusaha terkait Pemungutan Hasil
+Hutan Bukan Kayu.
Huruf b
-Yang dimaksud dengan ”penebangan
-pohon dalam kawasan hutan tanpa
-memiliki Perizinan Berusaha” adalah
-penebangan pohon yang dilakukan
-berdasarkan Perizinan Berusaha terkait
-pemanfaatan hutan yang diperoleh
-secara tidak sah, yaitu Perizinan
-Berusaha yang diperoleh dari
-Pemerintah.
+Yang dimaksud dengan ”penebangan pohon
+dalam kawasan hutan tanpa memiliki
+Perizinan Berusaha” adalah penebangan
+pohon yang dilakukan berdasarkan Perizinan
+Berusaha terkait pemanfaatan hutan yang
+diperoleh secara tidak sah, yaitu Perizinan
+Berusaha yang diperoleh dari Pemerintah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
@@ -26534,20 +28425,18 @@ memasukkan ke dalam alat angkut.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
-Yang dimaksud dengan “alat-alat yang
-lazim digunakan untuk menebang,
-memotong, atau membelah pohon”, tidak
-termasuk dalam ketentuan ini adalah
-alat seperti parang, mandau, golok atau
-alat sejenis lainnya yang dibawa oleh
-masyarakat setempat sesuai dengan
-tradisi budaya serta karakteristik daerah
-setempat.
+Yang dimaksud dengan “alat-alat yang lazim
+digunakan untuk menebang, memotong, atau
+membelah pohon”, tidak termasuk dalam
+ketentuan ini adalah alat seperti parang,
+mandau, golok atau alat sejenis lainnya yang
+dibawa oleh masyarakat setempat sesuai
+dengan tradisi budaya serta karakteristik
+daerah setempat.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
-815
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
@@ -26555,14 +28444,24 @@ Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
+677
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
-4. Pasal 17
+Angka 4
+Pasal 12A
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 17
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 17A
Cukup jelas.
-5. Pasal 18
+Angka 7
+Pasal 18
Cukup jelas.
-6. Pasal 24
+Angka 8
+Pasal 24
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
@@ -26576,26 +28475,27 @@ terkait pemanfaatan dari pemegang
Perizinan Berusaha kepada pihak lain
yang dilakukan melalui jual beli, tetapi
tidak termasuk akuisisi.
-7. Pasal 28
-816
+Angka 9
+Pasal 28
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
-Yang dimaksud dengan “melindungi”
-adalah kegiatan yang dapat menghambat
-berlangsungnya proses penyidikan
-terhadap pelaku yang telah diketahui
-sebagai daftar pencarian orang (DPO),
-seperti menyembunyikan pelaku.
+Yang dimaksud dengan “melindungi” adalah
+kegiatan yang dapat menghambat
+berlangsungnya proses penyidikan terhadap
+pelaku yang telah diketahui sebagai daftar
+pencarian orang (DPO), seperti
+menyembunyikan pelaku.
+678
Huruf d
-Yang dimaksud dengan “membantu”
-adalah mereka yang dengan sengaja
-membantu dilakukannya kejahatan
-dan/atau yang dengan sengaja memberi
-kesempatan dan sarana untuk
-melakukan kejahatan pembalakan liar.
+Yang dimaksud dengan “membantu” adalah
+mereka yang dengan sengaja membantu
+dilakukannya kejahatan dan/atau yang
+dengan sengaja memberi kesempatan dan
+sarana untuk melakukan kejahatan
+pembalakan liar.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
@@ -26604,68 +28504,166 @@ Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
-8. Pasal 53
-Cukup jelas.
-9. Pasal 54
-Cukup jelas.
-817
-10. Pasal 82
+Angka 10
+Pasal 53
+Dihapus.
+Angka 11
+Pasal 54
+Dihapus.
+Angka 12
+Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “bertempat
-tinggal di dalam dan/atau di sekitar
-kawasan hutan” adalah orang
-perseorangan yang bermukim di dalam
-dan/atau di sekitar kawasan hutan
+Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di
+dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan”
+adalah orang perseorangan yang bermukim di
+dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan
yang memiliki mata pencaharian yang
-bergantung pada kawasan hutan
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-Ayat (5)
-Cukup jelas.
-Ayat (6)
-Cukup jelas.
-Ayat (7)
+bergantung pada kawasan hutan.
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-11. Pasal 83
+Angka 13
+Pasal 83
Cukup jelas.
-12. Pasal 84
+Angka 14
+Pasal 84
Cukup jelas.
-13. Pasal 85
+Angka 15
+Pasal 85
Cukup jelas.
-14. Pasal 92
-818
+679
+Angka 16
+Pasal 92
Cukup jelas.
-15. Pasal 93
+Angka 17
+Pasal 93
Cukup jelas.
-16. Pasal 96
+Angka 18
+Pasal 96
Cukup jelas.
-17. Pasal 105
+Angka 19
+Pasal 105
Cukup jelas.
-18. Huruf a
+Angka 20
Pasal 110A
Cukup jelas.
-Huruf b
Pasal 110B
+Ayat (1)
+Huruf a
+Cukup jelas.
+Huruf b
+Besaran denda ditentukan
+berdasarkan:
+1. luasan kawasan hutan yang
+dikuasai;
+2. jangka waktu dihitung sejak mulai
+panen; dan
+3. prosentase dari keuntungan yang
+diperoleh setiap tahun.
+Contoh: untuk denda di
+perkebunan sawit akibat
+keterlanjuran sebesar minimal
+Rp5.000.000,00/ha (lima juta
+rupiah per hektar) dan maksimal
+Rp15.000.000,00/ha (lima belas
+juta rupiah per hektar).
+Setiap orang yang menguasai dalam
+jumlah tertentu yang ditetapkan oleh
+Pemerintah Pusat tidak dikenakan
+denda.
+Contoh:
+Pekebun yang menguasai lahan
+perkebunan dikawasan hutan dengan
+680
+luasan 5 (lima) hektar tidak
+dikenakan denda.
+Huruf c
Cukup jelas.
-19. Pasal 111
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-20. Pasal 112
+Angka 21
+Pasal 111
+Dihapus.
+Angka 22
+Pasal 112
+Dihapus.
+Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
+Angka 1
+Pasal 128A
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 40
-1. Pasal 1
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-2. Pasal 4
+Angka 2
+Pasal 4
+Ayat (1)
+Berdasarkan jiwa Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
+1945, Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber
+daya alam strategis yang terkandung di dalam
+bumi Wilayah Hukum Pertambangan
+Indonesia merupakan kekayaan nasional yang
+dikuasai negara. Penguasaan oleh negara
+sebagaimana dimaksud di atas adalah agar
+kekayaan nasional tersebut dimanfaatkan
+bagi sebesar-besar kemakmuran seluruh
+rakyat Indonesia.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-819
-3. Pasal 6
-Huruf a
+Ayat (3)
+681
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 5
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 23
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 23A
Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 25
+Cukup jelas.
+Angka 7
+Pasal 46
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 52
+Cukup jelas.
+Angka 9
+Pasal 53
+Cukup jelas.
+Angka 10
+Pasal 55
+Cukup jelas.
+Pasal 41
+Angka 1
+Pasal 4
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 5
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 6
+Huruf a
+Pembuatan kebijakan nasional, antara lain
+berupa:
+a. pembuatan dan penetapan standardisasi;
+682
+b. penetapan kebijakan pemanfaatan dan
+konservasi Panas Bumi;
+c. penetapan kebijakan kerja sama dan
+kemitraan;
+d. penetapan Wilayah Kerja Panas Bumi; dan
+e. perumusan dan penetapan tarif iuran tetap
+dan iuran produksi
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
@@ -26679,418 +28677,225 @@ Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
-Cukup jelas.
+Cukup jelas
Huruf i
+Pendorongan dilakukan dalam rangka untuk
+meningkatkan nilai tambah produksi kegiatan
+penyelenggaraan panas bumi.
+Angka 4
+Pasal 7
Cukup jelas.
-Huruf j
-Cukup jelas.
-Huruf k
-Cukup jelas.
-Huruf l
-Yang dimaksud dengan “Wilayah Hukum
-Pertambangan” adalah Seluruh ruang
-darat, ruang laut, termasuk ruang dalam
-bumi sebagai satu kesatuan wilayah
-yakni kepulauan Indonesia, tanah di
-bawah perairan dan paparan benua.
-Huruf m
-Cukup jelas.
-820
-Huruf n
-Yang dimaksud dengan “neraca sumber
-daya mineral dan batubara tingkat
-nasional” adalah neraca yang
-menggambarkan jumlah sumber daya,
-cadangan, dan produksi mineral dan
-batubara secara nasional.
-yang dimaksud dengan “Wilayah
-Hukum Pertambangan” adalah Seluruh
-ruang darat, ruang laut, termasuk
-ruang dalam bumi sebagai satu
-kesatuan wilayah yakni kepulauan
-Indonesia, tanah di bawah perairan dan
-paparan benua.
-Huruf o
-Cukup jelas.
-Huruf p
-Cukup jelas.
-4. Pasal 7
-Cukup jelas.
-5. Pasal 8
+Angka 5
+Pasal 8
Cukup jelas.
-6. Pasal 35
+Angka 6
+Pasal 11
Cukup jelas.
-7. Pasal 36
+Angka 7
+Pasal 12
+Dihapus.
+Angka 8
+Pasal 13
+Dihapus.
+Angka 9
+Pasal 14
+Dihapus.
+683
+Angka 10
+Pasal 15
Cukup jelas.
-8. Pasal 37
+Angka 11
+Pasal 23
Cukup jelas.
-821
-9. Pasal 39
+Angka 12
+Pasal 24
Cukup jelas.
-10. Pasal 43
+Angka 13
+Pasal 25
+Dihapus.
+Angka 14
+Pasal 36
Cukup jelas.
-11. Pasal 44
+Angka 15
+Pasal 37
Cukup jelas.
-12. Pasal 45
+Angka 16
+Pasal 38
Cukup jelas.
-13. Pasal 47
-Ayat (1)
+Angka 17
+Pasal 40
Cukup jelas.
-Ayat (2)
+Angka 18
+Pasal 42
Cukup jelas.
-Ayat (3)
+Angka 19
+Pasal 43
Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Yang dimaksud dengan “mineral bukan
-logam jenis tertentu” adalah antara lain
-batu gamping untuk industri semen,
-intan, dan batu mulia.
-Ayat (5)
+Angka 20
+Pasal 46
+Yang dimaksud dengan "menghalangi atau
+merintangi pengusahaan Panas Bumi" adalah
+segala bentuk tindakan yang menggunakan
+kekerasan atau ancaman kekerasan yang
+dapat menimbulkan kerugian secara materiil.
+684
+Angka 21
+Pasal 47
Cukup jelas
-Ayat (6)
+.
+Angka 22
+Pasal 48
Cukup jelas
-Ayat (7)
+.
+Angka 23
+Pasal 49
Cukup jelas
-Ayat (8)
+.
+Angka 24
+Pasal 50
Cukup jelas
-822
-Ayat (9)
+.
+Angka 25
+Pasal 56
+Cukup jelas
+.
+Angka 26
+Pasal 59
+Cukup jelas
+.
+Angka 27
+Pasal 60
+Dihapus
+.
+Angka 28
+Pasal
+6
+7
+Cukup jelas
+.
+Angka 29
+Pasal
+6
+8
+Cukup jelas
+.
+Angka 30
+Pasal
+6
+9
+Cukup jelas
+.
+Angka 31
+Pasal 70
+Cukup jelas
+.
+Angka 32
+Pasal 71
Cukup jelas
-14. Pasal 48
+.
+Angka 33
+685
+Pasal 72
Cukup jelas.
-15. Pasal 67
+Angka 34
+Pasal 73
Cukup jelas.
-16. Pasal 72
+Angka 35
+Pasal 74
+Dihapus.
+Pasal 42
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-17. Pasal 73
+Angka 2
+Pasal 3
+Ayat (1)
+Mengingat tenaga listrik merupakan
+salah satu cabang produksi yang penting
+dan strategis dalam kehidupan nasional,
+usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai
+oleh negara yang dalam
+penyelenggaraannya ditujukan untuk
+sebesar-besarnya bagi kepentingan dan
+kemakmuran rakyat.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-18. Pasal 74
+Angka 3
+Pasal 4
+Ayat (1)
+Badan usaha milik negara dalam
+ketentuan ini adalah yang berusaha di
+bidang penyediaan tenaga listrik.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-19. Pasal 76
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-20. Pasal 78
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-21. Pasal 79
+Angka 4
+Pasal 5
Cukup jelas.
-22. Pasal 81
+Angka 5
+Pasal 7
+686
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan ”kebijakan energi
+nasional” adalah kebijakan energi
+nasional sebagaimana dimaksud dalam
+Undang-Undang tentang Energi.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-23. Pasal 82
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-823
-24. Pasal 83
+Angka 6
+Pasal 10
Cukup jelas.
-25. Pasal 102
+Angka 7
+Pasal 11
Ayat (1)
-Nilai tambah dalam ketentuan ini
-dimaksudkan untuk meningkatkan
-produk akhir dari usaha pertambangan
-atau pemanfaatarl terhadap mineral
-ikutan. Nilai tambah dalam ketentuan
-ini dimaksudkan untuk meningkatkan
-produk akhir dari usaha pertambangan
-atau pemanfaatan terhadap mineral
-ikutan.
-Huruf a.
Cukup jelas.
-Huruf b
+Ayat (2)
+Pemberian prioritas kepada badan usaha
+milik negara merupakan perwujudan
+penguasaan negara terhadap penyediaan
+tenaga listrik. Badan usaha milik negara
+adalah badan usaha yang semata-mata
+berusaha di bidang penyediaan tenaga
+listrik.
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-Huruf c
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-Huruf d
-Pengembangan dan pemanfaatan
-batubara antara lain:
-a. peningkatan mutu batubara
-b. pembuatan briket batubara
-c. pembuatan kokas
-d. pencairan batubara
-e. gasifikasi batubara; dan/atau
-f. pencampuran batu bara dan
-air untuk bahan bakar (coal
-slurry/coal water mixture).
-Ayat (2)
-824
-Kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam
-negeri ditujukan untuk pemenuhan
-kebutuhan energi untuk pembangkit
-listrik atau industri lainnya yang
-ditetapkan oleh Pemerintah.
-26. Pasal 104
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-27. Pasal 128A
+Angka 8
+Pasal 13
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “peningkatan nilai
-tambah batubara” dalam ketentuan ini
-antara lain:
-a. pembuatan kokas (coking);
-b. pencairan batubara (coal liquefaction);
-c. gasifikasi batubara (coal gasification)
-termasuk underground coal
-gasification; dan/atau
-d. coal slurry/coal water mixture.
+Yang dimaksud dengan “kepentingan
+sendiri” adalah penyediaan tenaga listrik
+untuk digunakan sendiri dan tidak
+untuk diperjualbelikan.
Ayat (2)
-Cukup jelas.
+Yang dimaksud dengan ”lembaga/badan
+usaha lainnya” adalah perwakilan
+lembaga asing atau badan usaha asing.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-28. Pasal 134
-Cukup jelas.
-29. Pasal 138A
-Cukup jelas.
-30. Pasal 149
-Cukup jelas.
-825
-31. Pasal 151
-Cukup jelas.
-32. Pasal 152
-Cukup jelas.
-33. Pasal 162
+Angka 9
+Pasal 16
+687
Cukup jelas.
-34. Pasal 165
+Angka 10
+Pasal 18
Cukup jelas.
-35. Pasal 169A
+Angka 11
+Pasal 19
Cukup jelas.
-36. Pasal 170A
-Cukup jelas.
-37. Huruf a
-Pasal 172A
-Cukup jelas.
-Huruf b
-Pasal 172B
-Cukup jelas.
-Pasal 41
-1. Pasal 1
-Cukup jelas.
-2. Pasal 4
-Ayat (1)
-826
-Berdasarkan jiwa Pasal 33 ayat (3)
-Undang-Undang Dasar 1945, Minyak
-dan Gas Bumi sebagai sumber daya
-alam strategis yang terkandung di dalam
-bumi Wilayah Hukum Pertambangan
-Indonesia merupakan kekayaan nasional
-yang dikuasai negara. Penguasaan oleh
-negara sebagaimana dimaksud di atas
-adalah agar kekayaan nasional tersebut
-dimanfaatkan bagi sebesar-besar
-kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-3. Pasal 4A
-Cukup jelas.
-4. Pasal 5
-Cukup jelas.
-5. Pasal 11
-Cukup jelas.
-6. Pasal 12
-Cukup jelas.
-7. Pasal 23
-Cukup jelas.
-8. Pasal 25
-Cukup jelas.
-827
-9. Pasal 50
-Cukup jelas.
-10. Pasal 53
-Cukup jelas.
-11. Pasal 55
-Cukup jelas.
-12. Pasal 64A
-Cukup jelas.
-Pasal 42
-1. Pasal 4
-Cukup jelas.
-2. Pasal 5
-Cukup jelas.
-3. Pasal 6
-Huruf a
-Pembuatan kebijakan nasional, antara
-lain berupa:
-a. pembuatan dan penetapan
-standardisasi;
-b. penetapan kebijakan pemanfaatan
-dan konservasi Panas Bumi;
-c. penetapan kebijakan kerja sama
-dan kemitraan;
-d. penetapan Wilayah Kerja Panas
-Bumi; dan
-828
-e. perumusan dan penetapan tarif
-iuran tetap dan iuran produksi
-Huruf b
-Cukup jelas.
-Huruf c
-Cukup jelas.
-Huruf d
-Cukup jelas.
-Huruf e
-Cukup jelas.
-Huruf f
-Cukup jelas.
-Huruf g
-Cukup jelas.
-Huruf h
-Cukup jelas
-Huruf i
-Pendorongan dilakukan dalam rangka
-untuk meningkatkan nilai tambah
-produksi kegiatan penyelenggaraan
-panas bumi.
-4. Pasal 7
-Cukup jelas.
-5. Pasal 8
-Cukup jelas.
-6. Pasal 11
-Cukup jelas.
-7. Pasal 12
-829
-Cukup jelas.
-8. Pasal 13
-Cukup jelas.
-9. Pasal 14
-Cukup jelas.
-10. Pasal 15
-Cukup jelas.
-11. Pasal 23
-Cukup jelas.
-12. Pasal 24
-Cukup jelas.
-13. Pasal 25
-Cukup jelas.
-14. Pasal 36
-Cukup jelas.
-15. Pasal 37
-Cukup jelas.
-16. Pasal 38
-Cukup jelas.
-17. Pasal 40
-Cukup jelas.
-18. Pasal 42
-830
-Cukup jelas.
-19. Pasal 43
-Cukup jelas.
-20. Pasal 46
-Yang dimaksud dengan "menghalangi atau
-merintangi pengusahaan Panas Bumi" adalah
-segala bentuk tindakan yang menggunakan
-kekerasan atau ancaman kekerasan yang
-dapat menimbulkan kerugian secara materiil.
-21. Pasal 47
-Cukup jelas.
-22. Pasal 48
-Cukup jelas.
-23. Pasal 49
-Cukup jelas.
-24. Pasal 50
-Cukup jelas.
-25. Pasal 56
-Cukup jelas.
-26. Pasal 59
-Cukup jelas.
-27. Pasal 60
-Cukup jelas.
-831
-28. Pasal 66
-Cukup jelas.
-29. Pasal 67
-Cukup jelas.
-30. Pasal 68
-Cukup jelas.
-31. Pasal 69
-Cukup jelas.
-32. Pasal 70
-Cukup jelas.
-33. Pasal 71
-Cukup jelas.
-34. Pasal 72
-Cukup jelas.
-35. Pasal 73
-Cukup jelas.
-36. Pasal 74
-Cukup jelas.
-Pasal 43
-1. Pasal 1
-Cukup jelas.
-2. Pasal 3
-Ayat (1)
-832
-Mengingat tenaga listrik merupakan
-salah satu cabang produksi yang penting
-dan strategis dalam kehidupan nasional,
-usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai
-oleh negara yang dalam
-penyelenggaraannya ditujukan untuk
-sebesar-besarnya bagi kepentingan dan
-kemakmuran rakyat.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-3. Pasal 4
-Ayat (1)
-Badan usaha milik negara dalam
-ketentuan ini adalah yang berusaha di
-bidang penyediaan tenaga listrik.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-4. Pasal 5
-Cukup jelas.
-5. Pasal 7
-Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan ”kebijakan energi
-nasional” adalah kebijakan energi
-nasional sebagaimana dimaksud dalam
-Undang-Undang tentang Energi.
-Ayat (2)
-833
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-6. Pasal 10
-Cukup jelas.
-7. Pasal 11
-Ayat (1)
-Cukup jelas.
-Ayat (2)
-Pemberian prioritas kepada badan usaha
-milik negara merupakan perwujudan
-penguasaan negara terhadap penyediaan
-tenaga listrik. Badan usaha milik negara
-adalah badan usaha yang semata-mata
-berusaha di bidang penyediaan tenaga
-listrik.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-Ayat (5)
-Cukup jelas.
-8. Pasal 13
-Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “kepentingan
-sendiri” adalah penyediaan tenaga listrik
-untuk digunakan sendiri dan tidak
-untuk diperjualbelikan.
-Ayat (2)
-834
-Yang dimaksud dengan ”lembaga/badan
-usaha lainnya” adalah perwakilan
-lembaga asing atau badan usaha asing.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-9. Pasal 16
-Cukup jelas.
-10. Pasal 18
-Cukup jelas.
-11. Pasal 19
-Cukup jelas.
-12. Pasal 20
-Cukup jelas.
-13. Pasal 21
+Angka 12
+Pasal 20
+Dihapus.
+Angka 13
+Pasal 21
Dalam penetapan Perizinan Berusaha,
Pemerintah memperhatikan kemampuan
dalam penyediaan tenaga listrik pemegang
@@ -27101,18 +28906,24 @@ memuat, antara lain, nama dan alamat badan
usaha, jenis usaha yang diberikan, kewajiban
dalam penyelenggaraan usaha, syarat teknis,
dan ketentuan sanksi.
-14. Pasal 22
+Angka 14
+Pasal 22
Cukup jelas.
-15. Pasal 23
-835
+Angka 15
+Pasal 23
Cukup jelas.
-16. Pasal 24
+Angka 16
+Pasal 24
Cukup jelas.
-17. Pasal 25
+Angka 17
+Pasal 25
Cukup jelas.
-18. Pasal 27
+Angka 18
+Pasal 27
Cukup jelas.
-19. Pasal 28
+Angka 19
+Pasal 28
+688
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
@@ -27123,7 +28934,8 @@ Huruf d
Penggunaan produk dan potensi luar
negeri dapat digunakan apabila produk
dan potensi dalam negeri tidak tersedia.
-20. Pasal 29
+Angka 20
+Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -27132,8 +28944,7 @@ Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”instalasi
tenaga listrik milik konsumen”
-adalah instalasi tenaga listrik
-836
+adalah instalasi tenaga listrik
setelah alat pengukur atau alat
pembatas penggunaan tenaga
listrik.
@@ -27147,7 +28958,8 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-21. Pasal 30
+Angka 21
+Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -27158,13 +28970,13 @@ akibat dari penggunaan sebagian
tanahnya oleh pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik.
Yang dimaksud dengan ”secara
-langsung” adalah penggunaan tanah
+langsung” adalah penggunaan tanah
+689
untuk pembangunan instalasi tenaga
listrik, antara lain, pembangkitan,
gardu induk, dan tapak menara
transmisi.
-Ayat (3)
-837
+Ayat (3)
Secara tidak langsung dalam ketentuan
ini antara lain penggunaan tanah untuk
lintasan jalur transmisi.
@@ -27174,9 +28986,11 @@ Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-22. Pasal 32
+Angka 22
+Pasal 32
Cukup jelas.
-23. Pasal 33
+Angka 23
+Pasal 33
Ayat (1)
Pengertian harga jual tenaga listrik
meliputi semua biaya yang berkaitan
@@ -27193,9 +29007,9 @@ jual tenaga listrik dan sewa jaringan
tenaga listrik, Pemerintah
memperhatikan kesepakatan di antara
badan usaha.
-24. Pasal 34
-Ayat (1)
-838
+Angka 24
+Pasal 34
+Ayat (1)
Tarif tenaga listrik untuk konsumen
meliputi semua biaya yang berkaitan
dengan pemakaian tenaga listrik oleh
@@ -27203,7 +29017,8 @@ konsumen, antara lain, biaya beban
(Rp/kVA) dan biaya pemakaian
(Rp/kWh), biaya pemakaian daya reaktif
(Rp/kVArh), dan/atau biaya kVA
-maksimum yang dibayar berdasarkan
+maksimum yang dibayar berdasarkan
+690
harga langganan (Rp/bulan) sesuai
dengan batasan daya yang dipakai atau
bentuk lainnya.
@@ -27211,64 +29026,64 @@ Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-25. Pasal 35
+Angka 25
+Pasal 35
Cukup jelas.
-26. Pasal 37
+Angka 26
+Pasal 37
Cukup jelas.
-27. Pasal 44
+Angka 27
+Pasal 44
Cukup jelas.
-28. Pasal 45
+Angka 28
+Pasal 45
Cukup jelas.
-29. Pasal 46
+Angka 29
+Pasal 46
Cukup jelas.
-30. Pasal 47
+Angka 30
+Pasal 48
Cukup jelas.
-839
-31. Pasal 48
+Angka 31
+Pasal 49
Cukup jelas.
-32. Pasal 49
+Angka 32
+Pasal 50
Cukup jelas.
-33. Pasal 50
+Angka 33
+Pasal 51A
Cukup jelas.
-34. Pasal 52
-Cukup Jelas
-35. Pasal 54
+Angka 34
+Pasal 52
+Dihapus.
+Angka 35
+691
+Pasal 54
Cukup jelas.
-Pasal 44
-1. Pasal 2A
+Pasal 43
+Angka 1
+Pasal 2A
Cukup jelas.
-2. Pasal 4
+Angka 2
+Pasal 4
Ayat (1)
-Yang di maksud dengan “Bahan
+Yang di maksud dengan “Badan
Pengawas” adalah lembaga pemerintah
yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Presiden.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-3. Pasal 9
-Ayat (1)
-Badan Pelaksana diberi wewenang
-penyelidikan umum, eksplorasi dan
-840
-eksploitasi bahan galian nuklir yang
-bersifat nonkomersial. Dalam
-melaksanakan wewenang ini Badan
-Pelaksana dapat bekerja sama dengan
-Badan Usaha Milik Negera, koperasi,
-badan swasta, atau badan lain. Bentuk
-kerjasama itu diatur lebih lanjut oleh
-Pemerintah.
-Yang dimaksud dengan “badan lain”
-dalam pasal ini adalah instansi.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-4. Pasal 9A
+Angka 3
+Pasal 9
Cukup jelas.
-5. Pasal 10
+Angka 4
+Pasal 9A
Cukup jelas.
-6. Pasal 14
+Angka 5
+Pasal 10
+Dihapus.
+Angka 6
+Pasal 14
Ayat (1)
Pengawasan ini perlu dilakukan
mengingat bahwa tenaga nuklir itu
@@ -27279,13 +29094,13 @@ bahaya itu tidak terjadi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peraturan” yaitu
bahwa pemerintah dalam melakukan
-pengawasan mengeluarkan peraturan di
-841
+pengawasan mengeluarkan peraturan di
bidang keselamatan nuklir agar tujuan
pengawasan tercapai.
Yang dimaksud dengan “perizinan” yaitu
bahwa Pemerintah mengeluarkan
-instrumen perizinan untuk
+instrumen perizinan untuk
+692
mengendalikan kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir.
Yang dimaksud dengan “inspeksi” adalah
@@ -27294,11 +29109,12 @@ maupun sewaktu-waktu untuk
mengetahui kesesuaian pemanfaatan
tenaga nuklir dengn peraturan yang
ditetapkan.
-7. Pasal 17
+Angka 7
+Pasal 17
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “hal-hal
-tertentu” adalah pemanfaatan zat, alat,
-atau benda yang pancaran radiasi dan
+Yang dimaksud dengan “hal tertentu”
+adalah pemanfaatan zat, alat, atau
+benda yang pancaran radiasi dan
aktivitasnya lebih kecil daripada
pancaran radiasi dan aktivitas yang
seharusnya memiliki izin, antara lain,
@@ -27310,12 +29126,11 @@ adalah termasuk penentuan tapak dan
konstruksi instalasi nuklir.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-842
-8. Pasal 18
-Cukup jelas.
-9. Pasal 20
+Angka 8
+Pasal 18
+Dihapus.
+Angka 9
+Pasal 20
Ayat (1)
Inspeksi dilakukan dalam rangka
pengawasan terhadap ditaatinya syaratsyarat dalam perizinan dan peraturan
@@ -27323,12 +29138,14 @@ perundangundangan di bidang
keselamatan nuklir.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-10. Pasal 25
+Angka 10
+Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penentuan tempat penyimpanan lestari
-limbah radioaktif tingkat tinggi perlu
+limbah radioaktif tingkat tinggi perlu
+693
ditetapkan oleh Pemerintah karena
menyangkut perubahan suatu daerah
yang semula dapat dimanfaatkan
@@ -27338,17 +29155,27 @@ kepentingan lain. Limbah radioaktif yang
berasal dari luar negeri tidak diizinkan
disimpan di wilayah hukum Republik
Indonesia.
-11. Pasal 41
+Angka 11
+Pasal 41
Cukup jelas.
-Pasal 45
-843
-1. Pasal 50
+Pasal 44
+Angka 1
+Pasal 15
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 48A
Cukup jelas.
-2. Pasal 53
+Angka 3
+Pasal 50
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 53
Cukup jelas.
-3. Pasal 57
+Angka 5
+Pasal 57
Cukup jelas.
-4. Pasal 59
+Angka 6
+Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “seluruh
rangkaian” adalah kegiatan pengawasan
@@ -27357,8 +29184,10 @@ pasar dengan kementerian dan lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-5. Pasal 84
-Ayat (1)
+Angka 7
+Pasal 84
+Ayat (1)
+694
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
@@ -27369,8 +29198,7 @@ Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Usaha patungan antara
-Pemerintah dan swasta melalui
-844
+Pemerintah dan swasta melalui
kepemilikan modal mayoritas oleh
Pemerintah.
Huruf c
@@ -27392,18 +29220,24 @@ Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
-6. Pasal 101
-Cukup jelas.
-7. Pasal 102
+Angka 8
+Pasal 101
Cukup jelas.
-8. Pasal 104
+Angka 9
+Pasal 102
+Dihapus.
+Angka 10
+Pasal 104
Cukup jelas.
-9. Pasal 105
+Angka 11
+Pasal 105
Cukup jelas.
-845
-10. Pasal 105A
+695
+Angka 12
+Pasal 105A
Cukup jelas.
-11. Pasal 106
+Angka 13
+Pasal 106
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Perusahaan
Industri yang akan menjalankan
@@ -27418,17 +29252,19 @@ Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-12. Pasal 108
+Angka 14
+Pasal 108
Cukup jelas.
-13. Pasal 115
+Angka 15
+Pasal 115
Cukup jelas.
-14. Pasal 117
+Angka 16
+Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengawasan dilakukan antara lain
-melalui audit, inspeksi, pengamatan
-846
+melalui audit, inspeksi, pengamatan
intensif (surveillance), atau pemantauan
(monitoring).
Ayat (3)
@@ -27437,12 +29273,12 @@ Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-15. Pasal 119
+Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
-Cukup jelas.
-Pasal 47
-1. Pasal 6
+696
+Angka 1
+Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “label berbahasa
Indonesia” adalah setiap keterangan
@@ -27459,12 +29295,69 @@ merupakan bagian kemasan Barang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-847
Cukup jelas.
-2. Pasal 11
+Angka 2
+Pasal 11
Cukup jelas.
-3. Pasal 14
+Angka 3
+Pasal 14
Ayat (1)
+Pengaturan tentang pengembangan,
+penataan, dan pembinaan yang setara
+dan berkeadilan terhadap pasar rakyat,
+pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan
+perkulakan dimaksudkan untuk
+menyederhanakan dan kepastian proses
+perizinan berusaha yang diajukan oleh
+pelaku usaha. Penyederhanaan juga
+mencakup pengintegrasian dengan
+persyaratan lain yang diperlukan dan
+dilakukan menggunakan sistem
+elektronik.
+Sebagai contoh Perizinan Berusaha
+untuk toko swalayan, selain memiliki
+Nomor Induk Berusaha (NIB) juga
+memerlukan berbagai perizinan lain
+antara lain izin prinsip, izin tetangga,
+Izin Mendirikan Bangunan, izin domisili,
+Izin Lingkungan, Izin Usaha Toko
+Modern, Surat Izin Toko Obat, Surat
+Tanda Pendaftaran Waralaba (khusus
+toko franchise) serta berbagai
+697
+rekomendasi yang menyangkut aspek
+pemadam kebakaran. Persyaratan
+tersebut dapat berbeda-beda pada setiap
+daerah dan dengan jangka waktu
+tertentu.
+Hal ini akan menghambat
+pengembangan usaha oleh pelaku usaha
+terkait toko swalayan.
+Untuk itu melalui Undang-Undang
+tentang Cipta Kerja dilakukan
+penyederhanaan Perizinan Berusaha,
+antara lain Izin Prinsip, Izin Mendirikan
+Bangunan, Izin Usaha Toko Modern,
+Surat Izin Toko Obat, Surat Tanda
+Pendaftaran Waralaba, Izin Domisili, Izin
+Lingkungan serta berbagai rekomendasi
+yang dilakukan secara terpusat melalui
+sistem elektronik, sehingga tidak lagi
+memerlukan perizinan dan persetujuan
+dari masing-masing daerah.
+Dengan penerapan Perizinan Berusaha
+ini maka proses Perizinan Berusaha
+untuk toko swalayan lebih sederhana
+dan terstandar secara nasional.
+Selanjutnya pelaku usaha dapat
+melakukan proses Perizinan Berusaha
+melalui sistem Perizinan Berusaha yang
+terintegrasi secara elektronik (online
+system submission) untuk mendapat
+Nomor Induk Berusaha (NIB) dan
+penerapan standar atau izin yang
+diperlukan berupa standar toko
+swalayan.
Yang dimaksud dengan “pemasok”
adalah Pelaku Usaha yang secara teratur
memasok Barang kepada pengecer
@@ -27479,39 +29372,64 @@ Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tata ruang”
adalah wujud struktur ruang dan pola
ruang dengan memperhatikan jarak dan
-lokasi pendirian sebagaimana dimaksud
+lokasi pendirian sebagaimana dimaksud
+698
dalam Undang-Undang tentang Penataan
Ruang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-4. Pasal 15
+Angka 4
+Pasal 15
Cukup jelas.
-5. Pasal 17
+Angka 5
+Pasal 17
Cukup jelas.
-848
-6. Pasal 24
+Angka 6
+Pasal 24
+Cukup jelas.
+Angka 7
+Pasal 30
Cukup jelas.
-7. Pasal 30
+Angka 8
+Pasal 33
Cukup jelas.
-8. Pasal 33
+Angka 9
+Pasal 37
Cukup jelas.
-9. Pasal 37
+Angka 10
+Pasal 38
Cukup jelas.
-10. Pasal 38
+Angka 11
+Pasal 42
Cukup jelas.
-11. Pasal 42
+Angka 12
+Pasal 43
Cukup jelas.
-12. Pasal 43
+Angka 13
+Pasal 45
+Ayat (1)
+Permohonan impor barang diajukan
+langsung kepada kementerian yang
+menyelenggarakan urusan pemerintahan
+di bidang perdagangan, dan persetujuan
+Pemerintah Pusat diberikan oleh
+699
+kementerian yang menyelenggarakan
+urusan pemerintahan di bidang
+perdagangan setelah ada rekomendasi
+dari kementerian lain jika diperlukan.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-13. Pasal 45
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-14. Pasal 46
+Angka 14
+Pasal 46
Cukup jelas.
-15. Pasal 47
+Angka 15
+Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
-Ayat (2)
-849
+Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dalam hal
tertentu” adalah dalam hal barang yang
dibutuhkan oleh Pelaku Usaha berupa
@@ -27534,26 +29452,36 @@ lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-16. Pasal 49
-Cukup jelas.
-17. Pasal 51
+Angka 16
+Pasal 49
+Dihapus.
+Angka 17
+Pasal 51
Cukup jelas.
-18. Pasal 52
+700
+Angka 18
+Pasal 52
Cukup jelas.
-19. Pasal 53
-850
+Angka 19
+Pasal 53
Cukup jelas.
-20. Pasal 57
+Angka 20
+Pasal 57
Cukup jelas.
-21. Pasal 60
+Angka 21
+Pasal 60
Cukup jelas.
-22. Pasal 61
+Angka 22
+Pasal 61
Cukup jelas.
-23. Pasal 63
+Angka 23
+Pasal 63
Cukup jelas.
-24. Pasal 65
+Angka 24
+Pasal 65
Cukup jelas.
-25. Pasal 74
+Angka 25
+Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -27567,37 +29495,50 @@ asosiasi usaha, dan pemangku
kepentingan lainnya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-26. Pasal 77
-851
+Angka 26
+Pasal 77
Cukup jelas.
-27. Pasal 81
+Angka 27
+701
+Pasal 77A
Cukup jelas.
-28. Pasal 98
+Angka 28
+Pasal 81
Cukup jelas.
-29. Pasal 99
+Angka 29
+Pasal 98
Cukup jelas.
-30. Pasal 100
+Angka 30
+Pasal 99
Cukup jelas.
-31. Pasal 102
+Angka 31
+Pasal 100
Cukup jelas.
-32. Pasal 103
+Angka 32
+Pasal 102
Cukup jelas.
-33. Pasal 104
+Angka 33
+Pasal 104
Cukup jelas.
-34. Pasal 106
+Angka 34
+Pasal 106
Cukup jelas.
-35. Pasal 109
+Angka 35
+Pasal 109
Cukup jelas.
-36. Pasal 115
+Angka 36
+Pasal 115
Cukup jelas.
-37. Pasal 116
-852
+Angka 37
+Pasal 116
Cukup jelas.
-Pasal 48
-1. Pasal 13
+Pasal 47
+Angka 1
+Pasal 13
Huruf a
Jenis-jenis alat ukur, alat takar, alat
-timbang dan perlengkapannya antara
+timbang dan perlengkapannya antara
+702
lain ialah meter air, meter gas, meter
listrik, meter taxi, meter pulsa telpon,
alat pengukur kelembaban (moisture
@@ -27608,182 +29549,207 @@ Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
-2. Pasal 17
+Angka 2
+Pasal 17
+Ayat (1)
Karena penggunaan alat-alat ukur takar,
timbang dari perlengkapannya berada di
-bawah pengawasan instansi Pemerintah Pusat
-yang bertanggungjawab di bidang metrologi
-maka seharusnyalah pembuatan alat-alat
-tersebut dengan Perizinan Berusaha dari
-Pemerintah Pusat supaya mudah mengawasi
-dan membina, sehingga alat-alat itu dibuat
-oleh orang-orang yang benar-benar
-mempunyai keahlian. Demikian pula untuk
-memperbaiki alatalat ukur, takar, timbang dan
-perlengkapannya misalnya memperbaiki
-timbangan perlu mendapat Perizinan Berusaha
-853
-dari Pemerintah Pusat, yaitu supaya mudah
-mengawasi dan membimbingnya.
-Dengan demikian diharapkan bahwa pekerjaan
-memperbaiki timbangan dilakukan oleh orangorang yang benar-benar mempunyai keahlian
-dalam bidang itu dan dengan rasa penuh
+bawah pengawasan instansi Pemerintah
+Pusat yang bertanggungjawab di bidang
+metrologi maka seharusnyalah pembuatan
+alat-alat tersebut dengan Perizinan
+Berusaha dari Pemerintah Pusat supaya
+mudah mengawasi dan membina,
+sehingga alat-alat itu dibuat oleh orangorang yang benar-benar mempunyai
+keahlian. Demikian pula untuk
+memperbaiki alat-alat ukur, takar,
+timbang dan perlengkapannya misalnya
+memperbaiki timbangan perlu mendapat
+Perizinan Berusaha dari Pemerintah
+Pusat, yaitu supaya mudah mengawasi
+dan membimbingnya.
+Dengan demikian diharapkan bahwa
+pekerjaan memperbaiki timbangan
+dilakukan oleh orang-orang yang benarbenar mempunyai keahlian dalam bidang
+itu dan dengan rasa penuh
tanggungjawab, sehingga para pemilik
-timbangan tidak akan terperdaya oleh orangorang yang mengaku sebagai reparatir
-timbangan padahal tidak mempunyai keahlian
-dalam pekerjaan tersebut dan hanya sematamata mencari keuntungan untuk dirinya saja
-diri saja.
-3. Pasal 18
-Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
-diperlukan untuk menghindari masuk dan
-beredarnya alat-alat ukur, takar, timbang dan
-perlengkapannya yang tidak memenuhi
-persyaratan, sebab jika ini terjadi akan
-menyulitkan dalam melaksanakan UndangUndang ini.
-4. Pasal 24
-Seringkali terdapat bermacam-macam ukuran
-bungkusan dari kuanta barang yang sama
-banyaknya, sehingga akan membingungkan
-pembeli dalam memilih harga yang lebih
-ekonomis. baginya terhadap bungkusan yang
-berisi barang yang sama dan sama pula berat
-dan isi bersihnya. Untuk menghindari hal-hal
-yang demikian, maka diperlukan suatu
-pengaturan mengenai barang yang biasa
-854
-digunakan umum agar pembungkusnya dalam
-ukuran yang seragam dan berat atau isi
-bersihnya yang sama Mungkin juga terdapat
-beberapa barang dagangan yang dibungkus
-akan berubah berat atau isinya, karena
-berkurangnya kelembaban atau disebabkan
-perubahan lain sejak pembungkusan sampai
-terjual. Dalam hal ini maka perlu
-diperhitungkan berapa jumlah kemungkinan
-berkurang/ berubah bagi tiap macam barang
-dagangan. Dalam peraturan harus dinyatakan
-batas kekurangan berat atau isi bersih yang
-diakibatkan oleh perubahan tersebut tadi.
-Dengan demikian keharusan mencantumkan
-berat atau isi bersih pada waktu
-pembungkusan barang dagangan tidak akan
-merugikan perusahaan pembungkus ataupun
-pemakai barang dilihat dari sudut keuangan
-maupun susutnya barang.
-Supaya dapat memudahkan penaksiran harga
-atau membandingkan harga, maka perlu
-disarankan bahwa pembungkusan barangbarang ditetapkan dalam kuanta 1 x 10n 2
-x10n atau 5 x10n (n = bilangan bulat)
-misalnya 100 ml, 500 g, 50 m dan sebagainya
-Pasal 49
-1. Pasal 1
+timbangan tidak akan terperdaya oleh
+orang-orang yang mengaku sebagai
+reparatir timbangan padahal tidak
+mempunyai keahlian dalam pekerjaan
+tersebut dan hanya semata-mata mencari
+keuntungan untuk dirinya saja diri saja.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-2. Pasal 4A
+Angka 3
+Pasal 18
+703
+Perizinan Berusaha diperlukan untuk
+menghindari masuk dan beredarnya alat-alat
+ukur, takar, timbang dan perlengkapannya
+yang tidak memenuhi persyaratan, sebab jika
+ini terjadi akan menyulitkan dalam
+melaksanakan Undang-Undang ini.
+Angka 4
+Pasal 24
Cukup jelas.
-855
-3. Pasal 7
-Ayat (1)
+Pasal 48
+Angka 1
+Pasal 1
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 4A
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 7
Huruf a
-Kementerian dan/atau lembaga
-terkait antara lain kementerian
-dan/atau lembaga yang
-menyelenggarakan urusan
-pemerintahan di bidang
-perindustrian, perdagangan,
-kesehatan, pertanian,
-standardisasi dan akreditasi,
-koperasi dan usaha mikro, kecil
-dan menengah, serta pengawasan
-obat dan makanan.
+Kementerian dan/atau lembaga terkait
+antara lain kementerian dan/atau
+lembaga yang menyelenggarakan urusan
+pemerintahan di bidang perindustrian,
+perdagangan, kesehatan, pertanian,
+standardisasi dan akreditasi, koperasi
+dan usaha mikro, kecil dan menengah,
+serta pengawasan obat dan makanan.
Huruf b
-Cukup jelas.
+LPH bersifat mendiri.
Huruf c
+Yang dimaksud dengan MUI termasuk
+MUI di provinsi dan MPU (Majelis
+PermusyawaratanUlama) Aceh.
+Angka 4
+Pasal 10
Cukup jelas.
-Ayat (2)
+Angka 5
+Pasal 13
+Ayat (1)
Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan “lembaga
+keagamaan Islam berbadan hukum”
+704
+diantaranya organisasi bermasa Islam
+berbadan hukum dan yayasan Islam
+yang mengelola perguruan tinggi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-4. Pasal 10
-Cukup jelas.
-5. Pasal 13
-Cukup jelas.
-6. Pasal 14
-Cukup jelas.
-7. Pasal 15
-856
-Cukup jelas.
-8. Pasal 16
-Cukup jelas.
-9. Pasal 22
-Cukup jelas.
-10. Pasal 27
-Cukup jelas.
-11. Pasal 28
-Cukup jelas.
-12. Pasal 29
-Cukup jelas.
-13. Pasal 30
-Cukup jelas.
-14. Pasal 31
-Cukup jelas.
-15. Pasal 32
-Cukup jelas.
-16. Pasal 33
+Angka 6
+Pasal 14
Cukup jelas.
-17. Pasal 34A
+Angka 7
+Pasal 15
Cukup jelas.
-18. Pasal 35
-857
+Angka 8
+Pasal 16
Cukup jelas.
-19. Pasal 35A
+Angka 9
+Pasal 22
Cukup jelas.
-20. Pasal 40
+Angka 10
+Pasal 27
Cukup jelas.
-21. Pasal 41
+Angka 11
+Pasal 28
Cukup jelas.
-22. Pasal 42
+Angka 12
+Pasal 29
Cukup jelas.
-23. Pasal 45
+Angka 13
+Pasal 30
Cukup jelas.
-24. Pasal 48
+Angka 14
+Pasal 31
Cukup jelas.
-25. Pasal 55
+Angka 15
+Pasal 32
Cukup jelas.
-26. Pasal 56
+Angka 16
+Pasal 33
Cukup jelas.
+705
+Angka 17
+Pasal 35
+Cukup jelas
+.
+Angka 18
+Pasal 35
+A
+Cukup jelas
+.
+Angka 19
+Pasal 40
+Cukup jelas
+.
+Angka 20
+Pasal 41
+Cukup jelas
+.
+Angka 21
+Pasal 42 Cukup jelas
+.
+Angka 22
+Pasal 44
+Cukup jelas
+.
+Angka 23
+Pasal 48
+Cukup jelas
+.
+Angka 24
+Pasal 53
+Cukup jelas
+.
+Angka 25
+Pasal 55
+Cukup jelas
+.
+Angka 26
+Pasal 56
+Cukup jelas
+.
+Pasal 49
+Cukup jelas
+.
Pasal 50
+Angka
+1
+Pasal 26
+Cukup jelas
+.
+706
+Angka 2
+Pasal 29
Cukup jelas.
-Pasal 51
-Cukup jelas.
-858
-Pasal 52
-1. Pasal 26
-Cukup jelas.
-2. Pasal 29
-Cukup jelas.
-3. Pasal 33
+Angka 3
+Pasal 33
Ayat (1)
-Pemberian kemudahan perizinan bagi
-badan hukum yang mengajukan rencana
-pembangunan perumahan untuk MBR
-dimaksudkan untuk mendorong iklim
-berusaha bagi badan hukum di bidang
-perumahan dan permukiman sekaligus
-dalam upaya mewujudkan pemenuhan
-kebutuhan perumahan bagi MBR.
+Pemberian kemudahan Perizinan
+Berusaha bagi badan hukum yang
+mengajukan rencana pembangunan
+perumahan untuk MBR dimaksudkan
+untuk mendorong iklim berusaha bagi
+badan hukum di bidang perumahan dan
+permukiman sekaligus dalam upaya
+mewujudkan pemenuhan kebutuhan
+perumahan bagi MBR.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-4. Pasal 35
+Angka 4
+Pasal 35
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 36
Cukup jelas.
-5. Pasal 36
+Angka 6
+Pasal 40
Cukup jelas.
-6. Pasal 42
+Angka 7
+Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perjanjian
pendahuluan jual beli” adalah
kesepakatan melakukan jual beli rumah
-yang masih dalam proses pembangunan
-859
+yang masih dalam proses pembangunan
antara calon pembeli rumah dengan
penyedia rumah yang diketahui oleh
pejabat yang berwenang.
@@ -27794,7 +29760,8 @@ Huruf b
Yang dimaksud dengan “hal yang
diperjanjikan” adalah kondisi
rumah yang dibangun dan dijual
-kepada konsumen, yang
+kepada konsumen, yang
+707
dipasarkan melalui media promosi,
meliputi lokasi rumah, kondisi
tanah/kaveling, bentuk rumah,
@@ -27814,13 +29781,13 @@ Yang dimaksud dengan
adalah persentase telah
terbangunnya rumah dari seluruh
jumlah unit rumah serta
-ketersediaan prasarana, sarana,
-860
+ketersediaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum dalam suatu
perumahan yang direncanakan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-7. Pasal 53
+Angka 8
+Pasal 53
Ayat (1)
Pengendalian perumahan dimaksudkan
untuk menjaga dan meningkatkan
@@ -27831,10 +29798,10 @@ penurunan kualitas dan terjadinya
pemanfaatan yang tidak sesuai.
Ayat (2)
Huruf a
-Yang dimaksud dengan “perizinan”
-adalah cara pengendalian yang
-dilakukan melalui pemberian
-arahan dalam bentuk perizinan.
+Perizinan berusaha diberikan
+kepada pelaku usaha, sedangkan
+Persetujuan diberikan kepada non
+Pelaku Usaha.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
“penertiban” adalah cara
@@ -27842,38 +29809,66 @@ pengendalian yang dilakukan
melalui tindakan penegakan
hukum bagi perumahan yang
dalam pembangunan dan
-pemanfaatannya tidak sesuai
+pemanfaatannya tidak sesuai
+708
dengan rencana atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penataan”
-adalah cara pengendalian yang
-861
+adalah cara pengendalian yang
dilakukan melalui perbaikan
dalam penyelenggaraan agar
sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan perumahan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-8. Pasal 107
+Angka 9
+Pasal 55
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Pelaksanaan ketentuan ini hanya berlaku
+dalam kondisi normal, namun tidak
+berlaku dalam kondisi kahar, antara lain
+seperti: bencana alam, huru-hara,
+perang, dan pandemi.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-9. Pasal 109
+Angka 10
+Pasal 107
Cukup jelas.
-10. Pasal 114
+Angka 11
+Pasal 109
Cukup jelas.
-11. Pasal 134
+Angka 12
+Pasal 114
Cukup jelas.
-12. Pasal 150
+Angka 13
+BAB IXA
Cukup jelas.
-13. Pasal 151
+Angka 14
+Pasal 134
Cukup jelas.
-14. Pasal 153
+709
+Angka 15
+Pasal 150
Cukup jelas.
-Pasal 53
-1. Pasal 16
+Angka 16
+Pasal 151
Cukup jelas.
-862
-2. Pasal 24
+Angka 17
+Pasal 153
+Cukup jelas.
+Pasal 51
+Angka 1
+Pasal 16
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan
@@ -27901,22 +29896,30 @@ analisis dampak lingkungan dalam
hal pembangunan rumah susun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-3. Pasal 26
-Cukup jelas.
-4. Pasal 28
-863
-Cukup jelas.
-5. Pasal 29
+Angka 3
+Pasal 26
+710
Cukup jelas.
-6. Pasal 30
+Angka 4
+Pasal 28
Cukup jelas.
-7. Pasal 31
+Angka 5
+Pasal 29
Cukup jelas.
-8. Pasal 32
+Angka 6
+Pasal 30
+Dihapus.
+Angka 7
+Pasal 31
Cukup jelas.
-9. Pasal 33
+Angka 8
+Pasal 32
Cukup jelas.
-10. Pasal 39
+Angka 9
+Pasal 33
+Dihapus.
+Angka 10
+Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “laik fungsi”
adalah berfungsinya seluruh atau
@@ -27932,9 +29935,12 @@ dari seluruh rencana bangunan rumah
susun dalam satuan lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-864
-11. Pasal 40
-Ayat (1)
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Angka 11
+Pasal 40
+Ayat (1)
+711
Yang dimaksud dengan “lingkungan
rumah susun” adalah sebidang tanah
dengan batas-batas yang jelas yang di
@@ -27964,8 +29970,7 @@ rekreasi, sarana olahraga, tempat
pemakaman umum, sarana
pemerintahan, dan lain-lain).
Yang dimaksud dengan “utilitas umum”
-adalah kelengkapan penunjang untuk
-865
+adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian rumah
susun yang mencakup jaringan listrik,
jaringan telepon, dan jaringan gas.
@@ -27975,9 +29980,15 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-12. Pasal 43
+Angka 12
+Pasal 43
+Cukup jelas.
+Angka 13
+Pasal 54
Cukup jelas.
-13. Pasal 56
+Angka 14
+712
+Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemeliharaan”
adalah kegiatan menjaga keandalan
@@ -27995,23 +30006,42 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-14. Pasal 108
-866
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-15. Pasal 109
-Cukup jelas.
-16. Pasal 110
-Cukup Jelas.
-17. Pasal 112
-Cukup Jelas.
-18. Pasal 113
-Cukup Jelas.
-19. Pasal 114
-Cukup Jelas.
-20. Pasal 117
-Cukup Jelas.
-Pasal 54
-1. Pasal 5
+Angka 15
+Pasal 67
+Cukup jelas.
+Angka 16
+Pasal 72
+Cukup jelas.
+Angka 17
+Pasal 73
+Dihapus.
+Angka 18
+Pasal 107
+Cukup jelas.
+Angka 19
+Pasal 108
+Cukup jelas.
+Angka 20
+Pasal 110
+Dihapus.
+Angka 21
+Pasal 112
+Dihapus.
+713
+Angka 22
+Pasal 113
+Cukup jelas.
+Angka 23
+Pasal 114
+Cukup jelas.
+Angka 24
+Pasal 117
+Cukup jelas.
+Pasal 52
+Angka 1
+Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
@@ -28022,8 +30052,7 @@ Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
-Cukup jelas.
-867
+Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "rantai
pasok Jasa Konstruksi" adalah
@@ -28046,7 +30075,8 @@ Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+714
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
@@ -28056,8 +30086,7 @@ Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup jelas.
-868
+Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
@@ -28074,12 +30103,12 @@ standar kompetensi baru.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
-standar remunerasi minimal
+Standar remunerasi minimal
ditetapkan dengan
mempertimbangkan kompleksitas
dari lenis layanan profesional,
biaya, risiko, dan teknorogi dari
-penyelenggaraan Jasa Konstrr.rksi
+penyelenggaraan Jasa Konstruksi
yang terkaii dengan hasil- layanan
profesional, dan/atau harga pasar
yang berlaku di provinsi tempat
@@ -28090,14 +30119,14 @@ Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
-Cukup jelas.
-869
+Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+715
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
@@ -28105,17 +30134,17 @@ Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Teknologi prioritas meliputi:
-1) teknologi sederhana tepat guna
+1. teknologi sederhana tepat guna
dan padat karya;
-2) teknologi yang berkaitan
+2. teknologi yang berkaitan
dengan posisi geografis
Indonesia;
-3) teknologi konstruksi
+3. teknologi konstruksi
berkelanjutan;
-4) teknologi material baru yang
+4. teknologi material baru yang
berpotensi tinggi di Indonesia;
dan
-5) teknologi dan manajemen
+5. teknologi dan manajemen
pemeliharaan aset
infrastruktur.
Huruf d
@@ -28124,8 +30153,7 @@ Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
-Huruf g
-870
+Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
@@ -28133,17 +30161,24 @@ Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
-2. Pasal 6
+Angka 2
+Pasal 6
Cukup jelas.
-3. Pasal 7
+Angka 3
+Pasal 7
Cukup jelas.
-4. Pasal 8
+Angka 4
+Pasal 8
Cukup jelas.
-5. Pasal 9
+Angka 5
+Pasal 9
+716
Cukup jelas.
-6. Pasal 10
+Angka 6
+Pasal 10
Cukup jelas.
-7. Pasal 20
+Angka 7
+Pasal 20
Ayat (1)
Kualifikasi usaha menentukan batasan
kemampuan suatu usaha Jasa
@@ -28151,91 +30186,92 @@ Konstruksi dalam melaksanakan Jasa
Konstruksi pada saat yang bersamaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-Ayat (3)
-871
+Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-8. Pasal 26
-Cukup jelas.
-9. Pasal 27
-Cukup jelas.
-10. Pasal 28
+Angka 8
+Pasal 26
Cukup jelas.
-11. Pasal 29
+Angka 9
+Pasal 27
Cukup jelas.
-12. Pasal 30
+Angka 10
+Pasal 28
Cukup jelas.
-13. Pasal 31
+Angka 11
+Pasal 29
Cukup jelas.
-14. Pasal 33
+Angka 12
+Pasal 30
Cukup jelas.
-15. Pasal 34
+Angka 13
+Pasal 31
+Dihapus.
+Angka 14
+Pasal 33
Cukup jelas.
-16. Pasal 35
+Angka 15
+717
+Pasal 34
Cukup jelas.
-17. Pasal 36
-872
+Angka 16
+Pasal 35
Cukup jelas.
-18. Pasal 38
+Angka 17
+Pasal 36
+Dihapus.
+Angka 18
+Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang
-dikerjakan sendiri merupakan kegiatan
-yang pekerjaannya direncanakan,
-dikerjakan, dan/atau diawasi sendiri
-oleh pemerintah sebagai penanggung
-jawab anggaran, dan/atau kelompok
-masyarakat.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-19. Pasal 42
-Cukup jelas.
-20. Pasal 44
-Cukup jelas.
-21. Pasal 57
-Cukup jelas.
-22. Pasal 58
-Cukup jelas.
-23. Pasal 59
-Cukup jelas.
-24. Pasal 69
-Ayat (1)
-873
-Cukup jelas.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
+Penyelenggaraan Usaha Jasa Konstruksi
+yang dikerjakan sendiri merupakan
+kegiatan yang pekerjaannya
+direncanakan, dikerjakan, dan/atau
+diawasi sendiri oleh pemerintah sebagai
+penanggung jawab anggaran, dan/atau
+kelompok masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-Ayat (4)
+Angka 19
+Pasal 42
+Dihapus.
+Angka 20
+Pasal 44
Cukup jelas.
-Ayat (5)
-Yang dimaksud dengan “diregistrasi"
-adalah proses pencatatan untuk
-pangkalan data lembaga pendidikan dan
-pelatihan kerja dalam rangka
-pengembangan tenaga kerja konstruksi.
-Ayat (6)
+Angka 21
+Pasal 57
+Dihapus.
+Angka 22
+Pasal 58
+Dihapus.
+Angka 23
+Pasal 59
Cukup jelas.
-Ayat (7)
+Angka 24
+Pasal 69
Cukup jelas.
-25. Pasal 72
+718
+Angka 25
+Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tanda daftar
-pengalaman professional” adalah
+pengalaman profesional” adalah
dokumen yang memuat dan menjelaskan
pengalaman tenaga kerja konstruksi
yang telah didaftarkrn secara resmi
kepada pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-26. Pasal 74
-Cukup jelas.
-874
-27. Pasal 84
+Angka 26
+Pasal 74
+Dihapus.
+Angka 27
+Pasal 84
Ayat (1)
Penyelenggaraan sebagian kewenangan
Pemerintah Pusat antara lain registrasi
@@ -28263,11 +30299,11 @@ pelatihan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “lembaga" adalah
pengembangan Jasa Konstruksi.
-Ayat (3)
+Ayat (3)
+719
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
-875
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
@@ -28283,113 +30319,115 @@ Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
+Cukup jelas.
+Ayat (7)
Pengaturan pembentukan lembaga
antara lain tata cara pemilihan
pengurus, masa bakti, tugas pokok dan
fungsi, mekanisme kerja lembaga.
-28. Pasal 89
-Cukup jelas.
-29. Pasal 90
-Cukup jelas.
-30. Pasal 91
-Cukup jelas.
-31. Pasal 92
-Cukup jelas.
-32. Pasal 94
-876
+Angka 28
+Pasal 89
Cukup jelas.
-33. Pasal 95
+Angka 29
+Pasal 92
+Dihapus.
+Angka 30
+Pasal 96
Cukup jelas.
-34. Pasal 96
+Angka 31
+Pasal 99
Cukup jelas.
-35. Pasal 97
+Angka 32
+Pasal 101
+Dihapus.
+Angka 33
+Pasal 102
Cukup jelas.
-36. Pasal 98
+720
+Pasal 53
+Angka
+1
+Pasal
+8
+Cukup jelas
+.
+Angka
+2
+Pasal 9
+Cukup jelas
+.
+Angka
+3
+Pasal 12
+Cukup jelas
+.
+Angka
+4
+Pasal 17
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+Pasal 19
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6
+Pasal 40
+Cukup jelas
+.
+Angka
+7Pasal 43
+Cukup jelas
+.
+Angka
+8Pasal 44
+Cukup jelas
+.
+Angka
+9
+Pasal 45
+Cukup jelas
+.
+Angka 10
+Pasal 49
+Cukup jelas
+.
+Angka 11
+Pasal 50
+Cukup jelas
+.
+Angka 12
+Pasal 51
+Cukup jelas
+.
+721
+Angka 13
+Pasal 52
Cukup jelas.
-37. Pasal 99
+Angka 14
+Pasal 56
Cukup jelas.
-38. Pasal 100
+Angka 15
+Pasal 70
Cukup jelas.
-39. Pasal 101
+Angka 16
+Pasal 73
Cukup jelas.
-40. Pasal 102
+Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
-1. Pasal 1
-Cukup jelas.
-2. Pasal 8
-Cukup jelas.
-877
-3. Pasal 9
-Cukup jelas.
-4. Pasal 10
-Cukup jelas.
-5. Pasal 11
-Cukup jelas.
-6. Pasal 12
-Cukup jelas.
-7. Pasal 13
-Cukup jelas.
-8. Pasal 14
-Cukup jelas.
-9. Pasal 15
-Cukup jelas.
-10. Pasal 16
-Cukup jelas.
-11. Pasal 17
-Cukup jelas.
-12. Pasal 19
-Cukup jelas.
-13. Pasal 20
-Cukup jelas.
-878
-14. Pasal 24
-Cukup jelas.
-15. Pasal 31
-Cukup jelas.
-16. Pasal 39
-Cukup jelas.
-17. Pasal 40
-Cukup jelas.
-18. Pasal 41
-Cukup jelas.
-19. Pasal 43
-Cukup jelas.
-20. Pasal 44
-Cukup jelas.
-21. Pasal 45
-Cukup jelas.
-22. Pasal 49
-Cukup jelas.
-23. Pasal 50
-Cukup jelas.
-24. Pasal 51
-Cukup jelas.
-879
-25. Pasal 52
-Cukup jelas.
-26. Pasal 56
-Cukup jelas.
-27. Pasal 58
-Cukup jelas.
-28. Pasal 67
-Cukup jelas.
-29. Pasal 70
-Cukup jelas.
-30. Pasal 73
-Cukup jelas.
-Pasal 56
-Cukup jelas.
-Pasal 57
-1. Pasal 19
+Angka 1
+Pasal 19
Cukup jelas.
-2. Pasal 36
+Angka 2
+Pasal 36
Cukup jelas.
-3. Pasal 38
+Angka 3
+Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-880
Yang dimaksud dengan “fasilitas utama”
adalah jalur keberangkatan, jalur
kedatangan, ruang tunggu penumpang,
@@ -28406,22 +30444,34 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-4. Pasal 39
+722
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lingkungan
kerja terminal” adalah lingkungan yang
berkaitan langsung dengan fasilitas
terminal dan dibatasi dengan pagar.
Ayat (2)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Yang dimaksud dengan swasta termasuk
+usaha mikro, kecil, dan menengah.
+Angka 5
+Pasal 40
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan swasta termasuk
+usaha mikro, kecil, dan menengah.
Ayat (3)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup Jelas
-5. Pasal 40
Cukup jelas.
-881
-6. Pasal 43
+Angka 6
+Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Parkir untuk
umum” adalah tempat untuk memarkir
@@ -28432,13 +30482,21 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-Ayat (5)
+Angka 7
+Pasal 50
+Ayat (1)
Cukup jelas.
-7. Pasal 50
+Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan swasta termasuk
+usaha mikro, kecil, dan menengah.
+Ayat (3)
+723
Cukup jelas.
-8. Pasal 53
+Angka 8
+Pasal 53
Cukup jelas.
-9. Pasal 60
+Angka 9
+Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -28450,16 +30508,17 @@ perbaikan besar, serta perbaikan sasis
dan bodi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-882
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-10. Pasal 78
+Angka 10
+Pasal 78
Cukup jelas.
-11. Pasal 99
+Angka 11
+Pasal 99
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembangunan
pusat kegiatan, permukiman, dan
@@ -28475,23 +30534,26 @@ untuk umum di luar Ruang Milik Jalan,
tempat pengisian bahan bakar minyak,
dan fasilitas umum lain. Analisis
dampak lalu lintas dalam
-implementasinya dapat diintegrasikan
+implementasinya dapat diintegrasikan
+724
dengan analisis mengenai dampak
lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-Ayat (3)
-883
-Cukup jelas.
-12. Pasal 100
-Cukup jelas.
-13. Pasal 101
-Cukup jelas.
-14. Pasal 126
+Angka 12
+Pasal 100
+Dihapus.
+Angka 13
+Pasal 101
+Dihapus.
+Angka 14
+Pasal 126
Cukup jelas.
-15. Pasal 162
+Angka 15
+Pasal 162
Cukup jelas.
-16. Pasal 165
+Angka 16
+Pasal 165
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “angkutan
multimoda” adalah angkutan barang
@@ -28510,46 +30572,60 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-884
-17. Pasal 170
+Angka 17
+Pasal 170
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lokasi tertentu”
adalah tempat pengawasan angkutan
barang yang dilakukan secara efektif
dan efisien.
+725
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-18. Pasal 173
-Cukup jelas.
-19. Pasal 174
-Cukup jelas.
-20. Pasal 175
-Cukup jelas.
-21. Pasal 176
-Cukup jelas.
-22. Pasal 177
-Cukup jelas.
-23. Pasal 178
-Cukup jelas.
-24. Pasal 179
-885
-Cukup jelas.
-25. Pasal 180
+Angka 18
+Pasal 173
Cukup jelas.
-26. Pasal 185
+Angka 19
+Pasal 174
+Dihapus.
+Angka 20
+Pasal 175
+Dihapus.
+Angka 21
+Pasal 176
+Dihapus.
+Angka 22
+Pasal 177
+Dihapus.
+Angka 23
+Pasal 178
+Dihapus.
+Angka 24
+Pasal 179
+Cukup jelas.
+Angka 25
+Pasal 180
+Dihapus.
+Angka 26
+Pasal 185
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “trayek
-tertentu” adalah trayek angkutan
+Yang dimaksud dengan “trayek atau
+lintas tertentu” adalah trayek angkutan
penumpang umum orang yang secara
finansial belum menguntungkan,
termasuk trayek angkutan perintis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-27. Pasal 220
+726
+Angka 27
+Pasal 199
+Cukup jelas.
+Angka 28
+Pasal 220
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
@@ -28566,62 +30642,126 @@ hukum, seperti perseroan,
yayasan, dan lembaga.
Huruf d
Cukup jelas.
-Huruf e
-886
+Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-28. Pasal 222
+Angka 29
+Pasal 222
Cukup jelas.
-29. Pasal 308
-Cukup Jelas.
-Pasal 58
-1. Pasal 24
+Angka 30
+Pasal 308
+Dihapus.
+Pasal 56
+Angka 1
+Pasal 24
Cukup jelas.
-2. Pasal 28
-Cukup Jelas.
-3. Pasal 32
+Angka 2
+Pasal 24A
Cukup jelas.
-4. Pasal 33
+Angka 3
+Pasal 28
Cukup jelas.
-5. Pasal 77
-Cukup Jelas.
-6. Pasal 82
-Cukup Jelas
-7. Pasal 107
-Cukup Jelas.
-8. Pasal 112
-887
-Cukup Jelas.
-9. Pasal 135
-Cukup jelas.
-10. Pasal 168
-Cukup Jelas.
-11. Pasal 186
-Cukup Jelas.
-12. Pasal 188
-Cukup Jelas.
-13. Pasal 190
-Cukup Jelas.
-14. Pasal 191
+727
+Angka
+4
+Pasal 32
+Cukup jelas
+.
+Angka 5
+Pasal 32
+A
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6
+Pasal 33
+Cukup jelas
+.
+Angka 7
+Pasal 33
+A
+Cukup jelas
+.
+Angka
+8
+Pasal 77
+Cukup jelas
+.
+Angka 9
+Pasal 80A
+Cukup jelas
+.
+Angka 10
+Pasal 82
+Cukup jelas
+Angka 11
+Pasal 107
+Cukup jelas
+.
+Angka 12
+Pasal 112
+Cukup jelas
+.
+Angka 13
+Pasal 116A
+Cukup jelas
+.
+Pasal 116B
+Cukup jelas
+.
+Angka 14
+Pasal 135
+Cukup jelas
+.
+Angka 15
+Pasal 168
+728
Cukup jelas.
-Pasal 59
-1. Pasal 5
-Ayat (1)
-Pengertian dikuasai oleh negara adalah
-bahwa negara mempunyai hak
-penguasaan atas penyelenggaraan
-pelayaran yang perwujudannya meliputi
-aspek pengaturan, pengendalian, dan
+Angka 16
+Pasal 185A
+Cukup jelas.
+Angka 17
+Pasal 188
+Cukup jelas.
+Angka 18
+Pasal 190
+Cukup jelas.
+Angka 19
+Pasal 191
+Cukup jelas.
+Angka 20
+Pasal 195
+Cukup jelas.
+Angka 21
+Pasal 196
+Cukup jelas.
+Angka 22
+Pasal 203
+Cukup jelas.
+Angka 23
+Pasal 204
+Cukup jelas.
+Angka 24
+Pasal 210
+Cukup jelas.
+Pasal 57
+Angka 1
+Pasal 5
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “dikuasai oleh
+negara” yaitu bahwa negara mempunyai
+hak penguasaan atas penyelenggaraan
+pelayaran yang perwujudannya meliputi
+aspek pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan.
Ayat (2)
+729
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-888
-2. Pasal 8A
-Cukup jelas.
-3. Pasal 9
+Angka 2
+Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “intramoda”
meliputi angkutan laut dalam negeri,
@@ -28648,8 +30788,7 @@ Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “jaringan trayek”
adalah kumpulan dari trayek yang
menjadi satu kesatuan pelayanan
-angkutan penumpang dan/atau barang
-889
+angkutan penumpang dan/atau barang
dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lainnya.
Ayat (4)
@@ -28660,10 +30799,12 @@ pengguna jasa dan penyedia jasa
angkutan laut.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-4. Pasal 13
+Angka 3
+Pasal 13
Ayat (1)
Termasuk dalam kegiatan angkutan laut
-khusus antara lain kegiatan angkutan
+khusus antara lain kegiatan angkutan
+730
yang dilakukan oleh usaha bidang
industri, pariwisata, pertambangan,
pertanian serta kegiatan khusus seperti
@@ -28680,8 +30821,18 @@ diselenggarakan oleh penyedia jasa
angkutan laut umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-5. Pasal 27
-890
+Angka 4
+Pasal 14A
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “belum tersedia”
+adalah jumlah dan jadwal saat
+diperlukan kapal berbendera Indonesia
+tersebut tidak tersedia atau belum
+mencukupi kebutuhan.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 27
Kewajiban pemenuhan Perizinan Berusaha
dalam melakukan kegiatan angkutan di
perairan dimaksudkan sebagai alat
@@ -28689,30 +30840,39 @@ pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
angkutan di perairan untuk memberikan
kepastian usaha dan perlindungan hukum
bagi penyedia dan pengguna jasa.
-6. Pasal 28
-Cukup jelas.
-7. Pasal 30
-Cukup jelas.
-8. Pasal 31
+Angka 6
+Pasal 28
Cukup jelas.
-9. Pasal 32
+Angka 7
+Pasal 30
+Dihapus.
+Angka 8
+Pasal 31
Cukup jelas.
-10. Pasal 33
+731
+Angka 9
+Pasal 32
Cukup jelas.
-11. Pasal 34
+Angka 10
+Pasal 33
Cukup jelas.
-12. Pasal 51
+Angka 11
+Pasal 34
Cukup jelas.
-13. Pasal 52
+Angka 12
+Pasal 51
Cukup jelas.
-14. Pasal 53
-891
+Angka 13
+Pasal 52
Cukup jelas.
-15. Pasal 59
+Angka 14
+Pasal 59
Cukup jelas.
-16. Pasal 90
+Angka 15
+Pasal 90
Cukup jelas.
-17. Pasal 91
+Angka 16
+Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -28729,26 +30889,36 @@ melayani kegiatan yang memberikan
manfaat komersial.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-18. Pasal 96
-Cukup jelas.
-19. Pasal 97
-Cukup jelas.
-20. Pasal 98
-892
+Angka 17
+732
+Pasal 96
Cukup jelas.
-21. Pasal 99
+Angka 18
+Pasal 97
Cukup jelas.
-22. Pasal 103
+Angka 19
+Pasal 98
Cukup jelas.
-23. Pasal 104
+Angka 20
+Pasal 99
Cukup jelas.
-24. Pasal 106
+Angka 21
+Pasal 103
+Dihapus.
+Angka 22
+Pasal 104
Cukup jelas.
-25. Pasal 107
+Angka 23
+Pasal 106
Cukup jelas.
-26. Pasal 111
+Angka 24
+Pasal 107
+Dihapus.
+Angka 25
+Pasal 111
Cukup jelas.
-27. Pasal 124
+Angka 26
+Pasal 124
Yang dimaksud dengan “pengadaan kapal”
adalah kegiatan memasukkan kapal dari luar
negeri, baik kapal bekas maupun kapal baru
@@ -28760,7 +30930,7 @@ negeri maupun di luar negeri yang langsung
berbendera Indonesia.
Yang dimaksud dengan “pengerjaan kapal”
adalah tahapan pekerjaan dan kegiatan pada
-893
+733
saat dilakukan perombakan, perbaikan, dan
perawatan kapal.
Yang dimaksud dengan “perlengkapan kapal”
@@ -28771,7 +30941,12 @@ radio dan elektronika kapal, dan petapeta serta
publikasi nautika, serta perlengkapan
pengamatan meteorologi untuk kapal dengan
ukuran dan daerah pelayaran tertentu.
-28.Pasal 125
+Yang dimaksud dengan “ketentuan standar
+internasional” adalah berpedoman antara lain:
+Safety of Life at Sea (SOLAS) Convention, 1978
+beserta peraturan pelaksanaan.
+Angka 27
+Pasal 125
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -28783,16 +30958,16 @@ mengubah fungsi, stabilitas, struktur,
dan dimensi kapal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-29.Pasal 126
+Angka 28
+Pasal 126
Ayat (1)
Sertifikat keselamatan diberikan kepada
semua jenis kapal ukuran GT 7 (tujuh
Gross Tonnage) atau lebih kecuali:
-kapal perang;
-kapal negara; dan
-kapal yang digunakan untuk keperluan
-olah raga.
-894
+a. kapal perang;
+b. kapal negara; dan
+c. kapal yang digunakan untuk
+keperluan olah raga.
Ayat (2)
Huruf a
Jenis sertifikat kapal penumpang
@@ -28801,7 +30976,8 @@ antara lain:
Penumpang (meliputi
keselamatan konstruksi,
perlengkapan, dan radio kapal);
-dan
+dan
+734
2) Sertifikat Pembebasan
(sertifikat yang
memperbolehkan bebas dari
@@ -28824,38 +31000,94 @@ Kapal Barang; dan
memperbolehkan bebas dari
beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi).
-Huruf c
-895
-Sertifikat kelaikan dan
+Huruf c
+Sertifikasi kelaikan dan
pengawakan kapal penangkap ikan
-sebagai bukti terpenuhinya
-persyaratan keselamatan kapal
-dan pengawakan.
-30.Pasal 127
+dilaksanakan oleh Kementerian
+yang menyelenggarakan urusan
+pemerintahan di bidang kelautan
+dan perikanan.
+Angka 29
+Pasal 127
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Yang dimaksud dengan “ketentuan
+standar internasional” adalah
+berpedoman antara lain: Safety of Life at
+Sea (SOLAS) Convention, 1978 beserta
+peraturan pelaksanaan.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Angka 30
+Pasal 129
Cukup jelas.
-31.Pasal 129
+735
+Angka 31
+Pasal 130
Cukup jelas.
-32.Pasal 130
+Angka 32
+Pasal 133
Cukup jelas.
-33.Pasal 133
+Angka 33
+Pasal 154
+Dalam rangka percepatan kemudahan
+berusaha, proses pengukuran, pendaftaran,
+dan penetapan kebangsaan kapal pada kapal
+penangkap ikan dilakukan secara terintegrasi
+melalui pelayanan 1 (satu) atap. Sarana dan
+Prasarana penyelenggaraan sistem 1 (satu)
+atap disediakan oleh Pemerintah Pusat.
+Angka 34
+Pasal 155
+Ayat (1)
+Pelaksanaan pengukuran kapal dapat
+dilakukan oleh kementerian yang
+menyelenggarakan pemerintahan di
+bidang perhubungan. Khusus untuk
+kapal perikanan, pelaksanaan
+pengukuran dapatdilakukan oleh
+kementerian yang menyelenggarakan
+pemerintahan di bidang perikanan
+berdasarkan kompetensi, standar, dan
+prosedur yang ditetapkan oleh
+kementerian yang menyelenggarakan
+pemerintahan di bidang perhubungan.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-34.Pasal 155
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-35.Pasal 156
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-36.Pasal 157
+Angka 35
+Pasal 157
Cukup jelas.
-37.Pasal 158
+Angka 36
+Pasal 158
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
+736
Ayat (3)
-896
Yang dimaksud dengan “pendaftaran
kapal” adalah pendaftaran hak milik atas
kapal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
+Selain memenuhi ketentuan pendaftaran
+kapal, yang merupakan persyaratan
+untuk menerbitkan surat tanda
+kebangsaan kapal Indonesia bagi kapal
+yang mengibarkan bendera Indonesia
+sebagai bendera kebangsaan
+sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini, pemilik kapal perikanan
+wajib memenuhi ketentuan atau
+persyaratan pendaftaran kapal
+perikanan sebagaimana dimaksud dalam
+Undang-Undang yang mengatur
+mengenai pendaftaran kapal perikanan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “grosse akta
pendaftaran” adalah salinan resmi dari
@@ -28866,15 +31098,13 @@ oleh pemilik kapal pada saat
mendaftarkan kapalnya antara lain
berupa:
1. Bagi kapal bangunan baru
-a) kontrak pembangunan kapal;
-b) berita acara serah terima kapal;
-dan
-c) surat keterangan galangan.
+a. kontrak pembangunan kapal;
+b. berita acara serah terima kapal; dan
+c. surat keterangan galangan.
2. Bagi kapal yang pernah didaftar di
negara lain
-a) bill of sale; dan
-b) protocol of delivery and
-acceptance.
+a. bill of sale; dan
+b. protocol of delivery and acceptance.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “tanda
pendaftaran” merupakan rangkaian
@@ -28884,37 +31114,40 @@ dari tempat kapal didaftar, nomor urut
akta pendaftaran, dan kode kategori
kapal.
Contoh :
-897
2008 Pst
No.49991L
-2008 :Tahun pendaftaran kapal
-Pst :Kode pengukuran dari tempat
-kapal di daftar
-No. :Nomor
-4999 :Nomor akta pendaftaran kapal
+2008 : Tahun pendaftaran kapal
+Pst : Kode pengukuran dari
+737
+tempat kapal di daftar
+No. : Nomor
+4999 : Nomor akta pendaftaran
+kapal
L : Kode kategori kapal (L kode
-kategori untuk kapal laut, N kode
-kategori untuk kapal nelayan, P
+kategori untuk kapal laut, N
kode kategori untuk kapal
-pedalaman yaitu kapal yang
-berlayar disungai dan danau).
-38.Pasal 159
-Cukup jelas.
-39.Pasal 161
-Cukup jelas.
-40.Pasal 162
+nelayan, P kode kategori
+untuk kapal pedalaman
+yaitu kapal yang berlayar
+disungai dan danau).
+Angka 37
+Pasal 159
Cukup jelas.
-41.Pasal 163
+Angka 38
+Pasal 163
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
Yang dimakud dengan “perairan sungai
dan danau” meliputi sungai, danau,
waduk, kanal, terusan, dan rawa.
-42.Pasal 168
-898
+Angka 39
+Pasal 168
Cukup jelas.
-43.Pasal 169
+Angka 40
+Pasal 169
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kapal untuk
jenis dan ukuran tertentu” adalah kapal
@@ -28930,6 +31163,7 @@ Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
+738
Yang dimaksud dengan “lembaga yang
diberikan kewenangan oleh Pemerintah
Pusat” adalah badan klasifikasi yang
@@ -28938,13 +31172,13 @@ Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-44.Pasal 170
+Angka 41
+Pasal 170
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “ukuran
tertentu” adalah kapal barang dengan
ukuran GT 500 (lima ratus Gross
-Tonnage) atau lebih dan kapal
-899
+Tonnage) atau lebih dan kapal
penumpang semua ukuran yang
melakukan pelayaran internasional,
sedangkan untuk kapal yang berlayar di
@@ -28962,137 +31196,231 @@ Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-45.Pasal 171
-Cukup jelas.
-46.Pasal 197
-Cukup jelas.
-47.Pasal 204
+Angka 42
+Pasal 171
Cukup jelas.
-48.Pasal 213
+Angka 43
+Pasal 197
Cukup jelas.
-49.Pasal 225
+Angka 44
+Pasal 204
Cukup jelas.
-900
-50.Pasal 243
+Angka 45
+Pasal 213
Cukup jelas.
-51.Pasal 273
+739
+Angka
+4
+6
+Pasal 225
+Cukup jelas
+.
+Angka 47
+Pasal 243
+Cukup jelas
+.
+Angka 48
+Pasal 273
+Cukup jelas
+.
+Angka 49
+Pasal 288
+Cukup jelas
+.
+Angka 50
+Pasal 289
+Cukup jelas
+.
+Angka 51
+Pasal 290
+Cukup jelas
+.
+Angka 52
+Pasal 291
+Cukup jelas
+.
+Angka 53
+Pasal 292
+Cukup jelas
+.
+Angka 54
+Pasal 293
+Cukup jelas
+.
+Angka 55
+Pasal 294
+Cukup jelas
+.
+Angka 56
+Pasal 295
+Cukup jelas
+.
+Angka 57
+Pasal 296
+Cukup jelas
+.
+740
+Angka 58
+Pasal 297
+Cukup jelas
+.
+Angka 59
+Pasal 298
+Cukup jelas
+.
+Angka 60
+Pasal 299
+Cukup jelas
+Angka
+6
+1
+Pasal 307
+Cukup jelas
+Angka
+6
+2
+Pasal 308
+Cukup jelas
+Angka
+6
+3
+Pasal 310
+Cukup jelas
+Angka
+6
+4
+Pasal 313
+Cukup jelas
+Angka
+6
+5
+Pasal 314
+Cukup jelas
+Angka
+6
+6
+Pasal 321 Cukup jelas
+Angka 67
+Pasal 322
+Cukup jelas
+Angka 68
+Pasal 336
+Cukup jelas
+.
+Pasal 58
+Angka
+1
+Pasal 13
+Cukup jelas
+.
+741
+Angka
+2
+Pasal 14
+Dihapus.
+Angka
+3
+Pasal 15
+Cukup jelas
+.
+Angka
+4
+Pasal 16
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+Pasal 17
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6Pasal 18
+Cukup jelas
+.
+Angka
+7
+Pasal 19
+Cukup jelas
+.
+Angka
+8
+Pasal 20
+Dihapus.
+Angka
+9
+Pasal 21
+Dihapus.
+Angka 10
+Pasal 22
+Dihapus.
+Angka 11
+Pasal 26
+Cukup jelas
+.
+Angka 12
+Pasal 30
+Cukup jelas
+.
+Angka 13
+Pasal 31
+Dihapus.
+Angka 14
+742
+Pasal 32
+Dihapus.
+Angka 15
+Pasal 33
+Dihapus.
+Angka 16
+Pasal 37
Cukup jelas.
-52.Pasal 282
+Angka 17
+Pasal 40
Cukup jelas.
-53.Pasal 288
-Cukup Jelas.
-54.Pasal 289
-Cukup Jelas.
-55.Pasal 290
-Cukup Jelas.
-56.Pasal 291
-Cukup Jelas.
-57.Pasal 292
-Cukup Jelas.
-58.Pasal 293
-Cukup Jelas.
-59.Pasal 294
+Angka 18
+Pasal 41
Cukup jelas.
-60.Pasal 295
+Angka 19
+Pasal 42
+Dihapus.
+Angka 20
+Pasal 43
+Dihapus.
+Angka 21
+Pasal 45
Cukup jelas.
-901
-61.Pasal 296
-Cukup Jelas.
-62.Pasal 297
-Cukup jelas.
-63.Pasal 298
-Cukup jelas.
-64.Pasal 299
-Cukup Jelas
-65.Pasal 307
-Cukup Jelas
-66.Pasal 308
-Cukup Jelas
-67.Pasal 310
-Cukup Jelas
-68.Pasal 313
-Cukup Jelas
-69.Pasal 314
-Cukup Jelas
-70.Pasal 321
-Cukup Jelas
-71.Pasal 322
-Cukup Jelas
-902
-72.Pasal 336
+Angka 22
+Pasal 46
Cukup jelas.
-Pasal 60
-1. Pasal 13
+Angka 23
+Pasal 47
+Huruf a
Cukup jelas.
-2. Pasal 14
+Huruf b
Cukup jelas.
-3. Pasal 15
+Huruf c
+Personel pemegang lisensi ahli perawatan
+pesawat udara yang dimaksud dalam
+ketentuan ini hanya dapat melakukan
+perawatan pesawat udara untuk
+perusahaan angkutan udara bukan niaga
+yang berkapasitas penumpang kurang
+dari 9 (sembilan) orang.
+743
+Angka 24
+Pasal 48
+Dihapus.
+Angka 25
+Pasal 49
Cukup jelas.
-4. Pasal 16
+Angka 26
+Pasal 50
Cukup jelas.
-5. Pasal 17
+Angka 27
+Pasal 51
Cukup jelas.
-6. Pasal 18
-Cukup jelas.
-7. Pasal 19
-Cukup jelas.
-8. Pasal 20
-Cukup jelas.
-9. Pasal 21
-Cukup jelas.
-10. Pasal 22
-903
-Cukup jelas.
-11. Pasal 26
-Cukup jelas.
-12. Pasal 28
-Cukup jelas.
-13. Pasal 30
-Cukup jelas.
-14. Pasal 31
-Cukup jelas.
-15. Pasal 32
-Cukup jelas.
-16. Pasal 33
-Cukup jelas.
-17. Pasal 37
-Cukup jelas.
-18. Pasal 40
-Cukup jelas.
-19. Pasal 41
-Cukup jelas.
-20. Pasal 42
-Cukup jelas.
-21. Pasal 43
-904
-Cukup jelas.
-22. Pasal 45
-Cukup jelas.
-23. Pasal 46
-Cukup jelas.
-24. Pasal 47
-Huruf a
-Cukup jelas.
-Huruf b
-Cukup jelas.
-Huruf c
-Personel pemegang sertifikat perawatan
-pesawat udara yang dimaksud dalam
-ketentuan ini hanya dapat melakukan
-perawatan pesawat udara untuk
-perusahaan angkutan udara bukan niaga
-yang berkapasitas penumpang kurang
-dari 9 (sembilan) orang.
-25. Pasal 48
-Cukup jelas.
-26. Pasal 49
-Cukup jelas.
-27. Pasal 50
-Cukup jelas.
-28. Pasal 51
-905
-Cukup jelas.
-29. Pasal 58
+Angka 28
+Pasal 58
Ayat (1)
Personel pesawat udara meliputi
personel operasi pesawat udara,
@@ -29118,23 +31446,26 @@ Yang dimaksud dengan “masih berlaku”
adalah lisensi yang diberikan memiliki
batas waktu berlakunya sesuai dengan
bidang pekerjaannya.
-30. Pasal 60
+Angka 29
+Pasal 60
Cukup jelas.
-31. Pasal 61
-906
+744
+Angka 30
+Pasal 61
Cukup jelas.
-32. Pasal 63
+Angka 31
+Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan
tertentu” adalah:
-a. tidak tersedianya kapasitas
-pesawat udara di Indonesia;
+a. tidak tersedianya kapasitas pesawat
+udara di Indonesia;
b. tidak tersedianya jenis atau
-kemampuan pesawat udara
-Indonesia untuk melakukan
-kegiatan angkutan udara;
+kemampuan pesawat udara Indonesia
+untuk melakukan kegiatan angkutan
+udara;
c. bencana alam; dan/atau
d. bantuan kemanusiaan.
Yang dimaksud dengan “dalam waktu
@@ -29152,24 +31483,29 @@ Ayat (4)
Yang dimaksud “persyaratan
kelaikudaraan” adalah sesuai dengan
ketentuan nasional dan internasional.
-Ayat (5)
-907
+Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-33. Pasal 64
-Cukup jelas.
-34. Pasal 66
+Angka 32
+Pasal 64
+Dihapus.
+Angka 33
+Pasal 66
Cukup jelas.
-35. Pasal 67
+Angka 34
+Pasal 67
+745
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Yang dimaksud dengan” tanda identitas’
+Yang dimaksud dengan “tanda identitas”
adalah tanda pendaftaran.
-36. Pasal 84
+Angka 35
+Pasal 84
Cukup jelas.
-37. Pasal 85
+Angka 36
+Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -29181,8 +31517,7 @@ kapasitas angkutan udara niaga
berjadwal yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan angkutan udara niaga
tidak berjadwal, antara lain paket
-wisata, MICE (meeting, insentive travel,
-908
+wisata, MICE (meeting, insentive travel,
convention, and exhibition), angkutan
udara haji, bantuan bencana alam,
kegiatan kemanusiaan, dan kegiatan
@@ -29197,7 +31532,8 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-38. Pasal 91
+Angka 37
+Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -29205,7 +31541,8 @@ Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keadaan
tertentu” adalah keadaan tidak
-terpenuhi atau tidak terlayaninya
+terpenuhi atau tidak terlayaninya
+746
permintaan jasa angkutan udara oleh
badan usaha angkutan udara niaga
berjadwal pada rute tertentu.
@@ -29213,16 +31550,20 @@ Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-39. Pasal 93
-909
+Angka 38
+Pasal 93
Cukup jelas.
-40. Pasal 94
+Angka 39
+Pasal 94
Cukup jelas.
-41. Pasal 95
+Angka 40
+Pasal 95
Cukup jelas.
-42. Pasal 96
+Angka 41
+Pasal 96
Cukup jelas.
-43. Pasal 97
+Angka 42
+Pasal 97
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pelayanan
@@ -29243,117 +31584,191 @@ penumpang kelas ekonomi
tertentu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pelayanan
-standar minimum” (no frills),
-910
+standar minimum” (no frills),
antara lain, hanya ada 1 (satu)
-kelas pelayanan, tanpa pemberian
+kelas pelayanan, tanpa pemberian
+747
makan dan minum, makanan
ringan, fasilitas ruang tunggu
eksekutif, dan dikenakan biaya
untuk bagasi tercatat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-44. Pasal 99
-Cukup jelas.
-45. Pasal 100
-Cukup jelas.
-46. Pasal 109
-Cukup jelas.
-47. Pasal 110
+Angka 43
+Pasal 99
+Dihapus.
+Angka 44
+Pasal 100
Cukup jelas.
-48. Pasal 111
+Angka 45
+Pasal 109
Cukup jelas.
-49. Pasal 112
+Angka 46
+Pasal 110
+Dihapus.
+Angka 47
+Pasal 111
+Dihapus.
+Angka 48
+Pasal 112
Cukup jelas.
-50. Pasal 113
-Yang dimaksud dengan “dipindahtangankan”
-adalah perubahan kepemilikan sebagian atau
-seluruh saham badan usaha angkutan udara
-niaga berupa penggabungan (merger) atau
+Angka 49
+Pasal 113
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan
+“dipindahtangankan” adalah perubahan
+kepemilikan sebagian atau seluruh saham
+badan usaha angkutan udara niaga
+berupa penggabungan (merger) atau
pengambilalihan (akuisisi).
-911
-51. Pasal 114
-Cukup jelas.
-52. Pasal 118
-Cukup jelas.
-53. Pasal 119
-Cukup jelas.
-54. Pasal 120
-Cukup jelas.
-55. Pasal 130
-Cukup Jelas
-56. Pasal 131
-Cukup jelas.
-57. Pasal 132
-Cukup jelas.
-58. Pasal 133
-Cukup jelas.
-59. Pasal 137
-Cukup Jelas
-60. Pasal 138
-Cukup Jelas
-61. Pasal 139
-Cukup Jelas
-912
-62. Pasal 205
-Cukup jelas.
-63. Pasal 215
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-64. Pasal 218
+Angka 50
+Pasal 114
Cukup jelas.
-65. Pasal 219
+Angka 51
+Pasal 118
+748
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+2
+Pasal 119
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+3
+Pasal 120
+Cukup jela
+s
+.
+Angka
+5
+4
+Pasal 130
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+5
+Pasal 131
+Dihapus.
+Angka
+5
+6
+Pasal 132
+Dihapus.
+Angka
+5
+7
+Pasal 133
+Dihapus.
+Angka
+5
+8
+Pasal 137
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+9
+Pasal 138
+Cukup jelas
+.
+Angka 60
+Pasal 139
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6
+1
+Pasal 205
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6
+2
+Pasal 215
+Dihapus
+.
+Angka
+6
+3
+Pasal 218
+Cukup jelas
+.
+749
+Angka 64
+Pasal 219
Cukup jelas.
-66. Pasal 221
+Angka 65
+Pasal 221
Cukup jelas.
-67. Pasal 222
+Angka 66
+Pasal 222
Cukup jelas.
-68. Pasal 224
+Angka 67
+Pasal 224
Cukup jelas.
-69. Pasal 225
+Angka 68
+Pasal 225
Cukup jelas.
-70. Pasal 233
+Angka 69
+Pasal 233
Cukup jelas.
-71. Pasal 237
+Angka 70
+Pasal 237
Cukup jelas.
-72. Pasal 238
+Angka 71
+Pasal 238
Cukup jelas.
-913
-73. Pasal 242
+Angka 72
+Pasal 242
Cukup jelas.
-74. Pasal 247
+Angka 73
+Pasal 247
Cukup jelas.
-75. Pasal 249
+Angka 74
+Pasal 249
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu”,
antara lain, untuk tujuan medical evacuation
dan penanganan bencana.
-76. Pasal 250
+Angka 75
+Pasal 250
+750
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu”,
dapat berupa:
-a. terjadi bencana alam atau keadaan
-darurat lainnya sehingga mengakibatkan
-tidak berfungsinya bandar udara umum;
+a. terjadi bencana alam atau keadaan darurat
+lainnya sehingga mengakibatkan tidak
+berfungsinya bandar udara umum;
dan/atau
b. pada daerah yang bersangkutan tidak
terdapat bandar udara umum dan belum
ada moda transportasi yang memadai.
-77. Pasal 252
+Angka 76
+Pasal 252
Cukup jelas.
-78. Pasal 253
+Angka 77
+Pasal 253
Cukup jelas.
-79. Pasal 254
+Angka 78
+Pasal 254
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “memenuhi
ketentuan keselamatan dan keamanan”,
-antara lain, memiliki buku pedoman
-914
+antara lain, memiliki buku pedoman
pengoperasian tempat pendaratan dan
lepas landas helikopter (heliport
manual).
Ayat (2)
Cukup jelas.
-80. Pasal 255
+Angka 79
+Pasal 255
Cukup jelas.
-81. Pasal 275
+Angka 80
+Pasal 275
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -29366,7 +31781,8 @@ bandar udara” terdiri atas
pelayanan aerodrome oleh personel
pemandu (aerodrome control),
pelayanan komunikasi
-penerbangan (aeronautical flight
+penerbangan (aeronautical flight
+751
information services), dan
pelayanan aerodrome tanpa
personel pemandu (un-attended).
@@ -29375,8 +31791,7 @@ Yang dimaksud dengan “unit
pelayanan navigasi pendekatan”
adalah unit pelayanan navigasi
penerbangan pada kawasan
-pendekatan kedatangan (standard
-915
+pendekatan kedatangan (standard
arrival route) dan keberangkatan
(standard instrument departure).
Huruf c
@@ -29392,9 +31807,11 @@ clearance), pelayanan informasi
penerbangan (flight information
service), dan pelayanan kesiagaan
(alerting service).
-82. Pasal 277
+Angka 81
+Pasal 277
Cukup jelas.
-83. Pasal 292
+Angka 82
+Pasal 292
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -29405,20 +31822,19 @@ pengoperasian dan/atau pemeliharaan
fasilitas navigasi penerbangan” meliputi:
a. personel pelayanan lalu lintas
penerbangan, yang terdiri atas:
-1) pemandu lalu lintas
+1. pemandu lalu lintas
penerbangan; dan
-2) pemandu komunikasi
-penerbangan.
-916
+2. pemandu komunikasi
+penerbangan.
b. personel teknik telekomunikasi
penerbangan, yang terdiri atas:
-1) teknisi komunikasi
-penerbangan;
-2) teknisi radio navigasi
+1. teknisi komunikasi penerbangan;
+752
+2. teknisi radio navigasi
penerbangan;
-3) teknisi pengamatan
-penerbangan; dan
-4) teknisi kalibrasi penerbangan.
+3. teknisi pengamatan penerbangan;
+dan
+4. teknisi kalibrasi penerbangan.
c. personel pelayanan informasi
aeronautika; dan
d. personel perancang prosedur
@@ -29442,9 +31858,7 @@ Prosedur pergerakan pesawat
udara kedatangan adalah
jalur penerbangan tertentu
menuju suatu bandara,
-ditandai oleh fasilitas-
-917
-fasilitas navigasi, yang
+ditandai oleh fasilitasfasilitas navigasi, yang
merupakan panduan bagi
penerbang.
c) ancangan pendaratan
@@ -29462,7 +31876,8 @@ dalam cockpit serta fasilitas
komunikasi dan navigasi.
d) terbang jelajah (en-route).
Prosedur pergerakan pesawat
-udara terbang jelajah adalah
+udara terbang jelajah adalah
+753
prosedur pergerakan pesawat
udara yang dimulai dari fase
keberangkatan sampai
@@ -29475,34 +31890,36 @@ ditentukan (minimum enroute altitude).
terhadap objek halangan yang
berada dalam area operasi
penerbangan.
-918
-84. Pasal 294
-Cukup jelas.
-85. Pasal 295
-Cukup jelas.
-86. Pasal 317
-Cukup jelas.
-87. Pasal 389
+Angka 83
+Pasal 294
Cukup jelas.
-88. Pasal 392
+Angka 84
+Pasal 295
Cukup jelas.
-89. Pasal 399
+Angka 85
+Pasal 317
Cukup jelas.
-90. Pasal 400
+Angka 86
+Pasal 389
Cukup jelas.
-91. Pasal 403
+Angka 87
+Pasal 392
Cukup jelas.
-92. Pasal 418
+Angka 88
+Pasal 418
Cukup jelas.
-93. Pasal 423
+Angka 89
+Pasal 423
Cukup jelas.
-94. Pasal 428
+Angka 90
+Pasal 428
Cukup jelas.
-919
-Pasal 61
+Pasal 59
Cukup jelas.
-Pasal 62
-1. Pasal 30
+754
+Pasal 60
+Angka 1
+Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -29528,59 +31945,83 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-2. Pasal 35
-920
+Angka 2
+Pasal 35
Cukup jelas.
-3. Pasal 60
+Angka 3
+Pasal 60
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “penggunaan
-alat dan teknologi” dalam ketentuan ini
-adalah yang tidak bertentangan dengan
+Yang dimaksud dengan “alat dan
+teknologi” dalam ketentuan ini adalah
+yang tidak bertentangan dengan
tindakan pengobatan tradisional yang
dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-4. Pasal 106
+Angka 4
+Pasal 106
+Ayat (1)
+755
+Yang dimaksud dengan “sediaan
+farmasi” adalah Obat, Bahan Obat, Obat
+Tradisional, dan Kosmetik. Termasuk
+dalam sediaan farmasi adalah suplemen
+kesehatan dan obat kuasi.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-5. Pasal 111
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-6. Pasal 182
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-7. Pasal 183
+Angka 5
+Pasal 111
Cukup jelas.
-8. Pasal 187
+Angka 6
+Pasal 182
Cukup jelas.
-9. Pasal 188
+Angka 7
+Pasal 183
Cukup jelas.
-10. Pasal 189
+Angka 8
+Pasal 187
Cukup jelas.
-921
-11. Pasal 197
+Angka 9
+Pasal 188
Cukup jelas.
-Pasal 63
-1. Pasal 17
+Angka 10
+Pasal 197
+Cukup jelas.
+Pasal 61
+Angka 1
+Pasal 17
Cukup jelas.
-2. Pasal 24
+Angka 2
+Pasal 24
Ayat (1)
Kemampuan pelayanan antara lain
ditentukan oleh sumber daya manusia,
bangunan, sarana, dan peralatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-3. Pasal 25
+756
+Angka 3
+Pasal 25
Cukup jelas.
-4. Pasal 26
+Angka 4
+Pasal 26
Cukup jelas.
-5. Pasal 27
+Angka 5
+Pasal 27
Cukup jelas.
-6. Pasal 28
+Angka 6
+Pasal 28
Cukup jelas.
-7. Pasal 29
+Angka 7
+Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
-Huruf b
-922
+Huruf b
Yang dimaksud dengan “standar
pelayanan rumah sakit” adalah
semua standar pelayanan yang
@@ -29607,14 +32048,14 @@ Huruf h
Yang dimaksud dengan
“penyelenggaraan rekam medis”
dalam ayat ini adalah dilakukan
-sesuai dengan standar yang secara
+sesuai dengan standar yang secara
+757
bertahap diuapayakan mencapai
standar internasional.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
-Cukup jelas.
-923
+Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
@@ -29647,8 +32088,7 @@ Sakit (medical staff by law) yang
disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola
perusahaan yang baik (good
-corporate governance) dan tata
-924
+corporate governance) dan tata
kelola klinis yang baik (good
clinical governance). Dalam
peraturan staf medis Rumah Sakit
@@ -29658,14 +32098,17 @@ Privilege).
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
-Cukup jelas.
+Cukup jelas.
+758
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-8. Pasal 40
+Angka 8
+Pasal 40
Cukup jelas.
-9. Pasal 54
+Angka 9
+Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -29678,23 +32121,28 @@ yang bersifat teknis medis” adalah audit
medis.
Yang dimaksud dengan “pengawasan
yang bersifat teknis perumahsakitan”
-adalah audit kinerja rumah sakit.
-925
+adalah audit kinerja rumah sakit.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-10. Pasal 62
+Angka 10
+Pasal 62
Cukup jelas.
-Pasal 64
-1. Pasal 5
+Pasal 62
+Angka 1
+Pasal 5
Cukup jelas.
-2. Pasal 9
+Angka 2
+Pasal 9
Cukup jelas.
-3. Pasal 16
+Angka 3
+Pasal 16
Cukup jelas.
-4. Pasal 18
-Ayat (1)
+Angka 4
+Pasal 18
+Ayat (1)
+759
Surat persetujuan ekspor dari
Pemerintah berisi keterangan tertulis
antara lain mengenai nama, jenis,
@@ -29706,8 +32154,7 @@ ekspor dan keterangan bahwa ekspor
tersebut untuk kepenting-an pengobatan
dan/atau ilmu pengetahuan.
Surat Persetujuan Impor dari
-Pemerintah berisi keterangan tertulis
-926
+Pemerintah berisi keterangan tertulis
antara lain mengenai nama, jenis,
bentuk dan jumlah psikotropika yang
disetujui untuk diimpor, nama dan
@@ -29720,23 +32167,28 @@ Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-5. Pasal 19
+Angka 5
+Pasal 19
Cukup jelas.
-6. Pasal 20
+Angka 6
+Pasal 20
Cukup jelas.
-7. Pasal 21
+Angka 7
+Pasal 21
Cukup jelas.
-8. Pasal 22
+Angka 8
+Pasal 22
Cukup jelas.
-Pasal 65
-1. Pasal 11
+Pasal 63
+Angka 1
+Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini membuka kemungkinan
untuk memberikan Perizinan Berusaha
kepada lebih dari satu industri farmasi
-yang berhak memproduksi obat
-Narkotika, tetapi dilakukan sangat
-927
+yang berhak memproduksi obat
+760
+Narkotika, tetapi dilakukan sangat
selektif dengan maksud agar
pengendalian dan pengawasan Narkotika
dapat lebih mudah dilakukan.
@@ -29746,7 +32198,8 @@ Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-2. Pasal 15
+Angka 2
+Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -29759,27 +32212,35 @@ melakukan impor Narkotika karena
bencana alam, kebakaran dan lain-lain.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-3. Pasal 16
+Angka 3
+Pasal 16
Cukup jelas.
-4. Pasal 18
+Angka 4
+Pasal 18
Ayat (1)
Perusahaan pedagang besar farmasi dalam
ketentuan ini adalah BUMN maupun
swasta.
Ayat (2)
-928
-Cukup Jelas
-5. Pasal 19
+Cukup jelas
+Angka 5
+Pasal 19
Cukup jelas.
-6. Pasal 22
+Angka 6
+Pasal 22
Cukup jelas.
-7. Pasal 24
+Angka 7
+Pasal 24
+761
Cukup jelas.
-8. Pasal 26
+Angka 8
+Pasal 26
Cukup jelas.
-9. Pasal 36
+Angka 9
+Pasal 36
Cukup jelas.
-10. Pasal 39
+Angka 10
+Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “industri
farmasi, dan pedagang besar farmasi”
@@ -29793,38 +32254,41 @@ Perizinan Berusaha bagi sarana
penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah diperlukan sepanjang surat
keputusan pendirian sarana
-penyimpanan sediaan farmasi tersebut
-929
+penyimpanan sediaan farmasi tersebut
tidak dikeluarkan oleh Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-11. Pasal 82
-Cukup jelas.
-Pasal 66
-1. Pasal 1 angka 7
+Pasal 64
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-2. Pasal 14
+Angka 2
+Pasal 14
Cukup jelas.
-3. Pasal 15
+Angka 3
+Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “untuk
keperluan lain” adalah penggunaan
kelebihan Produksi Pangan selain untuk
-konsumsi, antara lain, untuk pakan,
+konsumsi, antara lain, untuk pakan,
+762
bahan baku energi, industri dan/atau
ekspor.
-4. Pasal 36
+Angka 4
+Pasal 36
Cukup jelas.
-5. Pasal 39
+Angka 5
+Pasal 39
Usaha tani meliputi peningkatan produksi,
-kesejahteraan Petani, Nelayan, Pembudi Daya
-930
+kesejahteraan Petani, Nelayan, Pembudi Daya
Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan mikro dan
kecil.
-6. Pasal 68
+Angka 6
+Pasal 68
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rantai Pangan”
adalah urutan tahapan dan operasi di
@@ -29853,15 +32317,20 @@ risiko, dan komunikasi risiko.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup jelas.
-931
+Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-7. Pasal 74
-Cukup jelas.
-8. Pasal 77
+763
+Angka 7
+Pasal 72
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 74
+Cukup jelas.
+Angka 9
+Pasal 77
Ayat (1)
Salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi dalam Perizinan Berusaha
@@ -29878,17 +32347,24 @@ bahan baku maupun bahan tambahan
Pangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-9. Pasal 81
+Angka 10
+Pasal 81
Cukup jelas.
-10. Pasal 87
+Angka 11
+Pasal 87
+Dihapus.
+Angka 12
+Pasal 88
Cukup jelas.
-11. Pasal 88
-932
+Angka 13
+Pasal 89A
Cukup jelas.
-12. Pasal 91
+Angka 14
+Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.
-Ayat (2)
+Ayat (2)
+764
Yang dimaksud dengan ”Pangan Olahan
tertentu” adalah pangan olahan yang
dibuat oleh industri rumah tangga
@@ -29898,332 +32374,51 @@ dengan peralatan pengolahan manual
hingga semi otomatis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-13. Pasal 132
-Cukup jelas.
-14. Pasal 133
-Cukup jelas.
-15. Pasal 134
-Cukup jelas.
-16. Pasal 135
-Cukup jelas.
-17. Pasal 139
-Cukup jelas.
-18. Pasal 140
-Cukup jelas.
-933
-19. Pasal 141
-Cukup jelas.
-20. Pasal 142
-Cukup jelas.
-Pasal 67
-Cukup jelas.
-Pasal 68
-1. Pasal 28
-Cukup jelas.
-2. Pasal 35
-Ayat (1)
-Standar isi mencakup ruang lingkup
-materi dan tingkat kompetensi yang
-dituangkan ke dalam persyaratan
-tentang kompetensi tamatan,
-kompetensi bahan kajian, kompetensi
-mata pelajaran, dan silabus
-pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
-peserta didik pada jenjang dan jenis
-pendidikan tertentu. Kompetensi lulusan
-merupakan kualifikasi kemampuan
-lulusan yang mencakup sikap,
-pengetahuan, dan keterampilan sesuai
-dengan standar nasional yang telah
-disepakati. Standar tenaga kependidikan
-mencakup persyaratan pendidikan
-prajabatan dan kelayakan, baik fisik
-maupun mental, serta pendidikan dalam
-934
-jabatan. Standar sarana dan prasarana
-pendidikan mencakup ruang belajar,
-tempat berolahraga, tempat beribadah,
-perpustakaan, laboratorium, bengkel
-kerja, tempat bermain, tempat berkreasi
-dan berekreasi, dan sumber belajar lain
-yang diperlukan untuk menunjang
-proses pembelajaran, termasuk
-penggunaan teknologi informasi dan
-komunikasi. Peningkatan secara
-berencana dan berkala dimaksudkan
-untuk meningkatkan keunggulan lokal,
-kepentingan nasional, keadilan, dan
-kompetisi antar bangsa dalam
-peradaban dunia.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Badan standardisasi, penjaminan, dan
-pengendalian mutu pendidikan bersifat
-mandiri pada tingkat nasional dan
-propinsi.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-Ayat (5)
-Cukup jelas.
-3. Pasal 51
-Ayat (1)
-Cukup jelas.
-Ayat (2)
-935
-Yang dimaksud dengan “manajemen
-berbasis sekolah/madrasah” adalah
-bentuk otonomi manajemen pendidikan
-pada satuan pendidikan, yang dalam hal
-ini kepala sekolah/madrasah dan guru
-dibantu oleh komite sekolah/madrasah
-dalam mengelola kegiatan pendidikan.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-4. Pasal 53
-Ayat (1)
-Badan hukum pendidikan dimaksudkan
-sebagai landasan hukum bagi
-penyelenggara dan/atau satuan
-pendidikan, antara lain, berbentuk
-Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-5. Pasal 62
-Cukup jelas.
-6. Pasal 65
-Ayat (1)
-Peraturan perundang-undangan yang
-dimaksud antara lain mencakup
-936
-Undang-Undang tentang imigrasi, pajak,
-investasi asing, dan tenaga kerja.
-Ayat (2)
-Pelaksanaan pendidikan agama sesuai
-dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1)
-huruf a.
-Ayat (3)
-Sistem pendidikan negara lain
-mencakup kurikulum, sistem penilaian,
-dan penjenjangan pendidikan.
-Ayat (4)
+Angka 15
+Pasal 133
Cukup jelas.
-7. Pasal 67
+Angka 16
+Pasal 134
Cukup jelas.
-8. Pasal 68
+Angka 17
+Pasal 135
Cukup jelas.
-9. Pasal 69
+Angka 18
+Pasal 139
Cukup jelas.
-10. Pasal 71
+Angka 19
+Pasal 140
Cukup jelas.
-Pasal 69
-1. Pasal 1
-Cukup Jelas.
-2. Pasal 7
+Angka 20
+Pasal 141
Cukup jelas.
-3. Pasal 33
-937
+Angka 21
+Pasal 142
Cukup jelas.
-4. Pasal 35
-Ayat (1)
+Pasal 65
Cukup jelas.
-Ayat (2)
+Pasal 66
+Angka 1
+Pasal 14
Cukup jelas.
-Ayat (3)
+Angka 2
+Pasal 17
Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Yang dimaksud dengan “kegiatan
-kurikuler” adalah serangkaian kegiatan
-yang terstruktur untuk mencapai tujuan
-Program Studi.
-Yang dimaksud dengan “kegiatan
-kokurikuler” adalah kegiatan yang
-dilakukan oleh Mahasiswa secara
-terprogram atas bimbingan dosen,
-sebagai bagian kurikulum dan dapat
-diberi bobot setara satu atau dua satuan
-kredit semester.
-Yang dimaksud dengan “kegiatan
-ekstrakurikuler” adalah kegiatan yang
-dilakukan oleh Mahasiswa sebagai
-penunjang kurikulum dan dapat diberi
-bobot setara satu atau dua satuan kredit
-semester.
-Ayat (5)
+765
+Angka 3
+Pasal 22
Cukup jelas.
-5. Pasal 54
+Angka 4
+Pasal 78
Cukup jelas.
-938
-6. Pasal 60
+Angka 5
+Pasal 79
+Dihapus.
+Pasal 67
+Angka 1
+Pasal 14
Ayat (1)
-Cukup jelas.
-Ayat (2)
-Yang dimaksud dengan “prinsip nirlaba”
-adalah prinsip kegiatan yang tujuannya
-tidak untuk mencari laba, sehingga
-seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan
-harus ditanamkan kembali ke Perguruan
-Tinggi untuk meningkatkan kapasitas
-dan/atau mutu layanan Pendidikan.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-7. Pasal 63
Huruf a
-Yang dimaksud dengan “prinsip
-akuntabilitas” adalah kemampuan dan
-komitmen untuk
-mempertanggungjawabkan semua
-kegiatan yang dijalankan Perguruan
-Tinggi kepada semua pemangku
-kepentingan sesuai dengan ketentuan
-peraturan perundang-undangan.
-Akuntabilitas antara lain dapat diukur
-dari rasio antara Mahasiswa dan Dosen,
-kecukupan sarana dan prasarana,
-penyelenggaraan pendidikan yang
-bermutu, dan kompetensi lulusan.
-Huruf b
-939
-Yang dimaksud dengan “prinsip
-transparansi” adalah keterbukaan dan
-kemampuan menyajikan informasi yang
-relevan secara tepat dan akurat kepada
-pemangku kepentingan sesuai dengan
-ketentuan peraturan perundangundangan.
-Huruf c
-Yang dimaksud dengan “prinsip
-penjaminan mutu” adalah kegiatan
-sistemik untuk memberikan layanan
-Pendidikan Tinggi yang memenuhi atau
-melampaui standar nasional pendidikan
-tinggi serta peningkatan mutu pelayanan
-pendidikan secara berkelanjutan.
-Huruf d
-Yang dimaksud dengan “efektivitas dan
-efisiensi” adalah kegiatan sistemik untuk
-memanfaatkan sumber daya dalam
-penyelenggaraan Pendidikan Tinggi agar
-tepat sasaran dan tidak terjadi
-pemborosan.
-8. Pasal 90
-Cukup jelas.
-9. Pasal 92
-Cukup jelas.
-10. Pasal 93
-Cukup jelas.
-Pasal 70
-940
-1. Pasal 1
- Cukup jelas.
-2. Pasal 2
-Guru sebagai tenaga profesional mengandung
-arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat
-dilakukan oleh seseorang yang mempunyai
-kualifikasi akademik, kompetensi, dan
-sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan
-untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan
-tertentu.
-3. Pasal 3
-Cukup jelas.
-4. Pasal 8
-Ayat 1
-Yang dimaksud dengan “sehat jasmani
-dan rohani” adalah kondisi kesehatan fisik
-dan mental yang memungkinkan guru
-dapat melaksanakan tugas dengan baik.
-Kondisi kesehatan fisik dan mental
-tersebut tidak ditujukan kepada
-penyandang cacat.
-Ayat 2
-Cukup jelas.
-5. Pasal 9
-Cukup jelas.
-6. Pasal 10
-Cukup jelas.
-941
-7. Pasal 11
-Cukup jelas.
-8. Pasal 12
-Cukup jelas
-9. Pasal 35
-Cukup jelas.
-10. Pasal 45
-Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “sehat jasmani
-dan rohani” adalah kondisi kesehatan
-fisik dan mental yang memungkinkan
-dosen dapat melaksanakan tugas
-dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan
-mental tersebut tidak ditujukan kepada
-penyandang cacat.
-Ayat (2)
-Cukup jelas.
-11. Pasal 46
-Cukup jelas.
-12. Pasal 47
-Cukup jelas.
-13. Pasal 77
-Cukup jelas.
-14. Pasal 78
-Cukup jelas.
-942
-15. Pasal 79
-Cukup jelas.
-Pasal 71
-1. Pasal 9
-Cukup jelas.
-2. Pasal 13
-Cukup jelas.
-3. Pasal 49
-Cukup jelas.
-4. Pasal 58
-Cukup jelas.
-Pasal 72
-1. Pasal 21
-Cukup jelas.
-2. Pasal 22
-Cukup jelas.
-3. Pasal 23
-Cukup jelas.
-4. Pasal 24
-Cukup jelas.
-5. Pasal 25
-Cukup jelas.
-6. Pasal 28
-Cukup jelas.
-943
-7. Pasal 30
-Cukup jelas.
-8. Pasal 40
-Cukup jelas.
-9. Pasal 44
-Cukup jelas.
-10. Pasal 45
-Cukup jelas.
-Pasal 73
-1. Pasal 14
-Cukup jelas.
-2. Pasal 17
-Cukup jelas.
-3. Pasal 22
-Cukup jelas.
-4. Pasal 78
-Cukup jelas.
-5. Pasal 79
-Cukup jelas.
-Pasal 74
-1. Pasal 14
-Ayat (1)
-Huruf a
-944
Yang dimaksud dengan usaha
“daya tarik wisata” adalah usaha
yang kegiatannya mengelola daya
@@ -30255,9 +32450,9 @@ Usaha biro perjalanan wisata
meliputi usaha penyediaan jasa
perencanaan perjalanan dan/atau
jasa pelayanan dan
-penyelenggaraan pariwisata,
-termasuk penyelenggaraan
-945
+penyelenggaraan pariwisata,
+766
+termasuk penyelenggaraan
perjalanan ibadah. Usaha agen
perjalanan wisata meliputi usaha
jasa pemesanan sarana, seperti
@@ -30290,8 +32485,7 @@ pariwisata.
Huruf g
Yang dimaksud dengan usaha
“penyelenggaraan kegiatan
-hiburan dan rekreasi” merupakan
-946
+hiburan dan rekreasi” merupakan
usaha yang ruang lingkup
kegiatannya berupa usaha seni
pertunjukan, arena permainan,
@@ -30306,7 +32500,8 @@ dan pameran” adalah usaha yang
memberikan jasa bagi suatu
pertemuan sekelompok orang,
menyelenggarakan perjalanan bagi
-karyawan dan mitra usaha sebagai
+karyawan dan mitra usaha sebagai
+767
imbalan atas prestasinya, serta
menyelenggarakan pameran dalam
rangka menyebarluaskan
@@ -30323,8 +32518,7 @@ hasil penelitian mengenai
kepariwisataan yang disebarkan
dalam bentuk bahan cetak
dan/atau elektronik.
-Huruf j
-947
+Huruf j
Yang dimaksud dengan usaha
“jasa konsultan pariwisata” adalah
usaha yang menyediakan saran
@@ -30357,13 +32551,16 @@ jiwa dan raga dengan tetap
memperhatikan tradisi dan budaya
bangsa Indonesia.
Ayat (2)
+768
Cukup jelas.
-948
-2. Pasal 15
-Cukup jelas.
-3. Pasal 16
+Angka 2
+Pasal 15
Cukup jelas.
-4. Pasal 26
+Angka 3
+Pasal 16
+Dihapus.
+Angka 4
+Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
@@ -30389,1369 +32586,5345 @@ Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
-949
Cukup jelas.
-Huruf j
+Huruf j
+Cukup jelas.
+Huruf k
+Cukup jelas.
+Huruf l
+Cukup jelas.
+Huruf m
+Cukup jelas.
+Huruf n
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+769
+Angka
+5
+Pasal 29
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6
+Pasal 30
+Cukup jelas
+.
+Angka
+7
+Pasal 54
+Cukup jelas
+.
+Angka
+8
+Pasal 56
+Dihapus.
+Angka
+9
+Pasal 64
+Dihapus.
+Pasal 68
+Angka
+1
+Pasal 1
+Cukup jelas
+.
+Angka
+2
+Pasal 19
+Cukup jelas
+.
+Angka
+3
+Pasal 20
+Cukup jelas
+.
+Angka
+4
+Pasal 5
+8
+Cukup jelas
+.
+Angka
+5
+Pasal 59
+Cukup jelas
+.
+Angka
+6
+Pasal 61
+Cukup jelas
+.
+Angka
+7
+Pasal
+63
+Cukup jelas
+.
+770
+Angka
+8
+Pasal 8
+3
+Cukup jelas
+.
+Angka
+9
+Pasal 84
+Cukup jelas
+.
+Angka 10
+Pasal 85
+Cukup jelas
+.
+Angka 11
+Pasal 89
+Cukup jelas
+.
+Angka 12
+Pasal 90
+Cukup jelas
+.
+Angka 13
+Pasal 91
+Cukup jelas
+.
+Angka 14
+Pasal 92
+Cukup jelas
+.
+Angka 15
+Pasal
+9
+4
+Cukup jelas
+.
+Angka 16
+Pasal 95
+Cukup jelas
+.
+Angka
+1
+7
+Pasal 99
+Cukup jelas
+.
+Angka
+1
+8
+Pasal 101
+Cukup jelas
+.
+Angka
+1
+9
+Pasal 103
+Cukup jelas
+.
+Angka 20
+771
+Pasal 104
+Cukup jelas.
+Angka 21
+Pasal 106
+Cukup jelas.
+Angka 22
+Pasal 118A
+Cukup jelas.
+Angka 23
+Pasal 119A
+Cukup jelas.
+Angka 24
+Pasal 125
+Cukup jelas.
+Angka 25
+Pasal 126
+Cukup jelas.
+Pasal 69
+Cukup jelas.
+Pasal 70
+Angka 1
+Pasal 10
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 12
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 13
+Dihapus.
+Angka 4
+Pasal 39
+Cukup jelas.
+Pasal 71
+Angka 1
+Pasal 11
+Ayat (1)
+Pemenuhan Perizinan Berusaha dalam
+penyelenggaraan telekomunikasi
+772
+dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah
+dalam rangka pembinaan untuk
+mendorong pertumbuhan
+penyelenggaraan telekomunikasi yang
+sehat.
+Pemerintah mempublikasikan secara
+berkala atas daerah/wilayah yang
+terbuka untuk penyelenggaraan jaringan
+dan atau jasa telekomunikasi.
+Penyelenggaraan telekomunikasi wajib
+memenuhi persyaratan yang ditetapkan
+dalam Perizinan Berusaha.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 28
+Ayat (1)
+Formula sebagaimana dimaksud dalam
+ketentuan ini merupakan pola
+perhitungan untuk menetapkan besaran
+tarif. Formula tarif terdiri atas formula
+tarif awal dan formula tarif perubahan.
+Dalam menetapkan formula tarif awal,
+yang harus diperhatikan adalah
+komponen biaya, sedangkan untuk
+menetapkan formula besaran tarif
+perubahan diperhatikan juga antara lain
+faktor inflasi, kemampuan masyarakat,
+dan kesinambungan pembangunan
+telekomunikasi.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 30
+Ayat (1)
+Ketentuan ini dimaksudkan untuk
+mengatasi masalah kebutuhan jasa
+telekomunikasi di suatu daerah yang
+karena keadaan tertentu belum dapat
+dijangkau oleh jasa telekomunikasi. Oleh
+karena itu Undang-Undang ini
+memandang perlu untuk memberikan
+kemungkinan kepada penyelenggara
+telekomunikasi khusus yang sebenarnya
+hanya bergerak untuk kepentingan
+sendiri, dapat memberikan pelayanan
+jasa telekomunikasi kepada masyarakat
+773
+yang bertempat tinggal di daerah
+tersebut.
+Ayat (2)
+Peyelenggara telekomunikasi khusus
+yang menyelenggarakan jaringan dan
+atau jasa telekomunikasi dapat
+melanjutkan penyelenggaraan jaringan
+dan atau jasa telekomunikasi dengan
+pertimbangan invenstasi yang telah
+dilakukannya dan kesinambungan
+pelayanan kepada pengguna. Dalam hal
+ini penyelenggara telekomunikasi
+khusus yang bersangkutan wajib
+memenuhi seluruh ketentuan yang
+berlaku bagi penyelenggaraan jaringan
+dan atau jasa telekomunikasi.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 32
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 33
+Ayat (1)
+Pemberian Perizinan Berusaha terkait
+penggunaan spektrum frekuensi radio
+didasarkan pada ketersediaan spektrum
+frekuensi radio dan hasil analisis teknis.
+Slot orbit satelit bukan merupakan aset
+nasional.
+Pemberian Perizinan Berusaha
+penggunaan spektrum frekuensi radio
+dilakukan melalui mekanisme seleksi
+atau evaluasi.
+Ayat (2)
+Pemberian persetujuan terkait
+penggunaan spektrum frekuensi radio
+didasarkan pada ketersediaan spektrum
+frekuensi radio dan hasil analisis teknis.
+Pemberian persetujuan terkait
+penggunaan spektrum frekuensi radio
+dilakukan melalui mekanisme evaluasi.
+Ayat (3)
+Yang dimaksud dengan “sesuai dengan
+peruntukan” adalah penggunaan
+spektrum frekuensi radio wajib sesuai
+dengan perencanaan spektrum frekuensi
+774
+radio dan ketentuan teknis penggunaan
+spektrum frekuensi radio yang
+ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
+Yang dimaksud dengan “gangguan yang
+merugikan” adalah jenis
+gangguan/inteferensi yang memberikan
+dampak merugikan terhadap
+penggunaan spektrum frekuensi radio
+yang mendapatkan proteksi dari
+Pemerintah Pusat.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Ayat (6)
+Cukup jelas.
+Ayat (7)
+Cukup jelas
+Ayat (8)
+Cukup jelas
+Ayat (9)
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 34
+Ayat (1)
+Biaya hak penggunaan spektrum
+frekuensi radio merupakan kompensasi
+atas penggunaan frekuensi sesuai
+dengan izin yang diterima. Di samping
+itu, biaya penggunaan frekuensi
+dimaksudkan juga sebagai sarana
+pengawasan dan pengendalian agar
+frekuensi radio sebagai sumber daya
+alam terbatas dapat dimanfaatkan
+semaksimal mungkin. Besarnya biaya
+penggunaan frekuensi ditentukan
+berdasarkan jenis dan lebar pita
+frekuensi. Jenis frekuensi akan
+berpengaruh pada mutu
+penyelenggaraan, sedangkan Iebar pita
+frekuensi akan berpengaruh pada
+kapasitas/jumlah informasi yang dapat
+dibawa/dikirimkan.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 7
+Pasal 34A
+775
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “infrastruktur
+telekomunikasi” antara lain: goronggorong (ducting), tiang telekomunikasi
+(tower), dan tiang yang dapat digunakan
+untuk penggelaran jaringan
+telekomunikasi.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Pasal 34B
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “infrastruktur
+pasif” termasuk tetapi tidak terbatas
+pada gorong-gorong (ducting), tiang
+telekomunikasi (tower), tiang (pole), dan
+lain-lain yang dapat digunakan untuk
+penggelaran jaringan telekomunikasi.
+Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan “infrastruktur”
+dalam ketentuan ini adalah infrastruktur
+aktif.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 45
+Cukup jelas.
+Angka 9
+Pasal 46
+Dihapus.
+Angka 10
+Pasal 47
+Cukup jelas.
+Angka 11
+Pasal 48
+Dihapus.
+Pasal 72
+Angka 1
+776
+Pasal 16
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 25
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 33
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 34
+Dihapus.
+Angka 5
+Pasal 55
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 57
+Cukup jelas.
+Angka 7
+Pasal 58
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 60A
+Ayat (1)
+Penyelenggaraan penyiaran harus
+mengikuti perkembangan teknologi
+untuk meningkatkan efisiensi
+pemanfaatan spektrum frekuensi radio
+dan spektrum elektromagnetik lainnya,
+kualitas penerimaan dan pilihan
+program siaran radio dan televisi bagi
+masyarakat, efisiensi dalam operasional
+penyelenggaraan jasa penyiaran radio
+dan televisi dan pertumbuhan industri–
+industri yang terkait dengan bidang
+penyiaran.
+Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan “migrasi
+penyiaran televisi terestrial dari
+teknologi analog ke teknologi digital”
+adalah proses yang dimulai dengan
+penerapan sistem penyiaran
+berteknologi digital untuk penyiaran
+777
+televisi yang diselenggarakan melalui
+media transmisi terestrial dan dilakukan
+secara bertahap, serta diakhiri dengan
+penghentian penggunaan teknologi
+analog dalam lingkup nasional.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Pasal 73
+Cukup jelas.
+Pasal 74
+Angka 1
+Pasal 11
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 21
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 38
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 52
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 55
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 56
+Cukup jelas.
+Angka 7
+Pasal 66
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 67
+Cukup jelas.
+Angka 9
+Pasal 68
+Cukup jelas.
+Angka 10
+778
+Pasal 69
+Cukup jelas.
+Angka 11
+Pasal 69A
+Cukup jelas.
+Angka 12
+Pasal 72
+Cukup jelas.
+Angka 13
+Pasal 73
+Cukup jelas.
+Angka 14
+Pasal 74
+Cukup jelas.
+Angka 15
+Pasal 75
+Cukup jelas.
+Pasal 75
+Pasal 15
+Ayat (1)
+Huruf a
+Cukup jelas.
+Huruf b
+Cukup jelas.
+Huruf c
+Yang dimaksud dengan "penyakit
+masyarakat" antara lain pengemisan dan
+pergelandangan, pelacuran, perjudian,
+penyalahgunaan obat dan narkotika,
+pemabukan, perdagangan manusia,
+penghisapan/praktik lintah darat, dan
+pungutan liar. Wewenang yang dimaksud
+dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara
+terakomodasi dengan instansi terkait
+sesuai dengan peraturan perundangundangan.
+Huruf d
+Yang dimaksud dengan "aliran" adalah
+semua aliran atau paham yang dapat
+menimbulkan perpecahan atau
+mengancam persatuan dan kesatuan
+bangsa antara lain aliran kepercayaan
+779
+yang bertentangan dengan falsafah
+dasar Negara Republik Indonesia.
+Huruf e
+Cukup jelas.
+Huruf f
+Yang dimaksud dengan “Tindakan
+kepolisian” adalah upaya paksa
+dan/atau tindakan lain menurut hukum
+yang bertanggung jawab guna
+mewujudkan tertib dan tegaknya hukum
+serta terbinanya ketenteraman
+masyarakat.
+Huruf g
+Cukup jelas
+Huruf h
+Cukup jelas
+Huruf i
+Keterangan dan barang bukti dimaksud
+adalah yang berkaitan baik dengan
+proses pidana maupun dalam rangka
+tugas kepolisian pada umumnya.
+Huruf j
+Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi
+Kriminal Nasional" adalah sistem
+jaringan dari dokumentasi kriminal yang
+memuat baik data kejahatan dan
+pelanggaran maupun kecelakaan dan
+pelanggaran lalu lintas serta regristrasi
+dan identifikasi lalu lintas.
+Huruf k
+Surat izin dan/atau surat keterangan
+yang dimaksud dikeluarkan atas dasar
+permintaan yang berkepentingan.
+Huruf l
+Wewenang tersebut dilaksanakan
+berdasarkan permintaan instansi yang
+berkepentingan atau permintaan
+masyarakat.
+Huruf m
+Yang dimaksud dengan "barang temuan"
+adalah barang yang tidak diketahui
+pemiliknya yang ditemukan oleh anggota
+Kepolisian Negara Republik Indonesia
+atau masyarakat yang diserahkan
+kepada Kepolisian Negara Republik
+Indonesia. Barang temuan itu harus
+dilindungi oleh Kepolisian Negara
+Republik Indonesia dengan ketentuan
+apabila dalam jangka waktu tertentu
+780
+tidak diambil oleh yang berhak akan
+diselesaikan sesuai dengan peraturan
+perundang-undangan. Kepolisian Negara
+Republik Indonesia setelah menerima
+barang temuan wajib segera
+mengumumkan melalui media cetak,
+media elektronik dan/atau media
+pengumuman lainnya.
+Ayat (2)
+Huruf a
+Yang dimaksud “keramaian umum”
+dalam hal ini sesuai dengan ketentuan
+Pasal 510 ayat (1) Kitab Undang-Undang
+Hukum Pidana (KUHP), yaitu keramaian
+atau tontonan untuk umum dan
+mengadakan arak-arakan di jalan umum.
+Kegiatan masyarakat lainnya adalah
+kegiatan yang dapat membahayakan
+keamanan umum seperti diatur dalam
+Pasal 495 ayat (1), 496, 500, 501 ayat (2),
+dan 502 ayat (1) KUHP.
+Huruf b
+Cukup jelas
+Huruf c
+Cukup jelas
+Huruf d
+Kegiatan politik yang memerlukan
+pemberitahuan kepada Kepolisian Negara
+Republik Indonesia adalah kegiatan
+politik sebagaimana diatur dalam
+perundang-undangan di bidang politik,
+antara lain kegiatan kampanye pemilihan
+umum (pemilu), pawai politik,
+penyebaran pamflet, dan penampilan
+gambar/lukisan bermuatan politik yang
+disebarkan kepada umum.
+Huruf e
+Yang dimaksud dengan "senjata tajam"
+dalam Undang-Undang ini adalah senjata
+penikam, senjata penusuk, dan senjata
+pemukul, tidak termasuk barang-barang
+yang nyata-nyata dipergunakan untuk
+pertanian, atau untuk pekerjaan rumah
+tangga, atau untuk kepentingan
+melakukan pekerjaan yang sah, atau
+nyata untuk tujuan barang pusaka, atau
+barang kuno, atau barang ajaib
+sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 12/Drt/1951.
+781
+Huruf f
+Cukup jelas
+Huruf g
+Cukup jelas
+Huruf h
+Yang dimaksud dengan "kejahatan
+internasional" adalah kejahatan tertentu
+yang disepakati untuk ditanggulangi
+antar negara, antara lain kejahatan
+narkotika, uang palsu, terorisme, dan
+perdagangan manusia.
+Huruf i
+Cukup jelas.
+Huruf j
+Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian
+Negara Republik Indonesia terikat oleh
+ketentuan hukum internasional, baik
+perjanjian bilateral maupun perjanjian
+multilateral. Dalam hubungan tersebut
+Kepolisian Negara Republik Indonesia
+dapat memberikan bantuan untuk
+melakukan tindakan kepolisian atas
+permintaan dari negara lain, sebaliknya
+Kepolisian Negara Republik Indonesia
+dapat meminta bantuan untuk
+melakukan tindakan kepolisian dari
+negara lain sepanjang tidak bertentangan
+dengan ketentuan hukum dari kedua
+negara. Organisasi kepolisian
+internasional yang dimaksud, antara
+lain, International Criminal Police
+Organization (ICPO-Interpol). Fungsi
+National Central Bureau ICPO-Interpol
+Indonesia dilaksanakan oleh Kepolisian
+Negara Republik Indonesia.
+Huruf k
+Cukup jelas .
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Pasal 76
+Cukup jelas.
+Pasal 77
+Angka 1
+Pasal 2
+Cukup jelas.
+Angka 2
+782
+Pasal 12
+Ayat (1)
+Pelaksanaan kegiatan penanaman modal
+didasarkan atas kepentingan nasional yang
+mencakup antara lain pelindungan sumber
+daya alam, perlindungan, pengembangan
+koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
+menengah, pengawasan produksi dan
+distribusi, peningkatan kapasitas
+teknologi, partisipasi modal dalam negeri,
+serta kerja sama dengan badan usaha yang
+ditunjuk Pemerintah.
+Kepentingan nasional tersebut dapat
+mencakup perlindungan atas kegiatan
+usaha yang dapat membahayakan
+kesehatan (seperti obat, minuman keras
+mengandung alkohol), pemberdayaan
+petani, nelayan, petambak ikan dan garam,
+usaha mikro dan kecil dengan pengaturan
+dan persyaratan tertentu yang ditetapkan
+oleh Pemerintah, namun tetap
+memperhatikan aspek peningkatan
+ekosistem penanaman modal.
+Kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh
+Pemerintah Pusat merupakan kegiatan
+yang bersifat pelayanan atau dalam rangka
+pertahanan dan keamanan, mencakup
+antara lain: alat utama sistem
+persenjataan, museum pemerintah,
+peninggalan sejarah dan purbakala,
+penyelenggaraan navigasi penerbangan,
+telekomunikasi/sarana bantu navigasi
+pelayaran dan vessiel.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Persyaratan penanaman modal ditujukan
+untuk bidang usaha yang diprioritaskan
+oleh Pemerintah yang dituangkan dalam
+bentuk daftar priotitas investasi yang
+diatur dalam Peraturan Presiden yang
+meliputi antara lain:
+1. Bidang usaha prioritas yang diberikan
+insentif fiskal;
+2. Bidang usaha yang diberi kemudahan
+insentif non fiskal, antara lain dalam
+bentuk kemudahan Perizinan Berusaha,
+lokasi penanaman modal, penyediaan
+infrastruktur dan energi, dan lain-lain;
+783
+3. Bidang usaha bagi usaha mikro, kecil,
+dan menegah dan persyaratan
+kemitraan antara usaha besar dengan
+usaha mikro, kecil, dan menegah tidak
+termasuk kemitraan sebagai pemegang
+saham; dan
+4. Bidang usaha terbuka dengan
+persyaratan tertentu.
+Angka 3
+Pasal 13
+Ayat (1)
+Dalam rangka perlindungan koperasi dan
+usaha mikro, kecil, dan menengah:
+1.Penanaman modal asing hanya
+diperbolehkan pada usaha skala besar
+dan hanya boleh bermitra dengan
+koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
+menengah.
+2.Mengalokasikan bidang usaha untuk
+koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
+menengah, serta bidang usaha untuk
+usaha besar dengan syarat harus
+bekerjasama melalui kemitraan dengan
+koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
+menengah, sesuai dengan ketentuan
+perundang-undangan di bidang usaha
+mikro, kecil, dan menengah.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Cukup jelas
+Angka 4
+Pasal 18
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Huruf a
+Cukup jelas.
+Huruf b
+Cukup jelas.
+Huruf c
+Cukup jelas.
+Huruf d
+784
+Cukup jelas.
+Huruf e
+Yang dimaksud dengan “industri
+pionir” adalah industri yang memiliki
+keterkaitan yang luas, memberi nilai
+tambah dan eksternalitas yang tinggi,
+memperkenalkan teknologi baru, serta
+memiliki nilai strategis bagi
+perekonomian nasional.
+Huruf f
+Cukup jelas.
+Huruf g
+Cukup jelas.
+Huruf h
+Cukup jelas.
+Huruf i
+Cukup jelas.
+Huruf j
+Cukup jelas.
+Huruf k
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 25
+Cukup jelas.
+Pasal 78
+Pasal 22
+Ayat (1)
+Huruf a
+Cukup jelas
+Huruf b
+Yang termasuk dalam pengertian badan
+hukum Indonesia antara lain adalah
+Negara Republik Indonesia, Badan Usaha
+Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
+koperasi, dan badan usaha milik swasta.
+(Penjelasan UU 10/1998)
+Huruf c
+Badan hukum asing yang mendirikan
+Bank Umum terlebih dahulu harus
+memperoleh rekomendasi dari otoritas
+moneter negara asal. Rekomendasi
+dimaksud sekurang-kurangnya memuat
+keterangan badan hukum asing yang
+bersangkutan mempunyai reputasi yang
+785
+baik dan tidak pernah melakukan
+perbuatan tersecela di bidang Perbankan.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Pasal 79
+Pasal 9
+Ayat (1)
+Huruf a
+Cukup jelas
+Huruf b
+Cukup jelas
+Huruf c
+Cukup jelas
+Huruf d
+Badan hukum asing yang mendirikan
+Bank Umum Syariah terlebih dahulu
+harus memperoleh rekomendasi dari
+otoritas moneter negara asal.
+Rekomendasi dimaksud sekurangkurangnya memuat keterangan badan
+hukum asing yang bersangkutan
+mempunyai reputasi yang baik dan tidak
+pernah melakukan perbuatan tercela di
+bidang Perbankan.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Pasal 80
+Cukup jelas.
+Pasal 81
+Angka 1
+Pasal 13
+Ayat (1)
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan “lembaga
+pelatihan kerja pemerintah” adalah
+lembaga pelatihan kerja yang dimiliki
+oleh pemerintah.
+Huruf b
+Yang dimaksud dengan “lembaga
+pelatihan kerja swasta” adalah
+lembaga yang dimiliki oleh swasta.
+Huruf c
+Yang dimaksud dengan “lembaga
+pelatihan kerja perusahaan” adalah
+786
+unit pelatihan yang terdapat di dalam
+perusahaan.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 14
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 37
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 42
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 43
+Dihapus.
+Angka 6
+Pasal 44
+Dihapus.
+Angka 7
+Pasal 45
+Ayat (1)
+Huruf a
+Tenaga kerja pendamping tenaga
+kerja asing tidak secara otomatis
+menggantikan atau menduduki
+jabatan tenaga kerja asing yang
+didampinginya. Pendampingan
+tersebut lebih dititiberatkan pada
+alih teknologi dan alih keahlian agar
+tenaga kerja pendamping tersebut
+dapat memiliki kemampuan
+sehingga pada waktunya diharapkan
+dapat mengganti tenaga kerja asing
+yang didampinginya.
+Huruf b
+Pendidikan dan pelatihan kerja oleh
+pemberi kerja tersebut dapat
+dilaksanakan baik di dalam negeri
+787
+maupun dengan mengirimkan
+tenaga kerja Indonesia untuk
+berlatih ke luar negeri.
+Huruf c
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 46
+Dihapus.
+Angka 9
+Pasal 47
+Ayat (1)
+Kewajiban membayar kompensasi
+dimaksudkan dalam rangka menunjang
+upaya peningkatan kualitas sumber
+daya manusia Indonesia.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Angka 10
+Pasal 48
+Dihapus.
+Angka 11
+Pasal 49
+Cukup jelas.
+Angka 12
+Pasal 56
+Cukup jelas.
+Angka 13
+Pasal 57
+Cukup jelas.
+Angka 14
+Pasal 58
+Cukup jelas.
+Angka 15
+Pasal 59
+Ayat (1)
+Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan
+ke instansi yang bertanggung jawab di
+788
+bidang ketenagakerjaan.
+Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan pekerjaan yang
+bersifat tetap dalam ayat ini adalah
+pekerjaan yang sifatnya terus menerus,
+tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu
+dan merupakan bagian dari suatu proses
+produksi dalam satu perusahaan atau
+pekerjaan yang bukan musiman.
+Pekerjaan yang bukan musiman adalah
+pekerjaan yang tidak tergantung cuaca
+atau suatu kondisi tertentu. Apabila
+pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang
+terus menerus, tidak terputus-putus,
+tidak dibatasi waktu, dan merupakan
+bagian dari suatu proses produksi, tetapi
+tergantung cuaca atau pekerjaan itu
+dibutuhkan karena adanya suatu kondisi
+tertentu maka pekerjaan tersebut
+merupakan pekerjaan musiman yang
+tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga
+dapat menjadi objek perjanjian kerja
+waktu tertentu.
+Ayat (3)
+Cukup jelas
+Ayat (4)
+Cukup jelas
+Angka 16
+Pasal 61
+Ayat (1)
+Huruf a
+Cukup jelas.
+Huruf b
+Cukup jelas.
+Huruf c
+Cukup jelas.
+Huruf d
+Cukup jelas.
+Huruf e
+Keadaan atau kejadian tertentu
+seperti bencana alam, kerusuhan
+sosial, atau gangguan keamanan.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+789
+Ayat (5)
+Yang dimaksud hak-hak yang sesuai
+dengan peraturan perundang-undangan
+atau hak-hak yang telah diatur dalam
+perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
+atau perjanjian kerja bersama adalah hakhak yang harus diberikan yang lebih baik
+dan menguntungkan pekerja/buruh yang
+bersangkutan.
+Pada pekerjaan yang berhubungan dengan
+kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang
+berhubungan langsung dengan proses
+produksi, pengusaha hanya diperbolehkan
+mempekerjakan pekerja/buruh dengan
+perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau
+perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
+Angka 17
+Pasal 61A
+Cukup jelas.
+Angka 18
+Pasal 64
+Dihapus.
+Angka 19
+Pasal 65
+Dihapus.
+Angka 20
+Pasal 66
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Pekerja/buruh yang bekerja pada
+perusahaan alih daya memperoleh hak
+(yang sama) sesuai dengan perjanjian
+kerja, peraturan perusahaan, atau
+perjanjian kerja bersama atas
+perlindungan upah dan kesejahteraan,
+syarat-syarat kerja, serta perselisihan
+yang timbul dengan pekerja/buruh
+lainnya di perusahaan pemberi pekerjaan.
+Ayat (3)
+Yang dimaksud dengan “pengalihan
+pelidungan hak-hak bagi pekerja/buruh"
+yaitu perusahaan alih daya yang baru
+memberikan pelindungan hak-hak bagi
+pekerja/buruh minimal sama dengan hak-
+790
+hak yang diberikan oleh perusahaan alih
+daya sebelumnya.
+Yang dimaksud “obyek pekerjaannya tetap
+ada” adalah pekerjaan yang ada pada 1
+(satu) perusahaan pemberi pekerjaan yang
+sama.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Ayat (6)
+Cukup jelas.
+Angka 21
+Pasal 77
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Bagi sektor usaha atau pekerjaan
+tertentu dapat diberlakukan ketentuan
+waktu kerja yang kurang atau lebih dari
+7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat
+puluh) jam 1 (satu) minggu atau 8
+(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat
+puluh) jam 1 (satu) minggu.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Angka 22
+Pasal 78
+Ayat (1)
+Mempekerjakan lebih dari waktu kerja
+sedapat mungkin harus dihindarkan
+karena pekerja/buruh harus mempunyai
+waktu yang cukup untuk istirahat dan
+memulihkan kebugarannya. Namun,
+dalam hal-hal tertentu terdapat
+kebutuhan yang mendesak yang harus
+diselesaikan segera dan tidak dapat
+dihindari sehingga pekerja/buruh harus
+bekerja melebihi waktu kerja.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+791
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Angka 23
+Pasal 79
+Ayat (1)
+Cukup jelas
+Ayat (2)
+Cukup jelas
+Ayat (3)
+Cukup jelas
+Ayat (4)
+Cukup jelas
+Ayat (5)
+Bagi perusahaan yang telah
+memberlakukan istirahat panjang tidak
+boleh mengurangi dari ketentuan yang
+sudah ada.
+Angka 24
+Pasal 88
+Cukup jelas.
+Angka 25
+Pasal 88A
+Cukup jelas.
+Pasal 88B
+Cukup jelas.
+Pasal 88C
+Cukup jelas.
+Pasal 88D
+Cukup jelas.
+Pasal 88E
+Cukup jelas.
+Angka 26
+Pasal 89
+Dihapus.
+Angka 27
+Pasal 90
+Dihapus.
+Angka 28
+Pasal 90A
+792
+Cukup jelas.
+Pasal 90B
+Cukup jelas.
+Angka 29
+Pasal 91
+Dihapus.
+Angka 30
+Pasal 92
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Penyusunan struktur dan skala upah
+dimasudkan sebagai pedoman
+penetapan upah sehingga terdapat
+kepastian upah tiap pekerja/buruh serta
+mengurangi kesenjangan antara upah
+terendah dan tertinggi di perusahaan
+yang bersangkutan.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Angka 31
+Pasal 92A
+Peninjauan upah dilakukan untuk
+penyesuaian harga kebutuhan hidup,
+prestasi kerja, perkembangan, dan
+kemampuan perusahaan
+Angka 32
+Pasal 94
+Yang dimaksud dengan “tunjangan tetap”
+adalah pembayaran kepada pekerja/buruh
+yang dilakukan secara teratur dan tidak
+dikaitkan dengan kehadiran pekerja/buruh
+atau pencapaian prestasi kerja tertentu.
+Angka 33
+Pasal 95
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
+Yang dimaksud “didahulukan
+pembayarannya” yaitu pembayaran upah
+pekerja/buruh didahulukan dari semua
+jenis kreditur termasuk kreditur
+separatis atau kreditur pemegang hak
+793
+jaminan kebendaan, tagihan hak negara,
+kantor lelang dan badan umum yang
+dibentuk pemerintah.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Angka 34
+Pasal 96
+Dihapus.
+Angka 35
+Pasal 97
+Dihapus.
+Angka 36
+Pasal 98
+Cukup jelas.
+Angka 37
+Pasal 151
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan mengupayakan
+adalah kegiatan-kegiatan yang positif
+yang pada akhirnya dapat menghindari
+terjadinya pemutusan hubungan kerja
+antara lain pengaturan waktu kerja,
+penghematan, pembenahan metode
+kerja, dan memberikan pembinaan
+kepada pekerja/buruh.
+Ayat (2)
+Cukup jelas
+Ayat (3)
+Cukup jelas
+Ayat (4)
+Cukup jelas
+Angka 38
+Pasal 151A
+Cukup jelas.
+Angka 39
+Pasal 152
+Dihapus.
+Angka 40
+Pasal 153
Cukup jelas.
-Huruf k
+Angka 41
+794
+Pasal 154
+Dihapus.
+Angka 42
+Pasal 154A
Cukup jelas.
-Huruf l
+Angka 43
+Pasal 155
+Dihapus.
+Angka 44
+Pasal 156
Cukup jelas.
-Huruf m
+Angka 45
+Pasal 157
Cukup jelas.
-Huruf n
+Angka 46
+Pasal 157A
+Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan “hak lainnya”
+yaitu hak-hak lain yang diatur dalam
+perjanjian kerja, peraturan perusahaan
+dan perjanjian kerja bersama.
+Contoh: hak cuti yang belum diambil dan
+belum gugur.
+Ayat (3)
+Yang dimaksud “sesuai tingkatannya”
+adalah penyelesaian perselisihan di
+tingkat bipartit atau
+mediasi/konsiliasi/arbitrase atau
+pengadilan hubungan industrial.
+Angka 47
+Pasal 158
+Dihapus.
+Angka 48
+Pasal 159
+Dihapus.
+Angka 49
+Pasal 160
+Ayat (1)
+795
+Keluarga pekerja/buruh yang menjadi
+tanggungan adalah istri/suami, anak
+atau orang yang sah menjadi
+tanggungan pekerja/buruh berdasarkan
+perjanjian kerja, peraturan perusahaan
+atau perjanjian kerja bersama.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-5. Pasal 29
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-6. Pasal 30
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-7. Pasal 54
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-8. Pasal 56
+Angka 50
+Pasal 161
+Dihapus.
+Angka 51
+Pasal 162
+Dihapus.
+Angka 52
+Pasal 163
+Dihapus.
+Angka 53
+Pasal 164
+Dihapus.
+Angka 54
+Pasal 165
+Dihapus.
+Angka 55
+Pasal 166
+Dihapus.
+Angka 56
+Pasal 167
+Dihapus.
+Angka 57
+Pasal 168
+Dihapus.
+Angka 58
+Pasal 169
+796
+Dihapus.
+Angka 59
+Pasal 170
+Dihapus.
+Angka 60
+Pasal 171
+Dihapus.
+Angka 61
+Pasal 172
+Dihapus.
+Angka 62
+Pasal 184
+Dihapus.
+Angka 63
+Pasal 185
+Cukup jelas
+.
+Angka 64
+Pasal 186
+Cukup jelas
+.
+Angka 65
+Pasal 187
+Cukup jelas
+.
+Angka 66
+Pasal 188
+Cukup jelas
+.
+Angka 67
+Pasal 190
+Cukup jelas
+.
+Angka 68
+Pasal 191A
+Cukup jelas
+.
+Pasal 82
+Angka
+1
+Pasal 18
+Cukup jelas
+.
+Angka
+2
+Pasal 46A
+797
+Cukup jelas
+.
+Pasal 46B
+Cukup jelas
+.
+Pasal 46C
+Cukup jelas
+.
+Pasal 46D
+Cukup jelas
+.
+Pasal 46E
+Cukup jelas
+.
+Pasal 83
+Angka
+1
+Pasal 6
+Cukup jelas
+.
+Angka
+2
+Pasal 9
+Cukup jelas
+.
+Angka 3
+Pasal 42
+Cukup jelas
+.
+Pasal 84
+Angka 1
+Pasal
+1
+Cukup jelas
+.
+Angka 2
+Pasal 51
+Cukup jelas
+.
+Angka 3
+Pasal 53
+Cukup jelas
+.
+Angka 4
+Pasal 57
+Cukup jelas
+.
+Angka 5
+Pasal 89
+A
+Cukup jelas
+.
+Pasal 85
+798
Cukup jelas.
-9. Pasal 64
+Pasal 86
+Angka 1
+Pasal 6
+Ayat (1)
+Persyaratan ini dimaksudkan untuk
+menjaga kelayakan usaha dan kehidupan
+Koperasi. Orang-seorang pembentuk
+Koperasi adalah mereka yang memenuhi
+persyaratan keanggotaan dan
+mempunyai kepentingan ekonomi yang
+sama.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-Pasal 75
-1. Pasal 1
+Angka 2
+Pasal 17
+Ayat (1)
+Sebagai pemilik dan pengguna jasa
+Koperasi, anggota berpartisipasi aktif
+dalam kegiatan Koperasi. Sekalipun
+demikian, sepanjang tidak merugikan
+kepentingannya, Koperasi dapat pula
+memberikan pelayanan kepada bukan
+anggota sesuai dengan sifat kegiatan
+usahanya, dengan maksud untuk
+menarik yang bukan anggota menjadi
+anggota Koperasi.
+Ayat (2)
+Buku daftar anggota koperasi dapat
+berbentuk dokumen tertulis atau
+dokumen elektronik.
+Angka 3
+Pasal 21
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 22
Cukup jelas.
-2. Pasal 19
-950
+Angka 5
+Pasal 43
+Ayat (1)
+Usaha Koperasi terutama diarahkan pada
+bidang usaha yang berkaitan langsung
+dengan kepentingan anggota baik untuk
+menunjang usaha maupun
+799
+kesejahteraannya. Dalam hubungan ini
+maka pengelolaan usaha Koperasi harus
+dilakukan secara produktif, efektif dan
+efisien dalam arti pelayanan usaha yang
+dapat meningkatkan nilai tambah dan
+manfaat yang sebesar-besarnya pada
+anggota dengan tetap mempertimbangkan
+untuk memperoleh sisa hasil usaha yang
+wajar. Untuk mencapai kemampuan
+usaha seperti tersebut diatas, maka
+Koperasi dapat berusaha secara luwes
+baik ke hulu maupun ke hilir serta
+berbagai jenis usaha lainnya yang terkait.
+Adapun mengenai pelaksanaan usaha
+Koperasi, dapat dilakukan dimana saja,
+baik di dalam maupun di luar negeri,
+dengan mempertimbangkan kelayakan
+usahanya.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-3. Pasal 20
+Ayat (3)
+Yang dimaksud dengan “kelebihan
+kemampuan pelayanan Koperasi” adalah
+kelebihan kapasitas dana dan daya yang
+dimiliki oleh Koperasi untuk melayani
+anggotanya. Kelebihan kapasitas tersebut
+oleh Koperasi dapat dimanfaatkan untuk
+berusaha dengan bukan anggota dengan
+tujuan untuk mengoptimalkan skala
+ekonomi dalam arti memperbesar volume
+usaha dan menekan biaya per unit yang
+memberikan manfaat sebesar-besarnya
+kepada anggotanya serta
+memasyarakatkan Koperasi.
+Ayat (4)
+Agar Koperasi dapat mewujudkan fungsi
+dan peran seperti yang dimaksud dalam
+Pasal 4 maka Koperasi melaksanakan
+usaha di segala bidang kehidupan
+ekonomi dan berperan utama dalam
+kehidupan ekonomi rakyat. Yang
+dimaksud dengan “kehidupan ekonomi
+rakyat” adalah semua kegiatan ekonomi
+yang dilaksanakan dan menyangkut
+kepentingan orang banyak.
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-4. Pasal 58
+800
+Angka 6
+Pasal 44A
Cukup jelas.
-5. Pasal 59
+Pasal 87
+Angka 1
+Pasal 6
Cukup jelas.
-6. Pasal 61
+Angka 2
+Pasal 12
+Ayat (1)
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan
+”menyederhanakan tata cara dan
+jenis perizinan” adalah memberikan
+kemudahan persyaratan dan tata
+cara perizinan serta informasi yang
+seluas-luasnya.
+Yang dimaksud dengan “sistem
+pelayanan terpadu satu pintu”
+adalah proses pengelolaan perizinan
+usaha yang dimulai dari tahap
+permohonan sampai dengan tahap
+terbitnya dokumen, dilakukan
+dalam satu tempat berdasarkan
+prinsip pelayanan sebagai berikut:
+a. kesederhanaan dalam proses;
+b. kejelasan dalam pelayanan;
+c. kepastian waktu penyelesaian;
+d. kepastian biaya;
+e. keamanan tempat pelayanan;
+f.tanggung jawab petugas
+pelayanan;
+g. kelengkapan sarana dan
+prasarana pelayanan;
+h. kemudahan akses pelayanan; dan
+i. kedisiplinan, kesopanan, dan
+keramahan pelayanan.
+Huruf b
Cukup jelas.
-7. Pasal 63
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-8. Pasal 83
+Angka 3
+Pasal 21
Cukup jelas.
-9. Pasal 84
+Angka 4
+801
+Pasal 35
+Ayat (1)
+Yang dimaksud “memiliki” adalah adanya
+peralihan kepemilikan secara yuridis atas
+badan usaha/perusahaan dan/atau aset
+atau kekayaan yang dimiliki Usaha Mikro,
+Kecil, dan/atau Menengah oleh Usaha
+Besar sebagai mitra usahanya dalam
+pelaksanaan hubungan kemitraan.
+Ayat (2)
+Yang dimaksud “menguasai” adalah
+adanya peralihan penguasaan secara
+yuridis atas kegiatan usaha yang
+dijalankan dan/atau aset atau kekayaan
+dimiliki Usaha Mikro, Kecil, dan/atau
+Menengah oleh Usaha Besar sebagai mitra
+usahanya dalam pelaksanaan hubungan
+kemitraan.
+Pasal 88
Cukup jelas.
-10. Pasal 85
+Pasal 89
Cukup jelas.
-11. Pasal 89
+Pasal 90
Cukup jelas.
-12. Pasal 90
+Pasal 91
Cukup jelas.
-13. Pasal 91
-951
+Pasal 92
+Ayat (1)
+Cukup jelas
+Ayat (2)
+Cukup jelas
+Ayat (3)
+Yang dimaksud dengan insentif kepabeanan antara
+lain pemberian keringanan atau pembebasan bea
+masuk.
+Ayat (4)
+Pelaku usaha mikro perlu diberikan dukungan
+antara lain melalui pemberikan insentif Pajak
+Penghasilan agar dapat meningkatkan kapasitas
+dan skala usahanya untuk berkembang. Pemberian
+dukungan dukungan insentif Pajak Penghasilan
+tersebut juga ditujukan sebagai sarana
+pembelajaran bagi pelaku usaha mikro agar dapat
+lebih memahami hak dan kewajiban perpajakan.
+802
+Insentif Pajak Penghasilan diberikan kepada pelaku
+usaha mikro tertentu berdasarkan basis data
+tunggal usaha mikro, kecil, dan menengah agar
+insentif yang diberikan tepat sasaran.
+Pasal 93
Cukup jelas.
-14. Pasal 92
+Pasal 94
Cukup jelas.
-15. Pasal 95
+Pasal 95
Cukup jelas.
-16. Pasal 99
+Pasal 96
Cukup jelas.
-17. Pasal 101
+Pasal 97
Cukup jelas.
-18. Pasal 103
+Pasal 98
Cukup jelas.
-19. Pasal 104
+Pasal 99
Cukup jelas.
-20. Pasal 106
+Pasal 100
Cukup jelas.
-21. Pasal 112
+Pasal 101
Cukup jelas.
-22. Pasal 125
+Pasal 102
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan pembiayaan alternatif
+untuk UMK-M antara lain meliputi:
+a. urun dana (crowd funding);
+b. modal ventura;
+c. angel capital;
+d. dana padanan (seed capital); dan
+e. kewajiban pelayanan universal (universal
+service obligation).
+Huruf b
Cukup jelas.
-23. Pasal 126
+Huruf c
Cukup jelas.
-Pasal 76
-952
+Huruf d
Cukup jelas.
-Pasal 77
-1. Pasal 10
+Huruf e
+803
Cukup jelas.
-2. Pasal 12
+Pasal 103
+Pasal 53A
Cukup jelas.
-3. Pasal 13
+Pasal 104
Cukup jelas.
-4. Pasal 37
+Pasal 105
Cukup jelas.
-5. Pasal 38
+Pasal 106
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-6. Pasal 39
+Angka 2
+Pasal 38
+Visa kunjungan dalam penerapannya dapat
+diberikan untuk melakukan kegiatan, antara
+lain:
+1. wisata;
+2. keluarga;
+3. sosial;
+4. seni dan budaya;
+5. tugas pemerintahan;
+6. olahraga yang tidak bersifat komersial;
+7. studi banding, kursus singkat, dan
+pelatihan singkat;
+8. memberikan bimbingan, penyuluhan, dan
+pelatihan dalam penerapan dan inovasi
+teknologi industri untuk meningkatkan
+mutu dan desain produk industri serta
+kerja sama pemasaran luar negeri bagi
+Indonesia;
+9. melakukan pekerjaan darurat dan
+mendesak;
+10. jurnalistik yang telah mendapat izin dari
+instansi yang berwenang;
+11. pembuatan film yang tidak bersifat
+komersial dan telah mendapat izin dari
+instansi yang berwenang;
+12. melakukan pembicaraan bisnis;
+13. melakukan pembelian barang;
+14. memberikan ceramah atau mengikuti
+seminar;
+15. mengikuti pameran internasional;
+804
+16. mengikuti rapat yang diadakan dengan
+kantor pusat atau perwakilan di
+Indonesia;
+17. melakukan audit, kendali mutu produksi,
+atau inspeksi pada cabang perusahaan di
+Indonesia;
+18. calon tenaga kerja asing dalam uji coba
+kemampuan dalam bekerja;
+19. meneruskan perjalanan ke negara lain;
+dan
+20. bergabung dengan alat angkut yang
+berada di Wilayah Indonesia.
+Angka 3
+Pasal 39
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan “visa rumah
+kedua” adalah visa yang diberikan
+kepada orang asing beserta keluarganya
+untuk tinggal menetap di Indonesia
+selama 5 (lima) tahun atau 10 (sepuluh)
+tahun setelah memenuhi persyaratan
+tertentu.
+Huruf b
Cukup jelas.
-Pasal 78
-1. Pasal 11
-Ayat (1)
-Pemenuhan Perizinan Berusaha dalam
-penyelenggaraan telekomunikasi
-dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah
-dalam rangka pembinaan untuk
-mendorong pertumbuhan
-penyelenggaraan telekomunikasi yang
-sehat.
-953
-Pemerintah mempublikasikan secara
-berkala atas daerah/wilayah yang
-terbuka untuk penyelenggaraan jaringan
-dan atau jasa telekomunikasi.
-Penyelenggaraan telekomunikasi wajib
-memenuhi persyaratan yang ditetapkan
-dalam Perizinan Berusaha.
-Ayat (2)
+Huruf c
Cukup jelas.
-2. Pasal 28
-Ayat (1)
-Formula sebagaimana dimaksud dalam
-ketentuan ini merupakan pola
-perhitungan untuk menetapkan besaran
-tarif. Formula tarif terdiri atas formula
-tarif awal dan formula tarif perubahan.
-Dalam menetapkan formula tarif awal,
-yang harus diperhatikan adalah
-komponen biaya, sedangkan untuk
-menetapkan formula besaran tarif
-perubahan diperhatikan juga antara lain
-faktor inflasi, kemampuan masyarakat,
-dan kesinambungan pembangunan
-telekomunikasi.
-Ayat (2)
+Angka 4
+Pasal 40
Cukup jelas.
-3. Pasal 30
+Angka 5
+Pasal 46
Ayat (1)
-Ketentuan ini dimaksudkan untuk
-mengatasi masalah kebutuhan jasa
-telekomunikasi di suatu daerah yang
-954
-karena keadaan tertentu belum dapat
-dijangkau oleh jasa telekomunikasi. Oleh
-karena itu Undang-Undang ini
-memandang perlu untuk memberikan
-kemungkinan kepada penyelenggara
-telekomunikasi khusus yang sebenarnya
-hanya bergerak untuk kepentingan
-sendiri, dapat memberikan pelayanan
-jasa telekomunikasi kepada masyarakat
-yang bertempat tinggal di daerah
-tersebut.
+Yang dimaksud dengan “bertempat
+tinggal di Wilayah Indonesia” adalah
+dalam rangka tugas penempatan di
+perwakilan negara setempat atau
+perwakilan organisasi internasional.
Ayat (2)
-Peyelenggara telekomunikasi khusus
-yang menyelenggarakan jaringan dan
-atau jasa telekomunikasi dapat
-melanjutkan penyelenggaraan jaringan
-dan atau jasa telekomunikasi dengan
-pertimbangan invenstasi yang telah
-dilakukannya dan kesinambungan
-pelayanan kepada pengguna. Dalam hal
-ini penyelenggara telekomunikasi
-khusus yang bersangkutan wajib
-memenuhi seluruh ketentuan yang
-berlaku bagi penyelenggaraan jaringan
-dan atau jasa telekomunikasi.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-4. Pasal 32
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 54
+Ayat (1)
+805
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan
+“rohaniwan” adalah pemuka agama
+yang diakui di Indonesia.
+Huruf b
+Yang dimaksud dengan “keluarga”
+adalah suami/istri, dan anak.
+Huruf c
+Cukup jelas.
+Huruf d
Cukup jelas.
-5. Pasal 33
-Ayat (1)
-955
-Pemberian Perizinan Berusaha terkait
-penggunaan spektrum frekuensi radio
-didasarkan pada ketersediaan spektrum
-frekuensi radio dan hasil analisis teknis.
-Slot orbit satelit bukan merupakan aset
-nasional.
-Pemberian Perizinan Berusaha
-penggunaan spektrum frekuensi radio
-dilakukan melalui mekanisme seleksi
-atau evaluasi
Ayat (2)
-Pemberian persetujuan terkait
-penggunaan spektrum frekuensi radio
-didasarkan pada ketersediaan spektrum
-frekuensi radio dan hasil analisis.
-Pemberian persetujuan terkait
-penggunaan spektrum frekuensi radio
-dilakukan melalui mekanisme evaluasi.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “sesuai dengan
-peruntukan” adalah penggunaan spektru
-frekuensi radio wajib sesuai dengan
-perencanaan spektrum frekuensi radio
-dan ketentuan teknis penggunaan
-spektrum frekuensi radio yang
-ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
-Yang dimaksud dengan “gangguan yang
-merugikan” adalah jenis
-gangguan/inteferensi yang memberikan
-dampak merugikan terhadap
-penggunaan spektrum frekuensi radio
-yang mendapatkan proteksi dari
-Pemerintah Pusat.
-956
+Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-Ayat (5)
+Angka 7
+Pasal 63
Cukup jelas.
-Ayat (6)
+Angka 8
+Pasal 71
Cukup jelas.
-Ayat (7)
-Cukup jelas
-Ayat (8)
-Cukup jelas
-Ayat (9)
+Pasal 107
+Angka 1
+Pasal 3
+Ayat (1)
Cukup jelas.
-6. Pasal 34
+Ayat (2)
+Paten sederhana diberikan untuk Invensi
+yang berupa produk yang bukan sekadar
+berbeda ciri teknisnya, tetapi harus
+memiliki fungsi/kegunaan yang lebih
+praktis daripada Invensi sebelumnya
+yang disebabkan bentuk, konfigurasi,
+konstruksi, atau komponennya yang
+mencakup alat, barang, mesin,
+komposisi, formula, penggunaan,
+senyawa, atau sistem. Paten sederhana
+juga diberikan untuk Invensi yang
+berupa proses atau metode yang baru.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 20
+806
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 82
Ayat (1)
-Biaya hak penggunaan spektrum
-frekuensi radio merupakan kompensasi
-atas penggunaan frekuensi sesuai
-dengan izin yang diterima. Di samping
-itu, biaya penggunaan frekuensi
-dimaksudkan juga sebagai sarana
-pengawasan dan pengendalian agar
-frekuensi radio sebagai sumber daya
-alam terbatas dapat dimanfaatkan
-semaksimal mungkin. Besarnya biaya
-penggunaan frekuensi ditentukan
-berdasarkan jenis dan lebar pita
-frekuensi. Jenis frekuensi akan
-berpengaruh pada mutu
-penyelenggaraan, sedangkan Iebar pita
-frekuensi akan berpengaruh pada
-kapasitas/jumlah informasi yang dapat
-dibawa/dikirimkan.
-957
+Huruf a
+Cukup jelas.
+Huruf b
+Cukup jelas.
+Huruf c
+Keadaan ini biasanya terjadi dalam
+pelaksanaan Paten yang merupakan
+hasil penyempurnaan atau
+pengembangan Invensi yang lebih
+dahulu telah dilindung Paten. Oleh
+karenanya pelaksanaan Paten yang
+baru tersebut berarti melaksanakan
+sebagian atau seluruh Invensi yang
+telah dilindungi Paten yang dimiliki
+oleh pihak lain. Jika Pemegang
+Paten terdahulu memberi Lisensi
+kepada Pemegang Paten berikutnya,
+yang memungkinkan terlaksananya
+Paten berikutnya tersebut, maka
+dalam hal ini tidak ada masalah
+pelanggaran Paten. Tetapi kalau
+Lisensi untuk itu tidak diberikan,
+semestinya Undang-undang ini
+menyediakan jalan keluarnya.
+Ketentuan ini dimaksudkan agar
+Paten yang diberikan belakangan
+dapat dilaksanakan tanpa
+melanggar Paten yang terdahulu
+melalui pemberian Lisensi-wajib
+oleh Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-7. Huruf a
-Pasal 34A
+Angka 4
+Pasal 122
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan
-“infrastruktur telekomunikasi”
-antara lain: gorong-gorong
-(ducting), tiang telekomunikasi
-(tower), dan tiang yang dapat
-digunakan untuk penggelaran
-jaringan telekomunikasi.
+Yang dimaksud dengan "satu Invensi"
+adalah Paten sederhana hanya diajukan
+untuk satu klaim mandiri produk atau
+satu klaim mandiri proses, tetapi dapat
+terdiri atas beberapa klaim turunan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-Ayat (3)
+Ayat (3)
+807
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 123
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 124
Cukup jelas.
+Pasal 108
+Angka 1
+Pasal 20
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan "bertentangan
+dengan ketertiban umum" adalah tidak
+sejalan dengan peraturan yang ada
+dalam masyarakat yang sifatnya
+menyeluruh seperti menyinggung
+perasaan masyarakat atau golongan,
+menyinggung kesopanan atau etika
+umum masyarakat, dan menyinggung
+ketentraman masyarakat atau golongan.
Huruf b
-Pasal 34B
+Merek tersebut berkaitan atau hanya
+menyebutkan barang dari/atau jasa yang
+dimohonkan pendaftarannya.
+Huruf c
+Yang dimaksud dengan "memuat unsur
+yang dapat menyesatkan" misalnya
+Merek "Kecap No.1" tidak dapat
+didaftarkan karena menyesatkan
+masyarakat terkait dengan kualitas
+barang, Merek "netto 100 gram" tidak
+dapat didaftarkan karena menyesatkan
+masyarakat terkait dengan ukuran
+barang.
+Huruf d
+Yang dimaksud dengan "memuat
+keterangan yang tidak sesuai dengan
+kualitas, manfaat, atau khasiat dari
+barang dao /atau jasa yang diproduksi"
+adalah mencantumkan keterangan yang
+tidak sesuai dengan kualitas, manfaat,
+khasiat, dan/ atau risiko dad produk
+dimaksud. Contohnya: obat yang dapat
+menyembuhkan seribu satu penyakit,
+rokok yang aman bagi kesehatan.
+Huruf e
+808
+Tanda dianggap tidak memiliki daya
+pembeda apabila tanda tersebut terlalu
+sederhana seperti satu tanda garis atau
+satu tanda titik, ataupun terlalu rumit
+sehingga tidak jelas.
+Huruf f
+Yang dimaksud dengan "nama umum"
+antara lain Merek "rumah makan" untuk
+restoran, Merek "warung kopi" untuk
+kafe. Adapun "lambang milik umum"
+antara lain "lambang tengkorak" untuk
+barang berbahaya, lambang "tanda
+racun" untuk bahan kimia, "lambang
+sendok dan garpu" untuk jasa restoran.
+Huruf g
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 23
Cukup jelas.
-8. Pasal 44
+Angka 3
+Pasal 25
+Ayat (1)
Cukup jelas.
-9. Pasal 45
+Ayat (2)
+Huruf a
Cukup jelas.
-10. Pasal 46
+Huruf b
Cukup jelas.
-11. Pasal 47
+Huruf c
Cukup jelas.
-958
-12. Pasal 48
+Huruf d
Cukup jelas.
-13. Pasal 51
+Huruf e
Cukup jelas.
-14. Pasal 52
+Huruf f
+Yang dimaksud dengan "tanggal
+pendaftaran" adalah tanggal
+didaftarnya Merek.
+Huruf g
Cukup jelas.
-15. Pasal 53
+Huruf h
Cukup jelas.
-Pasal 79
-1. Pasal 16
+Pasal 109
+Angka 1
+Pasal 1
Cukup jelas.
-2. Pasal 17
+809
+Angka 2
+Pasal 7
Ayat (1)
-Cukup Jelas.
+Yang dimaksud dengan “orang” adalah
+orang perseorangan, baik warga negara
+Indonesia maupun asing atau badan
+hukum Indonesia atau asing. Ketentuan
+dalam ayat ini menegaskan prinsip yang
+berlaku berdasarkan undang-undang ini
+bahwa pada dasarnya sebagai badan
+hukum, Perseroan didirikan berdasarkan
+perjanjian, karena itu mempunyai lebih
+dari 1 (satu) orang pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Yang dimaksud memberikan kesempatan
-kepemilikan saham adalah pada saatsaat penjualan saham kepada publik.
-3. Pasal 25
+Dalam hal Peleburan seluruh aktiva dan
+pasiva Perseroan yang meleburkan diri
+masuk menjadi modal Perseroan hasil
+Peleburan dan pendiri tidak mengambil
+bagian saham sehingga pendiri dari
+Perseroan hasil Peleburan adalah
+Perseroan yang meleburkan diri dan
+nama pemegang saham dari Perseroan
+hasil Peleburan adalah nama pemegang
+saham dari Perseroan yang meleburkan
+diri.
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-4. Pasal 33
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-959
-5. Pasal 34
+Ayat (6)
+Perikatan dan kerugian Perseroan yang
+menjadi tanggung jawab pribadi
+pemegang saham adalah perikatan dan
+kerugian yang terjadi setelah lewat waktu
+6 (enam) bulan tersebut.
+Yang dimaksud dengan “pihak yang
+berkepentingan” adalah kejaksaan untuk
+kepentingan umum, pemegang saham,
+Direksi, Dewan Komisaris, karyawan
+Perseroan, kreditor, dan/atau pemangku
+kepentingan (stake holder) lainnya.
+Ayat (7)
+Karena status dan karakteristik yang
+khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi
+Perseroan sebagaimana dimaksud pada
+810
+ayat ini diatur dalam peraturan
+perundang-undangan tersendiri.
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan
+“persero” adalah badan usaha
+milik negara yang berbentuk
+Perseroan yang modalnya
+terbagi dalam saham yang
+diatur dalam undang-undang
+tentang badan usaha milik
+negara.
+Huruf b
Cukup jelas.
-6. Pasal 55
+Huruf c
Cukup jelas.
-7. Pasal 56
+Huruf d
Cukup jelas.
-8. Pasal 57
+Huruf e
Cukup jelas.
-9. Pasal 58
+Ayat (8)
Cukup jelas.
-10. Pasal 60A
+Angka 3
+Pasal 32
Ayat (1)
-Penyelenggaraan penyiaran harus
-mengikuti perkembangan teknologi
-untuk meningkatkan efisiensi
-pemanfaatan spektrum frekuensi radio
-dan spektrum elektromagnetik lainnya,
-kualitas penerimaan dan pilihan
-program siaran radio dan televisi bagi
-masyarakat, efisiensi dalam operasional
-penyelenggaraan jasa penyiaran radio
-dan televisi dan pertumbuhan industri–
-industri yang terkait dengan bidang
-penyiaran.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
-Yang dimaksud dengan “migrasi
-penyiaran televisi terestrial dari
-teknologi analog ke teknologi digital”
-960
-adalah proses yang dimulai dengan
-penerapan sistem penyiaran
-berteknologi digital untuk penyiaran
-televisi yang diselenggarakan melalui
-media transmisi terestrial dan dilakukan
-secara bertahap, serta diakhiri dengan
-penghentian penggunaan teknologi
-analog dalam lingkup nasional.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
+Ketentuan pada ayat ini diperlukan
+untuk mengantisipasi perubahan
+keadaan perekonomian.
+Angka 4
+Pasal 153
Cukup jelas.
-Pasal 80
+Angka 5
+Pasal 153A
Cukup jelas.
-Pasal 81
-1. Pasal 38
+Pasal 153B
+Ayat (1)
+Modal dasar perseroan untuk usaha
+mikro dan kecil berasal dari kekayaan
+pendiri yang dipisahkan.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-2. Pasal 52
+811
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Pasal 153C
Cukup jelas.
-3. Pasal 55
+Pasal 153D
Cukup jelas.
-4. Pasal 56
+Pasal 153E
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “orang
+perseorangan” adalah orang yang cakap
+melakukan perbuatan hukum
+sebagaimana diatur dalam Kitab
+Undang-Undang Hukum Perdata.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-5. Pasal 67
+Pasal 153F
Cukup jelas.
-6. Pasal 68
+Pasal 153G
Cukup jelas.
-961
-7. Pasal 69
+Pasal 153H
Cukup jelas.
-8. Pasal 69A
+Pasal 153I
Cukup jelas.
-9. Pasal 72
+Pasal 153J
Cukup jelas.
-10. Pasal 73
+Pasal 110
+Dihapus.
+Pasal 111
+Angka 1
+Pasal 2
+Ayat (1)
+Huruf a
+Orang pribadi sebagai subjek pajak
+dapat bertempat tinggal atau berada
+di Indonesia ataupun di luar
+Indonesia. Warisan yang belum
+terbagi sebagai satu kesatuan
+merupakan subjek pajak pengganti,
+menggantikan mereka yang berhak
+812
+yaitu ahli waris. Penunjukan
+warisan yang belum terbagi sebagai
+subjek pajak pengganti
+dimaksudkan agar pengenaan pajak
+atas penghasilan yang berasal dari
+warisan tersebut tetap dapat
+dilaksanakan.
+Huruf b
+Badan adalah sekumpulan orang
+dan/atau modal yang merupakan
+kesatuan baik yang melakukan
+usaha maupun yang tidak
+melakukan usaha yang meliputi
+perseroan terbatas, perseroan
+komanditer, perseroan lainnya,
+badan usaha milik negara atau
+badan usaha milik daerah dengan
+nama dan dalam bentuk apa pun,
+firma, kongsi, koperasi, dana
+pensiun, persekutuan,
+perkumpulan, yayasan, organisasi
+massa, organisasi sosial politik, atau
+organisasi lainnya, lembaga, dan
+bentuk badan lainnya termasuk
+kontrak investasi kolektif dan
+bentuk usaha tetap.
+Badan usaha milik negara dan
+badan usaha milik daerah
+merupakan subjek pajak tanpa
+memperhatikan nama dan
+bentuknya sehingga setiap unit
+tertentu dari badan Pemerintah,
+misalnya lembaga, badan, dan
+sebagainya yang dimiliki oleh
+Pemerintah Pusat dan Pemerintah
+Daerah yang menjalankan usaha
+atau melakukan kegiatan untuk
+memperoleh penghasilan
+merupakan subjek pajak.
+Dalam pengertian perkumpulan
+termasuk pula asosiasi, persatuan,
+perhimpunan, atau ikatan dari
+pihak-pihak yang mempunyai
+kepentingan yang sama.
+Huruf c
Cukup jelas.
-11. Pasal 74
+Ayat (1a)
Cukup jelas.
-12. Pasal 75
+Ayat (2)
+813
+Subjek pajak dibedakan menjadi subjek
+pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
+negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam
+negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah
+menerima atau memperoleh penghasilan
+yang besarnya melebihi Penghasilan
+Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan
+dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak
+saat didirikan, atau bertempat
+kedudukan di Indonesia. Subjek pajak
+luar negeri baik orang pribadi maupun
+badan sekaligus menjadi Wajib Pajak
+karena menerima dan/atau memperoleh
+penghasilan yang bersumber dari
+Indonesia atau menerima dan/atau
+memperoleh penghasilan yang bersumber
+dari Indonesia melalui bentuk usaha
+tetap di Indonesia. Dengan perkataan
+lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi
+atau badan yang telah memenuhi
+kewajiban subjektif dan objektif.
+Sehubungan dengan pemilikan Nomor
+Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak
+orang pribadi yang menerima
+penghasilan di bawah Penghasilan Tidak
+Kena Pajak (PTKP) tidak wajib
+mendaftarkan diri untuk memperoleh
+NPWP.
+Perbedaan yang penting antara Wajib
+Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar
+negeri terletak dalam pemenuhan
+kewajiban pajaknya, antara lain:
+a. Wajib Pajak dalam negeri dikenai
+pajak atas penghasilan baik yang
+diterima atau diperoleh dari
+Indonesia maupun dari luar
+Indonesia, sedangkan Wajib Pajak
+luar negeri dikenai pajak hanya atas
+penghasilan yang berasal dari sumber
+penghasilan di Indonesia;
+b. Wajib Pajak dalam negeri dikenai
+pajak berdasarkan penghasilan neto
+dengan tarif umum, sedangkan Wajib
+Pajak luar negeri dikenai pajak
+berdasarkan penghasilan bruto
+dengan tarif pajak sepadan; dan
+c. Wajib Pajak dalam negeri wajib
+menyampaikan Surat Pemberitahuan
+Tahunan Pajak Penghasilan sebagai
+814
+sarana untuk menetapkan pajak yang
+terutang dalam suatu tahun pajak,
+sedangkan Wajib Pajak luar negeri
+tidak wajib menyampaikan Surat
+Pemberitahuan Tahunan Pajak
+Penghasilan karena kewajiban
+pajaknya dipenuhi melalui
+pemotongan pajak yang bersifat final.
+Bagi Wajib Pajak luar negeri yang
+menjalankan usaha atau melakukan
+kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
+Indonesia, pemenuhan kewajiban
+perpajakannya dipersamakan dengan
+pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
+Pajak badan dalam negeri sebagaimana
+diatur dalam Undang-Undang ini dan
+Undang-Undang yang mengatur
+mengenai ketentuan umum dan tata cara
+perpajakan.
+Ayat (3)
+Huruf a
+Pada prinsipnya orang pribadi yang
+menjadi subjek pajak dalam negeri
+adalah orang pribadi yang bertempat
+tinggal atau berada di Indonesia.
+Termasuk dalam pengertian orang
+pribadi yang bertempat tinggal di
+Indonesia adalah mereka yang
+mempunyai niat untuk bertempat
+tinggal di Indonesia. Apakah
+seseorang mempunyai niat untuk
+bertempat tinggal di Indonesia
+ditimbang menurut keadaan.
+Keberadaan orang pribadi di
+Indonesia lebih dari 183 (seratus
+delapan puluh tiga) hari tidaklah
+harus berturut-turut, tetapi
+ditentukan oleh jumlah hari orang
+tersebut berada di Indonesia dalam
+jangka waktu 12 (dua belas) bulan
+sejak kedatangannya di Indonesia.
+Huruf b
Cukup jelas.
-Pasal 82
-1. Pasal 15
+Huruf c
+Warisan yang belum terbagi yang
+ditinggalkan oleh orang pribadi
+subjek pajak dalam negeri dianggap
+sebagai subjek pajak dalam negeri
+dalam pengertian Undang-Undang
+815
+ini mengikuti status pewaris.
+Adapun untuk pelaksanaan
+pemenuhan kewajiban
+perpajakannya, warisan tersebut
+menggantikan kewajiban ahli waris
+yang berhak. Apabila warisan
+tersebut telah dibagi, kewajiban
+perpajakannya beralih kepada ahli
+waris.
+Warisan yang belum terbagi yang
+ditinggalkan oleh orang pribadi
+sebagai subjek pajak luar negeri
+yang tidak menjalankan usaha atau
+melakukan kegiatan melalui suatu
+bentuk usaha tetap di Indonesia,
+tidak dianggap sebagai subjek pajak
+pengganti karena pengenaan pajak
+atas penghasilan yang diterima atau
+diperoleh orang pribadi dimaksud
+melekat pada objeknya.
+Ayat (4)
+Subjek pajak luar negeri adalah orang
+pribadi atau badan yang bertempat
+tinggal atau bertempat kedudukan di
+luar Indonesia yang dapat menerima
+atau memperoleh penghasilan dari
+Indonesia, baik melalui maupun tanpa
+melalui bentuk usaha tetap. Orang
+pribadi yang tidak bertempat tinggal di
+Indonesia, tetapi berada di Indonesia
+tidak lebih dari 183 (seratus delapan
+puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
+(dua belas) bulan maka orang tersebut
+adalah subjek pajak luar negeri.
+Apabila penghasilan diterima atau
+diperoleh melalui bentuk usaha tetap
+maka terhadap orang pribadi atau badan
+tersebut dikenai pajak melalui bentuk
+usaha tetap. Orang pribadi atau badan
+tersebut, statusnya tetap sebagai subjek
+pajak luar negeri. Dengan demikian,
+bentuk usaha tetap tersebut
+menggantikan orang pribadi atau badan
+sebagai subjek pajak luar negeri dalam
+memenuhi kewajiban perpajakannya di
+Indonesia. Dalam hal penghasilan
+tersebut diterima atau diperoleh tanpa
+melalui bentuk usaha tetap maka
+816
+pengenaan pajaknya dilakukan langsung
+kepada subjek pajak luar negeri tersebut.
+Ayat (5)
+Suatu bentuk usaha tetap mengandung
+pengertian adanya suatu tempat usaha
+(place of business) yaitu fasilitas yang
+dapat berupa tanah dan gedung
+termasuk juga mesin-mesin, peralatan,
+gudang dan komputer atau agen
+elektronik atau peralatan otomatis
+(automated equipment) yang dimiliki,
+disewa, atau digunakan oleh
+penyelenggara transaksi elektronik untuk
+menjalankan aktivitas usaha melalui
+internet.
+Tempat usaha tersebut bersifat
+permanen dan digunakan untuk
+menjalankan usaha atau melakukan
+kegiatan dari orang pribadi yang tidak
+bertempat tinggal atau badan yang tidak
+didirikan dan tidak bertempat
+kedudukan di Indonesia.
+Pengertian bentuk usaha tetap
+mencakup pula orang pribadi atau badan
+selaku agen yang kedudukannya tidak
+bebas yang bertindak untuk dan atas
+nama orang pribadi atau badan yang
+tidak bertempat tinggal atau tidak
+bertempat kedudukan di Indonesia.
+Orang pribadi yang tidak bertempat
+tinggal atau badan yang tidak didirikan
+dan tidak bertempat kedudukan di
+Indonesia tidak dapat dianggap
+mempunyai bentuk usaha tetap di
+Indonesia apabila orang pribadi atau
+badan dalam menjalankan usaha atau
+melakukan kegiatan di Indonesia
+menggunakan agen, broker atau
+perantara yang mempunyai kedudukan
+bebas, asalkan agen atau perantara
+tersebut dalam kenyataannya bertindak
+sepenuhnya dalam rangka menjalankan
+perusahaannya sendiri.
+Perusahaan asuransi yang didirikan dan
+bertempat kedudukan di luar Indonesia
+dianggap mempunyai bentuk usaha tetap
+di Indonesia apabila perusahaan
+asuransi tersebut menerima pembayaran
+premi asuransi atau menanggung risiko
+817
+di Indonesia melalui pegawai, perwakilan
+atau agennya di Indonesia. Menanggung
+risiko di Indonesia tidak berarti bahwa
+peristiwa yang mengakibatkan risiko
+tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu
+diperhatikan adalah bahwa pihak
+tertanggung bertempat tinggal, berada,
+atau bertempat kedudukan di Indonesia.
+Ayat (6)
+Penentuan tempat tinggal orang pribadi
+atau tempat kedudukan badan penting
+untuk menetapkan Kantor Pelayanan
+Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi
+pemajakan atas penghasilan yang
+diterima atau diperoleh orang pribadi
+atau badan tersebut.
+Pada dasarnya tempat tinggal orang
+pribadi atau tempat kedudukan badan
+ditentukan menurut keadaan yang
+sebenarnya. Dengan demikian penentuan
+tempat tinggal atau tempat kedudukan
+tidak hanya didasarkan pada
+pertimbangan yang bersifat formal, tetapi
+lebih didasarkan pada kenyataan.
+Beberapa hal yang perlu
+dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal
+Pajak dalam menentukan tempat tinggal
+seseorang atau tempat kedudukan badan
+tersebut, antara lain domisili, alamat
+tempat tinggal, tempat tinggal keluarga,
+tempat menjalankan usaha pokok atau
+hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan
+untuk memudahkan pelaksanaan
+pemenuhan kewajiban pajak.
+Angka 2
+Pasal 4
Ayat (1)
+Undang-Undang ini menganut prinsip
+pemajakan atas penghasilan dalam
+pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak
+dikenakan atas setiap tambahan
+kemampuan ekonomis yang diterima
+atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun
+asalnya yang dapat dipergunakan untuk
+konsumsi atau menambah kekayaan
+Wajib Pajak tersebut.
+Pengertian penghasilan dalam UndangUndang ini tidak memperhatikan adanya
+818
+penghasilan dari sumber tertentu, tetapi
+pada adanya tambahan kemampuan
+ekonomis. Tambahan kemampuan
+ekonomis yang diterima atau diperoleh
+Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik
+mengenai kemampuan Wajib Pajak
+tersebut untuk ikut bersama-sama
+memikul biaya yang diperlukan
+pemerintah untuk kegiatan rutin dan
+pembangunan.
+Dilihat dari mengalirnya tambahan
+kemampuan ekonomis kepada Wajib
+Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan
+menjadi:
+i. penghasilan dari pekerjaan dalam
+hubungan kerja dan pekerjaan
+bebas seperti gaji, honorarium,
+penghasilan dari praktek dokter,
+notaris, aktuaris, akuntan,
+pengacara, dan sebagainya;
+ii. penghasilan dari usaha dan
+kegiatan;
+iii. penghasilan dari modal, yang
+berupa harta gerak ataupun harta
+tak gerak, seperti bunga, dividen,
+royalti, sewa, dan keuntungan
+penjualan harta atau hak yang tidak
+dipergunakan untuk usaha; dan
+iv. penghasilan lain-lain, seperti
+pembebasan utang dan hadiah.
+Dilihat dari penggunaannya, penghasilan
+dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat
+pula ditabung untuk menambah
+kekayaan Wajib Pajak.
+Karena Undang-Undang ini menganut
+pengertian penghasilan yang luas maka
+semua jenis penghasilan yang diterima
+atau diperoleh dalam suatu tahun pajak
+digabungkan untuk mendapatkan dasar
+pengenaan pajak. Dengan demikian,
+apabila dalam satu tahun pajak suatu
+usaha atau kegiatan menderita kerugian,
+kerugian tersebut dikompensasikan
+dengan penghasilan lainnya (kompensasi
+horizontal), kecuali kerugian yang
+diderita di luar negeri. Namun demikian,
+apabila suatu jenis penghasilan dikenai
+pajak dengan tarif yang bersifat final
+atau dikecualikan dari objek pajak, maka
+819
+penghasilan tersebut tidak boleh
+digabungkan dengan penghasilan lain
+yang dikenai tarif umum.
+Contoh-contoh penghasilan yang disebut
+dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
+memperjelas pengertian tentang
+penghasilan yang luas yang tidak
+terbatas pada contoh-contoh dimaksud.
Huruf a
-Cukup jelas.
+Semua pembayaran atau imbalan
+sehubungan dengan pekerjaan,
+seperti upah, gaji, premi asuransi
+jiwa, dan asuransi kesehatan yang
+dibayar oleh pemberi kerja, atau
+imbalan dalam bentuk lainnya
+adalah Objek Pajak.
+Pengertian imbalan dalam bentuk
+lainnya termasuk imbalan dalam
+bentuk natura yang pada
+hakikatnya merupakan penghasilan.
Huruf b
-Cukup jelas.
+Dalam pengertian hadiah termasuk
+hadiah dari undian, pekerjaan, dan
+kegiatan seperti hadiah undian
+tabungan, hadiah dari pertandingan
+olahraga dan lain sebagainya.
+Yang dimaksud dengan
+penghargaan adalah imbalan yang
+diberikan sehubungan dengan
+kegiatan tertentu, misalnya imbalan
+yang diterima sehubungan dengan
+penemuan benda-benda purbakala.
Huruf c
-Yang dimaksud dengan "penyakit
-masyarakat" antara lain
-pengemisan dan pergelandangan,
-pelacuran, perjudian,
-penyalahgunaan obat dan
-narkotika, pemabukan,
-perdagangan manusia,
-962
-penghisapan/praktik lintah darat,
-dan pungutan liar. Wewenang
-yang dimaksud dalam ayat (1) ini
-dilaksanakan secara terakomodasi
-dengan instansi terkait sesuai
-dengan peraturan perundangundangan.
+Cukup jelas.
Huruf d
-Yang dimaksud dengan "aliran"
-adalah semua aliran atau paham
-yang dapat menimbulkan
-perpecahan atau mengancam
-persatuan dan kesatuan bangsa
-antara lain aliran kepercayaan
-yang bertentangan dengan
-falsafah dasar Negara Republik
-Indonesia.
+Apabila Wajib Pajak menjual harta
+dengan harga yang lebih tinggi dari
+nilai sisa buku atau lebih tinggi dari
+harga atau nilai perolehan, selisih
+harga tersebut merupakan
+keuntungan. Dalam hal penjualan
+harta tersebut terjadi antara badan
+usaha dan pemegang sahamnya,
+harga jual yang dipakai sebagai
+dasar untuk penghitungan
+keuntungan dari penjualan tersebut
+adalah harga pasar.
+Misalnya, PT S memiliki sebuah
+mobil yang digunakan dalam
+820
+kegiatan usahanya dengan nilai sisa
+buku sebesar Rp40.000.000,00
+(empat puluh juta rupiah). Mobil
+tersebut dijual dengan harga
+Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
+rupiah). Dengan demikian,
+keuntungan PT S yang diperoleh
+karena penjualan mobil tersebut
+adalah Rp20.000.000,00 (dua puluh
+juta rupiah). Apabila mobil tersebut
+dijual kepada salah seorang
+pemegang sahamnya dengan harga
+Rp55.000.000,00 (lima puluh lima
+juta rupiah), nilai jual mobil
+tersebut tetap dihitung berdasarkan
+harga pasar sebesar
+Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
+rupiah). Selisih sebesar
+Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
+rupiah) merupakan keuntungan
+bagi PT S dan bagi pemegang saham
+yang membeli mobil tersebut selisih
+sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
+rupiah) merupakan penghasilan.
+Apabila suatu badan dilikuidasi,
+keuntungan dari penjualan harta,
+yaitu selisih antara harga jual
+berdasarkan harga pasar dan nilai
+sisa buku harta tersebut,
+merupakan objek pajak. Demikian
+juga selisih lebih antara harga pasar
+dan nilai sisa buku dalam hal terjadi
+penggabungan, peleburan,
+pemekaran, pemecahan, dan
+pengambilalihan usaha merupakan
+penghasilan.
+Dalam hal terjadi pengalihan harta
+sebagai pengganti saham atau
+penyertaan modal, keuntungan
+berupa selisih antara harga pasar
+dari harta yang diserahkan dan nilai
+bukunya merupakan penghasilan.
+Keuntungan berupa selisih antara
+harga pasar dan nilai perolehan
+atau nilai sisa buku atas pengalihan
+harta berupa hibah, bantuan atau
+sumbangan merupakan penghasilan
+bagi pihak yang mengalihkan
+kecuali harta tersebut dihibahkan
+821
+kepada keluarga sedarah dalam
+garis keturunan lurus satu derajat.
+Demikian juga, keuntungan berupa
+selisih antara harga pasar dan nilai
+perolehan atau nilai sisa buku atas
+pengalihan harta berupa bantuan
+atau sumbangan dan hibah kepada
+badan keagamaan, badan
+pendidikan, badan sosial termasuk
+yayasan, koperasi, atau orang
+pribadi yang menjalankan usaha
+mikro dan kecil, yang ketentuannya
+diatur lebih lanjut dengan Peraturan
+Menteri Keuangan bukan
+merupakan penghasilan, sepanjang
+tidak ada hubungannya dengan
+usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
+penguasaan di antara pihak-pihak
+yang bersangkutan.
+Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak
+penambangan mengalihkan
+sebagian atau seluruh hak tersebut
+kepada Wajib Pajak lain,
+keuntungan yang diperoleh
+merupakan objek pajak.
Huruf e
-Cukup jelas.
+Pengembalian pajak yang telah
+dibebankan sebagai biaya pada saat
+menghitung Penghasilan Kena Pajak
+merupakan objek pajak.
+Sebagai contoh, Pajak Bumi dan
+Bangunan yang sudah dibayar dan
+dibebankan sebagai biaya, yang
+karena sesuatu sebab dikembalikan,
+maka jumlah sebesar pengembalian
+tersebut merupakan penghasilan.
Huruf f
-Tindakan kepolisian adalah upaya
-paksa dan/atau tindakan lain
-menurut hukum yang bertanggung
-jawab guna mewujudkan tertib
-dan tegaknya hukum serta
-terbinanya ketenteraman
-masyarakat.
+Dalam pengertian bunga termasuk
+pula premium, diskonto dan
+imbalan sehubungan dengan
+jaminan pengembalian utang.
+Premium terjadi apabila misalnya
+surat obligasi dijual di atas nilai
+nominalnya sedangkan diskonto
+terjadi apabila surat obligasi dibeli
+di bawah nilai nominalnya. Premium
+tersebut merupakan penghasilan
+bagi yang menerbitkan obligasi dan
+822
+diskonto merupakan penghasilan
+bagi yang membeli obligasi.
Huruf g
-Cukup jelas
+Dividen merupakan bagian laba
+yang diperoleh pemegang saham
+atau pemegang polis asuransi atau
+pembagian sisa hasil usaha koperasi
+yang diperoleh anggota koperasi.
+Termasuk dalam pengertian dividen
+adalah:
+1. pembagian laba baik secara
+langsung ataupun tidak langsung,
+dengan nama dan dalam bentuk
+apapun;
+2. pembayaran kembali karena
+likuidasi yang melebihi jumlah
+modal yang disetor;
+3. pemberian saham bonus yang
+dilakukan tanpa penyetoran
+termasuk saham bonus yang
+berasal dari kapitalisasi agio
+saham;
+4. pembagian laba dalam bentuk
+saham;
+5. pencatatan tambahan modal yang
+dilakukan tanpa penyetoran;
+6. jumlah yang melebihi jumlah
+setoran sahamnya yang diterima
+atau diperoleh pemegang saham
+karena pembelian kembali sahamsaham oleh perseroan yang
+bersangkutan;
+7. pembayaran kembali seluruhnya
+atau sebagian dari modal yang
+disetorkan, jika dalam tahuntahun yang lampau diperoleh
+keuntungan, kecuali jika
+pembayaran kembali itu adalah
+akibat dari pengecilan modal
+dasar (statuter) yang dilakukan
+secara sah;
+8. pembayaran sehubungan dengan
+tanda-tanda laba, termasuk yang
+diterima sebagai penebusan
+tanda-tanda laba tersebut;
+9. bagian laba sehubungan dengan
+pemilikan obligasi;
+10. bagian laba yang diterima oleh
+pemegang polis;
+823
+11. pembagian berupa sisa hasil
+usaha kepada anggota koperasi;
+12. pengeluaran perusahaan untuk
+keperluan pribadi pemegang
+saham yang dibebankan sebagai
+biaya perusahaan.
+Dalam praktek sering dijumpai
+pembagian atau pembayaran dividen
+secara terselubung, misalnya dalam
+hal pemegang saham yang telah
+menyetor penuh modalnya dan
+memberikan pinjaman kepada
+perseroan dengan imbalan bunga
+yang melebihi kewajaran. Apabila
+terjadi hal yang demikian maka
+selisih lebih antara bunga yang
+dibayarkan dan tingkat bunga yang
+berlaku di pasar, diperlakukan
+sebagai dividen. Bagian bunga yang
+diperlakukan sebagai dividen
+tersebut tidak boleh dibebankan
+sebagai biaya oleh perseroan yang
+bersangkutan.
Huruf h
-Cukup jelas
-Huruf i
-963
-Keterangan dan barang bukti
-dimaksud adalah yang berkaitan
-baik dengan proses pidana
-maupun dalam rangka tugas
-kepolisian pada umumnya.
+Royalti adalah suatu jumlah yang
+dibayarkan atau terutang dengan
+cara atau perhitungan apa pun, baik
+dilakukan secara berkala maupun
+tidak, sebagai imbalan atas:
+1. penggunaan atau hak
+menggunakan hak cipta di
+bidang kesusastraan, kesenian
+atau karya ilmiah, paten, desain
+atau model, rencana, formula
+atau proses rahasia, merek
+dagang, atau bentuk hak
+kekayaan intelektual/industrial
+atau hak serupa lainnya;
+2. penggunaan atau hak
+menggunakan
+peralatan/perlengkapan
+industrial, komersial, atau
+ilmiah;
+3. pemberian pengetahuan atau
+informasi di bidang ilmiah,
+teknikal, industrial, atau
+komersial;
+4. pemberian bantuan tambahan
+atau pelengkap sehubungan
+824
+dengan penggunaan atau hak
+menggunakan hak-hak tersebut
+pada angka 1, penggunaan atau
+hak menggunakan
+peralatan/perlengkapan tersebut
+pada angka 2, atau pemberian
+pengetahuan atau informasi
+tersebut pada angka 3, berupa:
+a) penerimaan atau hak
+menerima rekaman gambar
+atau rekaman suara atau
+keduanya, yang disalurkan
+kepada masyarakat melalui
+satelit, kabel, serat optik, atau
+teknologi yang serupa;
+b) penggunaan atau hak
+menggunakan rekaman
+gambar atau rekaman suara
+atau keduanya, untuk siaran
+televisi atau radio yang
+disiarkan/dipancarkan
+melalui satelit, kabel, serat
+optik, atau teknologi yang
+serupa;
+c) penggunaan atau hak
+menggunakan sebagian atau
+seluruh spektrum radio
+komunikasi;
+5. penggunaan atau hak
+menggunakan film gambar hidup
+(motion picture films), film atau
+pita video untuk siaran televisi,
+atau pita suara untuk siaran
+radio; dan
+6. pelepasan seluruhnya atau
+sebagian hak yang berkenaan
+dengan penggunaan atau
+pemberian hak kekayaan
+intelektual/industrial atau hakhak lainnya sebagaimana
+tersebut di atas.
+Huruf i
+Dalam pengertian sewa termasuk
+imbalan yang diterima atau
+diperoleh dengan nama dan dalam
+bentuk apapun sehubungan dengan
+penggunaan harta gerak atau harta
+tak gerak, misalnya sewa mobil,
+825
+sewa kantor, sewa rumah, dan sewa
+gudang.
Huruf j
-Yang dimaksud dengan "Pusat
-Informasi Kriminal Nasional"
-adalah sistem jaringan dari
-dokumentasi kriminal yang
-memuat baik data kejahatan dan
-pelanggaran maupun kecelakaan
-dan pelanggaran lalu lintas serta
-regristrasi dan identifikasi lalu
-lintas.
+Penerimaan berupa pembayaran
+berkala, misalnya "alimentasi" atau
+tunjangan seumur hidup yang
+dibayar secara berulang-ulang
+dalam waktu tertentu.
Huruf k
-Surat Izin dan/atau surat
-keterangan yang dimaksud
-dikeluarkan atas dasar permintaan
-yang berkepentingan.
+Pembebasan utang oleh pihak yang
+berpiutang dianggap sebagai
+penghasilan bagi pihak yang semula
+berutang, sedangkan bagi pihak
+yang berpiutang dapat dibebankan
+sebagai biaya. Namun, dengan
+Peraturan Pemerintah dapat
+ditetapkan bahwa pembebasan
+utang debitur kecil misalnya Kredit
+Usaha Keluarga Prasejahtera
+(Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT),
+Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit
+untuk perumahan sangat
+sederhana, serta kredit kecil lainnya
+sampai dengan jumlah tertentu
+dikecualikan sebagai objek pajak.
Huruf l
-Wewenang tersebut dilaksanakan
-berdasarkan permintaan instansi
-yang berkepentingan atau
-permintaan masyarakat.
+Keuntungan yang diperoleh karena
+fluktuasi kurs mata uang asing
+diakui berdasarkan sistem
+pembukuan yang dianut dan
+dilakukan secara taat asas sesuai
+dengan Standar Akuntansi
+Keuangan yang berlaku di
+Indonesia.
Huruf m
-Yang dimaksud dengan "barang
-temuan" adalah barang yang tidak
-diketahui pemiliknya yang
-ditemukan oleh anggota Kepolisian
-Negara Republik Indonesia atau
-masyarakat yang diserahkan
-kepada Kepolisian Negara Republik
-964
-Indonesia. Barang temuan itu
-harus dilindungi oleh Kepolisian
-Negara Republik Indonesia dengan
-ketentuan apabila dalam jangka
-waktu tertentu tidak diambil oleh
-yang berhak akan diselesaikan
-sesuai dengan peraturan
-perundang-undangan. Kepolisian
-Negara Republik Indonesia setelah
-menerima barang temuan wajib
-segera mengumumkan melalui
-media cetak, media elektronik
-dan/atau media pengumuman
-lainnya.
+Selisih lebih karena penilaian
+kembali aktiva sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 19
+merupakan penghasilan.
+Huruf n
+Dalam pengertian premi asuransi
+termasuk premi reasuransi.
+Huruf o
+Cukup jelas.
+Huruf p
+Tambahan kekayaan neto pada
+hakekatnya merupakan akumulasi
+penghasilan baik yang telah
+dikenakan pajak dan yang bukan
+826
+Objek Pajak serta yang belum
+dikenakan pajak. Apabila diketahui
+adanya tambahan kekayaan neto
+yang melebihi akumulasi
+penghasilan yang telah dikenakan
+pajak dan yang bukan Objek Pajak,
+maka tambahan kekayaan neto
+tersebut merupakan penghasilan.
+Huruf q
+Kegiatan usaha berbasis syariah
+memiliki landasan filosofi yang
+berbeda dengan kegiatan usaha
+yang bersifat konvensional. Namun,
+penghasilan yang diterima atau
+diperoleh dari kegiatan usaha
+berbasis syariah tersebut tetap
+merupakan objek pajak menurut
+Undang-Undang ini.
+Huruf r
+Cukup jelas.
+Huruf s
+Cukup jelas.
+Ayat (1a)
+Cukup jelas.
+Ayat (1b)
+Cukup jelas.
+Ayat (1c)
+Cukup jelas.
+Ayat (1d)
+Cukup jelas.
Ayat (2)
+Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1),
+penghasilan-penghasilan sebagaimana
+dimaksud pada ayat ini merupakan objek
+pajak. Berdasarkan pertimbanganpertimbangan antara lain:
+− perlu adanya dorongan dalam rangka
+perkembangan investasi dan
+tabungan masyarakat;
+− kesederhanaan dalam pemungutan
+pajak;
+− berkurangnya beban administrasi
+baik bagi Wajib Pajak maupun
+Direktorat Jenderal Pajak;
+− pemerataan dalam pengenaan
+pajaknya; dan
+− memerhatikan perkembangan
+ekonomi dan moneter,
+827
+atas penghasilan-penghasilan tersebut
+perlu diberikan perlakuan tersendiri
+dalam pengenaan pajaknya.
+Perlakuan tersendiri dalam pengenaan
+pajak atas jenis penghasilan tersebut
+termasuk sifat, besarnya, dan tata cara
+pelaksanaan pembayaran, pemotongan,
+atau pemungutan diatur dengan
+Peraturan Pemerintah.
+Obligasi sebagaimana dimaksud pada
+ayat ini termasuk surat utang berjangka
+waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan,
+seperti Medium Term Note, Floating Rate
+Note yang berjangka waktu lebih dari 12
+(dua belas) bulan.
+Surat Utang Negara yang dimaksud pada
+ayat ini meliputi Obligasi Negara dan
+Surat Perbendaharaan Negara.
+Ayat (3)
Huruf a
-Keramaian umum yang dimaksud
-dalam hal ini sesuai dengan
-ketentuan Pasal 510 ayat (1) Kitab
-Undang-Undang Hukum Pidana
-(KUHP), yaitu keramaian atau
-tontonan untuk umum dan
-mengadakan arak-arakan di jalan
-umum. Kegiatan masyarakat
-lainnya adalah kegiatan yang
-dapat membahayakan keamanan
-umum seperti diatur dalam Pasal
-495 ayat (1), 496, 500, 501 ayat
-(2), dan 502 ayat (1) KUHP.
+Bantuan atau sumbangan bagi
+pihak yang menerima bukan
+merupakan objek pajak sepanjang
+diterima tidak dalam rangka
+hubungan kerja, hubungan usaha,
+hubungan kepemilikan, atau
+hubungan penguasaan di antara
+pihak-pihak yang bersangkutan.
+Zakat yang diterima oleh badan amil
+zakat atau lembaga amil zakat yang
+dibentuk atau disahkan oleh
+pemerintah dan para penerima
+zakat yang berhak serta sumbangan
+keagamaan yang sifatnya wajib bagi
+pemeluk agama lainnya yang diakui
+di Indonesia yang diterima oleh
+lembaga keagamaan yang dibentuk
+atau disahkan oleh pemerintah dan
+yang diterima oleh penerima
+sumbangan yang berhak
+diperlakukan sama seperti bantuan
+atau sumbangan. Yang dimaksud
+dengan “zakat” adalah zakat
+sebagaimana dimaksud dalam
+Undang-Undang yang mengatur
+mengenai zakat.
+Hubungan usaha antara pihak yang
+memberi dan yang menerima dapat
+terjadi, misalnya PT A sebagai
+828
+produsen suatu jenis barang yang
+bahan baku utamanya diproduksi
+oleh PT B. Apabila PT B memberikan
+sumbangan bahan baku kepada PT
+A, sumbangan bahan baku yang
+diterima oleh PT A merupakan objek
+pajak.
+Harta hibahan bagi pihak yang
+menerima bukan merupakan objek
+pajak apabila diterima oleh keluarga
+sedarah dalam garis keturunan
+lurus satu derajat, dan oleh badan
+keagamaan, badan pendidikan, atau
+badan sosial termasuk yayasan atau
+orang pribadi yang menjalankan
+usaha mikro dan kecil termasuk
+koperasi yang ditetapkan oleh
+Menteri Keuangan, sepanjang
+diterima tidak dalam rangka
+hubungan kerja, hubungan usaha,
+hubungan kepemilikan, atau
+hubungan penguasaan antara
+pihak-pihak yang bersangkutan.
Huruf b
-Cukup jelas
+Cukup jelas.
Huruf c
-Cukup jelas
-965
+Pada prinsipnya harta, termasuk
+setoran tunai, yang diterima oleh
+badan merupakan tambahan
+kemampuan ekonomis bagi badan
+tersebut. Namun karena harta
+tersebut diterima sebagai pengganti
+saham atau penyertaan modal,
+maka berdasarkan ketentuan ini,
+harta yang diterima tersebut bukan
+merupakan objek pajak.
Huruf d
-Kegiatan politik yang memerlukan
-pemberitahuan kepada Kepolisian
-Negara Republik Indonesia adalah
-kegiatan politik sebagaimana
-diatur dalam perundang-undangan
-di bidang politik, antara lain
-kegiatan kampanye pemilihan
-umum (pemilu), pawai politik,
-penyebaran pamflet, dan
-penampilan gambar/lukisan
-bermuatan politik yang disebarkan
-kepada umum.
+Penggantian atau imbalan dalam
+bentuk natura atau kenikmatan
+berkenaan dengan pekerjaan atau
+jasa merupakan tambahan
+kemampuan ekonomis yang diterima
+bukan dalam bentuk uang.
+Penggantian atau imbalan dalam
+bentuk natura seperti beras, gula,
+dan sebagainya, dan imbalan dalam
+bentuk kenikmatan, seperti
+penggunaan mobil, rumah, dan
+829
+fasilitas pengobatan bukan
+merupakan objek pajak.
+Apabila yang memberi imbalan
+berupa natura atau kenikmatan
+tersebut bukan Wajib Pajak atau
+Wajib Pajak yang dikenai Pajak
+Penghasilan yang bersifat final dan
+Wajib Pajak yang dikenai Pajak
+Penghasilan berdasarkan norma
+penghitungan khusus (deemed
+profit), imbalan dalam bentuk
+natura atau kenikmatan tersebut
+merupakan penghasilan bagi yang
+menerima atau memperolehnya.
+Misalnya, seorang penduduk
+Indonesia menjadi pegawai pada
+suatu perwakilan diplomatik asing
+di Jakarta. Pegawai tersebut
+memperoleh kenikmatan menempati
+rumah yang disewa oleh perwakilan
+diplomatik tersebut atau
+kenikmatan-kenikmatan lainnya.
+Kenikmatan-kenikmatan tersebut
+merupakan penghasilan bagi
+pegawai tersebut sebab perwakilan
+diplomatik yang bersangkutan
+bukan merupakan Wajib Pajak.
Huruf e
-Yang dimaksud dengan "senjata
-tajam" dalam Undang-Undang ini
-adalah senjata penikam, senjata
-penusuk, dan senjata pemukul,
-tidak termasuk barang-barang
-yang nyata-nyata dipergunakan
-untuk pertanian, atau untuk
-pekerjaan rumah tangga, atau
-untuk kepentingan melakukan
-pekerjaan yang sah, atau nyata
-untuk tujuan barang pusaka, atau
-barang kuno, atau barang ajaib
-sebagaimana diatur dalam
-Undang-Undang Nomor
-12/Drt/1951.
+Penggantian atau santunan yang
+diterima oleh orang pribadi dari
+perusahaan asuransi sehubungan
+dengan polis asuransi kesehatan,
+asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
+asuransi dwiguna, dan asuransi
+beasiswa, bukan merupakan Objek
+Pajak. Hal ini selaras dengan
+ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1)
+huruf d, yaitu bahwa premi asuransi
+yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
+pribadi untuk kepentingan dirinya
+tidak boleh dikurangkan dalam
+penghitungan Penghasilan Kena
+Pajak.
Huruf f
-Cukup jelas
+Cukup jelas.
Huruf g
-Cukup jelas
-966
+Cukup jelas.
Huruf h
-Yang dimaksud dengan "kejahatan
-internasional" adalah kejahatan
-tertentu yang disepakati untuk
-ditanggulangi antar negara, antara
-lain kejahatan narkotika, uang
-palsu, terorisme, dan perdagangan
-manusia.
+830
+Pengecualian sebagai Objek Pajak
+berdasarkan ketentuan ini hanya
+berlaku bagi dana pensiun yang
+pendiriannya telah mendapat
+pengesahan dari Menteri Keuangan.
+Yang dikecualikan dari Objek Pajak
+adalah iuran yang diterima dari
+peserta pensiun, baik atas beban
+sendiri maupun yang ditanggung
+pemberi kerja. Pada dasarnya iuran
+yang diterima oleh dana pensiun
+tersebut merupakan dana milik dari
+peserta pensiun, yang akan
+dibayarkan kembali kepada mereka
+pada waktunya. Pengenaan pajak
+atas iuran tersebut berarti
+mengurangi hak para peserta
+pensiun, dan oleh karena itu iuran
+tersebut dikecualikan sebagai Objek
+Pajak.
Huruf i
-Cukup jelas.
+Sebagaimana tersebut dalam huruf
+g, pengecualian sebagai Objek Pajak
+berdasarkan ketentuan ini hanya
+berlaku bagi dana pensiun yang
+pendiriannya telah mendapat
+pengesahan dari Menteri Keuangan.
+Yang dikecualikan dari Objek Pajak
+dalam hal ini adalah penghasilan
+dari modal yang ditanamkan di
+bidang-bidang tertentu berdasarkan
+Keputusan Menteri Keuangan.
+Penanaman modal oleh dana
+pensiun dimaksudkan untuk
+pengembangan dan merupakan
+dana untuk pembayaran kembali
+kepada peserta pensiun di
+kemudian hari, sehingga
+penanaman modal tersebut perlu
+diarahkan pada bidang-bidang yang
+tidak bersifat spekulatif atau yang
+berisiko tinggi. Oleh karena itu
+penentuan bidang-bidang tertentu
+dimaksud ditetapkan dengan
+Keputusan Menteri Keuangan.
Huruf j
-Dalam pelaksanaan tugas ini
-Kepolisian Negara Republik
-Indonesia terikat oleh ketentuan
-hukum internasional, baik
-perjanjian bilateral maupun
-perjanjian multilateral. Dalam
-hubungan tersebut Kepolisian
-Negara Republik Indonesia dapat
-memberikan bantuan untuk
-melakukan tindakan kepolisian
-atas permintaan dari negara lain,
-sebaliknya Kepolisian Negara
-Republik Indonesia dapat meminta
-bantuan untuk melakukan
-tindakan kepolisian dari negara
-lain sepanjang tidak bertentangan
-dengan ketentuan hukum dari
-kedua negara. Organisasi
-kepolisian internasional yang
-dimaksud, antara lain,
-International Criminal Police
-967
-Organization (ICPO-Interpol). Fungsi
-National Central Bureau ICPOInterpol Indonesia dilaksanakan
-oleh Kepolisian Negara Republik
-Indonesia.
+Untuk kepentingan pengenaan
+pajak, badan-badan sebagaimana
+disebut dalam ketentuan ini yang
+831
+merupakan himpunan para
+anggotanya dikenai pajak sebagai
+satu kesatuan, yaitu pada tingkat
+badan tersebut. Oleh karena itu,
+bagian laba yang diterima oleh para
+anggota badan tersebut bukan lagi
+merupakan objek pajak.
Huruf k
+Yang dimaksud dengan “perusahaan
+modal ventura” adalah suatu
+perusahaan yang kegiatan usahanya
+membiayai badan usaha (sebagai
+pasangan usaha) dalam bentuk
+penyertaan modal untuk suatu
+jangka waktu tertentu. Berdasarkan
+ketentuan ini, bagian laba yang
+diterima atau diperoleh dari
+perusahaan pasangan usaha tidak
+termasuk sebagai objek pajak,
+dengan syarat perusahaan pasangan
+usaha tersebut merupakan
+perusahaan mikro, kecil, menengah,
+atau yang menjalankan usaha atau
+melakukan kegiatan dalam sektorsektor tertentu yang ditetapkan oleh
+Menteri Keuangan, dan saham
+perusahaan tersebut tidak
+diperdagangkan di bursa efek di
+Indonesia.
+Apabila pasangan usaha
+perusahaan modal ventura
+memenuhi ketentuan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (3) huruf f,
+dividen yang diterima atau diperoleh
+perusahaan modal ventura bukan
+merupakan objek pajak.
+Agar kegiatan perusahaan modal
+ventura dapat diarahkan kepada
+sektor-sektor kegiatan ekonomi yang
+memperoleh prioritas untuk
+dikembangkan, misalnya untuk
+meningkatkan ekspor nonmigas,
+usaha atau kegiatan dari
+perusahaan pasangan usaha
+tersebut diatur oleh Menteri
+Keuangan.
+Mengingat perusahaan modal
+ventura merupakan alternatif
+pembiayaan dalam bentuk
+832
+penyertaan modal, penyertaan
+modal yang akan dilakukan oleh
+perusahaan modal ventura
+diarahkan pada perusahaanperusahaan yang belum mempunyai
+akses ke bursa efek.
+Huruf l
Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Cukup jelas.
-Pasal 83
+Huruf m
+Bahwa dalam rangka mendukung
+usaha peningkatan kualitas sumber
+daya manusia melalui pendidikan
+dan/atau penelitian dan
+pengembangan diperlukan sarana
+dan prasarana yang memadai.
+Untuk itu dipandang perlu
+memberikan fasilitas perpajakan
+berupa pengecualian pengenaan
+pajak atas sisa lebih yang diterima
+atau diperoleh sepanjang sisa lebih
+tersebut ditanamkan kembali dalam
+bentuk pembangunan dan
+pengadaan sarana dan prasarana
+kegiatan dimaksud. Penanaman
+kembali sisa lebih dimaksud harus
+direalisasikan paling lama dalam
+jangka waktu 4 (empat) tahun sejak
+sisa lebih tersebut diterima atau
+diperoleh.
+Untuk menjamin tercapainya tujuan
+pemberian fasilitas ini, maka
+lembaga atau badan yang
+menyelenggarakan pendidikan
+harus bersifat nirlaba. Pendidikan
+serta penelitian dan pengembangan
+yang diselenggarakan bersifat
+terbuka kepada siapa saja dan telah
+mendapat pengesahan dari instansi
+yang membidanginya.
+Huruf n
+Bantuan atau santunan yang
+diberikan oleh Badan Penyelenggara
+Jaminan Sosial (BPJS) kepada Wajib
+Pajak tertentu adalah bantuan
+sosial yang diberikan khusus
+kepada Wajib Pajak atau anggota
+masyarakat yang tidak mampu atau
+sedang mendapat bencana alam
+atau tertimpa musibah.
+833
+Huruf n
Cukup jelas.
-Pasal 84
-1. Pasal 2
-Cukup Jelas.
-2. Pasal 12
-Ayat (1)
-Kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh
-Pemerintah Pusat merupakan kegiatan
-yang bersifat pelayanan atau dalam rangka
-pertahanan dan keamanan, mencakup
-antara lain: alat utama sistem
-persenjataan, museum pemerintah,
-peninggalan sejarah dan purbakala,
-penyelenggaraan navigasi penerbangan,
-telekomunikasi/sarana bantu navigasi
-pelayaran dan vessiel.
-Ayat (2)
+Huruf o
Cukup jelas.
-968
-Ayat (3)
+Huruf p
Cukup jelas.
-3. Pasal 13
+Huruf q
Cukup jelas.
-4. Pasal 18.
+Angka 3
+Pasal 26
Ayat (1)
+Atas penghasilan yang diterima atau
+diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari
+Indonesia, Undang-Undang ini menganut
+dua sistem pengenaan pajak, yaitu
+pemenuhan sendiri kewajiban
+perpajakannya bagi Wajib Pajak luar
+negeri yang menjalankan usaha atau
+melakukan kegiatan melalui suatu
+bentuk usaha tetap di Indonesia dan
+pemotongan oleh pihak yang wajib
+membayar bagi Wajib Pajak luar negeri
+lainnya.
+Ketentuan ini mengatur tentang
+pemotongan atas penghasilan yang
+bersumber di Indonesia yang diterima
+atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri
+selain bentuk usaha tetap.
+Pemotongan pajak berdasarkan
+ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan
+pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
+penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
+tetap, atau perwakilan perusahaan luar
+negeri lainnya yang melakukan
+pembayaran kepada Wajib Pajak luar
+negeri selain bentuk usaha tetap di
+Indonesia dengan tarif sebesar 20% (dua
+puluh persen) dari jumlah bruto.
+Jenis-jenis penghasilan yang wajib
+dilakukan pemotongan dapat
+digolongkan dalam:
+1. penghasilan yang bersumber dari
+modal dalam bentuk dividen, bunga
+termasuk premium, diskonto, dan
+imbalan karena jaminan
+pengembalian utang, royalti, dan
+sewa serta penghasilan lain
+834
+sehubungan dengan penggunaan
+harta;
+2. imbalan sehubungan dengan jasa,
+pekerjaan, atau kegiatan;
+3. hadiah dan penghargaan dengan
+nama dan dalam bentuk apa pun;
+4. pensiun dan pembayaran berkala
+lainnya;
+5. premi swap dan transaksi lindung
+nilai lainnya; dan/atau
+6. keuntungan karena pembebasan
+utang.
+Sesuai dengan ketentuan ini, misalnya
+suatu badan subjek pajak dalam negeri
+membayarkan royalti sebesar
+Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
+kepada Wajib Pajak luar negeri, subjek
+pajak dalam negeri tersebut
+berkewajiban untuk memotong Pajak
+Penghasilan sebesar 20% (dua puluh
+persen) dari Rp100.000.000,00 (seratus
+juta rupiah).
+Sebagai contoh lain, seorang atlet dari
+luar negeri yang ikut mengambil bagian
+dalam perlombaan lari maraton di
+Indonesia kemudian merebut hadiah
+uang maka atas hadiah tersebut dikenai
+pemotongan Pajak Penghasilan sebesar
+20% (dua puluh persen).
+Ayat (1a)
+Negara domisili dari Wajib Pajak luar
+negeri selain yang menjalankan usaha
+atau melakukan kegiatan usaha melalui
+bentuk usaha tetap di Indonesia yang
+menerima penghasilan dari Indonesia
+ditentukan berdasarkan tempat tinggal
+atau tempat kedudukan Wajib Pajak
+yang sebenarnya menerima manfaat dari
+penghasilan tersebut (beneficial owner).
+Oleh karena itu, negara domisili tidak
+hanya ditentukan berdasarkan Surat
+Keterangan Domisili, tetapi juga tempat
+tinggal atau tempat kedudukan dari
+penerima manfaat dari penghasilan
+dimaksud.
+Dalam hal penerima manfaat adalah
+orang pribadi, negara domisilinya adalah
+negara tempat orang pribadi tersebut
+bertempat tinggal atau berada,
+835
+sedangkan apabila penerima manfaat
+adalah badan, negara domisilinya adalah
+negara tempat pemilik atau lebih dari
+50% (lima puluh persen) pemegang
+saham baik sendiri-sendiri maupun
+bersama-sama berkedudukan atau
+efektif manajemennya berada.
+Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup jelas
+Ketentuan ini mengatur tentang
+pemotongan pajak atas penghasilan yang
+diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
+negeri yang bersumber di Indonesia,
+selain dari penghasilan sebagaimana
+dimaksud pada ayat (1), yaitu
+penghasilan dari penjualan atau
+pengalihan harta, dan premi asuransi,
+termasuk premi reasuransi. Atas
+penghasilan tersebut dipotong pajak
+sebesar 20% (dua puluh persen) dari
+perkiraan penghasilan neto dan bersifat
+final. Menteri Keuangan diberikan
+wewenang untuk menetapkan besarnya
+perkiraan penghasilan neto dimaksud,
+serta hal-hal lain dalam rangka
+pelaksanaan pemotongan pajak tersebut.
+Ketentuan ini tidak diterapkan dalam hal
+Wajib Pajak luar negeri tersebut
+menjalankan usaha atau melakukan
+kegiatan melalui suatu bentuk usaha
+tetap di Indonesia atau apabila
+penghasilan dari penjualan harta
+tersebut telah dikenai pajak berdasarkan
+ketentuan Pasal 4 ayat (2).
+Ayat (2a)
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Huruf a
Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah
+dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap
+di Indonesia dipotong pajak sebesar 20%
+(dua puluh persen).
+Contoh:
+Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha
+tetap di Indonesia dalam tahun 2009:
+Rp17.500.000.000,00
+836
+Pajak Penghasilan: 28% x
+Rp17.500.000.000,00 =
+Rp4.900.000.000,00(-)
+Penghasilan Kena Pajak setelah pajak
+Rp12.600.000.000,00
+Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang
+20% x Rp12.600.000.000 =
+Rp2.520.000.000,00
+Apabila penghasilan setelah pajak sebesar
+Rp12.600.000.000,00 (dua belas miliar
+enam ratus juta rupiah) tersebut
+ditanamkan kembali di Indonesia sesuai
+dengan atau berdasarkan Peraturan
+Menteri Keuangan, atas penghasilan
+tersebut tidak dipotong pajak.
+Ayat (5)
+Pada prinsipnya pemotongan pajak atas
+Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat
+final, tetapi atas penghasilan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
+ayat (1) huruf b dan huruf c, dan atas
+penghasilan Wajib Pajak orang pribadi
+atau badan luar negeri yang berubah
+status menjadi Wajib Pajak dalam negeri
+atau bentuk usaha tetap, pemotongan
+pajaknya tidak bersifat final sehingga
+potongan pajak tersebut dapat
+dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan
+Tahunan Pajak Penghasilan.
+Contoh:
+A sebagai tenaga asing orang pribadi
+membuat perjanjian kerja dengan PT B
+sebagai Wajib Pajak dalam negeri untuk
+bekerja di Indonesia untuk jangka waktu
+5 (lima) bulan terhitung mulai tanggal 1
+Januari 2009. Pada tanggal 20 April
+2009 perjanjian kerja tersebut
+diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan
+sehingga akan berakhir pada tanggal 31
+Agustus 2009.
+Jika perjanjian kerja tersebut tidak
+diperpanjang, status A adalah tetap
+sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan
+diperpanjangnya perjanjian kerja
+tersebut, status A berubah dari Wajib
+Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak
+dalam negeri terhitung sejak tanggal 1
+Januari 2009. Selama bulan Januari
+sampai dengan Maret 2009 atas
+837
+penghasilan bruto A telah dipotong Pajak
+Penghasilan Pasal 26 oleh PT B.
+Berdasarkan ketentuan ini, maka untuk
+menghitung Pajak Penghasilan yang
+terutang atas penghasilan A untuk masa
+Januari sampai dengan Agustus 2009,
+Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah
+dipotong dan disetor PT B atas
+penghasilan A sampai dengan Maret
+tersebut, dapat dikreditkan terhadap
+pajak A sebagai Wajib Pajak dalam
+negeri.
+Pasal 112
+Angka 1
+Pasal 1A
+Ayat (1)
+Huruf a
+Yang dimaksud dengan “perjanjian”
+meliputi jual beli, tukar-menukar,
+jual beli dengan angsuran, atau
+perjanjian lain yang mengakibatkan
+penyerahan hak atas barang.
Huruf b
-Cukup jelas.
+Penyerahan Barang Kena Pajak
+dapat terjadi karena perjanjian sewa
+beli dan/atau perjanjian sewa guna
+usaha (leasing).
+Yang dimaksud dengan “pengalihan
+Barang Kena Pajak karena suatu
+perjanjian sewa guna usaha
+(leasing)” adalah penyerahan Barang
+Kena Pajak yang disebabkan oleh
+perjanjian sewa guna usaha (leasing)
+dengan hak opsi.
+Dalam hal penyerahan Barang Kena
+Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
+dalam rangka perjanjian sewa guna
+usaha (leasing) dengan hak opsi,
+Barang Kena Pajak dianggap
+diserahkan langsung dari
+Pengusaha Kena Pajak pemasok
+(supplier) kepada pihak yang
+membutuhkan barang (lessee).
Huruf c
-Cukup jelas.
+Yang dimaksud dengan “pedagang
+perantara” adalah orang pribadi
+atau badan yang dalam kegiatan
+usaha atau pekerjaannya dengan
+838
+nama sendiri melakukan perjanjian
+atau perikatan atas dan untuk
+tanggungan orang lain dengan
+mendapat upah atau balas jasa
+tertentu, misalnya komisioner.
+Yang dimaksud dengan “juru lelang”
+adalah juru lelang Pemerintah atau
+yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Huruf d
-Cukup jelas.
+Yang dimaksud dengan “pemakaian
+sendiri” adalah pemakaian untuk
+kepentingan pengusaha sendiri,
+pengurus, atau karyawan, baik
+barang produksi sendiri maupun
+bukan produksi sendiri.
+Yang dimaksud dengan “pemberian
+cuma-cuma” adalah pemberian yang
+diberikan tanpa pembayaran baik
+barang produksi sendiri maupun
+bukan produksi sendiri, seperti
+pemberian contoh barang untuk
+promosi kepada relasi atau pembeli.
Huruf e
-Yang dimaksud dengan “industri
-pionir” adalah industri yang memiliki
-keterkaitan yang luas, memberi nilai
-tambah dan eksternalitas yang tinggi,
-memperkenalkan teknologi baru, serta
-memiliki nilai strategis bagi
-perekonomian nasional.
+Barang Kena Pajak berupa
+persediaan dan/atau aktiva yang
+menurut tujuan semula tidak untuk
+diperjualbelikan, yang masih tersisa
+pada saat pembubaran perusahaan,
+disamakan dengan pemakaian
+sendiri sehingga dianggap sebagai
+penyerahan Barang Kena Pajak.
+Dikecualikan dari ketentuan pada
+huruf e ini adalah penyerahan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal
+1A ayat (2) huruf e.
Huruf f
-Cukup jelas.
+Dalam hal suatu perusahaan
+mempunyai lebih dari satu tempat
+pajak terutang baik sebagai pusat
+maupun sebagai cabang
+perusahaan, pemindahan Barang
+Kena Pajak antar tempat tersebut
+merupakan penyerahan Barang
+Kena Pajak.
+Yang dimaksud dengan “pusat”
+adalah tempat tinggal atau tempat
+kedudukan.
+Yang dimaksud dengan “cabang”
+antara lain lokasi usaha,
+839
+perwakilan, unit pemasaran, dan
+tempat kegiatan usaha sejenisnya.
Huruf g
-Cukup jelas.
+Dihapus.
Huruf h
-969
-Cukup jelas.
-Huruf i
-Cukup jelas.
-Huruf j
-Cukup jelas.
-Huruf k
-Cukup jelas.
-Ayat (4)
-Cukup jelas.
-5. Pasal 25
-Cukup jelas.
-Pasal 85
-1. Pasal 22
-Ayat (1)
+Contoh:
+Dalam transaksi murabahah, bank
+syariah bertindak sebagai penyedia
+dana untuk membeli sebuah
+kendaraan bermotor dari Pengusaha
+Kena Pajak A atas pesanan nasabah
+bank syariah (Tuan B). Meskipun
+berdasarkan prinsip syariah, bank
+syariah harus membeli dahulu
+kendaraan bermotor tersebut dan
+kemudian menjualnya kepada Tuan
+B, berdasarkan Undang-Undang ini,
+penyerahan kendaraan bermotor
+tersebut dianggap dilakukan
+langsung oleh Pengusaha Kena
+Pajak A kepada Tuan B.
+Ayat (2)
Huruf a
-Cukup Jelas
+Yang dimaksud dengan ”makelar”
+adalah makelar sebagaimana
+dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang, yaitu
+pedagang perantara yang diangkat
+oleh Presiden atau oleh pejabat yang
+oleh Presiden dinyatakan berwenang
+untuk itu. Mereka
+menyelenggarakan perusahaan
+mereka dengan melakukan
+pekerjaan dengan mendapat upah
+atau provisi tertentu, atas amanat
+dan atas nama orang-orang lain
+yang dengan mereka tidak terdapat
+hubungan kerja.
Huruf b
-Yang termasuk dalam pengertian
-badan hukum Indonesia antara lain
-adalah Negara Republik Indonesia,
-Badan Usaha Milik Negara, Badan
-Usaha Milik Daerah, koperasi, dan
-badan usaha milik swasta. (Penjelasan
-UU 10/1998)
+Cukup jelas.
Huruf c
-Badan hukum asing yang mendirikan
-Bank Umum terlebih dahulu harus
-memperoleh rekomendasi dari otoritas
-moneter negara asal. Rekomendasi
-dimaksud sekurang-kurangnya
-970
-memuat keterangan badan hukum
-asing yang bersangkutan mempunyai
-reputasi yang baik dan tidak pernah
-melakukan perbuatan tersecela di
-bidang Perbankan.
-Ayat (2)
-Cukup Jelas.
-Pasal 86
-1. Pasal 9
+Dalam hal Pengusaha Kena Pajak
+mempunyai lebih dari satu tempat
+kegiatan usaha, baik sebagai pusat
+maupun cabang perusahaan, dan
+Pengusaha Kena Pajak tersebut
+telah menyampaikan pemberitahuan
+secara tertulis kepada Direktur
+Jenderal Pajak, pemindahan Barang
+840
+Kena Pajak dari satu tempat
+kegiatan usaha ke tempat kegiatan
+usaha lainnya (pusat ke cabang atau
+sebaliknya atau antar cabang)
+dianggap tidak termasuk dalam
+pengertian penyerahan Barang Kena
+Pajak, kecuali pemindahan Barang
+Kena Pajak antar tempat pajak
+terutang.
+Huruf d
+Yang dimaksud dengan “pemecahan
+usaha” adalah pemisahan usaha
+sebagaimana dimaksud dalam
+Undang-Undang yang mengatur
+mengenai perseroan terbatas.
+Pengalihan Barang Kena Pajak
+dalam rangka penggabungan,
+peleburan, pemekaran, pemecahan,
+dan pengambilalihan usaha, serta
+pengalihan Barang Kena Pajak
+untuk tujuan setoran modal
+pengganti saham, yang dilakukan
+oleh:
+a. Pengusaha Kena Pajak kepada
+Pengusaha Kena Pajak lainnya,
+tidak termasuk dalam pengertian
+penyerahan Barang Kena Pajak
+sehingga tidak ada Pajak
+Pertambahan Nilai yang
+terutang;
+b. pengusaha yang belum atau
+tidak dikukuhkan sebagai
+Pengusaha Kena Pajak,
+termasuk dalam pengertian
+penyerahan Barang Kena Pajak
+sehingga terdapat Pajak
+Pertambahan Nilai yang terutang
+namun tidak dipungut oleh
+pengusaha tersebut karena
+belum atau tidak dikukuhkan
+sebagai Pengusaha Kena Pajak;
+atau
+c. Pengusaha Kena Pajak kepada
+pengusaha yang belum atau
+tidak dikukuhkan sebagai
+Pengusaha Kena Pajak,
+termasuk dalam pengertian
+penyerahan Barang Kena Pajak
+sehingga terdapat Pajak
+841
+Pertambahan Nilai yang terutang
+yang harus dipungut oleh
+Pengusaha Kena Pajak. Dalam
+hal Barang Kena Pajak yang
+dialihkan berupa aktiva yang
+menurut tujuan semula tidak
+untuk diperjualbelikan maka
+Pajak Pertambahan Nilai yang
+dikenakan atas pengalihan
+Barang Kena Pajak tersebut
+dilakukan sesuai ketentuan yang
+mengatur mengenai penyerahan
+BKP berupa aktiva yang menurut
+tujuan semula tidak untuk
+diperjualbelikan.
+d. Yang dimaksud dengan
+“pemecahan usaha” adalah
+pemisahan usaha sebagaimana
+dimaksud dalam UndangUndang yang mengatur
+mengenai perseroan terbatas.
+Pengalihan Barang Kena Pajak
+dalam rangka penggabungan,
+peleburan, pemekaran,
+pemecahan, dan
+pengambilalihan usaha, serta
+pengalihan Barang Kena Pajak
+untuk tujuan setoran modal
+pengganti saham, yang
+dilakukan oleh:
+a. Pengusaha Kena Pajak
+kepada Pengusaha Kena
+Pajak lainnya, tidak
+termasuk dalam pengertian
+penyerahan Barang Kena
+Pajak sehingga tidak ada
+Pajak Pertambahan Nilai
+yang terutang;
+b. pengusaha yang belum atau
+tidak dikukuhkan sebagai
+Pengusaha Kena Pajak,
+termasuk dalam pengertian
+penyerahan Barang Kena
+Pajak sehingga terdapat
+Pajak Pertambahan Nilai
+yang terutang namun tidak
+dipungut oleh pengusaha
+tersebut karena belum atau
+842
+tidak dikukuhkan sebagai
+Pengusaha Kena Pajak; atau
+c. Pengusaha Kena Pajak
+kepada pengusaha yang
+belum atau tidak
+dikukuhkan sebagai
+Pengusaha Kena Pajak,
+termasuk dalam pengertian
+penyerahan Barang Kena
+Pajak sehingga terdapat
+Pajak Pertambahan Nilai
+yang terutang yang harus
+dipungut oleh Pengusaha
+Kena Pajak. Dalam hal
+Barang Kena Pajak yang
+dialihkan berupa aktiva
+yang menurut tujuan
+semula tidak untuk
+diperjualbelikan maka Pajak
+Pertambahan Nilai yang
+dikenakan atas pengalihan
+Barang Kena Pajak tersebut
+dilakukan sesuai ketentuan
+yang mengatur mengenai
+penyerahan BKP berupa
+aktiva yang menurut tujuan
+semula tidak untuk
+diperjualbelikan.
+Huruf e
+Barang Kena Pajak berupa aktiva
+yang menurut tujuan semula tidak
+untuk diperjualbelikan yang masih
+tersisa pada saat pembubaran
+perusahaan, yang Pajak Masukan
+atas perolehannya tidak dapat
+dikreditkan karena tidak
+mempunyai hubungan langsung
+dengan kegiatan usaha sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
+huruf b dan/atau aktiva berupa
+kendaraan bermotor sedan dan
+station wagon yang Pajak Masukan
+atas perolehannya tidak dapat
+dikreditkan sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c tidak
+termasuk dalam pengertian
+penyerahan Barang Kena Pajak.
+Angka 2
+843
+Pasal 4A
Ayat (1)
+Dihapus.
+Ayat (2)
Huruf a
-Cukup Jelas
+Barang hasil pertambangan atau
+hasil pengeboran yang diambil
+langsung dari sumbernya meliputi:
+a. minyak mentah (crude oil);
+b. gas bumi, tidak termasuk gas
+bumi seperti elpiji yang siap
+dikonsumsi langsung oleh
+masyarakat;
+c. panas bumi;
+d. asbes, batu tulis, batu setengah
+permata, batu kapur, batu
+apung, batu permata, bentonit,
+dolomit, felspar (feldspar),
+garam batu (halite), grafit,
+granit/andesit, gips, kalsit,
+kaolin, Ieusit, magnesit, mika,
+marmer, nitrat, opsidien, oker,
+pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
+perlit, fosfat (trthospat), talk,
+tanah serap (fullers earth),
+tanah diatome, tanah liat,
+tawas (aluml, tras, yarosif,
+zeolit, basal, dan trakkit;
+e. batubara sebelum diproses
+menjadi briket batubara; dan
+f. buih besi, bijih timah, bUih
+emas, buih tembaga, bijih nikel,
+bijih perak, serta buih bauksit.
Huruf b
-Cukup Jelas
+Barang kebutuhan pokok yang
+sangat dibutuhkan oleh rakyat
+banyak meliputi:
+a. beras;
+b. gabah;
+c. jagung;
+d. sagu;
+e. kedelai;
+f. garam, baik yang beryodium
+maupun yang tidak beryodium;
+g. daging, yaitu daging segar yang
+tanpa diolah, tetapi telah
+melalui proses disembelih,
+dikuliti, dipotong, didinginkan,
+dibekukan, dikemas atau tidak
+844
+dikemas, digarami, dikapur,
+diasamkan, diawetkan dengan
+cara lain, dan/atau direbus;
+h. telur, yaitu telur yang tidak
+diolah, termasuk telur yang
+dibersihkan, diasinkan, atau
+dikemas;
+i. susu, yaitu susu perah baik
+yang telah melalui proses
+didinginkan maupun
+dipanaskan, tidak mengandung
+tambahan gula atau bahan
+lainnya, danlatau dikemas atau
+tidak dikemas;
+j buah-buahan, yaitu buahbuahan segar yang dipetik, baik
+yang telah melalui proses
+dicuci, disortasi, dikupas,
+dipotong, diiris, di-grading,
+dan/atau dikemas atau tidak
+dikemas; dan
+k. sayur-sayruran, yaitu sayuran
+segar yang dipetik, dicuci,
+ditiriskan, dan/atau disimpan
+pada suhu rendah, termasuk
+saJruran segar yang dicacah.
Huruf c
-Cukup Jelas
+Ketentuan ini dimaksudkan untuk
+menghindari pengenaan pajak
+berganda karena sudah merupakan
+objek pengenaan Pajak Daerah.
Huruf d
-Badan hukum asing yang mendirikan
-Bank Umum Syariah terlebih dahulu
-harus memperoleh rekomendasi dari
-otoritas moneter negara asal.
-Rekomendasi dimaksud sekurangkurangnya memuat keterangan badan
-hukum asing yang bersangkutan
-mempunyai reputasi yang baik dan
-tidak pernah melakukan perbuatan
-tersecela di bidang Perbankan.
-Ayat (2)
-Cukup Jelas.
-Ayat (3)
-Cukup Jelas.
-971
-Pasal 87
-1. Pasal 11
-Cukup Jelas.
-2. Pasal 18
-Cukup jelas.
-Pasal 88
-Cukup jelas.
-Pasal 89
-1. Pasal 42
-Cukup jelas.
-2. Pasal 43
-Cukup jelas.
-3. Pasal 44
Cukup jelas.
-4. Pasal 45
-Cukup jelas.
-5. Pasal 46
-Cukup jelas.
-6. Pasal 47
-Ayat (1)
-972
-Kewajiban membayar kompensasi
-dimaksudkan dalam rangka menunjang
-upaya peningkatan kualitas sumber
-daya manusia Indonesia.
-Ayat (2)
-Cukup jelas,.
Ayat (3)
-Cukup jelas.
-7. Pasal 48
-Cukup jelas.
-8. Pasal 49
-Cukup jelas.
-9. Pasal 56
-Cukup jelas.
-10. Pasal 57
-Cukup jelas.
-11. Pasal 58
-Cukup jelas.
-12. Pasal 59
-Cukup jelas.
-13. Pasal 61
-Ayat (1)
Huruf a
-Cukup jelas.
+Jasa pelayanan kesehatan medis
+meliputi:
+1. jasa dokter umum, dokter
+spesialis, dan dokter gigi;
+2. jasa dokter hewan;
+3. jasa ahli kesehatan seperti ahli
+akupunktur, ahli gigi, ahli gizi,
+dan ahli fisioterapi;
+4. jasa kebidanan dan dukun
+bayi;
+5. jasa paramedis dan perawat;
+6. jasa rumah sakit, rumah
+bersalin, klinik kesehatan, lab
+845
+oratorium kesehatan, dan
+sanatorium;
+7. jasa psikolog dan psikiater; dan
+8. jasa pengobatan alternatif,
+termasuk yang dilakukan oleh
+paranormal.
Huruf b
-Cukup jelas.
-973
+Jasa pelayanan sosial meliputi:
+1. jasa pelayanan panti asuhan
+dan panti jompo;
+2. jasa pemadam kebakaran;
+3. jasa pemberian pertolongan
+pada kecelakaan;
+4. jasa lembaga rehabilitasi;
+5. jasa penyediaan rumah duka
+atau jasa pemakaman,
+termasuk krematorium; dan
+6. jasa di bidang olah raga kecuali
+yang bersifat komersial.
Huruf c
-Cukup jelas.
+Jasa pengiriman surat dengan
+perangko meliputi jasa pengiriman
+surat dengan menggunakan
+perangko tempel dan menggunakan
+cara lain pengganti perangko tempel.
Huruf d
-Cukup jelas.
+Jasa keuangan meliputi:
+1. jasa menghimpun dana dari
+masyarakat berupa giro,
+deposito berjangka, sertifikat
+dcposito, tabungan, danf atau
+bentuk lain yang dipersamakan
+dengan itu;
+2. jasa menempatkan dana,
+meminjam dana, atau
+meminjamkan dana kepada
+pihak iain dengan
+menggunakan surat, sarana
+telekomunikasi maupun
+dengan wesel unjuk, cek, atau
+sarana lainnya;
+3. jasa pembiayaan, termasuk
+pembiayaan berdasarkan
+prinsip syariah, berupa:
+a) sewa guna usaha dengan
+hak opsi;
+b) anjak piutang;
+c) usaha kartu kredit;
+dan/atau
+846
+d) pembiayaan konsumen;
+4. jasa penyaluran pinjaman atas
+dasar hukum gadai, termasuk
+gadai syariah dan fidusia; dan
+5. jasa penjaminan.
Huruf e
-Keadaan atau kejadian tertentu
-seperti bencana alam, kerusuhan
-sosial, atau gangguan keamanan.
-Ayat (2)
+Yang dimaksud dengan'Jasa
+asuransi" adalah jasa
+pertanggungan yang meliputi
+asuransi kerugian, asuransi jiwa,
+dan reasuransi, yang dilakukan oleh
+perusahaan asuransi kepada
+pemegang polis asuransi, tidak
+termasuk jasa penunjang asuransi
+seperti agen asuransi, penilai
+kerugian asuransi, dan konsultan
+asuransl.
+Huruf f
+Jasa keagamaan meliputi:
+1. jasa pelayanan rumah ibadah;
+2. jasa pemberian khotbah atau
+dakwah;
+3. jasa penyelenggaraan kegiatan
+keagamaan; dan
+4. jasa lainnya di bidang
+keagarnaan.
+Huruf g
+Jasa pendidikan meliputi:
+1. jasa penyelenggaraan
+pendidikan sekolah, seperti jasa
+penyelenggaraan pendidikan
+umum, pendidikan kejuman,
+pendidikan luar biasa,
+pendidikan kedinasan,
+pendidikan keagamaan,
+pendidikan akademik, dan
+pendidikan profesional; dan
+2. jasa penyelenggaraan
+pendidikan luar sekolah.
+Huruf h
+Jasa kesenian dan hiburan meliputi
+semua jenis jasa yang dilakukan
+oleh pekerja seni dan hiburan.
+Huruf i
+Jasa penyiaran yang tidak bersifat
+iklan meliputi jasa penyiaran radio
+atau televisi yang dilakukan oleh
+instansi pemerintah atau swasta
+yang tidak bersifat iklan dan tidak
+847
+dibiayai oleh sponsor yang
+bertujuan komersial.
+Huruf j
+Cukup jelas
+Huruf k
+Jasa tenaga kerja meliputi:
+1. jasa tenaga kerja;
+2. jasa penyediaan tenaga kerja
+sepanjang pengusaha penyedia
+tenaga kerja tidak bertanggung
+jawab atas hasil kerja dari
+tenaga kerja tersebut; dan
+3. jasa penyelenggaraan pelatihan
+bagi tenaga kerja.
+Huruf I
+Jasa perhotelan meliputi:
+1. jasa penyewaan kamar,
+termasuk tambahannya di
+hotel, nrmah penginapan,
+motel, losmen, hostel, serta
+fasilitas yang terkait dengan
+kegiatan perhotelan untuk
+tamu yang menginap; dan
+2. jasa penyewaan ruangan untuk
+kegiatan acara atau pertemuan
+di hotel, rumah penginapan,
+motel, losmen, dan hostel.
+Huruf m
+Jasa yang disediakan oleh
+pemerintah dalam rangka
+menjalankan pemerintahan secara
+umum meliputi jenis-jenis jasa yang
+dilaksanakan. oleki instansi
+pemerintah, antara lain pemberian
+lzin Mendirikan Bangunan,
+pemberian lzin Usaha Perdagangan,
+pemberian Nomor Pokok Wajib
+Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda
+Penduduk.
+Huruf n
+Yang dimaksud dengan tasa
+penyediaan tempat parkir" adalah
+jasa penyediaan tempat parkir yang
+dilakukan oleh pemilik tempat
+parkir dan/atau pengusaha kepada
+pengguna tempat parkir dengan
+dipungut bayaran.
+Huruf o
+848
+Yang dimaksud dengan 'Jasa
+telepon umum dengan
+menggunakan uang logam" adalah
+jasa telepon umum dengan
+menggunakan uang logam atau
+koin, yang diselenggarakan oleh
+pemerintah maupun swasta.
+Huruf p
+Cukup jelas.
+Huruf q
Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 9
+Ayat (1)
+Dihapus.
+Ayat (2)
+Pembeli Barang Kena Pajak, penerima
+Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang
+Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan
+Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
+luar Daerah Pabean, atau pihak yang
+memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar
+Daerah Pabean wajib membayar Pajak
+Pertambahan Nilai dan berhak menerima
+bukti pungutan pajak. Pajak
+Pertambahan Nilai yang seharusnya
+sudah dibayar tersebut merupakan Pajak
+Masukan bagi pembeli Barang Kena
+Pajak, penerima Jasa Kena Pajak,
+pengimpor Barang Kena Pajak, pihak
+yang memanfaatkan Barang Kena Pajak
+Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean,
+atau pihak yang memanfaatkan Jasa
+Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang
+berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
+Pajak Masukan yang wajib dibayar
+tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak
+dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
+yang dipungutnya dalam Masa Pajak
+yang sama.
+Ayat (2a)
+Cukup jelas.
+Ayat (2b)
+Untuk keperluan mengkreditkan Pajak
+Masukan, Pengusaha Kena Pajak
+menggunakan Faktur Pajak yang
+memenuhi ketentuan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).
+849
+Selain itu, Pajak Masukan yang akan
+dikreditkan juga harus memenuhi
+persyaratan kebenaran formal dan
+material sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 13 ayat (9).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup jelas.
+Pajak Masukan yang dimaksud pada ayat
+ini adalah Pajak Masukan yang dapat
+dikreditkan.
+Dalam suatu Masa Pajak dapat terjadi
+Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
+lebih besar daripada Pajak Keluaran.
+Kelebihan Pajak Masukan tersebut tidak
+dapat diminta kembali pada Masa Pajak
+yang bersangkutan, tetapi
+dikompensasikan ke Masa Pajak
+berikutnya.
+Contoh:
+Masa Pajak Mei 2010
+Pajak Keluaran =
+Rp2.000.000,00
+Pajak Masukan yang dapat
+dikreditkan =
+Rp4.500.000,00
+-----
+---------------(-)
+Pajak yang lebih dibayar =
+Rp2.500.000,00
+Pajak yang lebih dibayar tersebut
+dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2010.
+Masa Pajak Juni 2010
+Pajak Keluaran =
+Rp3.000.000,00
+Pajak Masukan yang dapat
+dikreditkan =
+Rp2.000.000,00
+----
+-------------- (-)
+Pajak yang kurang dibayar =
+Rp1.000.000,00
+Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak
+Mei 2010 yang dikompensasikan ke
+Masa Pajak Juni 2010 =
+Rp2.500.000,00
+850
+-----
+-------------- (-)
+Pajak yang lebih dibayar Masa Pajak
+Juni 2010 =
+Rp1.500.000,00
+Pajak yang lebih dibayar tersebut
+dikompensasikan ke Masa Pajak Juli 2010.
+Ayat (4a)
+Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu
+Masa Pajak sesuai dengan ketentuan
+pada ayat (4) dikompensasikan pada
+Masa Pajak berikutnya.
+Namun, apabila kelebihan Pajak
+Masukan terjadi pada Masa Pajak akhir
+tahun buku, kelebihan Pajak Masukan
+tersebut dapat diajukan permohonan
+pengembalian (restitusi).
+Termasuk dalam pengertian akhir tahun
+buku dalam ketentuan ini adalah Masa
+Pajak saat Wajib Pajak melakukan
+pengakhiran usaha (bubar).
+Ayat (4b)
+Cukup jelas.
+Ayat (4c)
+Cukup jelas.
+Ayat (4d)
+Cukup jelas.
+Ayat (4e)
+Untuk mengurangi penyalahgunaan
+pemberian kemudahan percepatan
+pengembalian kelebihan pajak, Direktur
+Jenderal Pajak dapat melakukan
+pemeriksaan setelah memberikan
+pengembalian pendahuluan kelebihan
+pajak.
+Ayat (4f)
+Dalam hal Direktur Jenderal Pajak
+setelah melakukan pemeriksaan
+menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar, sanksi kenaikan
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C
+ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
+1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
+Cara Perpajakan dan perubahannya
+tidak diterapkan walaupun pada tahap
+sebelumnya sudah diterbitkan Surat
+Keputusan Pengembalian Pendahuluan
+Kelebihan Pajak.
+851
+Sebaliknya, sanksi administrasi yang
+dikenakan adalah bunga sebesar 2%
+(dua persen) per bulan paling lama 24
+(dua puluh empat) bulan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
+Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
+tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
+Perpajakan dan perubahannya.
+Apabila dalam pemeriksaan dimaksud
+ditemukan adanya indikasi tindak
+pidana di bidang perpajakan, ketentuan
+ini tidak berlaku.
Ayat (5)
-Yang dimaksud hak-hak yang sesuai
-dengan perundang-undangan yang
-berlaku atau hak-hak yang telah diatur
-dalam perjanjian kerja, peraturan
-perusahaan, atau perjanjian kerja
-bersama adalah hak-hak yang harus
-diberikan yang lebih baik dan
-menguntungkan pekerja/buruh yang
-bersangkutan.
-14. Pasal 61A
-Cukup jelas.
-15. Pasal 62
-Cukup jelas.
-974
-16. Pasal 64
-Cukup jelas.
-17. Pasal 65
-Cukup jelas.
-18. Pasal 66
-Cukup jelas.
-19. Pasal 77
+Yang dimaksud dengan “penyerahan
+yang terutang pajak” adalah penyerahan
+barang atau jasa yang sesuai dengan
+ketentuan Undang-Undang ini dikenai
+Pajak Pertambahan Nilai.
+Yang dimaksud dengan “penyerahan
+yang tidak terutang pajak” adalah
+penyerahan barang dan jasa yang tidak
+dikenai Pajak Pertambahan Nilai
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A
+dan yang dibebaskan dari pengenaan
+Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 16B.
+Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu
+Masa Pajak melakukan penyerahan yang
+terutang pajak dan penyerahan yang
+tidak terutang pajak hanya dapat
+mengkreditkan Pajak Masukan yang
+berkenaan dengan penyerahan yang
+terutang pajak. Bagian penyerahan yang
+terutang pajak tersebut harus dapat
+diketahui dengan pasti dari pembukuan
+Pengusaha Kena Pajak.
+Contoh:
+Pengusaha Kena Pajak melakukan
+beberapa macam penyerahan, yaitu:
+a. penyerahan yang terutang pajak =
+Rp25.000.000,00
+Pajak Keluaran = Rp2.500.000,00
+b. penyerahan yang tidak terutang Pajak
+Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00
+Pajak Keluaran = nihil
+c. penyerahan yang dibebaskan dari
+pengenaan Pajak Pertambahan Nilai =
+Rp5.000.000,00
+Pajak Keluaran = nihil
+852
+Pajak Masukan yang dibayar atas
+perolehan:
+a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
+Pajak yang berkaitan dengan
+penyerahan yang terutang pajak =
+Rp1.500.000,00
+b. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
+Pajak yang berkaitan dengan
+penyerahan yang tidak dikenai Pajak
+Pertambahan Nilai = Rp300.000,00
+c. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
+Pajak yang berkaitan dengan
+penyerahan yang dibebaskan dari
+pengenaan Pajak Pertambahan Nilai =
+Rp500.000,00
+Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan
+yang dapat dikreditkan dengan Pajak
+Keluaran sebesar Rp2.500.000,00 hanya
+sebesar Rp1.500.000,00.
+Ayat (6)
+Dalam hal Pajak Masukan untuk
+penyerahan yang terutang pajak tidak
+dapat diketahui dengan pasti, cara
+pengkreditan Pajak Masukan dihitung
+berdasarkan pedoman yang diatur
+dengan Peraturan Menteri Keuangan,
+yang dimaksudkan untuk memberikan
+kemudahan dan kepastian kepada
+Pengusaha Kena Pajak.
+Contoh:
+Pengusaha Kena Pajak melakukan 2
+(dua) macam penyerahan, yaitu:
+a. penyerahan yang terutang pajak =
+Rp35.000.000,00
+Pajak Keluaran = Rp3.500.000,00
+b. penyerahan yang tidak terutang pajak
+= Rp15.000.000,00
+Pajak Keluaran = nihil
+Pajak Masukan yang dibayar atas
+perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa
+Kena Pajak yang berkaitan dengan
+keseluruhan penyerahan sebesar
+Rp2.500.000,00, sedangkan Pajak
+Masukan yang berkaitan dengan
+penyerahan yang terutang pajak tidak
+dapat diketahui dengan pasti. Menurut
+ketentuan ini, Pajak Masukan sebesar
+Rp2.500.000,00 tidak seluruhnya dapat
+853
+dikreditkan dengan Pajak Keluaran
+sebesar Rp3.500.000,00.
+Besarnya Pajak Masukan yang dapat
+dikreditkan dihitung berdasarkan
+pedoman yang diatur dengan Peraturan
+Menteri Keuangan.
+Ayat (6a)
Cukup jelas.
-20. Pasal 77A
+Ayat (6b)
+Dihapus.
+Ayat (6c)
Cukup jelas.
-21. Pasal 78
-Ayat (1)
-Mempekerjakan lebih dari waktu kerja
-sedapat mungkin harus dihindarkan
-karena pekerja/buruh harus mempunyai
-waktu yang cukup untuk istirahat dan
-memulihkan kebugarannya. Namun,
-dalam hal-hal tertentu terdapat
-kebutuhan yang mendesak yang harus
-diselesaikan segera dan tidak dapat
-dihindari sehingga pekerja/buruh harus
-bekerja melebihi waktu kerja.
-Ayat (2)
+Ayat (6d)
Cukup jelas.
-Ayat (3)
-Yang dimaksud sektor usaha atau
-pekerjaan tertentu dalam ayat ini
-975
-misalnya pekerjaan di pengeboran
-minyak lepas pantai, sopir angkutan
-jarak jauh, penerbangan jarak jauh,
-pekerjaan di kapal (laut), atau
-penebangan hutan.
-Ayat (4)
+Ayat (6e)
Cukup jelas.
-22. Pasal 79
+Ayat (6f)
Cukup jelas.
-23. Pasal 88
+Ayat (6g)
Cukup jelas.
-24. Huruf a
-Pasal 88A
+Ayat (7)
+Dalam rangka menyederhanakan
+penghitungan Pajak Pertambahan Nilai
+yang harus disetor, Pengusaha Kena
+Pajak yang peredaran usahanya dalam 1
+(satu) tahun tidak melebihi jumlah
+tertentu dapat menghitung besarnya
+Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
+dengan menggunakan pedoman
+penghitungan pengkreditan Pajak
+Masukan.
+Ayat (7a)
+Dalam rangka memberikan kemudahan
+dalam menghitung Pajak Pertambahan
+Nilai yang harus disetor, Pengusaha Kena
+Pajak yang melakukan kegiatan usaha
+tertentu menghitung besarnya Pajak
+Masukan yang dapat dikreditkan dengan
+menggunakan pedoman penghitungan
+pengkreditan Pajak Masukan.
+Ayat (7b)
Cukup jelas.
+Ayat (8)
+Pajak Masukan pada dasarnya dapat
+dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
+Akan tetapi, untuk pengeluaran yang
+dimaksud dalam ayat ini, Pajak
+Masukannya tidak dapat dikreditkan.
+Huruf a
+854
+Dihapus.
Huruf b
-Pasal 88B
-Cukup Jelas
+Yang dimaksud dengan pengeluaran
+yang langsung berhubungan dengan
+kegiatan usaha adalah pengeluaran
+untuk kegiatan produksi, distribusi,
+pemasaran, dan manajemen.
+Ketentuan ini berlaku untuk semua
+bidang usaha. Agar dapat
+dikreditkan, Pajak Masukan juga
+harus memenuhi syarat bahwa
+pengeluaran tersebut berkaitan
+dengan adanya penyerahan yang
+terutang Pajak Pertambahan Nilai.
+Oleh karena itu, meskipun suatu
+pengeluaran telah memenuhi syarat
+adanya hubungan langsung dengan
+kegiatan usaha, masih
+dimungkinkan Pajak Masukan
+tersebut tidak dapat dikreditkan,
+yaitu apabila pengeluaran dimaksud
+tidak ada kaitannya dengan
+penyerahan yang terutang Pajak
+Pertambahan Nilai.
Huruf c
-Pasal 88C
-Yang dimaksud dengan “jaring
-pengaman” adalah batas upah
-terendah yang wajib dibayar
-pengusaha kepada pekerja/buruh.
+Cukup jelas.
Huruf d
-Pasal 88D
-UMt+1 yaitu upah minimum yang
-akan ditetapkan.
-UMt yaitu upah minimum tahun
-berjalan.
-976
-%PEt yaitu besaran pertumbuhan
-Produk Domestik Bruto wilayah
-provinsi.
+Dihapus.
Huruf e
-Pasal 88E
-Cukup jelas.
+Dihapus.
Huruf f
-Pasal 88F
Cukup jelas.
Huruf g
-Pasal 88G
Cukup jelas.
-25. Pasal 89
+Huruf h
+Dihapus.
+Huruf i
+Dihapus.
+Huruf j
+Dihapus.
+Ayat (9)
+Cukup jelas.
+Ayat (9a)
Cukup jelas.
-26. Pasal 90
+Ayat (9b)
Cukup jelas.
-27. Huruf a
-Pasal 90A
+Ayat (9c)
Cukup jelas.
-Huruf b
-Pasal 90B
+Ayat (10)
+855
+Cukup jelas.
+Ayat (11)
+Cukup jelas.
+Ayat (12)
+Cukup jelas.
+Ayat (13)
Cukup jelas.
-28. Pasal 91
+Ayat (14)
Cukup jelas.
-29. Pasal 92
+Angka 4
+Pasal 13
Ayat (1)
-977
-Penyusunan struktur dan skala upah
-dimasudkan sebagai pedoman
-penetapan upah sehingga terdapat
-kepastian upah tiap pekerja/buruh serta
-mengurangi kesenjangan antara upah
-terendah dan tertinggi di perusahaan
-yang bersangkutan.
+Dalam hal terjadi penyerahan Barang
+Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
+Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang
+menyerahkan Barang Kena Pajak
+dan/atau menyerahkan Jasa Kena Pajak
+itu wajib memungut Pajak Pertambahan
+Nilai yang terutang dan memberikan
+Faktur Pajak sebagai bukti pungutan
+pajak. Faktur Pajak tidak perlu dibuat
+secara khusus atau berbeda dengan
+faktur penjualan. Faktur Pajak dapat
+berupa faktur penjualan atau dokumen
+tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur
+Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.
+Berdasarkan ketentuan ini, atas setiap
+Penyerahan Barang Kena Pajak berupa
+aktiva yang menurut tujuan semula tidak
+untuk diperjualbelikan sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 16D wajib
+diterbitkan Faktur Pajak.
+Ayat (1a)
+Pada prinsipnya Faktur Pajak harus
+dibuat pada saat penyerahan atau pada
+saat penerimaan pembayaran dalam hal
+pembayaran terjadi sebelum penyerahan'
+Dalam hal tertentu dimungkinkan saat
+pembuatan Faktur Pajak tidak sama
+dengan saat-saat tersebut, misalnya
+dalam hal terjadi penyerahan Barang
+Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
+Kena Pajak kepada bendahara
+pemerintah. Oleh karena itu, Menteri
+Keuangan berwenang untuk mengatur
+saat lain sebagai saat pembuatan Faktur
+Pajak.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
-30. Pasal 92A
-Peninjauan upah dilakukan untuk
-penyesuaian harga kebutuhan hidup,
-prestasi kerja, perkembangan, dan
-kemampuan perusahaan
-31. Pasal 93
+856
+Dikecualikan dari ketentuan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
+untuk meringankan bebarr administrasi,
+kepada Pengusaha Kena Pajak
+diperkenankan untuk membuat 1 (satu)
+Faktur Pajak yang meliputi semua
+penyerahan Barang Kena Pajak atau
+penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi
+selama 1 (satu) bulan kalender kepada
+pembeli yang sama atau penerima Jasa
+Kena Pajak yang sama, yang disebut
+Faktur Pajak gabungan.
+Ayat (2a)
+Untuk meringankan beban administrasi,
+Pengusaha Kena Pajak diperkenankan
+membuat Faktur Pajak gabungan paling
+lama pada akhir bulan penyerahan
+Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
+Jasa Kena Pajak meskipun di dalam
+bulan penyerahan telah terjadi
+pembayaran baik sebagian maupun
+seluruhnya.
+Contoh 1:
+Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A
+melakukan penyerahan Barang Kena
+Pajak kepada pengusaha B pada tanggal
+1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Juli
+2010, tetapi sampai dengan tanggal 31
+Juli 2010 sama sekali belum ada
+pembayaran atas penyerahan tersebut,
+Pengusaha Kena Pajak A diperkenankan
+membuat I (satu) Faktur Pajak gabungan
+yang meliputi seluruh penyerahan yang
+dilakukan pada bulan Juli, yaitu paling
+lama tanggal 31 Juli 2010.
+Contoh 2:
+Pengusaha Kena Pajak A melakukan
+penyerahan Barang Kena Pajak kepada
+pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10,
+12, 20, 26, 28, 29, dan 30 September
+2010. Pada tanggal 28 September 201O
+terdapat pembayaran oleh pengusaha B
+atas penyerahan pada tanggal 2
+September 2010. Dalam hal Pengusaha
+Kena Pajak A menerbitkan Faktur Pajak
+gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat
+pada tanggal 30 September 2010 yang
+meliputi seluruh penyerahan yang terjadi
+pada bulan September.
+857
+Contoh 3:
+Pengusaha Kena Pajak A melakukan
+penyerahan Baring Kena Pajak kepada
+pengusaha B pada tanggal 2, 7, 8, 10,
+12, 20, 26, 28, 29, dan 30 September
+2010. Pada tanggal 28 September 2010
+terdapat pembayaran atas penyerahan
+tanggal 2 September 2010 dan
+pembayaran uang muka untuk
+penyerahan yang akan dilakukan pada
+bulan Oktober 2010 oleh pengusaha B,
+Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A
+menerbitkan Faktur Pajak gabungan,
+Faktur Pajak gabungan dibuat pada
+tanggal 30 September 2010 yang meliputi
+seluruh penyerahan dan pembayaran
+uang muka yang dilakukan pada bulan
+September'
+Ayat (3)
+Dihapus.
+Ayat (4)
+Dihapus.
+Ayat (5)
+Faktur Pajak merupakan bukti pungutan
+pajak dan dapat digunakan sebagai
+sarana untuk mengkreditkan Pajak
+Masukan. Faktur Pajak harus diisi
+secara lengkap, jelas, dan benar serta
+ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk
+oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
+menandatanganinya. Namun, keterangan
+mengenai Pajak Penjualan atas Barang
+Mewah hanya diisi apabila atas
+penyerahan Barang Kena Pajak terutang
+Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
+Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai
+dengan ketentuan dalam ayat ini
+mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai
+yang tercantum di dalamnva tidak dapat
+dikreditkan sesuai dengan ketentuan
+dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f.
+Ayat (5a)
+Cuku jelas.
+Ayat (6)
+Dikecualikan dari ketentuan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
+Direktur Jenderal Pajak dapat
+menentukan dokumen yang biasa
+digunakan dalam dunia usaha yang
+858
+kedudukannya dipersamakan dengan
+Faktur Pajak.
+Ketentuan ini diperlukan, antara lain,
+karena:
+a. faktur penjualan yang digunakan
+oleh pengusaha telah dikenal oleh
+masyarakat luas, seperti kuitansi
+pembayaran telepon dan tiket
+pesawat udara;
+b, untuk adanya bukti pungutan pajak
+harus ada Faktur Pajak, sedangkan
+pihak yang seharusnya membuat
+Faktur Pajak, yaitu pihak yang
+menyerahkan Barang Kena Pajak
+atau Jasa Kena Pajak, berada di
+luar Daerah Pabean, misalnya,
+dalam hal pemanfaatan Jasa Kena
+Pajak dari luar Daerah Pabean,
+Surat Setoran Pajak dapat
+ditetapkan sebagai Faktur Pajak;
+dan
+c. terdapat dokumen tertentu yang
+digunakan dalam hal impor atau
+ekspor Barang Kena Pajak
+Berwujud.
+Ayat (7)
+Dihapus.
+Ayat (8)
+Faktur Pajak yang dibetulkan adalah,
+antara lain, Faktur Pajak yang salah
+dalam pengisian atau salah dalam
+penulisan. Termasuk dalam pengertian
+salah dalam pengisian atau salah dalam
+penulisan acialah. antara lain, adanya
+penyesuaian Harga Jual akibal
+berkurangnya kuantitas atau kualitas
+Barang Kena Pajak yang wajar terjadi
+pada saat pengiriman.
+Ayat (9)
+Faktur Pajak memenuhi persyaratan
+formal apabila diisi secara lengkap, jelas,
+dan benar sesuai dengan persyaratan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
+atau persyaratan yang diatur dengan
+Peraturan Direktur Jenderal Pajak
+sebagaimana dimaksud pacla ayat (6).
+Pasal 113
+Angka 1
+Pasal 8
+859
Ayat (1)
-Ketentuan ini merupakan asas yang
-pada dasarnya berlaku untuk semua
-pekerja/buruh, kecuali apabila
-pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
-dapat melakukan pekerjaan bukan
-karena kesalahannya.
+Terhadap kekeliruan dalam pengisian
+Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh
+Wajib Pajak, Wajib Pajak masih berhak
+untuk melakukan pembetulan atas
+kemauan sendiri, dengan syarat Direktur
+Jenderal Pajak belum mulai melakukan
+tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud
+dengan “mulai melakukan tindakan
+pemeriksaan” adalah pada saat Surat
+Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak
+disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil,
+kuasa, pegawai, atau anggota keluarga
+yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
+Ayat (1a)
+Yang dimaksud dengan daluwarsa
+penetapan adalah jangka waktu 5 (lima)
+tahun setelah saat terutangnya pajak
+atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
+Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
+ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas.
-Ayat (3)
+Ayat (2a)
Cukup jelas.
-32. Pasal 94
-Yang dimaksud dengan “tunjangan tetap”
-dalam pasal ini adalah pembayaran kepada
-978
-pekerja/buruh yang dilakukan secara teratur
-dan tidak dikaitkan dengan kehadiran
-pekerja/buruh atau pencapaian prestasi kerja
-tertentu.
-33. Pasal 95
+Ayat (2b)
Cukup jelas.
-34. Pasal 96
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-35. Pasal 97
+Ayat (3a)
Cukup jelas.
-36. Pasal 98
+Ayat (4)
+Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah
+melakukan pemeriksaan tetapi belum
+menerbitkan surat ketetapan pajak,
+kepada Wajib Pajak baik yang telah
+maupun yang belum membetulkan Surat
+Pemberitahuan masih diberikan
+kesempatan untuk mengungkapkan
+ketidakbenaran pengisian Surat
+Pemberitahuan yang telah disampaikan,
+yang dapat berupa Surat Pemberitahuan
+Tahunan atau Surat Pemberitahuan
+Masa untuk tahun atau masa yang
+diperiksa. Pengungkapan ketidakbenaran
+pengisian Surat Pemberitahuan tersebut
+dilakukan dalam laporan tersendiri dan
+harus mencerminkan keadaan yang
+860
+sebenarnya sehingga dapat diketahui
+jumlah pajak yang sesungguhnya
+terutang. Namun, untuk membuktikan
+kebenaran laporan Wajib Pajak tersebut,
+proses pemeriksaan tetap dilanjutkan
+sampai selesai.
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-37. Pasal 150
+Ayat (5a)
Cukup jelas.
-38. Pasal 151
+Ayat (6)
+Sehubungan dengan diterbitkannya
+surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
+Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
+Putusan Banding, atau Putusan
+Peninjauan Kembali atas suatu Tahun
+Pajak yang mengakibatkan rugi fiskal
+yang berbeda dengan rugi fiskal yang
+telah dikompensasikan dalam Surat
+Pemberitahuan Tahunan tahun
+berikutnya atau tahun-tahun berikutnya,
+akan dilakukan penyesuaian rugi fiskal
+sesuai dengan surat ketetapan pajak,
+Surat Keputusan Keberatan, Surat
+Keputusan Pembetulan, Putusan
+Banding, atau Putusan Peninjauan
+Kembali dalam penghitungan Pajak
+Penghasilan tahun-tahun berikutnya,
+pembatasan jangka waktu 3 (tiga) bulan
+tersebut dimaksudkan untuk tertib
+administrasi tanpa menghilangkan hak
+Wajib Pajak atas kompensasi kerugian.
+Dalam hal Wajib Pajak membetulkan
+Surat Pemberitahuan lewat jangka waktu
+3 (tiga) bulan atau Wajib Pajak tidak
+mengajukan pembetulan sebagai akibat
+adanya surat ketetapan pajak, Surat
+Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
+Pembetulan, Putusan Banding, atau
+Putusan Peninjauan Kembali Tahun
+Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun
+Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi
+fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal
+yang telah dikompensasikan dalam Surat
+Pemberitahuan Tahunan Pajak
+Penghasilan, Direktur Jenderal Pajak
+akan memperhitungkannya dalam
+menetapkan kewajiban perpajakan Wajib
+Pajak.
+861
+Untuk jelasnya diberikan contoh sebagai
+berikut:
+Contoh 1:
+PT A menyampaikan Surat
+Pemberitahuan Tahunan Pajak
+Penghasilan tahun 2008 yang
+menyatakan:
+Penghasilan Neto sebesar
+Rp200.000.000,00
+Kompensasi kerugian berdasarkan
+Surat Pemberitahuan Tahunan
+Pajak Penghasilan tahun 2007
+ sebesar
+Rp150.
+000.000,00 (-)
+ Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp
+50.000.000,00
+Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan
+Pajak Penghasilan tahun 2007 dilakukan
+pemeriksaan, dan pada tanggal 6 Januari
+2010 diterbitkan surat ketetapan pajak
+yang menyatakan rugi fiskal sebesar
+Rp70.000.000,00.
+Berdasarkan surat ketetapan pajak
+tersebut Direktur Jenderal Pajak akan
+mengubah perhitungan Penghasilan
+Kena Pajak tahun 2008 menjadi sebagai
+berikut:
+Penghasilan Neto
+Rp200.
+000.000,00
+Rugi menurut ketetapan pajak
+tahun 2007 Rp
+70.000.000,00 (-)
+Penghasilan Kena Pajak
+Rp130.
+000.000,00
+Dengan demikian penghasilan kena
+pajak dari Surat Pemberitahuan yang
+semula Rp50.000.000,00
+(Rp200.000.000,00 - Rp150.000.000,00)
+setelah pembetulan menjadi
+Rp130.000.000,00 (Rp200.000.000,00 -
+Rp70.000.000,00)
+Contoh 2:
+PT B menyampaikan Surat
+Pemberitahuan Tahunan Pajak
+Penghasilan tahun 2008 yang
+menyatakan:
+862
+Penghasilan Neto sebesar
+Rp300.
+000.000,00
+Kompensasi kerugian berdasarkan
+Surat Pemberitahuan Tahunan
+Pajak Penghasilan Tahun 2007
+sebesar
+Rp200.
+000.000,00 (-)
+Penghasilan Kena Pajak sebesar
+Rp100.
+000.000,00
+Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan
+Pajak Penghasilan tahun 2007 dilakukan
+pemeriksaan dan pada tanggal 6 Januari
+2010 diterbitkan surat ketetapan pajak
+yang menyatakan rugi fiskal sebesar
+Rp250.000.000,00.
+Berdasarkan surat ketetapan pajak
+tersebut Direktur Jenderal Pajak akan
+mengubah perhitungan Penghasilan
+Kena Pajak tahun 2008 menjadi sebagai
+berikut:
+Penghasilan Neto
+Rp300.
+000.000,00
+Rugi menurut ketetapan
+pajak tahun 2007
+Rp250.
+000.000,00 (-)
+Penghasilan Kena Pajak Rp
+50.000.000,00
+Dengan demikian penghasilan kena
+pajak dari Surat Pemberitahuan yang
+semula Rp100.000.000,00
+(Rp300.000.000,00 - Rp200.000.000,00)
+setelah pembetulan menjadi
+Rp50.000.000,00 (Rp300.000.000,00 -
+Rp250.000.000,00).
+Angka 2
+Pasal 9
+Ayat (1)
+Batas waktu pembayaran dan penyetoran
+pajak yang terutang untuk suatu saat
+atau Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri
+Keuangan dengan batas waktu tidak
+melampaui 15 (lima belas) hari setelah
+saat terutangnya pajak atau berakhirnya
+863
+Masa Pajak. Keterlambatan dalam
+pembayaran dan penyetoran tersebut
+berakibat dikenai sanksi administrasi
+sesuai dengan ketentuan peraturan
+perundang-undangan perpajakan.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-39. Pasal 151A
+Ayat (2a)
Cukup jelas.
-40. Pasal 152
+Ayat (2b)
Cukup jelas.
-41. Pasal 153
+Ayat (2c)
Cukup jelas.
-979
-42. Pasal 154
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-43. Pasal 154A
+Ayat (3a)
Cukup jelas.
-44. Pasal 155
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-45. Pasal 156
+Angka 3
+Pasal 11
+Ayat (1)
+Jika setelah diadakan penghitungan
+jumlah pajak yang sebenarnya terutang
+dengan jumlah kredit pajak
+menunjukkan jumlah selisih lebih
+(jumlah kredit pajak lebih besar daripada
+jumlah pajak yang terutang) atau telah
+dilakukan pembayaran pajak yang
+seharusnya tidak terutang, Wajib Pajak
+berhak untuk meminta kembali
+kelebihan pembayaran pajak, dengan
+catatan Wajib Pajak tersebut tidak
+mempunyai utang pajak.
+Dalam hal Wajib Pajak masih
+mempunyai utang pajak yang meliputi
+semua jenis pajak baik di pusat maupun
+cabang-cabangnya, kelebihan
+pembayaran tersebut harus
+diperhitungkan lebih dahulu dengan
+utang pajak tersebut dan jika masih
+terdapat sisa lebih, dikembalikan kepada
+Wajib Pajak.
+Ayat (1a)
Cukup jelas.
-46. Pasal 157
-Cukup Jelas.
-47. Pasal 157A
+Ayat (2)
+Untuk menjamin kepastian hukum bagi
+Wajib Pajak dan ketertiban administrasi,
+864
+batas waktu pengembalian kelebihan
+pembayaran pajak ditetapkan paling
+lama 1 (satu) bulan:
+a. untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih
+Bayar sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 17 ayat (1), dihitung sejak
+tanggal diterimanya permohonan
+tertulis tentang pengembalian
+kelebihan pembayaran pajak;
+b. untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih
+Bayar sebagaimana dimaksud dalam
+Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B,
+dihitung sejak tanggal penerbitan;
+c. untuk Surat Keputusan
+Pengembalian Pendahuluan
+Kelebihan Pajak sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal
+17D, dihitung sejak tanggal
+penerbitan;
+d. untuk Surat Keputusan Keberatan,
+Surat Keputusan Pembetulan, Surat
+Keputusan Pengurangan Sanksi
+Administrasi, Surat Keputusan
+Penghapusan Sanksi Administrasi,
+Surat Keputusan Pengurangan
+Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
+Pembatalan Ketetapan Pajak, atau
+Surat Keputusan Pemberian Imbalan
+Bunga, dihitung sejak tanggal
+penerbitan;
+e. untuk Putusan Banding dihitung
+sejak diterimanya Putusan Banding
+oleh Kantor Direktorat Jenderal Pajak
+yang berwenang melaksanakan
+putusan pengadilan; atau
+f. untuk Putusan Peninjauan Kembali
+dihitung sejak diterimanya Putusan
+Peninjauan Kembali oleh Kantor
+Direktorat Jenderal Pajak yang
+berwenang melaksanakan putusan
+pengadilan,sampai dengan saat
+diterbitkan Surat Keputusan
+Pengembalian Kelebihan Pembayaran
+Pajak.
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-48. Pasal 158
+Ayat (3a)
Cukup jelas.
-49. Pasal 159
+Ayat (4)
+865
Cukup jelas.
-50. Pasal 160
+Angka 4
+Pasal 13
Ayat (1)
-Keluarga pekerja/buruh yang menjadi
-tanggungan adalah istri/suami, anak
-atau orang yang syah menjadi
-tanggungan pekerja/buruh berdasarkan
-perjanjian kerja, peraturan perusahaan
-atau perjanjian kerja bersama.
-980
+Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
+Ayat (2a)
+Cukup jelas.
+Ayat (2b)
+Cukup jelas.
Ayat (3)
+Ayat ini mengatur sanksi administrasi
+dari suatu ketetapan pajak karena
+melanggar kewajiban perpajakan
+sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
+huruf b, huruf c, dan huruf d. Sanksi
+administrasi berupa kenaikan
+merupakan suatu jumlah proporsional
+yang harus ditambahkan pada pokok
+pajak yang kurang dibayar.
+Besarnya sanksi administrasi berupa
+kenaikan berbeda-beda menurut jenis
+pajaknya, yaitu untuk jenis Pajak
+Penghasilan yang dibayar oleh Wajib
+Pajak sanksi administrasi berupa
+kenaikan sebesar 50% (lima puluh
+persen), untuk jenis Pajak Penghasilan
+yang dipotong oleh orang atau badan lain
+sanksi administrasi berupa kenaikan
+sebesar 100% (seratus persen),
+sedangkan untuk jenis Pajak
+Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
+Atas Barang Mewah sanksi administrasi
+berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
+persen).
+Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
+Dihapus.
+Ayat (6)
Cukup jelas.
-51. Pasal 161
-Cukup Jelas.
-52. Pasal 162
-Cukup jelas.
-53. Pasal 163
+Angka 5
+Pasal 13A
+Dihapus.
+866
+Angka 6
+Pasal 14
+Ayat (1)
Cukup jelas.
-54. Pasal 164
+Ayat (2)
+Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini
+disamakan kekuatan hukumnya dengan
+surat ketetapan pajak sehingga dalam
+hal penagihannya dapat juga dilakukan
+dengan Surat Paksa.
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-55. Pasal 165
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-56. Pasal 166
+Ayat (5)
+Dihapus.
+Ayat (5a)
Cukup jelas.
-57. Pasal 167
+Ayat (5b)
Cukup jelas.
-58. Pasal 168
+Ayat (5c)
Cukup jelas.
-981
-59. Pasal 169
+Ayat (6)
Cukup jelas.
-60. Pasal 170
+Angka 7
+Pasal 15
+Ayat (1)
+Untuk menampung kemungkinan
+terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar yang ternyata telah
+ditetapkan lebih rendah atau pajak yang
+terutang dalam suatu Surat Ketetapan
+Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah atau
+telah dilakukan pengembalian pajak yang
+tidak seharusnya sebagaimana telah
+ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak
+Lebih Bayar, Direktur Jenderal Pajak
+berwenang untuk menerbitkan Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima)
+tahun setelah saat terutangnya pajak
+atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
+Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
+Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan merupakan koreksi atas surat
+ketetapan pajak sebelumnya. Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+867
+Tambahan baru diterbitkan apabila
+sudah pernah diterbitkan surat
+ketetapan pajak. Pada prinsipnya untuk
+menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar Tambahan perlu dilakukan
+pemeriksaan. Jika surat ketetapan pajak
+sebelumnya diterbitkan berdasarkan
+pemeriksaan, perlu dilakukan
+pemeriksaan ulang sebelum menerbitkan
+Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
+Tambahan. Dalam hal surat ketetapan
+pajak sebelumnya diterbitkan
+berdasarkan keterangan lain
+sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
+ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar Tambahan juga harus
+diterbitkan berdasarkan pemeriksaan,
+tetapi bukan pemeriksaan ulang.
+Dengan demikian, Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar Tambahan tidak akan
+mungkin diterbitkan sebelum didahului
+dengan penerbitan surat ketetapan
+pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar Tambahan dilakukan
+dengan syarat adanya data baru
+termasuk data yang semula belum
+terungkap yang menyebabkan
+penambahan pajak yang terutang dalam
+surat ketetapan pajak sebelumnya.
+Sejalan dengan itu, setelah Surat
+Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan
+sebagai akibat telah lewat waktu 12 (dua
+belas) bulan sebagaimana dimaksud
+dalam Pasal 17B, Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar Tambahan diterbitkan
+hanya dalam hal ditemukan data baru
+termasuk data yang semula belum
+terungkap. Dalam hal masih ditemukan
+lagi data baru termasuk data yang
+semula belum terungkap pada saat
+diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar Tambahan, dan/atau data
+baru termasuk data yang semula belum
+terungkap yang diketahui kemudian oleh
+Direktur Jenderal Pajak, Surat Ketetapan
+Pajak Kurang Bayar Tambahan masih
+dapat diterbitkan lagi.
+Yang dimaksud dengan “data baru”
+adalah data atau keterangan mengenai
+868
+segala sesuatu yang diperlukan untuk
+menghitung besarnya jumlah pajak yang
+terutang yang oleh Wajib Pajak belum
+diberitahukan pada waktu penetapan
+semula, baik dalam Surat Pemberitahuan
+dan lampiran-lampirannya maupun
+dalam pembukuan perusahaan yang
+diserahkan pada waktu pemeriksaan.
+Selain itu, yang termasuk dalam data
+baru adalah data yang semula belum
+terungkap, yaitu data yang:
+a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak
+dalam Surat Pemberitahuan beserta
+lampirannya (termasuk laporan
+keuangan); dan/atau
+b. pada waktu pemeriksaan untuk
+penetapan semula Wajib Pajak tidak
+mengungkapkan data dan/atau
+memberikan keterangan lain secara
+benar, lengkap, dan terinci sehingga
+tidak memungkinkan fiskus dapat
+menerapkan ketentuan peraturan
+perundang-undangan perpajakan
+dengan benar dalam menghitung
+jumlah pajak yang terutang.
+Walaupun Wajib Pajak telah
+memberitahukan data dalam Surat
+Pemberitahuan atau mengungkapkannya
+pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila
+memberitahukannya atau
+mengungkapkannya dengan cara
+sedemikian rupa sehingga membuat
+fiskus tidak mungkin menghitung
+besarnya jumlah pajak yang terutang
+secara benar sehingga jumlah pajak yang
+terutang ditetapkan kurang dari yang
+seharusnya, hal tersebut termasuk
+dalam pengertian data yang semula
+belum terungkap.
+Contoh:
+1. Dalam Surat Pemberitahuan
+dan/atau laporan keuangan tertulis
+adanya biaya iklan
+Rp10.000.000,00, sedangkan
+sesungguhnya biaya tersebut terdiri
+atas Rp5.000.000,00 biaya iklan di
+media massa dan Rp5.000.000,00
+sisanya adalah sumbangan atau
+hadiah yang tidak boleh dibebankan
+869
+sebagai biaya.
+Apabila pada saat penetapan semula
+Wajib Pajak tidak mengungkapkan
+perincian tersebut sehingga fiskus
+tidak melakukan koreksi atas
+pengeluaran berupa sumbangan
+atau hadiah sehingga pajak yang
+terutang tidak dapat dihitung secara
+benar, data mengenai pengeluaran
+berupa sumbangan atau hadiah
+tersebut tergolong data yang semula
+belum terungkap.
+2. Dalam Surat Pemberitahuan
+dan/atau laporan keuangan
+disebutkan pengelompokan harta
+tetap yang disusutkan tanpa disertai
+dengan perincian harta pada setiap
+kelompok yang dimaksud, demikian
+pula pada saat pemeriksaan untuk
+penetapan semula Wajib Pajak tidak
+mengungkapkan perincian tersebut
+sehingga fiskus tidak dapat meneliti
+kebenaran pengelompokan
+dimaksud, misalnya harta yang
+seharusnya termasuk dalam
+kelompok harta berwujud bukan
+bangunan kelompok 3, tetapi
+dikelompokkan ke dalam kelompok
+2. Akibatnya, atas kesalahan
+pengelompokan harta tersebut tidak
+dilakukan koreksi, sehingga pajak
+yang terutang tidak dapat dihitung
+secara benar. Apabila setelah itu
+diketahui adanya data yang
+menyatakan bahwa pengelompokan
+harta tersebut tidak benar, maka
+data tersebut termasuk data yang
+semula belum terungkap.
+3. Pengusaha Kena Pajak melakukan
+pembelian sejumlah barang dari
+Pengusaha Kena Pajak lain dan atas
+pembelian tersebut oleh Pengusaha
+Kena Pajak penjual diterbitkan
+faktur pajak. Barang-barang
+tersebut sebagian digunakan untuk
+kegiatan yang mempunyai
+hubungan langsung dengan
+kegiatan usahanya, seperti
+pengeluaran untuk kegiatan
+870
+produksi, distribusi, pemasaran,
+dan manajemen, dan sebagian
+lainnya tidak mempunyai hubungan
+langsung. Seluruh faktur pajak
+tersebut dikreditkan sebagai Pajak
+Masukan oleh Pengusaha Kena
+Pajak pembeli.
+Apabila pada saat penetapan semula
+Pengusaha Kena Pajak tidak
+mengungkapkan rincian penggunaan
+barang tersebut dengan benar sehingga
+tidak dilakukan koreksi atas
+pengkreditan Pajak Masukan tersebut
+oleh fiskus, sebagai akibatnya Pajak
+Pertambahan Nilai yang terutang tidak
+dapat dihitung secara benar. Apabila
+setelah itu diketahui adanya data atau
+keterangan tentang kesalahan
+mengkreditkan Pajak Masukan yang
+tidak mempunyai hubungan langsung
+dengan kegiatan usaha dimaksud, data
+atau keterangan tersebut merupakan
+data yang semula belum terungkap.
+Ayat (2)
+Dalam hal setelah diterbitkan surat
+ketetapan pajak ternyata masih
+ditemukan data baru termasuk data yang
+semula belum terungkap yang belum
+diperhitungkan sebagai dasar penetapan
+tersebut, atas pajak yang kurang dibayar
+ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak
+Kurang Bayar Tambahan ditambah
+sanksi administrasi berupa kenaikan
+sebesar 100% (seratus persen) dari pajak
+yang kurang dibayar.
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-61. Pasal 171
+Ayat (4)
+Dihapus.
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-62. Pasal 172
+Angka 8
+Pasal 17B
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “surat
+permohonan telah diterima secara
+lengkap” adalah Surat Pemberitahuan
+871
+yang telah diisi lengkap sebagaimana
+dimaksud dalam Pasal 3.
+Surat ketetapan pajak yang diterbitkan
+berdasarkan hasil pemeriksaan atas
+permohonan pengembalian kelebihan
+pembayaran pajak dapat berupa Surat
+Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
+Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat
+Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
+Ayat (1a)
+Yang dimaksud dengan “sedang
+dilakukan pemeriksaan bukti permulaan”
+adalah dimulai sejak surat
+pemberitahuan pemeriksaan bukti
+permulaan disampaikan kepada Wajib
+Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau
+anggota keluarga yang telah dewasa dari
+Wajib Pajak.
+Ayat (2)
+Batas waktu sebagaimana dimaksud
+pada ayat (1) dimaksudkan untuk
+memberikan kepastian hukum terhadap
+permohonan Wajib Pajak atau Pengusaha
+Kena Pajak sehingga bila batas waktu
+tersebut dilampaui dan Direktur Jenderal
+Pajak tidak memberikan suatu
+keputusan, permohonan tersebut
+dianggap dikabulkan. Selain itu, batas
+waktu tersebut dimaksudkan pula untuk
+kepentingan tertib administrasi
+perpajakan.
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-63. Pasal 184
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-64. Pasal 185
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-65. Pasal 186
+Ayat (6)
Cukup jelas.
-66. Pasal 187
+Ayat (7)
Cukup jelas.
-67. Pasal 188
+Angka 9
+Pasal 19
+Ayat (1)
Cukup jelas.
-68. Pasal 190
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-982
-Pasal 90
-1. Pasal 18
+872
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-2. Huruf a
-Pasal 46A
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-Huruf b
-Pasal 46B
+Angka 10
+Pasal 27A
+Dihapus.
+Angka 11
+Pasal 27B
+Ayat (1)
Cukup jelas.
-Huruf c
-Pasal 46C
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-Huruf d
-Pasal 46D
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-Huruf e
-Pasal 46E
+Ayat (4)
Cukup jelas.
-Pasal 91
-1. Pasal 6
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-2. Pasal 9
+Ayat (6)
Cukup jelas.
-Pasal 92
+Ayat (7)
Cukup jelas.
-983
-Pasal 93
+Ayat (8)
Cukup jelas.
-Pasal 94
-1. Pasal 6
+Angka 12
+Pasal 38
Cukup jelas.
-2. Pasal 35
+Angka 13
+Pasal 44B
Ayat (1)
-Yang dimaksud “memiliki” adalah adanya
-peralihan kepemilikan secara yuridis atas
-badan usaha/perusahaan dan/atau aset
-atau kekayaan yang dimiliki Usaha Mikro,
-Kecil, dan/atau Menengah oleh Usaha
-Besar sebagai mitra usahanya dalam
-pelaksanaan hubungan kemitraan.
+Untuk kepentingan penerimaan negara,
+atas permintaan Menteri Keuangan,
+Jaksa Agung dapat menghentikan
+penyidikan tindak pidana perpajakan
+sepanjang perkara
Ayat (2)
-Yang dimaksud “menguasai” adalah
-adanya peralihan penguasaan secara
-yuridis atas kegiatan usaha yang
-dijalankan dan/atau aset atau kekayaan
-dimiliki Usaha Mikro, Kecil, dan/atau
-Menengah oleh Usaha Besar sebagai mitra
-usahanya dalam pelaksanaan hubungan
-kemitraan.
-Pasal 95
Cukup jelas.
-Pasal 96
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-Pasal 97
-984
+Pasal 114
+Angka 1
+Pasal 141
+873
Cukup jelas.
-Pasal 98
+Angka 2
+Pasal 144
+Dihapus.
+Angka 3
+BAB VIA
Cukup jelas.
-Pasal 99
+Angka 4
+Pasal 156A
Cukup jelas.
-Pasal 100
+Pasal 156B
Cukup jelas.
-Pasal 101
+Angka 5
+Pasal 157
+Ayat (1)
+Penyampaian Rancangan Peraturan
+Daerah kepada Menteri Keuangan
+dimaksudkan dalam rangka
+mempermudah dan mempercepat proses
+koordinasi.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
-Pasal 102
+Ayat (3)
+Dihapus.
+Ayat (4)
+Dihapus.
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-Pasal 103
+Ayat (5a)
Cukup jelas.
-Pasal 104
+Ayat (6)
Cukup jelas.
-Pasal 105
+Ayat (7)
+Dihapus.
+Ayat (8)
Cukup jelas.
-Pasal 106
-Pasal 53A
+Ayat (9)
Cukup jelas.
-Pasal 107
-1. Pasal 6
+Ayat (10)
Cukup jelas.
-985
-2. Pasal 17
-Ayat (1)
-Sebagai pemilik dan pengguna jasa
-Koperasi, anggota berpartisipasi aktif
-dalam kegiatan Koperasi. Sekalipun
-demikian, sepanjang tidak merugikan
-kepentingannya, Koperasi dapat pula
-memberikan pelayanan kepada bukan
-anggota sesuai dengan sifat kegiatan
-usahanya, dengan maksud untuk
-menarik yang bukan anggota menjadi
-anggota Koperasi.
-Ayat (2)
-Buku daftar anggota koperasi dapat
-berbentuk dokumen tertulis atau
-dokumen elektronik.
-3. Pasal 22
+Angka 6
+Pasal 158
Cukup jelas.
-4. Pasal 43
+874
+Angka 7
+Pasal 159
Cukup jelas.
-Pasal 108
+Angka 8
+Pasal 159A
Cukup jelas.
-Pasal 109
-1. Pasal 63
-Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “Orang Asing
-tertentu” adalah Orang Asing yang
-memegang Izin Tinggal terbatas atau Izin
-Tinggal Tetap.
-Ayat (2)
-Yang dimaksud dengan ”perubahan
-status sipil” antara lain kelahiran,
-986
-perkawinan, perceraian, kematian, dan
-perubahan lain, misalnya perubahan
-jenis kelamin
-Ayat (3)
-Cukup Jelas.
-Ayat (4)
-Huruf a
-Ketentuan mengenai penjaminan
-tidak diberlakukan bagi orang asing
-yang kawin secara sah dengan
-warga negara Indonesia karena pada
-dasarnya suami atau istri dalam
-suatu perkawinan bertanggung
-jawab kepada pasangannya
-dan/atau anaknya.
-Huruf b
-Cukup Jelas
-Ayat (5)
-Cukup Jelas.
-Ayat (6)
-Cukup Jelas.
-Ayat (7)
-Cukup Jelas.
-2. Pasal 71
+Pasal 115
+Angka 1
+Pasal 1
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 37
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 38
Ayat (1)
-Huruf a
-Yang dimaksud dengan ”perubahan
-status sipil” antara lain kelahiran,
-perkawinan, perceraian, dan
-kematian.
-Jika telah dilaksanakan oleh
-penjaminnya tidak perlu lagi
-987
-dilaksanakan oleh Orang Asing yang
-bersangkutan.
-Huruf b
-Cukup Jelas
+Yang dimaksud dengan “standar mutu
+wajib” adalah standar nasional Indonesia
+(SNI) yang diberlakukan secara wajib
+pada Komoditas Perikanan dan
+Komoditas Pergaraman.
Ayat (2)
-Cukup Jelas
-Pasal 110
-1. Pasal 20
-Cukup Jelas.
-Pasal 111
-1. Pasal 7
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 38A
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 74
+Cukup jelas.
+Pasal 116
+Dihapus.
+Pasal 117
+Angka 1
+Pasal 1
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 87
Ayat (1)
-Yang dimaksud dengan “orang” adalah
-orang perseorangan, baik warga negara
-Indonesia maupun asing atau badan
-hukum Indonesia atau asing. Ketentuan
-dalam ayat ini menegaskan prinsip yang
-berlaku berdasarkan Undang-Undang ini
-bahwa pada dasarnya sebagai badan
-hukum, Perseroan didirikan berdasarkan
-perjanjian, karena itu mempunyai lebih
-dari 1 (satu) orang pemegang saham.
+BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah
+Desa untuk mendayagunakan segala
+875
+potensi ekonomi, kelembagaan
+perekonomian, serta potensi sumber
+daya alam dan sumber daya manusia
+dalam rangka meningkatkan
+kesejahteraan masyarakat Desa. BUM
+Desa secara spesifik tidak dapat
+disamakan dengan badan hukum seperti
+perseroan terbatas, CV, atau koperasi.
+Oleh karena itu, BUM Desa merupakan
+suatu badan usaha bercirikan Desa yang
+dalam pelaksanaan kegiatannya di
+samping untuk membantu
+penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
+juga untuk memenuhi kebutuhan
+masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat
+melaksanakan fungsi pelayanan jasa,
+perdagangan, dan pengembangan
+ekonomi lainnya. Dalam meningkatkan
+sumber pendapatan Desa, BUM Desa
+dapat menghimpun tabungan dalam
+skala lokal masyarakat Desa, antara lain
+melalui pengelolaan dana bergulir dan
+simpan pinjam. BUM Desa dalam
+kegiatannya tidak hanya berorientasi
+pada keuntungan keuangan, tetapi juga
+berorientasi untuk mendukung
+peningkatan kesejahteraan masyarakat
+Desa. BUM Desa diharapkan dapat
+mengembangkan unit usaha dalam
+mendayagunakan potensi ekonomi.
+Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan
+dan berkembang dengan baik, sangat
+dimungkinkan pada saatnya BUM Desa
+mengikuti badan hukum yang telah
+ditetapkan dalam ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
Ayat (2)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Dalam hal Peleburan seluruh aktiva dan
-pasiva Perseroan yang meleburkan diri
-masuk menjadi modal Perseroan hasil
-Peleburan dan pendiri tidak mengambil
-bagian saham sehingga pendiri dari
-Perseroan hasil Peleburan adalah
-988
-Perseroan yang meleburkan diri dan
-nama pemegang saham dari Perseroan
-hasil Peleburan adalah nama pemegang
-saham dari Perseroan yang meleburkan
-diri.
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
+Dalam rangka keterpaduan
+pembangunan daerah, BUM Desa dan
+unit usaha dibawahnya dalam
+menjalankan kegiatan usaha harus
+sesuai dengan rencana induk
+pembangunan daerah.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+876
+Pasal 118
+Angka 1
+Pasal 44
+Ayat (1)
+30 (tiga puluh) hari dihitung sejak
+diterimanya petikan putusan Komisi
+oleh pelaku usaha atau kuasa
+hukumnya.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
Ayat (5)
-Cukup Jelas
-Ayat (6)
-Perikatan dan kerugian Perseroan yang
-menjadi tanggung jawab pribadi
-pemegang saham adalah perikatan dan
-kerugian yang terjadi setelah lewat
-waktu 6 (enam) bulan tersebut.
-Yang dimaksud dengan “pihak yang
-berkepentingan” adalah kejaksaan untuk
-kepentingan umum, pemegang saham,
-Direksi, Dewan Komisaris, karyawan
-Perseroan, kreditor, dan/atau pemangku
-kepentingan (stake holder) lainnya.
-Ayat (7)
-Karena status dan karakteristik yang
-khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi
-Perseroan sebagaimana dimaksud pada
-ayat ini diatur dalam peraturan
-perundang-undangan tersendiri.
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 45
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 47
+Ayat (1)
+Cukup jelas.
+Ayat (2)
Huruf a
-Yang dimaksud dengan “persero”
-adalah badan usaha milik negara
-yang berbentuk Perseroan yang
-modalnya terbagi dalam saham
-989
-yang diatur dalam Undang-Undang
-tentang badan usaha milik negara.
-Huruf b
-Cukup Jelas.
-Huruf c
-Cukup Jelas.
-Ayat (8)
-Cukup Jelas
-2. Pasal 30
-Cukup Jelas.
-3. Pasal 32
-Cukup Jelas
-4. Huruf a
-Pasal 153A
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
Huruf b
-Pasal 153B
-Cukup Jelas
+Penghentian integrasi vertikal
+antara lain dilaksanakan dengan
+pembatalan perjanjian, pengalihan
+sebagian perusahaan kepada
+pelaku usaha lain, atau perubahan
+bentuk rangkaian produksinya.
Huruf c
-Pasal 153C
-Cukup Jelas
+Yang diperintahkan untuk
+dihentikan adalah kegiatan atau
+tindakan tertentu dan bukan
+kegiatan usaha pelaku usaha
+secara keseluruhan.
Huruf d
-Pasal 153D
-Cukup Jelas
-Huruf e
-Pasal 153E
-Cukup Jelas
-Huruf f
-Pasal 153F
-990
-Cukup Jelas
-Huruf g
-Pasal 153G
-Cukup Jelas
-Huruf h
-Pasal 153H
-Cukup Jelas
-Huruf i
-Pasal 153I
-Cukup Jelas
-Huruf j
-Pasal 153J
-Cukup Jelas
-Pasal 112
Cukup jelas.
-Pasal 113
-1. Pasal 141
-Cukup Jelas
-2. Pasal 144
-Cukup Jelas
-Pasal 114
-Cukup jelas.
-Pasal 115
-1. Pasal 1
-Cukup jelas.
-2. Pasal 37
-991
-Cukup Jelas.
-3. Pasal 38
-Cukup Jelas
-4. Pasal 74
-Cukup Jelas.
-Pasal 116
-Cukup Jelas.
-Pasal 117
-1. Pasal 1
+Huruf e
Cukup jelas.
-2. Pasal 87
+Huruf f
+877
+Ganti rugi diberikan kepada pelaku
+usaha dan kepada pihak lain yang
+dirugikan.
+Huruf g
Cukup jelas.
-Pasal 118
-1. Pasal 44
+Ayat (3)
Cukup jelas.
-2. Pasal 45
+Angka 4
+Pasal 48
Cukup jelas.
-3. Pasal 47
-Cukup Jelas
-4. Pasal 48
-Cukup Jelas
-992
-5. Pasal 49
-Cukup Jelas
+Angka 5
+Pasal 49
+Dihapus.
Pasal 119
-1. Cukup jelas.
-2. Pasal 66
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Pasal 120
+Angka 1
+BAB V
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 121
-1. Pasal 8
+Pasal 48
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan "terintegrasi" adalah
+upaya mengarahkan dan menyinergikan
+antara lain dalam penyusunan perencanaan,
+program, anggaran, dan Sumber Daya Ilmu
+Pengetahuan dan Teknologi bidang Penelitian,
+Pengembangan, Pengkajian, dan Perrerapan
+untuk menghasilkan Invensi dan Inovasi
+sebagai landasan ilmiah dalam perumusan
+dan penetapan kebijakan pembangunan
+nasional.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Pasal 122
+Cukup jelas.
+878
+Pasal 123
+Angka 1
+Pasal 8
Ayat (1)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Huruf b
Pinjam Pakai khusus untuk proyekproyek yang sifatnya tidak
permanen.
-2. Pasal 10
-Ayat (1)
-993
+Angka 2
+Pasal 10
Huruf a
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf b
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf c
-Yang dimaksud dengan
-“bendungan” adalah bangunan
-yang berupa urukan tanah,
-urukan batu, beton, dan/atau
-pasangan batu yang dibangun
-selain untuk menahan dan
-menampung air juga untuk
-menahan dan menampung limbah
-tambang (tailing) atau lumpur
+Yang dimaksud dengan “bendungan”
+adalah bangunan yang berupa urukan
+tanah, urukan batu, beton, dan/atau
+pasangan batu yang dibangun selain
+untuk menahan dan menampung air
+juga untuk menahan dan menampung
+limbah tambang (tailing) atau lumpur
sehingga terbentuk waduk.
Yang dimaksud dengan “bendung”
-adalah tanggul untuk menahan air
-di sungai, tepi laut, dan
-sebagainya.
+adalah tanggul untuk menahan air di
+sungai, tepi laut, dan sebagainya.
Huruf d
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf e
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf f
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf g
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf h
-Yang dimaksud dengan “sampah”
-adalah sampah sesuai dengan
-Undang-Undang yang mengatur
-pengelolaan sampah
+Yang dimaksud dengan “sampah” adalah
+sampah sesuai dengan undang-undang
+yang mengatur pengelolaan sampah.
Huruf i
-994
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
+879
Huruf j
-Yang dimaksud “fasilitas
-keselamatan umum” adalah semua
-fasilitas yang diperlukan untuk
-menanggulangi akibat suatu
-bencana, antara lain rumah sakit
-darurat, rumah penampungan
-darurat, serta tanggul
-penanggulangan bahaya banjir,
-lahar, dan longsor
+Yang dimaksud “fasilitas keselamatan
+umum” adalah semua fasilitas yang
+diperlukan untuk menanggulangi akibat
+suatu bencana, antara lain rumah sakit
+darurat, rumah penampungan darurat,
+serta tanggul penanggulangan bahaya
+banjir, lahar, dan longsor.
Huruf k
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf l
-Yang dimaksud dengan “ruang
-terbuka hijau publik” adalah
-ruang terbuka hijau sesuai dengan
-Undang-Undang yang mengatur
-penataan ruang.
+Yang dimaksud dengan “fasilitas sosial”
+digunakan antara lain untuk
+kepentingan keagamaan atau beribadah.
+Yang dimaksud dengan "ruang terbuka
+hijau publik" adalah ruang terbuka hijau
+sesuai dengan undang-undang yang
+mengatur penataan ruang.
Huruf m
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “kantor
-Pemerintah/Pemerintah
-Daerah/desa” adalah sarana dan
-prasarana untuk
-menyelenggarakan fungsi
-pemerintahan, termasuk lembaga
-pemasyarakatan, rumah tahanan
-negara, dan unit pelaksana teknis
-Lembaga pemasyarakatan lain.
+Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa”
+adalah sarana dan prasarana untuk
+menyelenggarakan fungsi pemerintahan,
+termasuk lembaga pemasyarakatan,
+rumah tahanan negara, dan unit
+pelaksana teknis lembaga
+pemasyarakatan lain.
Huruf o
-995
-Yang dimaksud dengan
-“perumahan untuk masyarakat
-berpenghasilan rendah” adalah
-perumahan masyarakat yang
-dibangun di atas tanah
-Pemerintah atau Pemerintah
-Daerah dan kepada penghuninya
-diberikan status rumah sewa.
+Yang dimaksud dengan “perumahan
+untuk masyarakat berpenghasilan
+rendah” adalah perumahan masyarakat
+yang dibangun di atas tanah Pemerintah
+atau Pemerintah Daerah dan kepada
+penghuninya diberikan status rumah
+sewa.
Huruf p
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf q
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf r
-Yang dimaksud dengan “pasar
-umum dan lapangan parkir
-umum” adalah pasar dan lapangan
-parkir yang direncanakan,
-dilaksanakan, dikelola, dan
-dimiliki oleh Pemerintah dan/atau
-Pemerintah daerah dan
-pengelolaannya dapat dilakukan
-dengan bekerja sama dengan
-Badan Usaha Milik Negara, Badan
-Usaha Milik Daerah, atau badan
+Yang dimaksud dengan “pasar umum
+dan lapangan parkir umum” adalah
+pasar dan lapangan parkir yang
+direncanakan, dilaksanakan, dikelola,
+dan dimiliki oleh Pemerintah dan/atau
+Pemerintah daerah dan pengelolaannya
+dapat dilakukan dengan bekerja sama
+880
+dengan Badan Usaha Milik Negara,
+Badan Usaha Milik Daerah, atau badan
usaha swasta.
Huruf s
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf t
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf u
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf v
-996
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf w
-Cukup Jelas.
-Ayat (2)
Cukup jelas.
-3. Pasal 14
-Cukup Jelas.
-4. Pasal 19
+Huruf x
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 14
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengelola dan
pengguna Barang Milik Negara/ Barang
@@ -31759,50 +37932,49 @@ Milik Daerah” adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan peraturan perUndangUndang di bidang perbendaharaan
Negara.
Ayat (2)
-Yang dimaksud dengan “masyarakat yang
-terkena dampak” misalnya masyarakat
-yang berbatasan langsung dengan lokasi
-Pengadaan Tanah.
+Yang dimaksud dengan “masyarakat
+yang terkena dampak” misalnya
+masyarakat yang berbatasan langsung
+dengan lokasi Pengadaan Tanah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “surat kuasa”
-adalah surat kuasa untuk
-mewakili konsultasi publik sesuai dengan
-ketentuan peraturan perundangundangan.
-Yang dimaksud dengan “dari dan oleh
-Pihak yang Berhak” adalah penerima
-kuasa dan pemberi kuasa sama-sama
-berasal dari Pihak yang Berhak.
-997
+adalah surat kuasa untuk mewakili
+konsultasi publik sesuai dengan
+ketentuan peraturan perundangundangan. Yang dimaksud dengan “dari
+dan oleh Pihak yang Berhak” adalah
+penerima kuasa dan pemberi kuasa
+sama-sama berasal dari Pihak yang
+Berhak.
Ayat (4)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (5)
-Cukup Jelas.
-Ayat (6)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
+Ayat (6)
+881
+Cukup jelas
Ayat (7)
-Cukup Jelas.
-Ayat (8)
Cukup jelas.
-5. Huruf a
+Ayat (8)
+Cukup jelas
+Angka 5
Pasal 19A
-Cukup Jelas
-Huruf b
+Cukup jelas.
Pasal 19B
-Cukup Jelas
-Huruf c
+Cukup jelas.
Pasal 19C
-Cukup Jelas
-6. Pasal 24
-Cukup Jelas
-7. Pasal 28
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 24
+Cukup jelas.
+Angka 7
+Pasal 28
Ayat (1)
Inventarisasi dan identifikasi
dilaksanakan untuk mengetahui Pihak
yang Berhak dan Objek Pengadaan
Tanah. Hasil inventarisasi dan
identifikasi tersebut memuat daftar
-nominasi Pihak yang Berhak dan Objek
-998
+nominasi Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah. Pihak yang Berhak
meliputi nama, alamat, dan pekerjaan
pihak yang menguasai/memiliki tanah.
@@ -31810,30 +37982,31 @@ Objek Pengadaan Tanah meliputi letak,
luas, status, serta jenis penggunaan dan
pemanfaatan tanah.
Ayat (2)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Ayat (3)
-Cukup Jelas
-8. Pasal 34
-Cukup Jelas
-9. Pasal 36
+Cukup jelas
+Angka 8
+Pasal 34
+Cukup jelas.
+Angka 9
+Pasal 36
Ayat (1)
Huruf a
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
+882
Huruf b
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf c
-Yang dimaksud dengan
-“permukiman kembali” adalah
-proses kegiatan penyediaan tanah
-pengganti kepada Pihak yang Berhak
-ke lokasi lain sesuai dengan
-kesepakatan dalam proses
-Pengadaan Tanah.
+Yang dimaksud dengan “pemukiman
+kembali” adalah proses kegiatan
+penyediaan tanah pengganti kepada
+Pihak yang Berhak ke lokasi lain
+sesuai dengan kesepakatan dalam
+proses Pengadaan Tanah.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”bentuk
ganti kerugian melalui kepemilikan
-saham” adalah penyertaan saham
-999
+saham” adalah penyertaan saham
dalam kegiatan pembangunan
untuk kepentingan umum terkait
dan/atau pengelolaannya yang
@@ -31846,17 +38019,18 @@ bentuk Ganti Kerugian sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d.
Ayat (2)
-Cukup Jelas
-10. Pasal 40
+Cukup jelas.
+Angka 10
+Pasal 40
Pemberian Ganti Kerugian pada prinsipnya
-harus diserahkan langsung kepada Pihak yang
-Berhak atas ganti kerugian. Apabila
+harus diserahkan langsung kepada Pihak
+yang Berhak atas ganti kerugian. Apabila
berhalangan, pihak yang Berhak karena
hukum dapat memberikan kuasa kepada
pihak lain atau ahli waris. Penerima kuasa
hanya dapat menerima kuasa dari satu orang
-yang berhak atas Ganti Kerugian. Yang berhak
-antara lain:
+yang berhak atas Ganti Kerugian.
+Yang berhak antara lain:
a. pemegang hak atas tanah;
b. pemegang hak pengelolaan;
c. nadzir, untuk tanah wakaf;
@@ -31865,13 +38039,14 @@ e. masyarakat hukum adat;
f. pihak yang menguasai tanah negara
dengan itikad baik antara lain tanah
terlantar, tanah bekas hak barat.
-1000
g. pemegang dasar penguasaan atas tanah;
-dan/atau
+dan/atau
+883
h. pemilik bangunan, tanaman atau benda
lain yang berkaitan dengan tanah.
-Yang dimaksud dengan “pihak yang menguasai
-tanah negara dengan itikad baik” adalah:
+Yang dimaksud dengan “pihak yang
+menguasai tanah negara dengan itikad baik”
+adalah:
1. penguasaan tanah yang diakui oleh
peraturan perundang-undangan;
2. tidak ada keberatan dari Masyarakat
@@ -31885,56 +38060,62 @@ dari 2 (dua) orang saksi yang dapat
dipercaya;
Pada ketentuannya, Ganti Kerugian diberikan
kepada pemegang Hak atas Tanah. Untuk hak
-guna bangunan atau hak pakai yang berada di
-atas tanah yang bukan miliknya, Ganti
-Kerugian diberikan kepada pemegang hak guna
-bangunan atau hak pakai atas bangunan,
-tanaman, atau benda lain yang berkaitan
-dengan tanah yang dimiliki atau dipunyainya,
-sedangkan Ganti Kerugian atas tanahnya
-diberikan kepada pemegang hak milik atau hak
-pengelolaan. Ganti Kerugian atas tanah hak
-ulayat diberikan dalam bentuk tanah
-pengganti, permukiman kembali, atau bentuk
-lain yang disepakati oleh masyarakat hukum
-adat yang bersangkutan. Pihak yang
-menguasai tanah negara yang dapat diberikan
-1001
+guna bangunan atau hak pakai yang berada
+di atas tanah yang bukan miliknya, Ganti
+Kerugian diberikan kepada pemegang hak
+guna bangunan atau hak pakai atas
+bangunan, tanaman, atau benda lain yang
+berkaitan dengan tanah yang dimiliki atau
+dipunyainya, sedangkan Ganti Kerugian atas
+tanahnya diberikan kepada pemegang hak
+milik atau hak pengelolaan. Ganti Kerugian
+atas tanah hak ulayat diberikan dalam
+bentuk tanah pengganti, permukiman
+kembali, atau bentuk lain yang disepakati
+oleh masyarakat hukum adat yang
+bersangkutan. Pihak yang menguasai tanah
+negara yang dapat diberikan
Ganti Kerugian adalah pemakai tanah negara
yang sesuai dengan atau tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Misalnya, bekas pemegang hak yang telah
habis jangka waktunya yang masih
-menggunakan atau memanfaatkan tanah yang
-bersangkutan, pihak yang menguasai tanah
-negara berdasarkan sewa-menyewa, atau pihak
-lain yang menggunakan atau memanfaatkan
-tanah negara bebas dengan tidak melanggar
-ketentuan peraturan perundang-undangan.
+menggunakan atau memanfaatkan tanah
+yang bersangkutan, pihak yang menguasai
+tanah negara berdasarkan sewa-menyewa,
+atau pihak lain yang menggunakan atau
+memanfaatkan tanah negara bebas dengan
+tidak melanggar ketentuan peraturan
+perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan "pemegang dasar
penguasaan atas tanah" adalah pihak yang
memiliki alat bukti yang diterbitkan oleh
-pejabat yang berwenang yang membuktikan
+pejabat yang berwenang yang membuktikan
+884
adanya penguasaan yang bersangkutan atas
-tanah yang bersangkutan, misalnya pemegang
-akta jual beli atas Hak atas Tanah yang belum
-dibalik nama, pemegang akta jual beli atas hak
-milik adat yang belum diterbitkan sertifikat,
-dan pemegang surat izin menghuni. Bangunan,
+tanah yang bersangkutan, misalnya
+pemegang akta jual beli atas Hak atas Tanah
+yang belum dibalik nama, pemegang akta jual
+beli atas hak milik adat yang belum
+diterbitkan sertifikat, dan pemegang surat izin
+menghuni.
+Bangunan, tanaman, atau benda lain yang
+berkaitan dengan tanah yang belum atau
+tidak dipunyai dengan Hak atas Tanah, Ganti
+Kerugian diberikan kepada pemilik bangunan,
tanaman, atau benda lain yang berkaitan
-dengan tanah yang belum atau tidak dipunyai
-dengan Hak atas Tanah, Ganti Kerugian
-diberikan kepada pemilik bangunan, tanaman,
-atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
-11. Pasal 42
-Cukup Jelas
-12. Pasal 46
-Cukup Jelas
-1002
-Pasal 122
-1. Pasal 44
+dengan tanah.
+Angka 11
+Pasal 42
+Cukup jelas.
+Angka 12
+Pasal 46
+Cukup jelas.
+Pasal 124
+Angka 1
+Pasal 44
Ayat (1)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kepentingan
umum” adalah kepentingan sebagian
@@ -31948,24 +38129,40 @@ stasiun dan jalan kereta api, terminal,
fasilitas keselamatan umum, cagar alam,
serta pembangkit dan jaringan listrik.
Ayat (3)
-Cukup Jelas
-2. Pasal 71
-Cukup Jelas.
-3. Pasal 73
-Cukup Jelas.
-Pasal 123
Cukup jelas.
-Pasal 124
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Ayat (6)
+Cukup jelas.
+Angka 2
+885
+Pasal 73
Cukup jelas.
-1003
Pasal 125
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Pasal 126
+Ayat (1)
+Huruf a
+Cukup jelas.
+Huruf b
+Cukup jelas.
+Huruf c
+Cukup jelas.
+Huruf d
+Cukup jelas.
+Huruf e
+Cukup jelas.
+Huruf f
+Reforma agraria dalam kerangka bank tanah
+tidak termasuk tanah dalam kawasan hutan.
+Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
@@ -31975,12 +38172,12 @@ Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Pasal 134
-Cukup Jelas.
-1004
+Cukup jelas.
Pasal 135
-Cukup Jelas.
+886
+Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
@@ -31994,14 +38191,32 @@ Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
-1. Pasal 1
Cukup jelas.
-2. Pasal 3
+Pasal 143
+Cukup jelas.
+Pasal 144
+Cukup jelas.
+Pasal 145
+Cukup jelas.
+Pasal 146
+Cukup jelas.
+Pasal 147
+Cukup jelas.
+Pasal 148
+Cukup jelas.
+Pasal 149
+Cukup jelas.
+Pasal 150
+Angka 1
+Pasal 1
+Cukup jelas.
+887
+Angka 2
+Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf b
-1005
Yang dimaksud dengan “Zona
Logistik dan distribusi” adalah area
yang diperuntukkan bagi kegiatan
@@ -32029,26 +38244,31 @@ rekreasi, pertemuan, perjalanan
insentif dan pameran, serta kegiatan
yang terkait.
Huruf e
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Huruf f
-Cukup Jelas
-1006
+Cukup jelas
Huruf g
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Huruf h
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “perumahan bagi
-pekerja” adalah pembangunan
+pekerja” adalah pembangunan
+888
perumahan terpisah dari kegiatan usaha
-yang ada di KEK
-Ayat (5)
-Cukup Jelas.
-3. Pasal 4
+yang ada di KEK.
+Ayat (6)
+Cukup jelas.
+Ayat (7)
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kawasan
lindung” adalah wilayah yang ditetapkan
@@ -32062,15 +38282,16 @@ batas yang jelas” adalah batas alam
(sungai atau laut) atau batas buatan
(pagar atau tembok).
Huruf c
-1007
Luasan lahan yang harus dikuasai
terlebih dahulu ditetapkan berdasarkan
pertimbangan Dewan Nasional KEK.
-4. Pasal 5
-Cukup Jelas
-5. Pasal 6
+Angka 4
+Pasal 5
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 6
Ayat (1)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Lokasi pengembangan yang
@@ -32085,23 +38306,27 @@ ditetapkan oleh Badan Usaha,
pemerintah daerah, Pemerintah
atau Badan Usaha Pengelola KEK;
Huruf c
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
+889
Huruf d
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf e
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf f
-Cukup Jelas.
-1008
+Cukup jelas.
Huruf g
-Cukup Jelas.
-6. Pasal 8A
-Cukup Jelas
-7. Pasal 10
Cukup jelas.
-8. Pasal 11
-Cukup Jelas
-9. Pasal 13
+Angka 6
+Pasal 8A
+Cukup jelas.
+Angka 7
+Pasal 10
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 11
+Dihapus.
+Angka 9
+Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
@@ -32112,24 +38337,26 @@ berasal dari Pemerintah, pemerintah
daerah, dan swasta, serta hak
kepemilikan setelah masa kerja sama
berakhir.
-10. Pasal 16
+Angka 10
+Pasal 16
Cukup jelas.
-11. Pasal 17
+Angka 11
+Pasal 17
Huruf a
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf b
-Cukup Jelas.
-1009
+Cukup jelas.
Huruf c
Standar pengelolaan di KEK mengatur
antara lain standar infrastruktur dan
pelayanan
Huruf d
-Cukup Jelas.
+890
+Cukup jelas.
Huruf e
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf f
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “permasalahan
strategis” antara lain permasalahan yang
@@ -32139,58 +38366,93 @@ nasional dan/atau daerah yang
memengaruhi pelaksanaan pengelolaan
dan pengembangan KEK.
Huruf h
-Cukup Jelas.
-12. Pasal 19
Cukup jelas.
-13. Pasal 20
-Cukup Jelas
-14. Pasal 21
+Angka 12
+Pasal 19
+Cukup jelas.
+Angka 13
+Pasal 20
+Dihapus.
+Angka 14
+Pasal 21
+Cukup jelas.
+Angka 15
+Pasal 22
+Cukup jelas.
+Angka 16
+Pasal 23
+Ayat (1)
+Huruf a
Cukup jelas.
-15. Pasal 22
+Huruf b
+Yang dimaksud dengan “pelayanan
+non perizinan” adalah segala bentuk
+kemudahan pelayanan fasilitas
+fiskal, fasilitas non-fiskal dan
+informasi mengenai penanaman
+modal, sesuai dengan ketentuan
+peraturan perundang-undangan.
+Contoh pelayanan non perizinan
+antara lain: pajak, kepabeanan,
+cukai, lalu lintas barang dan
+keimigrasian.
+891
+Huruf c
Cukup jelas.
-1010
-16. Pasal 23
-Ayat (1)
-Dengan ketentuan ini, penyelesaian
-perizinan dan non perizinan yang
-diajukan oleh Badan Usaha dan Pelaku
-Usaha di KEK cukup diselesaikan di
-Administrator dan tidak perlu
-diselesaikan di K/L atau Pemda.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
-Ayat (4)
-Cukup Jelas.
-Ayat (5)
-Cukup Jelas.
-17. Pasal 24
-Cukup Jelas.
-18. Huruf a
+Cukup jelas.
+Angka 17
+Pasal 24
+Cukup jelas.
+Angka 18
Pasal 24A
Cukup jelas.
-Huruf b
Pasal 24B
-Cukup Jelas.
-Huruf c
+Cukup jelas.
Pasal 24C
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “pola pengelolaan
+keuangan Badan Layanan Umum”, adalah
+pola pengelolaan keuangan yang
+memberikan fleksibilitas berupa
+keleluasaan untuk menerapkan praktekpraktek bisnis yang sehat untuk
+meningkatkan pelayanan kepada
+masyarakat dalam rangka memajukan
+kesejahteraan umum dan mencerdaskan
+kehidupan bangsa.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 19
+Pasal 25
Cukup jelas.
-1011
-19. Pasal 25
-Cukup Jelas.
-20. Pasal 26
-Cukup Jelas.
-21. Pasal 27
+Angka 20
+Pasal 26
+Cukup jelas.
+Angka 21
+Pasal 27
Ayat (1)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Pada wilayah yang tidak ditetapkan
+sebagai KEK, terdapat ketentuan
+mengenai pembatasan impor. Namun,
+892
+ketentuan mengenai pembatasan impor
+tersebut tidak dapat diberlakukan bagi
+barang yang dimasukkan ke dalam KEK
+mengingat barang yang dimasukkan ke
+dalam KEK digunakan untuk
+pembangunan dan pengoperasian KEK.
+Apabila pembatasan impor diberlakukan
+di KEK maka dapat mengurangi daya
+saing KEK.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (4)
-Yang dimaksud dengan “sistem
-terintegrasi secara nasional” adalah
+Yang dimaksud dengan “sistem elektronik
+yang terintegrasi secara nasional” adalah
integrasi sistem secara nasional yang
memungkinkan dilakukannya
penyampaian data dan informasi secara
@@ -32200,17 +38462,19 @@ penyampaian keputusan secara tunggal
untuk pemberian perizinan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Ayat (5)
-Cukup Jelas.
-22. Pasal 30
-Cukup Jelas.
-1012
-23. Pasal 31
-Cukup Jelas.
-24. Pasal 32
+Cukup jelas.
+Angka 22
+Pasal 30
+Cukup jelas.
+Angka 23
+Pasal 31
+Dihapus.
+Angka 24
+Pasal 32
Ayat (1)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud serta
@@ -32218,18 +38482,36 @@ Jasa Kena Pajak di KEK” adalah
pemanfaatan baik yang berasal dari
dalam KEK sendiri ataupun yang berasal
dari KEK lainnya, Luar Daerah Pabean,
-Tempat Lain Dalam Daerah Pabean,
+Tempat Lain Dalam Daerah Pabean,
+893
Kawasan Bebas, dan Tempat
Penimbunan Berikat
Ayat (4)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (5)
-Cukup Jelas.
-25. Pasal 32A
-Cukup Jelas.
-26. Pasal 33A
+Cukup jelas.
+Angka 25
+Pasal 32A
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “barang
+konsumsi” mencakup antara lain:
+a. barang konsumsi yang diperlukan oleh
+Pelaku Usaha di KEK yang kegiatan
+utamanya bukan produksi dan
+pengolahan dalam menjalankan
+usahanya;
+b. waktu penggunaannya relatif singkat;
+dan
+c. tidak ditujukan untuk penggunaan di
+luar KEK.
+Jenis dan jumlahnya diusulkan oleh
+Administror dan disetujui oleh Dewan
+Nasional.
+Ayat (2)
+Cukup jelas.
+Angka 26
+Pasal 33A
Ayat (1)
-1013
Pelayanan kepabeanan mandiri meliputi
antara lain pelekatan dan/atau pelepasan
tanda pengaman, pelayanan pemasukan
@@ -32239,171 +38521,247 @@ pelayanan pemuatan barang, pelayanan
pengeluaran barang; dan/atau pelayanan
lainnya.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
-27. Pasal 35
-Cukup Jelas.
-28. Pasal 36
-Cukup Jelas.
-29. Pasal 37A
-Cukup Jelas.
-30. Pasal 38
-Cukup Jelas
-31. Pasal 38A
-Cukup Jelas
-32. Pasal 40
-Cukup Jelas
-33. Pasal 41
+Cukup jelas.
+Angka 27
+Pasal 35
+Cukup jelas.
+Angka 28
+Pasal 36
+Cukup jelas.
+894
+Angka 29
+Pasal 38
+Cukup jelas.
+Angka 30
+Pasal 38A
+Cukup jelas.
+Angka 31
+Pasal 40
+Cukup jelas.
+Angka 32
+Pasal 41
Yang dimaksud dengan “jabatan direksi atau
-komisaris” adalah jabatan direksi atau
-1014
+komisaris” adalah jabatan direksi atau
komisaris yang tercantum dalam akte
-pendirian perusahaan atau perubahannya
-34. Pasal 43
+pendirian perusahaan atau perubahannya.
+Ketentuan ini diperlukan dalam rangka
+meningkatkan daya saing KEK.
+Angka 33
+Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Lembaga Kerja
Sama Tripartit Khusus” adalah Lembaga
Kerja Sama Tripartit yang berada di KEK.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
-35. Pasal 44
-Cukup Jelas
-36. Pasal 45
-Cukup Jelas
-37. Pasal 47
+Cukup jelas.
+Angka 34
+Pasal 44
+Dihapus.
+Angka 35
+Pasal 45
+Dihapus.
+Angka 36
+Pasal 47
Yang dimaksud dengan “perjanjian kerja
-bersama (PKB) adalah perjanjian kerja
+bersama (PKB)” adalah perjanjian kerja
bersama yang dibuat oleh serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada
instansi yang bertangung jawab di bidang
ketenagakerjaan dengan pengusaha.
-38. Pasal 48
-Cukup Jelas
-Pasal 143
+Angka 37
+895
+Pasal 48
Cukup jelas.
-1015
-Pasal 144
-1. Pasal 6
-Cukup Jelas.
-2. Pasal 7
-Cukup Jelas.
-3. Pasal 10.
-Cukup Jelas.
-4. Pasal 11
-Cukup Jelas.
-Pasal 145
+Pasal 151
+Cukup jelas.
+Pasal 152
+Angka 1
+Pasal 6
+Cukup jelas.
+Angka 2
+Pasal 7
+Cukup jelas.
+Angka 3
+Pasal 10
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 11
+Cukup jelas.
+Pasal 153
Pasal 9
Cukup jelas.
-Pasal 146
+Pasal 154
Ayat (1)
Dalam melakukan investasi, pemerintah
-melakukan pengelolaan dan penempatan
-sejumlah dana dan/atau aset untuk
-memperoleh manfaat ekonomi, sosial,
-dan/atau manfaat lainnya.
+melakukan pengelolaan dan penempatan sejumlah
+dana dan/atau aset untuk memperoleh manfaat
+ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
+Cukup jelas.
+Ayat (4)
Huruf a
-Cukup Jelas
+Cukup jelas.
Huruf b
-1016
-Yang dimaksud dengan “kegiatan
-pengelolaan aset” adalah antara lain
-namun tidak terbatas pada kegiatan
-divestasi, akuisisi, pengelolaan,
-restrukturisasi perusahaan (saham)
-maupun aset tetap dan lain-lain yang
-dilakukan secara langsung maupun
-secara tidak langsung baik dilakukan
-sendiri atau melalui kerjasama dengan
-pihak ketiga atau melalui pembentukan
-entitas khusus baik berbentuk badan
-hukum Indonesia maupun badan
-hukum asing.
+Cukup jelas.
Huruf c
-Dalam melakukan kerja sama dengan
-entitas dana perwalian (trust fund),
-penyedia dana (settlor) harus
-memberikan kuasa kepada entitas dana
-perwalian (trust fund) dalam rangka
-melakukan pengelolaan investasi dengan
-lembaga
+Dalam melakukan kerja sama dengan entitas
+dana perwalian (trust fund), penyedia dana
+(settlor) harus memberikan kuasa kepada
+entitas dana perwalian (trust fund) dalam
+rangka melakukan pengelolaan investasi
+dengan Lembaga.
+896
Huruf d
-Yang dimaksud dengan “berwenang
-menentukan calon mitra investasi”
-adalah menunjuk mitra secara langsung
-dengan pertimbangan antara lain
-mengikuti praktik bisnis yang berlaku
-secara internasional dan dalam rangka
-percepatan proses penentuan calon
-mitra, dengan tetap menjaga tata kelola
-yang sehat
+Yang dimaksud dengan "berwenang
+menentukan calon mitra investasi" adalah
+menunjuk mitra secara langsung dengan
+pertimbangan antara lain mengikuti praktik
+bisnis yang berlaku secara internasional dan
+dalam rangka percepatan proses penentuan
+calon mitra, dengan tetap menjaga tata
+kelola yang baik. Kriteria bagi calon mitra
+yang dapat dipertimbangkan antara lain
+memiliki reputasi baik, memiliki
+kemampuan keuangan untuk dapat
+menunjang komitmen investasinya,
+dan/atau memiliki keahlian di bidang
+investasi yang akan dikerjasamakan.
Huruf e
-Cukup Jelas
-1017
+Cukup jelas
Huruf f
-Cukup Jelas
-Pasal 147
-Cukup Jelas.
-Pasal 148
-Cukup Jelas.
-Pasal 149
+Cukup jelas
+Pasal 155
+Cukup jelas.
+Pasal 156
+Cukup jelas.
+Pasal 157
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup jelas.
+Aset negara yang berasal dari cabang-cabang
+produksi yang penting bagi negara dan yang
+menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
+oleh negara dan tidak dapat
+dipindahtangankan kepada orag lain termasuk
+Lembaga.
+Aset negara yang berisikan atau mengelola
+bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
+didalamnya tetap dikuasai oleh negara dan
+tidak dipindahtangankan menjadi aset
+Lembaga.
Ayat (3)
-Yang dimaksud dengan “ketentuan
-perundang-undangan”, misalnya: peralihan
-Hak Milik Atas Saham dilakukan dengan Akta
-Jual Beli atau Akta Hibah atas saham;
-pengalihan hak milik atas tanah dan/atau
-bangunan dilakukan dengan Akta Pejabat
-Pembuat Akta Tanah.
+Cukuip jelas.
Ayat (4)
-Cukup jelas.
+Yang dimaksud dengan "ketentuan perundangundangan", misalnya: peralihan Hak Milik Atas
+Saham dilakukan dengan Akta Jual Beli atau
+Akta Hibah atas saham; pengalihan hak milik
+897
+atas tanah dan/ atau bangunan dilakukan
+dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
-Dalam putusan Rapat Umum Pemegang
-Saham untuk Persero atau memuat antara
-lain proses administrasi pengalihan aset
-termasuk cara pemindahtanganan.
-1018
-Untuk Persero dengan kepemilikan 100%
-Menteri BUMN bertindak selaku RUPS.
-Ayat (7)
Cukup jelas.
-Pasal 150
+Ayat (7)
+Dalam putusan Rapat Umum Pemegang Saham
+untuk Persero dengan tetap mengacu
+ketentuan dan pengaturan dalam anggaran
+dasar badan usaha milik negara dimaksud
+atau memuat antara lain proses administrasi
+pengalihan aset termasuk cara
+pemindahtanganan.
+Ayat (8)
+Peraturan Pemerintah antara lain mengatur
+mengenai mekanisme pembukuan aset yang
+dipindahtangankan, penentuan aset yang
+dipindahtangankan dan nilai pasar wajar aset
+tersebut, dan prosedur pemindahtanganan.
+Mekanisme yang diatur tersebut
+memperhatikan praktik bisnis yang berlaku
+secara internasional dan memperhatikan
+prinsip independensi dan transparansi dari
+Lembaga.
+Pasal 158
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup jelas.
+Kerja sama dengan pihak ketiga dimaksud
+antara lain dilakukan dengan mitra investasi,
+badan usaha milik negara, badan atau lembaga
+pemerintah atau melalui penunjukan manajer
+investasi berbadan hukum Indonesia atau
+asing.
+Lembaga dalam kerja sama dengan pihak
+ketiga, tetap mempertahankan kedudukannya
+sebagai penentu utama kebijakan usaha dan
+penentu dalam pengambilan keputusan di
+badan usaha.
Ayat (4)
-Yang dimaksud ketentuan perundangundangan misalnya: membentuk perusahaan
-patungan yang modalnya berasal dari
-pengalihan aset berupa hak tagih atas piutang
-dilakukan dengan Akta Inbreng piutang
-sebagai saham membeli aset dengan akta jual
-beli; peralihan Hak Milik Atas Saham dengan
-jual beli atau dijadikan inbreng saham;
-pengalihan hak milik atas tanah dan/atau
-bangunan dilakukan dengan Akta Pejabat
-Pembuat Akta Tanah.
+Modal dan kekayaan Lembaga merupakan
+milik Lembaga dan setiap kerugian yang
+dialami oleh Lembaga bukan merupakan
+kerugian negara.
Ayat (5)
+898
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
-Pasal 151
-Cukup Jelas.
-Pasal 152
-1019
+Ayat (7)
+Peraturan Pemerintah dimaksud mengatur
+antara lain pertimbangan untuk melakukan
+pencadangan dan penggunaan akumulasi
+modal untuk investasi kembali.
+Pasal 159
+Ayat (1)
+Yang dimaksud dengan “pihak ketiga”
+mencakup mitra investasi, manajer investasi,
+badan usaha milik negara, badan atau lembaga
+pemerintah, dan/atau entitas lainnya baik di
+dalam maupun luar negeri.
+Ayat (2)
+Lembaga dalam kerja sama dengan pihak
+ketiga, tetap mempertahankan kedudukannya
+sebagai penentu utama kebijakan usaha dan
+penentu dalam pengambilan keputusan di
+badan usaha dengan kriteria yang ditetapkan
+oleh Pemerintah Pusat.
+Ayat (3)
+Pemindahtanganan aset Lembaga untuk
+dijadikan penyertaan modal dengan
+memperhatikan tujuan pemindahtanganan,
+penilaian atas aset dan memperhatikan praktik
+bisnis yang berlaku secara internasional dan
+dilakukan dengan prinsip usaha yang sehat.
+Ayat (4)
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
+Ayat (6)
+Peraturan Pemerintah dalam ayat ini sekurangkurangnya mengatur:
+a. kerja sama dengan pihak ketiga yang
+mencakup antara lain tata kelola aset yang
+dikerjasamakan, pembagian keuntungan
+hasil kerja sama, mekanisme partisipasi,
+audit dari aset yang bersangkutan;
+b. pembentukan dana kelolaan investasi
+(fund) yang mencakup permodalan, ruang
+lingkup tujuan investasi, bentuk, jenis
+dana kelolaan investasi dan tata kelola
+dana investasi; dan
+c. penilaian aset.
+899
+Pengaturan di dalam Peraturan Pemerintah
+didasarkan pada praktik internasional yang
+baik.
+Pasal 160
Ayat (1)
Huruf a
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Huruf b
Hasil pengembangan usaha dan
pengembangan aset Lembaga dapat berupa
@@ -32414,7 +38772,7 @@ Aset badan usaha milik negara dapat
menjadi aset Lembaga antara lain melalui
mekanisme transaksi jual beli
Huruf d
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Huruf e
Sumber lain yang sah antara lain aset yang
dibeli dari pinjaman atau aset yang berasal
@@ -32422,144 +38780,171 @@ dari barang yang diperoleh sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang barang milik negara/daerah
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup Jelas.
-Pasal 153
-Cukup jelas
-Pasal 154
+Cukup jelas.
+Pasal 161
+Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
+keuangan Lembaga oleh akuntan publik dilakukan
+dengan mengikuti standar akuntasi yang diakui
+secara internasional sebagai standar akuntansi yang
+berlaku untuk badan hukum pengelola investasi
+sejenisnya.
+Pasal 162
Ayat (1)
-1020
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Perlindungan atas tuntutan perdata maupun
-pidana dalam pasal ini diberikan termasuk
-kepada pengurus/pegawai Lembaga yang tidak
-lagi menjabat/bekerja namun tuntutan perdata
-maupun pidana berkaitan dengan pelaksanaan
-tugas dan kewenangan pada saat
-pengurus/pegawai Lembaga yang bersangkutan
-menjabat/bekerja.
-Ayat (4)
-Cukup Jelas.
-Pasal 155
-Cukup Jelas.
-Pasal 156
-Cukup Jelas.
-Pasal 157
-Cukup Jelas.
-Pasal 158
-Cukup Jelas.
-Pasal 159
+Yang dimaksud dengan kondisi insolven adalah
+kondisi di mana Lembaga kekurangan modal
+yang berdampak pada kesulitan untuk
+900
+melakukan kegiatan usaha dalam jangka
+panjang.
+Pasal 163
Cukup jelas.
-Pasal 160
-Cukup Jelas.
-1021
-Pasal 161
+Pasal 164
+Ayat (1)
+Peraturan Pemerintah dimaksud mengatur
+antara lain kebijakan investasi, keterbukaan
+informasi, benturan kepentingan, kerahasiaan
+informasi, pengadministrasian dari data dan
+informasi yang berkaitan dengan aset yang
+dikelola, audit internal, tanggung jawab sosial
+dan lingkungan serta manajemen risiko dengan
+memperhatikan praktik bisnis yang berlaku
+secara internasional.
+Ayat (2)
+Ketidakberlakuan peraturan perundangan
+terkait yang mengatur pengelolaan keuangan
+negara/kekayaan negara/ badan usaha milik
+negara bagi Lembaga, karena kegiatan
+pengelolaan asset dan investasi telah diatur
+secara khusus dalam undang-undang ini dan
+peraturan pelaksanaannya.
+Pasal 165
+Cukup jelas.
+Pasal 166
+Cukup jelas.
+Pasal 167
+Cukup jelas.
+Pasal 168
+Cukup jelas.
+Pasal 169
+Cukup jelas.
+Pasal 170
+Cukup jelas.
+Pasal 171
+Cukup jelas.
+Pasal 172
+Cukup jelas.
+901
+Pasal 173
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “badan usaha” antara
-lain Badan Usaha Milik Negara dan/atau
-Badan Usaha Milik Daerah.
+lain Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan
+Usaha Milik Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-Pasal 162
-Cukup jelas.
-Pasal 163
+Ayat (5)
Cukup jelas.
-Pasal 164
+Pasal 174
Cukup jelas.
-Pasal 165
-1. Pasal 1
-Cukup Jelas.
-2. Pasal 24
+Pasal 175
+Angka 1
+Pasal 1
+Cukup jelas
+Angka 2
+Pasal 24
Huruf a
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf b
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf c
-1022
Yang dimaksud dengan “alasan-alasan
objektif” adalah alasan-alasan yang
diambil berdasarkan fakta dan kondisi
faktual, tidak memihak, dan rasional
serta berdasarkan AUPB.
Huruf d
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “iktikad baik”
adalah Keputusan dan/atau Tindakan
yang ditetapkan dan/atau dilakukan
didasarkan atas motif kejujuran dan
berdasarkan AUPB.
-3. Pasal 38
+Angka 3
+Pasal 38
Ayat (1)
Prosedur penggunaan Keputusan
-Berbentuk Elektronis berpedoman pada
+Berbentuk Elektronis berpedoman pada
+902
ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang
informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (4)
-Cukup Jelas.
-4. Pasal 39
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 39
Ayat (1)
-1023
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf b
-Yang dimaksud dengan
-“memerlukan perhatian khusus”
-adalah setiap usaha atau kegiatan
-yang dilakukan atau dikerjakan oleh
-Warga Masyarakat, dalam rangka
-menjaga ketertiban umum, maka
-Badan dan/atau Pejabat
-Pemerintahan perlu memberikan
-perhatian dan pengawasan.
+Yang dimaksud dengan “memerlukan
+perhatian khusus” adalah setiap
+usaha atau kegiatan yang dilakukan
+atau dikerjakan oleh Warga
+Masyarakat, dalam rangka menjaga
+ketertiban umum, maka Badan
+dan/atau Pejabat Pemerintahan perlu
+memberikan perhatian dan
+pengawasan.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “swasta”
-meliputi perorangan, korporasi yang
-berbadan hukum di Indonesia, dan
-asing.
+meliputi perorangan, korporasi
+yang berbadan hukum di
+Indonesia, dan asing.
Huruf c
-1024
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
+Ayat (5)
+Cukup jelas.
Ayat (6)
-Cukup Jelas.
-Ayat (7)
-Cukup Jelas.
-Ayat (8)
-Cukup Jelas.
-5. Pasal 39A
-Cukup Jelas.
-6. Pasal 53
-Cukup Jelas.
-Pasal 166
-1. Pasal 16
+Cukup jelas.
+Angka 5
+Pasal 39A
+Cukup jelas
+903
+Angka 6
+Pasal 53
+Cukup jelas
+Pasal 176
+Angka 1
+Pasal 16
Ayat (1)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “praktek yang
-baik (good practices) adalah sesuai
+baik (good practices)” adalah sesuai
standar atau ketentuan yang berlaku
secara internasional”.
Ayat (3)
@@ -32568,33 +38953,45 @@ Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
-1025
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
-2. Pasal 250
-Cukup Jelas.
-3. Pasal 251
-Cukup Jelas.
-4. Pasal 252
+Angka 2
+Pasal 250
+Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan”
+adalah putusan pengadilan yang telah diikuti
+oleh putusan hakim berikutnya.
+Angka 3
+Pasal 251
+Cukup jelas.
+Angka 4
+Pasal 252
Ayat (1)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (2)
-Cukup Jelas
+Cukup jelas
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (4)
Pemotongan DAU dan/atau DBH bagi
Daerah bersangkutan sebesar uang yang
sudah dipungut oleh Daerah.
-5. Pasal 300
+904
+Angka 5
+Pasal 260
+Cukup jelas.
+Angka 6
+Pasal 292A
Cukup jelas.
-6. Pasal 349
+Angka 7
+Pasal 300
+Cukup jelas.
+Angka 8
+Pasal 349
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penyederhanaan
jenis pelayanan publik” adalah
-1026
menggabungkan beberapa jenis
pelayanan publik yang diamanatkan oleh
ketentuan peraturan perundangundangan menjadi 1 (satu) jenis
@@ -32609,52 +39006,34 @@ pemberian layanan, sehingga
mempermudah proses pemberian layanan
kepada masyarakat.
Ayat (2)
-Cukup Jelas
-Ayat (3)
-Cukup Jelas.
-7. Pasal 350
-Ayat (1)
-Sistem pendukung adalah sistem untuk
-membantu proses penyelesaian perizinan
-dan pengawasan.
-Ayat (2)
-Cukup Jelas.
+Cukup jelas.
Ayat (3)
-Cukup Jelas.
-Ayat (4)
-Cukup Jelas.
-1027
-Ayat (5)
-Yang dimaksud dengan “sistem
-pendukung” adalah sistem untuk
-membantu proses penyelesaian perizinan
-dan pengawasan
-Ayat (6)
-Cukup Jelas.
-Ayat (7)
-Cukup Jelas.
-Ayat (8)
-Cukup Jelas.
-Ayat (9)
-Cukup Jelas.
-Ayat (10)
-Cukup Jelas.
-8. Pasal 402A
-Cukup Jelas
-Pasal 167
Cukup jelas.
-Pasal 168
+Angka 9
+Pasal 350
Cukup jelas.
-Pasal 169
+Angka 10
+Pasal 402A
Cukup jelas.
-1028
-Pasal 170
+Pasal 177
Cukup jelas.
-Pasal 171
+Pasal 178
Cukup jelas.
-Pasal 172
+905
+Pasal 179
Cukup jelas.
-Pasal 173
+Pasal 180
Cukup jelas.
-Pasal 174
-Cukup jelas.
\ No newline at end of file
+Pasal 181
+Cukup jelas.
+Pasal 182
+Cukup jelas.
+Pasal 183
+Cukup jelas.
+Pasal 184
+Cukup jelas.
+Pasal 185
+Cukup jelas.
+Pasal 186
+Cukup jelas.
+TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR…
\ No newline at end of file
```